• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi dan Verifikasi Minyak Kayu Manis

Identifikasi dan verifikasi minyak kayu manis dilakukan dengan tujuan untuk menjamin keaslian dan kesesuaian bahan yang diperoleh dari CV. Eteris Nusantara dengan CoA yang telah dilampirkan (Lampiran 1). Penjaminan keaslian dan kesesuaian bahan yang digunakan melalui identifikasi dan verifikasi minyak kayu manis dalam penelitian ini penting dilakukan karena untuk menjaga kualitas pasta gigi minyak kayu manis yang dihasilkan, mengingat minyak atsiri yang diperoleh tidak hanya berasal dari satu tanaman kayu manis saja, melainkan berasal dari beberapa tanaman kayu manis, yang memiliki indeks bias dan bobot jenis yang berbeda pula. Identifikasi dan verifikasi minyak kayu manis ini meliputi pengamatan organoleptis, indeks bias dan bobot jenis. Hasil identifikasi dan verifikasi minyak kayu manis yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Tabel III. Hasil identifikasi dan verifikasi minyak kayu manis Uji Hasil Identifikasi

dan Verifikasi

Certificate of Analysis

Badan Standar Nasional (Badan Standardisasi

Nasional, 2006)

Bentuk Cair Cair Cair

Warna Kuning Kuning Kuning muda - cokelat muda

Bau Khas kayu manis Khas kayu

manis Khas kayu manis Indeks Bias

(nD20) 1,576 ± 0,020 1,58 1,559 - 1,595 Bobot Jenis 1,013 ± 0,00055 1,013 1,008 - 1,030

Identifikasi dan verifikasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini asli dan memenuhi persyaratan organoleptis, indeks bias dan bobot jenis yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional.

Gambar 9. Minyak kayu manis dari CV. Eteris Nusantara

B. Uji Pendahuluan Daya Antibakteri Minyak Kayu Manis (Cinnamomum burmannii Bl.)

Uji daya antibakteri minyak kayu manis yang digunakan merupakan uji yang dilakukan untuk memastikan adanya daya antibakteri minyak kayu manis terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans sebelum diformulasikan dalam pasta gigi dan untuk menentukan konsentrasi minyak kayu manis yang akan digunakan dalam pembuatan pasta gigi. Uji daya antibakteri ini dilakukan dengan menggunakan bakteri Streptococcus mutans sebagai bakteri uji yang diperoleh dari Balai Kesehatan Yogyakarta yang telah diuji kemurniannya. Bakteri Streptococcus mutans dipilih karena bakteri tersebut merupakan salah satu bakteri penyebab plak gigi (Brooks, 2007; Prakash et al., 2012). Uji daya antibakteri minyak kayu manis dilakukan dengan metode difusi sumuran dan dilusi padat. Kedua uji ini dilakukan dalam Biological Safety Cabinet untuk meningkatkan kondisi lingkungan yang aseptis. Difusi sumuran digunakan untuk memastikan adanya daya antibakteri minyak kayu manis terhadap bakteri Streptococcus

mutans. Metode ini dipilih karena sifat bahan uji yang digunakan berupa minyak yang memiliki tingkat kepolaran yang rendah (log P minyak kayu manis pada rentang 1,48-2,59 (Porel et al., 2014)), sehingga dengan metode ini minyak dapat berdifusi ke dalam media pertumbuhan bakteri. Suatu senyawa memiliki daya antibakteri apabila memiliki zona hambat berupa area jernih di sekeliling sumuran dan lebih besar dengan perbedaan bermakna dari kontrol negatifnya. Uji dilusi padat digunakan untuk menentukan rentang Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) yang diperoleh dari konsentrasi minyak kayu manis terkecil dari hasil uji difusi sumuran yang memiliki zona hambat lebih besar dan memiliki perbedaan bermakna dari kontrol negatif. Senyawa uji dikatakan memiliki daya antibakteri apabila media uji memiliki kejernihan yang sama dengan kontrol sterilitas media dan kejernihan yang lebih besar bila dibandingkan dengan kontrol pertumbuhan bakteri. Pengamatan KHM dan KBM dilakukan secara visual, kemudian dilakukan uji penegasan dengan metode streak plate. Uji penegasan dilakukan dengan menanam hasil uji dilusi padat ke media agar secara streak plate. Konsentrasi minyak kayu manis yang digunakan dalam formulasi pasta gigi merupakan hasil KBM yang diperoleh dari uji penegasan.

