• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan limbah pemanenan adalah bagian pohon yang tidak dimanfaatkan oleh pola pemanfaatan yang berlaku pada saat ini dan terkadang dibiarkan di dalam hutan. Pengertian pola pemanfaatan yang berlaku ini dipandang dari kondisi fisik dari bagian pohon yang menjadi target produksi PT. Austral Byna. Limbah pemanenan ini dapat berasal dari bagian batang utama, batang bagian atas, cabang dan ranting, potongan pendek atau berasal dari tunggak. Limbah pemanenan kemudian diklasifikasikan dalam beberapa bentuk, yaitu :

1. Tunggak adalah bagian bawah pohon yang berada dibawah takik rebah dan takik balas. Tinggi tunggak sangat bervariasi tergantung ketinggian takik balas.

Gambar 1 Limbah tunggak. Gambar 2 Limbah batang bebas cabang.

2. Batang Bebas Cabang adalah bagian batang utama yang dianggap limbah apabila dari kondisi fisik batang yang mengandung cacat atau rusak akibat pemanenan atau cacat alami dari dalam pohon sendiri.

3. Kayu Pecah adalah bagian kayu bulat yang masuk dalam target produksi sebagai kayu yang akan diambil, namun ditinggalkan karena pecah saat penebangan atau akibat penebangan.

Gambar 3 Limbah kayu pecah. Gambar 4 Limbah kayu lapuk.

4. Kayu Lapuk adalah bagian kayu bulat yang masuk dalam target produksi sebagai kayu yang akan diambil, namun ditinggalkan karena lapuk.

30

5. Potongan Pendek berupa kayu bulat yang merupakan sisa pembagian batang bagian pangkal dan ujung, sisa keprasan dan banir.

Gambar 5 Limbah potongan pendek.

6. Cabang dan ranting adalah komponen tajuk yang berada diatas cabang pertama. Cabang dan ranting yang diukur dalam penelitian ini dibatasi sampai diameter 10 cm.

Gambar 6 Limbah cabang dan ranting. Gambar 7 Limbah kayu tak beraturan.

7. Kayu tak beraturan adalah kayu pakah (madopang), kayu bengkok, kayu tidak silindris dan kayu dengan busuk hati/gerowong/hati rapuh yang parah (tidak memenuhi syarat minimal untuk kayu produksi).

5. 3 Klasifikasi Limbah

5. 3. 1 Limbah Akibat Kegiatan Penebangan

Limbah yang terjadi di petak tebang dalam penelitian ini adalah limbah yang berasal dari pohon yang ditebang. Pada umumnya limbah yang ditinggalkan karena berbagai sebab seperti adanya cacat pada kayu atau ukuran kayu yang tidak memenuhi syarat.

Dalam hal ini pengukuran limbah kayu dilakukan pada dua petak contoh yaitu CT 53 dan CU 52, data limbah yang diambil berdasarkan ukuran diameter pohon (60-70 cm, 70-80 cm, 80 cm up) dan kemiringan lereng tempat tebang (0-15%, 15-25% dan > 25%).

Volume limbah berdasarkan jenis limbah yang dihasilkan, seperti terlihat pada Tabel 7 menunjukan bahwa volume limbah yang terbesar adalah cabang batang utama yaitu sebesar 2,15 m3/pohon dengan persentase 32,38 % dan yang kedua adalah batang bebas cabang sebesar 1,42 m3/pohon dengan persentase 21,39 %, cabang dari cabang batang utama sebesar 1,37 m3/pohon dengan persentase 20,63 % kemudian limbah tunggak adalah sebesar 1,09 m3/pohon dengan persentase 16,42 % dan yang paling kecil yaitu limbah ranting dengan volume sebesar 0,61 m3/pohon dengan persentase 9,19 %.

Limbah cabang batang utama memiliki nilai paling besar ini disebabkan kemungkinan keragaman jenis pohon yang ditebang, diameter pohon, bentuk dari masing-masing percabangan yang juga berbeda antara jenis-jenis pohon yang ditebang dan keterampilan operator tebang.

