• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI SODIUM CARBOXYMETHYLCELLULOSE (CMC-Na) SEBAGAI GELLING AGENT DALAM PASTA GIGI MINYAK KAYU MANIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI SODIUM CARBOXYMETHYLCELLULOSE (CMC-Na) SEBAGAI GELLING AGENT DALAM PASTA GIGI MINYAK KAYU MANIS"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

SODIUM CARBOXYMETHYLCELLULOSE (CMC-Na) SEBAGAI GELLING AGENT DALAM PASTA GIGI MINYAK KAYU MANIS

(Cinnamomum burmannii Bl.)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Eliza Telamiana Riyani Purbo NIM : 108114134

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

SODIUM CARBOXYMETHYLCELLULOSE (CMC-Na) SEBAGAI GELLING AGENT DALAM PASTA GIGI MINYAK KAYU MANIS

(Cinnamomum burmannii Bl.)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Eliza Telamiana Riyani Purbo NIM : 108114134

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vi

(8)

vii PRAKATA

Puji syukur kepada Bapa di Surga atas berkat, anugerah dan penyertaan yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir yang berjudul “Pengaruh Peningkatan Konsentrasi Sodium Carboxymethylcellulose (CMC-Na) sebagai Gelling Agent dalam Sediaan Pasta Gigi Minyak Kayu Manis (Cinnamomum burmannii Bl.) dengan baik.

Penulis dapat menyelesaikan laporan akhir ini setelah melalui banyak kesulitan dan hambatan, tentu saja ini karena doa, dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karenanya, dengan tulus dan kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus, yang selalu menuntun dan menyertai penulis.

2. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

3. Dr. T.N. Saifullah Sulaiman, S. Si., M.Si., Apt. dan Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. selaku pembimbing, atas perhatian, arahan, bimbingan, nasehat, semangat dan dukungan yang diberikan selama penyusunan proposal, penelitian dan penyusunan naskah.

4. Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. dan Melania Perwitasari, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji, atas kritik, saran serta dukungannya selama proses penyempurnaan naskah.

5. Maria Dwi Budi Jumpowati, S.Si., atas masukan-masukan yang diberikan selama penulis melakukan penelitian.

6. Christophori Maria Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt., selaku dosen pembimbing akademik, atas perhatian dan masukan yang diberikan pada penulis.

7. Pak Musrifin, Pak Mukminin, dan seluruh dosen serta karyawan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas bantuan yang diberikan selama penulis melakukan penelitian dan menempuh perkuliahan.

8. Kedua orang tua, yang telah memberikan doa, dukungan, kasih sayang, semangat dan kepercayaan selama penulis menempuh perkuliahan.

(9)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

(10)

ix

6. Uji daya hambat sediaan pasta gigi terhadap Streptococcus mutans ... 17

7. Uji iritasi pasta gigi minyak kayu manis ... 18

G. Landasan Teori ... 19

H. Hipotesis ... 20

BAB III. METODE PENELITIAN ... 21

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 21

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 21

1. Variabel penelitian ... 21

2. Definisi operasional ... 22

C. Bahan Penelitian... 24

D. Alat Penelitian ... 24

E. Tata Cara Penelitian ... 25

1. Identifikasi dan verifikasi minyak kayu manis ... 25

2. Uji Pendahuluan Daya Antibakteri Minyak Kayu Manis (Cinnamomum burmannii Bl.) ... 26

3. Pembuatan pasta gigi ... 30

4. Uji sifat fisik pasta ... 30

(11)

x

6. Uji iritasi pasta gigi minyak kayu manis ... 32

F. Analisis Data ... 35

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Identifikasi dan Verifikasi Minyak Kayu Manis ... 36

B. Uji Pendahuluan Daya Antibakteri Minyak Kayu Manis (Cinnamomum burmannii Bl.) ... 37

C. Pembuatan Pasta Gigi Minyak Kayu Manis ... 43

D. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Pasta ... 44

1. Uji organoleptis ... 45

2. Uji pH ... 46

3. Uji viskositas dan pergeseran viskositas ... 47

4. Uji daya lekat ... 49

E. Uji Daya Antibakteri Pasta Gigi Minyak Kayu Manis terhadap Streptococcus mutans dengan Difusi Sumuran ... 51

F. Uji Iritasi Pasta Gigi Minyak Kayu Manis ... 54

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

LAMPIRAN ... 62

(12)

xi

DAFTAR SINGKATAN ALP : Alkaline Phosphatase

ATP : Adenosine Triphosphate

CMC-Na : Sodium Carboxymethyl Cellulose CoA : Certificate of Analysis

KBM : Konsentrasi Bunuh Minimum KHM : Konsentrasi Hambat Minimum LDH : Lactate Dehydrogenase

MP : Mucus Production

(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sinamaldehid... 8

Gambar 2. Sorbitol... 11

Gambar 3. Gliserin... 11

Gambar 4. CMC-Na... 12

Gambar 5. Sodium Lauryl Sulfate... 14

Gambar 6. Xylitol... 14

Gambar 7. Metil paraben... 15

Gambar 8. Parameter iritasi untuk masing-masing sediaan... 19

Gambar 9. Minyak kayu manis dari CV. Eteris Nusantara... 37

Gambar 10. Perbandingan kejernihan media uji kontrol pertumbuhan dengan konsentrasi 5% dan konsentrasi 6%... 40

Gambar 11. Hasil uji penegasan pertama... 42

Gambar 12. Hasil uji penegasan kedua... 42

Gambar 13. Grafik hasil uji viskositas pasta gigi minyak kayu manis 48 Gambar 14. Grafik pergeseran viskositas pasta gigi minyak kayu manis... 49