Konsentrasi minyak kayu manis yang digunakan pada uji difusi sumuran yaitu 1-10%. Kontrol negatif pada uji difusi sumuran ini adalah parafin cair, karena parafin cair digunakan sebagai pelarut untuk pembuatan variasi konsentrasi minyak kayu manis tersebut dan parafin cair tidak memberikan daya antibakteri yang dapat mempengaruhi daya antibakteri yang dihasilkan oleh minyak kayu

manis. Setiap petri berisi enam sumuran, yang terdiri dari satu sumuran untuk kontrol negatif dan lima sumuran berisi lima konsentrasi minyak kayu manis yang berbeda (konsentrasi 1-5% dan 6-10%). Replikasi dilakukan sebanyak enam kali untuk menjamin validitas hasilnya. Zona hambat yang didapat setelah inkubasi selama 24 jam menunjukkan hasil yang tidak overlapping. Pengamatan zona hambat yang terbentuk dilakukan setelah inkubasi selama 24 jam karena pada waktu tersebut diasumsikan bakteri telah mengalami fase eksponensial, dimana pada fase ini materi sel baru disintesis dengan kecepatan konstan (Brooks, 2007). Pada konsentrasi 1-4% tidak ditemukan adanya zona hambat pada daerah sekitar sumuran, namun pada konsentrasi 5-10% terdapat zona hambat yang dihasilkan oleh minyak kayu manis pada daerah sekitar sumuran (Tabel IV). Pada kontrol negatif parafin cair tidak ditemukan adanya zona hambat. Hal ini membuktikan bahwa zona hambat yang dihasilkan oleh minyak kayu manis konsentrasi 5-10% adalah kemampuan minyak kayu manis itu sendiri, bukan karena pengaruh dari parafin cair. Data diameter zona hambat dari minyak kayu manis konsentrasi 5-10% diolah secara statistik untuk mengetahui adanya perbedaan antar kelompok konsentrasi, sedangkan pada konsentrasi 1-4% tidak dilakukan pengolahan secara statistik karena tidak memiliki zona hambat dan dianggap tidak berbeda secara statistik dengan kontrol negatif.

Uji dilusi padat dilakukan dengan menggunakan konsentrasi minyak kayu manis yang menghasilkan zona hambat pada uji difusi sumuran yang telah dilakukan sebelumnya, yakni konsentrasi 5-10%, namun pada uji dilusi padat ini konsentrasi minyak kayu manis yang digunakan mengalami penurunan karena

Tabel IV. Hasil uji difusi sumuran Senyawa Uji Zona Jernih (mm) Minyak kayu manis 5% 3,51 ± 1,83 Minyak kayu manis 6% 4,83 ± 0,98 Minyak kayu manis 7% 5,81 ± 1,04 Minyak kayu manis 8% 9,17 ± 1,88 Minyak kayu manis 9% 10,96 ± 1,15 Minyak kayu manis 10% 11,64 ± 2,65 Kontrol Negatif (parafin cair) 0 ± 0

ketika dilakukan uji dilusi padat, minyak kayu manis dicampur dengan media TSA yang masih cair, sehingga konsentrasinya menjadi 0,06-0,13%. Media yang berisi minyak kayu manis dengan berbagai konsentrasi dan suspensi bakteri kemudian diinkubasi selama 24 jam dan diamati pertumbuhan bakteri berdasarkan kekeruhan yang nampak pada media. Pada konsentrasi minyak kayu manis yang memiliki daya antibakteri, media terlihat jernih. Hasil yang didapat setelah inkubasi selama 24 jam yaitu masih terdapat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans pada media dengan minyak kayu manis konsentrasi 0,06% dan pada media dengan konsentrasi 0,08-0,13% terlihat bahwa media lebih jernih bila dibanding dengan kontrol pertumbuhan bakteri.