Tabel 7 Volume limbah penebangan berdasarkan jenis limbah yang dihasilkan

Jenis Limbah Volume limbah (m3/phn) Persentase (%) Tunggak 1,09 16,42

Batang bebas cabang 1,42 21,39

Cabang batang utama 2,15 32,38

Cabang dari cabang batang utama 1,37 20,63

Ranting 0,61 9,19

Total 6,64 100

Dari hasil perhitungan volume rata-rata berdasarkan kelerengan tempat tebang dan diameter pohon, limbah paling besar terjadi adalah limbah pada ukuran diameter 70-80 cm dari tiga kelas kelerengan yang diukur yaitu dengan

32

volume rata-rata 6,74 m3/pohon, yang kedua adalah limbah ukuran diameter 60-70 cm dengan volume rata-rata 6,61 m3/pohon dan yang paling kecil adalah limbah ukuran diameter > 80 up dengan volume rata-rata 6,24 m3/pohon. Volume rata-rata limbah dipetak tebang berdasarkan ukuran diameter dan kelerengan tempat tebang dapat dilihat pada Tabel 8 dibawah ini.

Tabel 8 Volume rata-rata limbah di petak tebang berdasarkan ukuran diameter dan kelerengan tempat tebang

Kelerengan Tempat Tebang (%)

Limbah Diameter 60 -70 cm Limbah Diameter 70-80 cm Limbah Diameter > 80 cm Jumlah Pohon Contoh (Phn) Volume rata-rata (m3/phn) Jumlah Pohon Contoh (Phn) Volume rata-rata (m3/phn) Jumlah Pohon Contoh (Phn) Volume rata-rata (m3/phn) 0 - 15 5 8,46 5 6,89 5 6,06 15 - 25 5 5,06 5 6,18 5 6,23 > 25 up 5 6,30 5 7,14 5 6,43 Rata-rata 15 6,61 15 6,74 15 6,24

Dari penjelasan Tabel 8 diatas, pohon yang ditebang pada ukuran diameter 70-80 cm menghasilkan limbah kayu paling besar. Hal ini disebabkan oleh faktor kerapatan tegakan pohon pada lokasi pengamatan juga keterampilan chainsawman (operator tebang) dalam menebang pohon lebih memperhatikan pemenuhan target pohon sebanyak-banyaknya.

5. 3. 2 Limbah Akibat Kegiatan Penyaradan.

Penyaradan kayu di areal hutan PT. Austral Byna dilaksanakan secara mekanis yaitu menggunakan traktor. Traktor sarad kadang-kadang berputar-putar mencari kayu yang akan disarad. Oleh karena itu terkadang dijumpai kayu yang tertinggal dalam hutan akibat tidak disarad, karena dalam proses penyaradan di PT. Austral Byna tidak dibuat terlebih dahulu jalan sarad yang menjangkau tempat pohon yang sudah di tebang berada. Sehingga proses penyaradan dilakukan secara langsung di lapangan yaitu helper operator traktor masuk terlebih dahulu ke petak tebang untuk mencari tempat kayu berada, baru kemudian operator traktor melakukan penyaradan.

Pengamatan dan pengukuran limbah pada jalan sarad dilakukan pada 4 petak tebang yaitu CU 52, CU 53, CW 50 dan CX 50. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran lapangan di PT. Austral Byna, dimana limbah yang

terjadi pada jalan sarad terdiri dari batang bebas cabang, limbah potongan pendek dan limbah kayu lainnya (pohon yang berdiameter kecil).

Rekapitulasi volume limbah jalan sarad PT. Austral Byna berdasarkan jenis limbah yang terjadi bisa dilihat pada Tabel 9 dibawah ini.

Tabel 9 Rekapitulasi volume limbah jalan sarad berdasarkan jenis limbah yang terjadi Petak Jalan Sarad Luas Petak (ha) Panjang Jalan (m) Jenis Limbah

Volume Limbah (m3) Volume limbah (m3/hm) Persentase (%) Total Dapat dimanfaatkan Tidak dimanfaatkan

CU 52 100 6.151,7 Batang bebas cabang 50,51 42,26 8,25 0,69 Potongan pendek 15,93 15,92 0,01 0,26

Limbah lain 9,64 9,64 0 0,16

Sub total 76,08 67,82 8,26 1,10 14,67

CU 53 100 7.020,8 Batang bebas cabang 156,80 133,33 23,47 1,90 Potongan pendek 17,52 16,65 0,87 0,24

Limbah lain 9,68 9,68 0 0,14

Sub total 184 159,66 24,34 2,27 35,48

CW 50 100 13.889,7 Batang bebas cabang 93,08 76,99 16,09 0,55 Potongan pendek 10,52 10,46 0,06 0,08