Gambar 15. Grafik hasil uji daya lekat pasta gigi minyak kayu manis 50 Gambar 16. Grafik pergeseran daya lekat pasta gigi minyak kayu manis... 51

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Komponen umum pasta gigi... 10 Tabel II. Formula toothpaste dengan berbagai konsentrasi

CMC-Na... 30 Tabel III. Hasil identifikasi dan verifikasi minyak kayu

manis... 36 Tabel IV. Hasil uji difusi sumuran... 40 Tabel V. Hasil uji dilusi padat... 41 Tabel VI. Hasil uji organoleptis pasta gigi minyak kayu

manis... 45 Tabel VII. Diameter zona hambat yang terbentuk oleh pasta

gigi minyak kayu manis terhadap Streptococcus

(15)

xiv

DAFTAR PERSAMAAN

(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sertifikat analisis minyak kayu manis... 62

Lampiran 2. Sertifikat hasil uji Streptococcus mutans... 63

Lampiran 3. Verifikasi minyak kayu manis... 64

Lampiran 4. Hasil uji daya antibakteri minyak kayu manis

terhadap Streptococcus mutans dengan metode difusi

sumuran... 67

Lampiran 5. Pengukuran diameter zona hambat minyak kayu

manis terhadap Streptococcus mutans... 68

Lampiran 6. Perhitungan konsentrasi minyak kayu manis pada uji

dilusi padat... 69

Lampiran 7. Hasil uji daya antibakteri minyak kayu manis

terhadap Streptococcus mutans dengan metode dilusi

padat... 70

Lampiran 8. Hasil uji penegasan daya antibakteri minyak kayu

manis terhadap Streptococcus mutans... 71

Lampiran 9. Pasta gigi minyak kayu manis... 72

Lampiran 10. Hasil uji sifat fisik pasta gigi minyak kayu manis 75

Lampiran 11. Hasil uji statistik sifat fisik pasta gigi minyak kayu

manis... 76

Lampiran 12. Hasil uji statistik pergeseran viskositas pasta gigi

minyak kayu manis... 80

Lampiran 13. Hasil uji statistik pergeseran daya lekat pasta gigi

minyak kayu manis... 83

Lampiran 14. Hasil uji daya antibakteri pasta gigi minyak kayu

manis terhadap Streptococcus mutans... 87

Lampiran 15. Hasil perhitungan statistik zona hambat pasta gigi

minyak kayu manis terhadap Streptococcus mutans

dengan metode difusi sumuran... 88

Lampiran 16. Hasil uji iritasi pasta gigi minyak kayu manis dengan

slug... 90

(17)

xvi INTISARI

Minyak kayu manis (Cinnamomum burmannii Bl.) merupakan bahan alam yang diketahui manfaatnya untuk mencegah plak gigi dengan menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans. Minyak kayu manis dapat diformulasikan menjadi pasta gigi. Gelling agent merupakan komponen penting dalam pasta gigi, berfungsi untuk mempertahankan bentuk sediaan semi-solid sehingga stabilitasnya terjaga dan memperlama kontak zat aktif pada gigi. Sodium carboxymethylcellulose (CMC-Na) berperan sebagai gelling agent dalam pasta gigi minyak kayu manis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi CMC-Na terhadap sifat dan stabilitas fisik pasta gigi, serta daya hambat pasta gigi minyak kayu manis terhadap Streptococcus mutans.

Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni. CMC-Na dengan variasi konsentrasi tertentu diuji karakteristik fisik dan stabilitasnya, meliputi viskositas dan daya lekat, serta daya hambatnya terhadap Streptococcus mutans dan potensi iritasinya terhadap membran mukosa. Analisis data menggunakan program R 3.0.2 untuk mengetahui signifikansi pengaruh penambahan CMC-Na terhadap kedua sifat fisik tersebut. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi CMC-Na mempengaruhi viskositas dan daya lekat pasta gigi minyak kayu manis. Semakin tinggi konsentrasi CMC-Na maka viskositas dan daya lekatnya semakin meningkat pula. Pasta gigi minyak kayu manis mampu menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans, namun pasta gigi minyak kayu manis ini memiliki potensi mengiritasi membran mukosa yang tergolong iritasi berat.

(18)

xvii ABSTRACT

Cinnamon essential oil (Cinnamomum burmanni Bl.) is a natural ingredient which helps prevent tooth decay by inhibiting the growth of Streptococcus mutans. Cinnamon essential oil can be used in toothpaste formulation. Gelling agent is an important ingredient in the toothpaste, to maintain semi-solid form, keep the stability of toothpaste and prolonged contact time between toothpaste and teeth. Sodium carboxymethylcellulose (Na-CMC) acts as gelling agent in cinnamon essential oil’s toothpaste. The objectives of this study was to investigate the effect of increasing concentration of Na-CMC towards phisical properties and stability of cinnamon essential oil’s toothpaste. This study also observed the ability of cinnamon essential oil’s toothpaste to inhibit Streptococcus mutans’s growth.

This research was a pure experimental design. Six formula of toothpastes with different concentration of Na-CMC were tested to knew the phisical properties and stability (viscosity and adhesivenes) of cinnamon essential oil’s toothpastes, the ability to inhibit Streptococcus mutans and their mucosal irritation potency. The data was analyzed statistically by R program 3.0.2 version to determined the significance of each phisical properties. The data showed that the increasing of Na-CMC’s concentration increased viscosity and adhesiveness

of cinnamon essential oil’s toothpastes. Cinnamon essential oil’s toothpastes could inhibit Streptococcus mutans’s growth, but they had severe irritation potency.