(a) (b) (c)

Gambar 10. Perbandingan kejernihan media uji kontrol pertumbuhan (a) dengan konsentrasi 5% (b) dengan konsentrasi 6% (c)

Penilaian terhadap kekeruhan media diberikan dalam bentuk notasi (+) untuk media yang keruh dan notasi (−) untuk media yang tidak menunjukkan

adanya kekeruhan. Semakin keruh media, maka semakin banyak bakteri yang tumbuh pada media tersebut. Berikut dijabarkan dalam tabel hasil pengamatan secara visual perbandingan kejernihan media uji dengan kontrol pertumbuhan bakteri (Tabel V).

Tabel V. Hasil uji dilusi padat

Kelompok Notasi

Kontrol media

Kontrol pelarut

Kontrol pertumbuhan bakteri + + +

Minyak kayu manis 0,06% +

Minyak kayu manis 0,08%

Minyak kayu manis 0,09%

Minyak kayu manis 0,10%

Minyak kayu manis 0,12%

Minyak kayu manis 0,13%

Keterangan: Negatif (−) = Jernih; Positif (+) = keruh, semakin banyak tanda positif maka semakin keruh

Hasil tersebut menunjukkan bahwa KHM dan KBM berada dalam rentang konsentrasi 0,08-0,13%. Uji penegasan perlu dilakukan untuk mengetahui konsentrasi KHM dan KBM minyak kayu manis yang digunakan. Uji penegasan dilakukan sebanyak dua kali dengan menginokulasikan bakteri di media uji dilusi padat yang jernih secara streak plate pada media TSA yang telah memadat. Media diinkubasi selama 24 jam, apabila pada goresan terdapat pertumbuhan maka konsentrasi tersebut merupakan Konsentrasi Hambat Minimum, dan apabila tidak terdapat pertumbuhan pada goresan maka konsentrasi tersebut merupakan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM). Hasil uji penegasan pertama terdapat pertumbuhan bakteri yang sesuai goresan pada konsentrasi 0,08%, sedangkan pada konsentrasi 0,09%, 0,10% dan 0,12% tidak ditumbuhi oleh bakteri (Gambar 11).

(a) (b)

Gambar 11. Hasil uji penegasan pertama: (a) konsentrasi 0,09% (kiri) dan 0,08% (kanan); (b) konsentrasi 0,12% (kiri) dan 0,13% (kanan)

Uji penegasan kedua dilakukan dengan menggunakan bakteri yang diambil dari media uji penegasan pertama untuk memastikan bahwa hanya pada konsentrasi 0,08% yang terdapat pertumbuhan bakteri. Media diinkubasi selama 24 jam dan didapatkan hasil uji penegasan kedua yang sama dengan uji penegasan pertama, yaitu hanya pada konsentrasi 0,08% yang ditumbuhi oleh bakteri, sedangkan pada konsentrasi yang lain tidak terdapat pertumbuhan bakteri (Gambar 12). Hasil uji penegasan kedua ini membuktikan bahwa minyak kayu manis dengan konsentrasi 0,08% merupakan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan minyak kayu manis dengan konsentrasi 0,09% merupakan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM).

(a) (b)

Gambar 12. Hasil uji penegasan kedua: (a) konsentrasi 0,09% (kiri) dan 0,08% (kanan); (b) konsentrasi 0,12% (kiri) dan 0,10% (kanan)

Minyak kayu manis digunakan dalam formula pasta gigi sebagai agen yang berfungsi untuk mencegah plak pada gigi dengan menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Bakteri Streptococcus mutans termasuk dalam

bakteri gram positif. Minyak kayu manis memiliki kandungan sinamaldehid yang diketahui memiliki daya antibakteri terhadap Streptococcus mutans dengan memisahkan lipid pada membran sel bakteri, merusak struktur sel dan membuat bakteri menjadi lebih permeabel, sehingga interaksinya dengan membran sel ini menyebabkan gangguan yang mampu mendispersikan gerakan proton dengan keluarnya ion-ion penting dari bakteri dan bakteri menjadi mati (Kwon et al., 2003; Gill & Holley, 2004).

Dokumen terkait