Limbah lain 10,84 10,84 0 0,08

Sub total 114,45 98,29 16,16 0,71 22,07

CX 50 100 21.544,8 Batang Bebas Cabang 116,83 109,19 7,65 0,51

Potongan pendek 19,92 19,92 0 0,09

Limbah lain 7,27 7,27 0 0,03

Sub total 144,02 136,37 7,65 0,63 27,77

Total 518,54 462,14 56,40 4,72 100

Berdasarkan Tabel 9 diatas terlihat bahwa limbah yang terjadi pada PT. Austral Byna pada petak CU 52 dengan panjang jalan sarad 6.151,7 m volume limbah batang bebas cabang yang mungkin bisa dimanfaatkan dihasilkan sebesar 42,26 m3 dengan volume rata-rata 0,69 m3/hm, untuk limbah potongan pendek volume limbah yang mungkin bisa dimanfaatkan adalah sebesar 15,92 m3 dengan volume rata-rata 0,26 m3/hm dan volume total limbah lain yang mungkin bisa dimanfaatkan yaitu sebesar 9,64 m3 dengan volume rata-rata 0,16 m3/hm.

Kemudian pada petak CU 53 dengan panjang jalan sarad 7.020,8 m volume total limbah batang bebas cabang yang mungkin bisa dimanfaatkan adalah 133,33 m3 dengan volume rata-rata 1,90 m3/hm. Untuk limbah potongan pendek volume total adalah sebesar 16,65 m3 dengan rata-rata volume 0,24 m3/hm dan untuk limbah lainnya volume total limbah sebesar 9,68 m3 dengan volume rata-rata sebesar 0,14 m3/hm.

34

Sedangkan besarnya limbah yang terjadi pada petak CW 50 dengan panjang jalan 13.889,7 m volume limbah total batang bebas cabang yang mungkin bisa dimanfaatkan adalah sebesar 76,99 m3 dengan volume rata-rata 0,55 m3/hm, limbah potongan pendek volume totalnya adalah 10,46m3 dengan volume rata-rata 0,08 m3/hm dan limbah lainnya yaitu sebesar 10,84 m3 dengan volume limbah rata-rata sebesar 0,08 m3/hm. Kemudian pada petak CX 50 dengan panjang jalan 21.544,8 m volume limbah total bebas cabangnya adalah 109,19 m3 dengan volume limbah rata-rata 0,51 m3/hm, limbah potongan pendeknya memiliki volume total sebesar 19,92 m3 dengan volume rata-rata limbah sebesar 0,09 m3/hm dan volume total limbah lainnya yaitu sebesar 7,27 m3 dengan rata-rata 0,03 m3/hm.

Dari penjelasan diatas terlihat bahwa volume rata-rata total limbah yang paling besar di jalan sarad PT. Austral Byna yaitu sebesar 2,27 m3/hm terjadi pada petak CU 53 dengan persentase sebesar 35,48 % dan volume limbah yang kecil sebesar 0,633 m3/hm dengan persentase sebesar 27,77 % pada petak CX 50.

Limbah yang terjadi pada jalan sarad PT. Austral Byna ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain topografi jalan sarad, cuaca, kerapatan tegakan pada kedua petak ukur dan yang paling mempengaruhi adalah keterampilan operator yang melaksanakan penyaradan kayu, selain itu limbah akibat penyaradan ini banyak ditemukan pada areal yang jauh dari lokasi TPn, hal ini berkaitan dengan jarak antara TPn dan lokasi penyaradan. Begitu juga menurut Dipodiningrat (1980) dalam Dulsalam dan Sukanda (1995), bahwa proses penyaradan dengan traktor dipengaruhi oleh jarak sarad, topografi, cuaca, keadaan tanah dan keterampilan operator penyarad.

5. 3. 3 Limbah di TPn

Limbah yang terjadi di TPn dapat berbentuk sisa pemotongan bagian pangkal dan bagian ujung pohon kayu gelondongan atau berupa kayu yang mengandung cacat yaitu antara lain gerowong, busuk empulur, pecah, mata buaya, muntir (twist) dan lain-lain. Bentuk limbah di TPn lainnya adalah kayu gelondongan utuh dengan kondisi dan kualitas cukup baik, tetapi merupakan sisa pengangkutan yang jumlahnya sangat sedikit, sehingga ditinggalkan begitu saja di

TPn karena alasan ekonomis. Proses pengukuran dilakukan dengan mendatangi petak-petak tebang tempat TPn dibuat. Pada pengukuran ini limbah kayu hanya ditemui pada petak CU 52, CT 53 dan CW 50.