(19)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Gigi berlubang merupakan masalah kesehatan gigi yang disebabkan oleh adanya plak pada permukaan gigi. Salah satu bakteri yang dapat menimbulkan plak gigi adalah bakteri Streptococcus mutans. Streptococcus mutans mampu membentuk asam dari karbohidrat yang dapat diragikan. Bakteri ini dapat tumbuh subur dalam suasana asam dan mampu menempel pada permukaan gigi karena kemampuannya membuat polisakarida ekstra sel, yang terdiri dari polimer glukosa yang menyebabkan matriks plak memiliki konsistensi seperti gelatin, sehingga bakteri mampu melekat pada gigi dan saling melekat satu sama lain. Plak yang semakin menebal menyebabkan saliva yang diproduksi di mulut menjadi kehilangan kemampuan untuk melakukan aktivitas antibakterinya (Pratiwi, 2005).

(20)

Bahan alam yang dapat digunakan untuk mencegah plak gigi adalah kayu manis (Cinnamomum burmannii Bl.). Karakteristik dari minyak kayu manis yang hidrofobik membuat minyak kayu manis mampu memisahkan lipid pada membran sel bakteri, merusak struktur sel dan membuat bakteri menjadi lebih permeabel. Kerusakan sel bakteri yang luas serta hilangnya molekul-molekul dan ion-ion penting dari bakteri menyebabkan bakteri menjadi mati (Dwijayanti, 2011; Kwon et al., 2003). Penggunaan minyak kayu manis dalam pasta gigi merupakan salah satu upaya dalam mendukung pengembangan penggunaan bahan alam dalam sediaan farmasi.

Komponen penting dalam pasta gigi yakni gelling agent yang berfungsi untuk mempertahankan bentuk sediaan semi-solid sehingga stabilitasnya dapat terjaga dan membantu memperlama kontak zat aktif pada gigi dan mampu memperbaiki stabilitas bahan dalam jangka waktu yang lama. Sodium Carboxymethyl Cellulose (CMC-Na) memberikan konsistensi yang stabil dalam sediaan pasta gigi, sehingga dapat memenuhi persyaratan fisik dari pasta gigi yang dibuat (Garlen, 1996). Adanya perbedaan konsentrasi CMC-Na yang digunakan sangat dimungkinkan untuk memberi pengaruh yang signifikan terhadap sifat dan stabilitas fisik sediaan pasta gigi yang dihasilkan.

(21)

dalam menghambat bakteri Streptococcus mutans, serta potensinya dalam mengiritasi membran mukosa.

1. Permasalahan

a. Bagaimana pengaruh penambahan konsentrasi gelling agent CMC-Na terhadap sifat dan stabilitas fisik dari pasta gigi minyak kayu manis yang dihasilkan?

b. Apakah sediaan pasta gigi minyak kayu manis mampu menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans?

c. Apakah sediaan pasta gigi minyak kayu manis memiliki potensi dalam mengiritasi jaringan mukosa mulut?

2. Keaslian penelitian

Sejauh penulusaran pustaka yang dilakukan peneliti, penelitian mengenai pengaruh CMC-Na sebagai gelling agent dalam sediaan pasta gigi yang mengandung minyak kayu manis (Cinnamomum burmannii Bl.) belum pernah dilakukan. Adapun penelitian terkait, adalah sebagai berikut:

a. Penggunaan Na-CMC sebagai Gelling Agent dalam Formula Pasta Gigi Ekstrak Etanol 70% Daun Jambu Biji (Psidium guajava L) (Nursal et al., 2010). Pada penelitian ini yang menjadi pembeda adalah zat aktif yang digunakan yaitu minyak kayu manis (Cinnamomum burmannii Bl.), formula yang digunakan, serta metode pengujian sediaan pasta gigi. b. Formulasi Pasta Gigi Minyak Cengkeh (Oleum caryophylli) dan Uji

(22)

digunakan yaitu minyak kayu manis (Cinnamomum burmannii Bl.) dan formula yang digunakan.

c. Pengaruh Konsentrasi Sorbitol Sebagai Humektan dalam Pasta Gigi Minyak Atsiri Kayu Manis (Cinnamomum Burmannii Bl.) terhadap Karakteristik Fisik dan Stabilitas Sediaan (Fitria, 2013). Pada penelitian ini yang menjadi pembeda yakni faktor yang diteliti adalah CMC-Na sebagai gelling agent dan dilakukan uji daya hambat yang dimiliki oleh pasta gigi yang mengandung minyak kayu manis, serta uji iritasi sediaan pasta gigi yang mengandung minyak kayu manis.

3. Manfaat

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan menambah pengetahuan mengenai pengaruh penambahan konsentrasi CMC-Na sebagai gelling agent dalam sediaan pasta gigi yang mengandung minyak kayu manis (Cinnamomum burmannii Bl.).

b. Manfaat praktis

1) Dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh peningkatan konsentrasi CMC-Na terhadap sifat dan stabilitas fisik pasta gigi minyak kayu manis.

(23)

3) Dapat memberikan gambaran mengenai potensi pasta gigi minyak kayu manis dalam mengiritasi membran mukosa.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian adalah membuat sediaan pasta gigi dengan CMC-Na sebagai gelling agent yang mengandung minyak kayu manis (Cinnamomum burmannii Bl.).

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi gelling agent CMC-Na terhadap stabilitas fisik dari pasta gigi minyak kayu manis yang diinginkan.

b. Mengetahui daya hambat sediaan pasta gigi yang mengandung minyak kayu manis terhadap Streptococcus mutans.

(24)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Karies Gigi

Karies gigi adalah disintegrasi gigi yang dimulai pada permukaan dan berkembang progresif ke dalam. Karies gigi diawali dengan terjadinya demineralisasi pada email gigi akibat adanya efek produk asam oleh fermentasi bakteri. Dekomposisi yang terjadi pada dentin dan semen selanjutnya melibatkan proses pencernaan matriks oleh bakteri. Plak keras dan halus yang terbentuk pada permukaan email merupakan pertanda dari timbulnya karies gigi. Plak terdiri dari deposit gelatinosa glukan dengan berat molekul besar, tempat bakteri penghasil asam melekat pada email. Timbulnya plak gigi ini kemudian diikuti dengan asam yang terbentuk dari karbohidrat oleh Streptococcus mutans pada plak (pH kurang dari 5). Konsentrasi asam yang tinggi menyebabkan demineralisasi email di sebelahnya dan memulai timbulnya karies gigi (Brooks, 2007).

(25)

B. Streptococcus mutans

Streptococcus mutans merupakan bakteri Gram positif yang dapat tumbuh dalam suasana fakultatif anaerob, karena tumbuh baik dalam suasana dengan oksigen maupun tanpa oksigen. Dalam keadaan anaerob bakteri ini memerlukan 5% CO2 dan 95% nitrogen serta memerlukan amonia sebagai sumber nitrogen agar dapat bertahan hidup dalam lapisan plak yang tebal. Streptococcus mutans menghasilkan dua enzim, yaitu glikosiltransferase dan fruktosiltransferase, bersifat spesifik untuk subtrat sukrosa yang digunakan untuk mensintesa glukan dan fruktan dengan berat molekul tinggi. Glukan ini mengikat reseptor-reseptor khusus pada permukaan Streptococcus mutans. Reaksi ini banyak terjadi pada saat Streptococcus mutans dibiakkan pada media yang mengandung sukrosa (Bachtiar, 1997).

(26)

lama meskipun terdapat daya pembersih dari lidah dan saliva. Hal ini mendukung terjadinya plak gigi dan kemudian menjadi karies gigi (Darout et al., 2002).

C. Kayu Manis

Kayu manis (Cinnamomum burmannii Bl.) termasuk dalam famili Lauraceae. Kulit batang kayu manis mengandung sinamaldehid, benzaldehid, sinamal asetat, eugenol dan kumarin. Adanya sifat menghambat dan merusak dari minyak atsiri dalam proses kehidupan dapat digunakan sebagai bakterisidal dan fungisidal (Departemen Kesehatan RI, 1977; Guenther, 1987).

Minyak atsiri kayu manis mengandung senyawa sinamaldehid yang diketahui memiliki daya antibakteri terhadap bakteri Streptococcus mutans. Minyak atsiri ini memiliki nilai KHM sebesar 5 % dan nilai KBM sebesar 20% (Dwijayanti, 2011).

Gambar 1. Sinamaldehid (Nainggolan, 2008)

Karakteristik dari minyak kayu manis yang hidrofobik membuat minyak kayu manis mampu memisahkan lipid pada membran sel bakteri, merusak struktur sel dan membuat bakteri menjadi lebih permeabel. Kerusakan sel bakteri yang luas serta hilangnya molekul-molekul dan ion-ion penting dari bakteri menyebabkan bakteri menjadi mati (Kwon et al., 2003).

(27)

pada tikus sebesar 2,22 g/kg berat badan. Dermal LD50 dari minyak kulit batang kayu manis pada kelinci sebesar 0,69 mL/kg dan untuk sinamaldehid adalah sebesar 0,59 mg/kg. Minyak yang tidak diencerkan memiliki potensi mengiritasi berat, dan mengiritasi ringan saat diaplikasikan pada punggung mencit, namun saat minyak diencerkan konsentrasinya menjadi 8%, minyak tersebut tidak mengiritasi kulit manusia (European Medicines Agency, 2011).

Mekanisme sinamaldehid sebagai antibakteri terjadi karena adanya interaksi antara sinamaldehid dengan membran sel yang menyebabkan gangguan yang cukup untuk mendispersi gerakan proton dengan keluarnya ion-ion penting dari bakteri, tanpa menyebabkan sel yang lebih besar (seperti ATP) juga keluar, sehingga mampu menyebabkan kematian sel bakteri. Sinamaldehid juga mampu menghambat glikolisis pada sel bakteri (Gill & Holley, 2004).

D. Pasta Gigi

(28)

Pasta gigi diklasifikasikan sebagai produk cosmeceuticals. Hal ini dikarenakan produk cosmeceuticals mengandung bahan alam yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesehatan, sehingga pasta gigi yang mengandung bahan alam dapat diklasifikasikan sebagai produk cosmeceuticals (American Academy of Dermatology, 2014).

E. Komponen Pasta Gigi

Komposisi umum yang biasa diaplikasikan ke dalam pasta gigi: Tabel I. Komponen umum pasta gigi (Katz, 2012)

Bahan Berat (% b/b)

Bahan abrasif 10-50

Humectant 40-70

Gelling agent 0,4-2

Surfactant 0,5-2

Bahan antimikroba 0,2-1,5 Bahan penambah rasa 0,8-1,5

Bahan Pengawet 0,05-0,5

Air 0-50

1. Bahan abrasif

(29)

2. Humectant atau pelembab

Humectant adalah bahan penyerap air dari udara dan menjaga kelembaban, contohnya sorbitol dan gliserin. Bahan ini digunakan untuk menjaga pasta gigi tetap lembab. Konsentrasi humectant yang digunakan dalam pasta gigi yakni berkisar antara 10 hingga 30% (Garlen, 1996; Poucher, 2000).