Dari hasil perhitungan terhadap limbah di TPn, limbah yang terjadi adalah batang bebas cabang dan ada beberapa ditemui limbah potongan pendek. Seperti terlihat pada Tabel 10 dibawah ini.

Tabel 10 Volume rata-rata limbah pada TPn yang terjadi di PT. Austral Byna

Petak TPn Luas (ha) Jumlah TPn (unit) Volume Total (m3) Volume rata-rata (m3/TPn) Jumlah Limbah (log) CU 52 100 3 78,967 26,322 26 CT 53 100 2 53,686 26,843 12 CW 50 100 3 36,708 12,236 14 Total 8 169,361 21,170 52

Dari tabel diatas terlihat bahwa jumlah volume total limbah dari tiga petak pengamatan dengan jumlah 8 unit TPn dan kayu limbah yang terjadi sebanyak 52 log adalah sebesar 169,361 m3 dengan volume total rata-rata sebesar 21,170 m3/TPn, yaitu limbah batang bebas cabang ada sebanyak 44 log dan limbah potongan pendek sebanyak 8 log. Angka limbah ini menunjukkan bahwa kayu yang ditinggalkan sebenarnya hanya memiliki cacat yang masih bisa ditoleransi, juga ada sebagian limbah yang masih dalam kondisi baik namun ditinggal karena kurang dari 1 rit pengangkutan, sehingga tidak efisien dilakukan pengangkutan oleh perusahaan karena perlu biaya yang besar, selain itu juga ukuran-ukuran diameter limbah yang terjadi juga cukup besar sehingga perlu dicari alternatif pemanfaatan agar tidak terjadi lagi limbah yang tertinggal di TPn.

36

Gambar 9 Potensi limbah potongan pendek di Tpn 1.

5. 3. 4 Limbah pada Jalan Angkutan dan TPK/Logpond

Limbah pada jalan angkutan adalah limbah yang terjadi selama proses pengangkutan dari TPn menuju ke TPK akhir tempat perakitan kayu. Pengukuran dan pengamatan limbah pada jalan angkutan dilakukan dengan menyusuri disepanjang jalan angkutan tempat kayu diangkut, yaitu dari blok pada waktu kayu di muat sampai pada TPK/Logpond tempat kayu di bongkar.

Proses pemuatan dan pengangkutan kayu di PT. Austral Byna dilakukan secara mekanis yaitu alat angkutan kayunya menggunakan Logging Truck, serta alat muat dan bongkarnya adalah Log Loader.

Dari hasil pengamatan di sepanjang jalan angkutan kayu seperti terdapat pada Tabel 11 dibawah. Terlihat bahwa volume total limbah kayu yang dihasilkan adalah sebesar 206,732 m3 dengan volume rata-rata sebesar 7,95 m3 dari jumlah kayu yang terdapat sebagai limbah sebanyak 26 log. Limbah yang ditemui pada jalan angkutan yaitu batang bebas cabang dengan kondisi baik, juga ada beberapa batang bebas cabang dengan kategori limbah cacat seperti gerowong, mata buaya, pecah batang akibat getaran pada waktu pengangkutan dan tidak adanya paku S. Sehingga ditemukan kayu yang pecah terkadang jadi limbah akibat kegiatan pengangkutan padahal diameter kayunya cukup besar dan potensial untuk dimanfaatkan, selain juga faktor dari jalan angkutan yang rusak karena kurangnya pemeliharaan.