Sorbitol memiliki rasa yang manis dan memiliki efek yang menyejukkan. Oleh karena itu, sorbitol juga dapat dimanfaatkan sebagai pemanis untuk membantu meningkatkan kenyamanan konsumen dalam menggunakan pasta gigi (Shur, 2009).

Gambar 2. Sorbitol (Shur, 2009)

Gliserin adalah cairan yang bening, tidak berwarna, tidak berasa, kental, bersifat higroskopis, dan memiliki rasa yang manis. Gliserin merupakan pelarut yang dapat pula berfungsi sebagai humektan, agen antimikroba, gel vehicle dan agen pemanis. Gliserin dapat pula berperan sebagai agen pendispersi CMC-Na (Medina & Alvarez-Nunes, 2009).

(30)

3. Gelling agent

Gelling agent umumnya memiliki bobot molekul yang tinggi dan dapat diperoleh dari alam maupun sintetik. Gelling agent harus tidak berinteraksi dengan komponen lain dan penggunaan preservative tidak boleh mengubah rheologinya. Gelling agent berfungsi untuk mengontrol kekentalan dan memberi bentuk krim dengan cara mencegah terjadinya pemisahan bahan solid dan liquid pada suatu pasta gigi. Salah satu contohnya adalah CMC-Na (Mahalingam et al., 2008; Garlen, 1996).

Sodium carboxymethylcellulose (CMC-Na) adalah garam natrium dari polikarboksimetil eter selulosa. CMC-Na dapat meningkatkan viskositas sehingga dapat berfungsi sebagai gel-forming agent (gelling agent) pada konsentrasi 0,4-2,0% dalam pembuatan gel atau pasta (Katz, 2012).

CMC-Na merupakan serbuk yang berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa dan dapat bersifat higroskopis setelah mengalami pengeringan. CMC-Na tidak dapat larut dalam aseton, etanol 95%, eter dan toluen, namun dapat dengan mudah terdispersi dalam gliserin, propilen glikol dan air pada suhu berapapun, sehingga dapat membentuk larutan yang bening dan stabil pada pH 4-10 (Hooton, 2009).

(31)

Peningkatan konsentrasi CMC-Na mampu memberikan pengaruh pada viskositas pasta gigi ekstrak daun jambu biji. CMC-Na bekerja melalui proses pengembangan dengan cara merangkap atau mengikat air yang ada, sehingga molekul-molekul air akan saling berdekatan dan terjadi gaya tarik menarik (terjadi peningkatan daya kohesivitas) (Nursal et al., 2010).

Peningkatan konsentrasi CMC-Na sebagai gelling agent dalam sediaan emulgel mampu meningkatkan daya lekat emulgel. Sediaan emulgel dengan peningkatan konsentrasi CMC-Na yang diuji daya lekatnya membutuhkan waktu tidak lebih dari 60 detik agar object glass terlepas dari alat uji. Kemampuan daya lekat berbanding terbalik dengan kemampuan daya sebar emulgel, emulgel dengan kemampuan daya sebar rendah memiliki kemampuan daya lekat yang tinggi (Ningrum, 2012).

4. Surfactant atau deterjen

Bahan deterjen yang banyak terdapat dalam pasta gigi di pasaran adalah Sodium Lauryl Sulfat (SLS) yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan, mengemulsi (melarutkan lemak) dan memberikan busa sehingga pembuangan plak, debris, material alba dan sisa makanan menjadi lebih mudah (Garlen, 1996).

(32)

Gambar 5. Sodium Lauryl Sulfate (Plumb, 2009)

5. Bahan antimikroba

Bahan ini digunakan untuk membunuh dan menghambat pertumbuhan bakteri (Garlen, 1996). Ada beberapa herbal yang dapat pula ditambahkan sebagai antimikroba dalam pasta gigi, contohnya minyak kayu manis, minyak cengkeh, ekstrak daun jambu biji, ekstrak daun sirih dan stroberi. Herbal tersebut memiliki senyawa aldehid dan fenolik.

6. Bahan penambah rasa

Pasta gigi umumnya menggunakan bahan penambah rasa dan pemanis untuk memberikan cita rasa yang beraneka ragam, misalnya rasa mint dan xylitol. Oleum mentha piperita berwujud cairan tidak berwarna, kuning pucat atau kuning kehijauan dengan bau khas aromatik, rasa pedas dan hangat, kemudian dingin. Xylitol umumnya digunakan sebagai pemanis pengganti sukrosa dalam beragam sediaan farmasi. Penggunaan xylitol pada pasta gigi umumnya juga dimanfaatkan sebagai agen yang dapat membantu mengurangi plak gigi dan kerapuhan pada gigi. Xylitol dapat larut dalam gliserin, propilen glikol, air dan etanol (Garlen, 1996; Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1979; Bond, 2009).