Tabel 11 Volume total limbah kayu pada jalan angkutan PT. Austral Byna

No Rute Angkutan Jumlah Kayu (Log) Volume Total (m3) Volume Rata-rata (m3) 1 BLOK - JUPOY 13 124,58 9,58

2 BLOK - SEI PARI 13 82,16 6,32

Limbah pada jalan angkut ini terjadi karena pada waktu pengangkutan terkadang alat angkutan yang digunakan mengalami kerusakan pada saat di perjalanan sehingga kayu muatan harus diturunkan dari alat angkut atau terkadang kayu jatuh dari alat angkutan karena kelebihan beban muatan yang seharusnya, dimana dari hasil pengamatan terlihat dari setiap Logging Truck yang melakukan pengangkutan terkadang mengangkut kayu sebanyak 55-60 m3, dengan panjang log 22 m. Padahal muatan yang dianjurkan adalah 50 m3 dengan maksimal panjang 18 m, oleh karena itu untuk menghindari terjadinya limbah ini sebaiknya alat angkut digunakan dengan baik dan seefektif mungkin dengan tetap memperhatikan prosedur dan juga faktor keselamatan dan kesehatan kerja para pekerjanya, agar tidak terjadi limbah dan kegiatan pengangkutan kayu berjalan dengan baik.

Gambar 10 Potensi limbah pada jalan angkutan kayu PT. Austral Byna.

Untuk PT. Austral Byna ini ada 3 Tempat Penumpukan Kayu, yaitu TPK Jupoy (TPK Antara), TPK Sabuh (TPK Antara)/Logpond antara dan TPK Buntok Kecil/Logpond akhir. Data limbah pada penelitian didapat dari TPK Buntok Kecil/Logpond akhir.

38

Dari hasil pengukuran dan pengamatan di Tempat Penumpukan Kayu akhir ini, data volume total limbah yang terjadi yaitu dihasilkan sebesar 101,72 m3 dengan kemungkinan volume yang dapat dimanfaatkan adalah sebesar 69,93 m3. Limbah di TPK yang ditemukan memiliki kondisi yaitu gerowong, pecah batang, busuk empulur, mata buaya dan lain-lain. Limbah ini terjadi kemungkinan akibat kayu terlalu lama ditumpuk di Tempat Penumpukan Kayu, kondisi tempat penumpukan kayu, selain juga karena memang kualita kayunya sendiri yang tidak baik, oleh sebab itu kayu dibiarkan jadi limbah, terkadang kayu hanya digunakan sebagai material matingan dalam pembuatan jembatan. Volume limbah di TPK bisa dilihat pada Tabel 12 dibawah ini.

Tabel 12 Volume limbah yang terdapat di TPK Buntok Kecil/Logpond

Jenis Kayu Limbah Jumlah Limbah (Log) Volume Limbah (m3) Total Dapat dimanfaatkan Tidak dapat dimanfaatkan Meranti 10 24,49 18,2 6,32 Rimba Campuran 2 4,53 4,53 0 Balau 6 62,57 37,7 24,87 Keruing 1 6,24 6,24 0 Nyatoh 1 3,88 3,29 0,59 Total (m3) 20 101,72 69,9 31,78

5. 4 Pengaruh Kelerengan dan Diameter Pohon terhadap Besarnya Limbah akibat Kegiatan Penebangan.

Data yang digunakan untuk mengetahui pengaruh kelerengan dan diameter ini adalah jenis kayu limbah dari hasil kegiatan penebangan antara lain limbah tunggak, batang bebas cabang, cabang dari batang utama, cabang dari cabang batang utama dan ranting. Dimana data diukur dengan ukuran diameter 60-70 cm, 70-80 cm dan > 80 cm up, dan 3 kemiringan lereng tempat pohon ditebang yaitu 0-15 % (datar), 15-25% (sedang) dan > 25 % (curam). Jumlah pohon contoh yang digunakan adalah sebanyak 45 pohon contoh, selain itu juga petak pengukuran dilakukan sesuai dengan rancangan percobaan yang dibuat yaitu dengan ukuran diameter dan kondisi topografi tempat tebangan yang telah ditentukan sesuai dengan kondisi lapangan.