(33)

7. Bahan pengawet

Bahan pengawet berfungsi untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme dalam pasta gigi. Umumnya bahan pengawet yang ditambahkan dalam pasta gigi adalah sodium benzoate, methylparaben dan ethylparaben (Garlen, 1996). Metil paraben digunakan secara luas sebagai antimikroba dalam produk kosmetik, makanan dan sediaan farmasi. Metil paraben dapat digunakan secara tunggal maupun dikombinasikan dengan bahan pengawet lainnya. Aktivitas antimikroba metil paraben meningkat seiring dengan peningkatan panjang rantai gugus alkil, namun hal ini menyebabkan kelarutannya dalam air berkurang. Konsentrasi metil paraben yang digunakan untuk aktivitas antimikroba adalah 0,015-0,2% pada pH 4-8. Metil paraben lebih efektif untuk bakteri Gram positif dibandingkan dengan bakteri Gram negatif (Haley, 2009).

Gambar 7. Metil paraben (Haley, 2009)

F. Uji Kualitas Sediaan Pasta Gigi 1. Uji organoleptis

(34)

dalam penerapan mutu. Uji organoleptis sediaan pasta gigi yang mengandung bahan alam biasanya meliputi tekstur, bau, warna, rasa dan homogenitas (Nursal et al., 2010; Garlen, 1996).

2. Viskositas

Viskositas adalah suatu pernyataan pertahanan dari suatu cairan untuk mengalir, semakin tinggi viskositas akan semakin besar tahanannya. Viskositas sediaan ditingkatkan oleh bahan baku yang digunakan, misalnya polimer yang memiliki tingkat viskositas tertentu. Viskositas yang dimiliki oleh sediaan seperti pasta, suspensi, emulsi, dispersi dan larutan polimer umumnya termasuk tipe non-Newtonian. Pada tipe non-Newtonian, viskositas tidak berbanding lurus dengan kecepatan geser. Tipe non-Newtonian meliputi plastis, pseudoplastis, dan dilatan. Pasta memiliki sifat alir dilatan, karena mengandung zat padat terdispersi dengan konsentrasi tinggi (Martin et al., 1983).

3. Pergeseran viskositas

(35)

4. Uji daya lekat

Uji daya lekat bertujuan untuk mengetahui berapa lama sediaan dapat melekat pada tempat sasaran. Pada uji kualitas pasta gigi, uji daya lekat perlu dilakukan karena pasta gigi harus mampu melekat pada sikat gigi saat pasta gigi dikeluarkan dari tube, namun pasta gigi juga tidak boleh terlalu melekat pada sikat gigi karena pasta gigi tidak dapat menyebar dengan merata saat dilakukan penggosokan jika pasta gigi terlalu melekat pada sikat gigi. Uji daya lekat dilakukan dengan meletakkan 0,25 gram di atas dua object glass, kemudian ditekan dengan beban 1 kg selama 1 menit setelah itu object glass dipasang pada alat tes. Alat tes ini diberi beban 80 gram dan dicatat waktu pelepasan sediaan dari object glass (Voigh, 1995).

5. Uji pH

Stabilitas sediaan pasta perlu mempertimbangkan pH optimal, karena sistem rheologi tergantung pada pH. Pasta gigi harus memiliki pH yang stabil selama penyimpanan, karena viskositas dari hidrokoloid juga dipengaruhi oleh pH. Pada umumnya, suatu sediaan semi-solid memiliki pH stabil pada kisaran 4 – 10 (Garlen, 1996).

6. Uji daya hambat sediaan pasta gigi terhadap Streptococcus mutans

(36)

yang sebelumnya telah diinokulasikan bakteri uji. Masing-masing sumuran diisi dengan senyawa atau sediaan yang akan diuji (Agbor et al., 2011).

7. Uji iritasi pasta gigi minyak kayu manis

(37)

Gambar 8. Parameter iritasi untuk masing-masing sediaan (Adriaens, 2006)

G. Landasan Teori

(38)

mutans perlu dilakukan untuk mengetahui kemampuan sediaan pasta gigi dalam melepaskan minyak kayu manis (Cinnamomum burmannii Bl.).

H. Hipotesis

1. Penambahan konsentrasi sodium carboxymethylcellulose sebagai gelling agent mampu meningkatkan viskositas dan daya lekat sediaan pasta gigi minyak kayu manis, serta tidak mempengaruhi stabilitas pasta gigi selama penyimpanan yang meliputi viskositas dan daya lekat, serta pH sediaan pasta gigi minyak kayu manis.

2. Pasta gigi yang mengandung zat aktif minyak kayu manis dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans yang menyebabkan plak gigi.

(39)

21 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni.

B.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi CMC-Na sebagai gelling agent, yaitu 0,5%, 0,75%, 1%, 1,25%, 1,5% dan 1,75%.

b. Variabel tergantung. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah karakteristik fisik dan stabilitas pasta gigi minyak kayu manis yang meliputi uji organoleptis, viskositas, uji pH, uji daya lekat, uji aktivitas antimikroba, serta uji iritasi.

c. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah lama penyimpanan dan sifat dari wadah penyimpanan.

(40)

2. Definisi operasional

a. Pasta gigi. Pasta gigi adalah sediaan yang digunakan dengan tujuan untuk membersihkan permukaan gigi.

b. Gelling agent. Gelling agent merupakan bahan yang digunakan untuk membentuk kekentalan atau pembentuk sifat alir sediaan pasta. Gelling agent yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sodium Carboxymethyl Cellulose (CMC-Na).

c. Viskositas optimum. Viskositas optimum pada penelitian ini adalah viskositas yang sesuai pasta gigi yang telah beredar di pasaran yaitu sebesar 300-600 d.Pa.s.

d. Stabilitas pasta. Stabilitas pasta ditentukan dari besarnya nilai pergesaran viskositas antara sebelum dan sesudah penyimpanan selama 1 bulan yaitu < 15%.

e. Respon. Respon adalah besaran yang diamati perubahan efeknya, besarnya dapat dikuantitatif. Respon dalam penelitian ini adalah viskositas dan daya lekat.

f. Faktor. Faktor adalah besaran yang mempengaruhi respon, dalam penelitian digunakan 1 faktor, yaitu penambahan Sodium Carboxymethyl Cellulose (CMC-Na).

(41)

h. Daya antibakteri. Daya antibakteri adalah kekuatan pasta gigi minyak kayu manis dalam menghambat dan membunuh Streptococcus mutans yang memiliki perbedaan bermakna dibandingkan dengan kontrol negatif. i. Kontrol positif dan kontrol negatif. Kontrol positif dalam penelitian ini

adalah pasta gigi merek X yang digunakan sebagai pengontrol metode dan pembanding. Kontrol negatif dalam penelitian ini yakni basis pasta gigi. j. Zona hambat. Zona hambat merupakan zona jernih yang tidak tampak

adanya pertumbuhan koloni Streptococcus mutans.

k. Metode difusi dengan sumuran. Metode difusi dengan sumuran adalah metode yang digunakan untuk mengukur daya hambat minyak atsiri terhadap Streptococcus mutans dengan cara mengukur zona jernih (zona hambat) pada sekitar sumuran.

l. Metode dilusi padat. Metode dilusi padat adalah metode pengukuran aktivitas antibakteri dengan cara mengencerkan minyak atsiri kulit batang kayu manis pada beberapa konsentrasi, kemudian dicampurkan pada media padat untuk melihat daya hambat minyak atsiri serta menentukan KHM dan KBM.

m. KHM (Konsentrasi Hambat Minimum). KHM adalah konsentrasi minimum minyak atsiri kulit batang kayu manis untuk menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans.

(42)

o. Mukus. Mukus adalah lendir yang dihasilkan oleh slug (siput tanpa bercangkang).

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak kayu manis (Cinamomum burmannii Bl.) yang diperoleh dari Eteris Nusantara, Sodium Carboxymethyl Cellulose (CMC-Na), sorbitol, gliserin, xylitol, methylparaben, Oleum mentha piperita, Sodium Lauryl Sulfate (SLS), kalsium karbonat. Seluruh bahan yang telah disebutkan di atas memiliki kualitas farmasetis. Distilled water yang digunakan adalah aquadest dari Laboratorium Kimia Organik Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Indonesia, larutan standar Mc Farland II, kultur bakteri Streptococcus mutans diperoleh dari Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta, Tryptone Soya Agar (Oxoid®), Tryptone Soya Broth (Oxoid®), etanol absolut 96%, slug, reagen Alkaline Phosphatase (ALP), reagen Lactate Dehydrogenase (LDH) dan reagen albumin.

D. Alat Penelitian

(43)

object glass, bunsen, oven, Microbiological Safety Cabinet (MSC), jangka sorong, Spektrofotometer Mini UV-Vis, kuvet dan pinset.

E. Tata Cara Penelitian 1. Identifikasi dan verifikasi minyak kayu manis

Bahan yang diidentifikasi pada penelitian ini, yaitu: minyak kayu manis yang merupakan dari tanaman kayu manis (Cinamomum burmannii Bl.) diperoleh dari CV. Eteris Nusantara dan telah diuji identitasnya, dibuktikan dengan Certificate of Analysis (CoA).

Identifikasi dan verifikasi minyak kayu manis meliputi:

a. Pengamatan organoleptis. Pengamatan organoleptis berupa pengamatan bentuk, warna, dan aroma dari minyak kayu manis yang digunakan sebagai bahan penelitian.

(44)

dan gelap pada bagian atas dan bawah. Apabila garis batas berwarna atau tidak jelas, maka ring diputar untuk menghilangkan warna hingga batas terlihat jelas.

c. Bobot Jenis. Piknometer 10 mL ditimbang dalam keadaan kosong dan bersih. Piknometer 10 mL diisi air suling. Suhu diturunkan hingga 23°C kemudian dinaikkan perlahan hingga 25°C. Permukaan air diatur sampai puncak kapiler kemudian pipa kapiler ditutup. Dinding luar piknometer diusap dan ditimbang setelah mencapai suhu kamar. Hal yang sama dilakukan pada minyak kayu manis. Bobot jenis minyak kayu manis sama dengan kerapatan minyak kayu manis dibagi kerapatan air pada suhu 25°C.

2. Uji pendahuluan daya antibakteri minyak kayu manis (Cinnamomum burmannii Bl.)

Uji pendahuluan ini meliputi:

a. Sterilisasi peralatan dan media. Peralatan yang digunakan dalam penelitian, terutama yang berhubungan dengan bakteri uji seperti: tabung reaksi dan cawan petri, disterilisasikan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 20 menit dengan tekanan 1 atm, dan khusus untuk pipet ukur disterilisasi dengan menggunakan oven pada suhu 50°C selama 20 menit.