Tabel 13 Rata-rata volume limbah kayu hasil tebangan pada masing-masing diameter dan kelerengan (m3/pohon)

(Kelerengan)

Diameter Pohon Rata-rata

B1 B2 B3 A1 8,46 6,89 6,06 7,14 A2 5,06 6,18 6,23 5,82 A3 6,30 7,14 6,43 6,62 Rata-rata 6,61 6,74 6,24 6,53 Keterangan :

B1 = Diameter pohon 60 - 70 cm A1 = Kelerengan 0 - 15 % (Datar) B2 = Diameter pohon 70 - 80 cm A2 = Kelerengan 15 - 25 % (Sedang) B3 = Diameter pohon > 80 cm up A3 = Kelerengan > 25 % (Curam)

Berdasarkan Tabel 13 diatas dapat diketahui bahwa volume limbah terbesar pada kelerengan datar (A1) dihasilkan oleh pohon contoh ukuran diameter 60-70 cm (B1) sebesar 8,46 m3/pohon dan terkecil pada ukuran diameter > 80 cm up (B3) yaitu 6,06 m3/pohon. Namun kebalikannya, pada kelerengan sedang (A2) dimana nilai volume limbah terbesar dihasilkan oleh pohon tebang ukuran diameter > 80 cm up (B3) sebesar 6,23 m3/pohon dan terkecil oleh limbah ukuran 60-70 cm (B1) yaitu sebesar 5,06 m3/pohon dan untuk kelerengan curam (A3) volume limbah terbesar dihasilkan oleh pohon tebang ukuran diameter 70-80 cm (B2) yaitu sebesar 7,14 m3/pohon dengan nilai terkecil volume limbah dihasilkan oleh pohon tebang ukuran diameter 60-70 cm (B1) sebesar 6,30 m3/pohon.

Pada Tabel 13 juga dapat dilihat rata-rata volume limbah ketiga kelas kelerengan pada masing-masing ukuran diameter. Rata-rata volume limbah terbesar dihasilkan oleh pohon tebang ukuran diameter 70-80 cm yaitu sebesar 6,74 m3/pohon dan rata-rata volume limbah terkecil dihasilkan oleh pohon tebang ukuran > 80 cm up (B3) sebesar 6,24 m3/pohon. Sedangkan rata-rata volume limbah terbesar berdasarkan kelas kelerengan dihasilkan pada kelas kelerengan datar (A1) sebesar 8,46 m3/pohon dan rata-rata volume limbah terkecil pada kelas kelerengan sedang (A2) sebesar 5,82 m3/pohon.

40

Tabel 14 Analisis sidik ragam (univariate analysis of variance) pengaruh kelerengan dan diameter pohon, terhadap besarnya limbah akibat penebangan

Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat

tengah F hitung Sig. F Tabel

Kelerengan 2 13,121 6,561 2,020 0,1477 3,266

Diameter 2 1,993 0,996 0,310 0,7380 3,266

AB 4 19,348 4,837 1,490 0,2264 2,642

Derajat kesalahan 36 117,064 3,252

Total 44 151,526

Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh kelerengan dan diameter pohon terhadap besarnya limbah yang dihasilkan maka dilakukan analisis sidik ragam (Analysis of Variance) pada tingkat kepercayaan 95 %. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa pengaruh kelerengan dan diameter pohon tidak berpengaruh nyata terhadap besarnya limbah yang dihasilkan pada tingkat kepercayaan 95%.

Hal ini dapat terlihat pada Tabel 14 bahwa nilai F hitungnya sebesar 2,020 pada kelerengan adalah lebih kecil dari F tabel sebesar 3,266 dan nilai F hitung sebesar 0,310 pada diameter juga lebih kecil dari F tabel yaitu sebesar 3,266, selain itu juga terlihat dari nilai F hitung sebesar 1,490 pada AB lebih kecil dari yang dihasilkan F tabel yaitu sebesar 2,642 maka dapat disimpulkan bahwa kelerengan dan diameter pohon tebang tersebut tidak memberikan pengaruh terhadap besarnya limbah yang terjadi (tidak signifikan).

Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh kemampuan dari tenaga kerja yang melaksanakan proses penebangan, dimana terlihat pada ukuran diameter 60-70 cm (B1) menghasilkan rata-rata volume limbah terbesar pada kelerengan datar (A1) dan curam (A3), namun pada kelerengan kategori sedang (A2) justru menghasilkan rata-rata volume limbah terkecil. Contoh lain juga terlihat pada ukuran diameter > 80 cm up (B3) terlihat bahwa volume limbah terbesar dihasilkan pada kelerengan sedang (A2) dan curam (A3), tetapi volume limbah terkecil dihasilkan pada kelerengan datar (A1).

Begitu juga menurut hasil penelitian Widiananto (1981) yang menyatakan bahwa topografi lapangan yang berbeda - beda tidak menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap besarnya limbah batang yang terjadi. Ketidakkonsistenan yang terjadi tersebut sangat mempengaruhi rata-rata volume limbah yang dihasilkan pada masing-masing kelerengan dan diameter pohon. Penyebab hal tersebut yang paling diminan diantaranya adalah kemampuan (skill) tenaga kerja

yang melaksanakan penebangan. Menurut Sastrodimedjo dan Simarmata (1978) terjadinya limbah tebangan yang cukup besar disebabkan :

1. Kesalahan dalam melaksanakan teknik penebangan

Pembuatan takik rebah dan takik balas yang kurang benar dapat menyebabkan bagian pangkal pohon tercabut, retak atau yang disebut barber

chair. Dengan demikian akan mengurangi batang yang seharusnya dapat

dipakai.

2. Kesalahan dalam menentukan arah rebah

Dalam melaksanakan penebangan pada umumnya operator chainsaw belum memperhatikan arah rebah yang baik. Oleh karena itu sering terjadi rebah kearah jurang, menimpa batang lain, selokan, tunggak dan lain-lain, sehingga batang menjadi retak atau pecah. Disamping itu sering pohon yang ditebang menimpa dan merusak tegakan tinggal.

3. Kesalahan dalam pemotongan batang

Karena diperkirakan tidak kuat disarad sekaligus, maka pohon-pohon tersebut seringkali dipotong menjadi beberapa batang. Pekerjaan demikian ini dikerjakan sendiri oleh blandong tebang tanpa bantuan scaler, sehingga menimbulkan limbah.

4. Manajemen yang kurang baik

Seringkali terjadi ketidaklancaran hubungan antara kegiatan yang satu dengan yang lain. Karena kegiatan penebangan dan penyaradan seolah-olah bekerja sendiri-sendiri, sehingga dapat menyebabkan kayu yang ditebang tidak disarad atau baru disarad setelah beberapa waktu kemudian.

Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor kelerengan dan diameter tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap besarnya limbah yang dihasilkan oleh karena itu tidak perlu dilakukan Uji lanjut Duncan’s. Hal ini menunjukan bahwa besarnya limbah tidak hanya dipengaruhi oleh kelerengan dan diameter pohon, namun juga oleh faktor lainnya. Menurut Lempang, et al (1995) menyebutkan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi besarnya limbah pemanenan adalah sebagai berikut : panjang kayu di tempat tebangan, rata-rata diameter di tempat tebangan, volume kayu di tempat tebangan dan panjang kayu di TPn.

42

5. 5 Potensi Limbah Hasil Pemanenan Berdasarkan Jenis dan Dimensinya.

Kegiatan penilaian potensi ini adalah untuk mengetahui potensi limbah hasil pemanenan yang masih bisa untuk dimanfaatkan sehingga bisa menjadi tolak ukur bagi perusahaan dalam meningkatkan nilai tambah dan pemenuhan bahan baku yang berasal dari semua kegiatan pemanenan yaitu potensi limbah tebangan, limbah jalan sarad, limbah dari TPn serta limbah dari jalan angkutan dan TPK/logpond. Dimana dari tiap-tiap kegiatan pemanenan berpotensi untuk terjadinya limbah. Sehingga perlu diketahui potensi volume masing-masing limbah berdasarkan jenis dan dimensi limbah yang terjadi. Agar bisa dicari alternatif pemanfaatan limbah yang mungkin bisa memberikan keuntungan bagi perusahaan pemanenan kayu yang bersangkutan.

5. 5. 1 Potensi Limbah Hasil Kegiatan Penebangan

Berdasarkan data hasil pengukuran di lapangan, dapat diketahui jenis dan potensi limbah yang terdapat di tempat penebangan seperti yang terdapat pada Tabel 15 dan Tabel 16.

Tabel 15 Limbah batang bebas cabang akibat kegiatan penebangan berdasarkan jenis dan dimensinya

Kategori Limbah Batang Bebas Cabang

Jumlah (pohon)

Panjang Diameter Volume Limbah (m3/log) max (cm) min (cm) pr (cm) max (cm) min (cm) dr (cm) A. Dapat dimanfaatkan 1. Baik 3 9 2,5 6,5 75,7 68,3 72 2,65 2. Gerowong 7 10,4 5,1 7,7 75,6 66 70,7 3,02 3. Busuk empulur 7 7,2 4 5,6 72,3 66,4 69,3 2,11

Dokumen terkait