(45)

dengan mencampurkan serbuk TSA sebanyak 24 gram dengan aquadest sebanyak 600 mL. Pembuatan media TSB yaitu dengan mencampurkan serbuk TSB sebanyak 1,8 gram dengan aquadest sebanyak 60 mL, lalu kedua jenis media disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 1 atm selama 15 menit. Penyiapan media stok mikroba uji dilakukan setelah media TSA disterilkan, media TSA dibiarkan memadat dalam kondisi miring untuk reisolasi bakteri Streptococcus mutans.

c. Pembuatan suspensi bakteri. Satu hingga tiga ose isolat murni bakteri Streptococcus mutans yang sudah dibiakkan diambil, diinokulasikan ke dalam 5 mL TSB dan divortex supaya tercampur merata, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Suspensi bakteri uji dibuat dan disetarakan dengan larutan standar Mc Farland 0,5 dengan cara menyetarakan kekeruhan suspensi bakteri dengan standar Mc Farland 0,5, jika kekeruhannya melebihi kekeruhan Mc Farland 0,5, maka dilakukan penambahan media TSB steril sampai didapat kekeruhan yang sama. d. Pengujian aktivitas antibakteri dengan difusi sumuran. Pengujian aktivitas

(46)

dituang ke dalam petri berisi base layer yang sudah memadat, kemudian secara aseptis dibuat sumuran hingga mencapai batas antara base layer dan seed layer. Sumuran dibuat sebanyak 6 lubang pada 12 petri yang berisi media TSA menggunakan pelubang berdiameter 7 mm, kemudian dibuat 6 lubang secara aseptis pada 12 petri yang berisi media TSA dengan diameter 7 mm. Pada setiap lubang sumuran diisi minyak kayu manis dengan konsentrasi 1% hingga 10% dan kontrol negatif yaitu parafin cair masing-masing sebanyak 0,020 mL. Inkubasi selama 24 jam dengan suhu 37°C, diamati diameter zona hambat yang dihasilkan diukur dengan jangka sorong, kemudian dikurangi diameter sumuran yang digunakan, yakni 7 mm. Daya antibakteri diamati berdasarkan diameter zona hambat yang terbentuk dibandingkan dengan kontrol negatif.

(47)

bakteri uji dapat dibandingkan setelah diinkubasi selama 24 jam. Penilaian dilakukan dengan menggunakan notasi (+) untuk media yang tampak keruh dan (-) jika tidak ada kekeruhan, yang berarti tidak ada pertumbuhan bakteri uji dalam media tersebut. Hasil pengamatan dianalisis untuk mendapatkan konsentrasi atau Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) minyak kayu manis.

(48)

3. Pembuatan pasta gigi

Formula toothpaste yang digunakan :

Tabel II. Formula toothpaste dengan berbagai konsentrasi CMC-Na

Bahan (g) Formula

Sodium carboxymethylcellulose didispersikan dalam gliserin dan ditambah dengan aquadest (Campuran A). Sodium Lauryl Sulfate ditambah dengan sedikit gliserin pada cawan porselin (Campuran B). Gliserin yang tersisa kemudian ditambah minyak kayu manis (Cinnamomum burmannii Bl.), Oleum mentha piperita, dan methylparaben, kemudian diaduk hingga homogen (Campuran C). Campuran A dan C dimasukkan ke dalam mortir dan diaduk dengan kecepatan pengadukan sedang, lalu ditambah xylitol dan sebagian kalsium karbonat. Campuran B dan sedikit kalsium karbonat ditambahkan ke dalamnya. Sorbitol dan sisa kalsium karbonat ditambahkan secara bergantian pada adonan tersebut hingga kalsium karbonat tercampur homogen.

4. Uji sifat fisik pasta

(49)

b. Uji pH. Uji pH dilakukan setelah pembuatan pasta gigi dengan menggunakan indikator pH. Uji ini dilakukan 48 jam setelah pembuatan untuk mengetahui efek faktor terhadap viskositas, sedangkan untuk memonitor perubahan viskositas, dilakukan uji pada 1 minggu, 2 minggu, 3 minggu dan 4 minggu.

c. Uji viskositas dan pergeseran viskositas. Pengukuran viskositas menggunakan alat Viscometer Rion seri VT 04. Pasta gigi dimasukan ke dalam wadah hingga penuh dan dipasang pada portable viscotester. Viskositas pasta gigi diketahui dengan mengamati gerakan jarum penunjuk viskositas. Uji ini dilakukan 48 jam setelah pembuatan untuk mengetahui efek faktor terhadap viskositas, sedangkan untuk memonitor perubahan viskositas, dilakukan uji selama 1 bulan penyimpanan.

d. Uji daya lekat dan pergeseran daya lekat. Uji daya lekat dilakukan dengan cara 0,25 gram pasta gigi diletakkan di atas dua object glass yang telah ditentukan, kemudian ditekan dengan beban 1 kg selama 1 menit. Object glass dipasang pada alat uji lalu ditambahkan beban 80 gram pada alat uji, kemudian dicatat waktu pelepasan pasta dari object glass (Voigh, 1995). Uji ini dilakukan 48 jam setelah pembuatan untuk mengetahui efek faktor terhadap daya lekat, sedangkan untuk memonitor perubahan daya lekat, dilakukan uji selama 1 bulan penyimpanan.

5. Uji daya antibakteri pasta gigi minyak kayu manis terhadap Streptococcus mutans dengan difusi sumuran

(50)

yaitu dengan mencampurkan serbuk TSB sebanyak 1,5 gram dengan aquadest sebanyak 50 mL, lalu kedua jenis media disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 1 atm selama 15 menit.

Media yang telah jadi dicampur dengan suspensi bakteri secara pour plate, media tersebut dibiarkan memadat. Lalu dibuat 4 lubang secara aseptis pada 18 petri yang berisi media TSA menggunakan pelubang berdiameter 7 mm. Pada setiap lubang sumuran diisi dengan pasta gigi (sampel) sesuai formula, kontrol negatif (basis pasta), kontrol positif (pasta gigi merek X), minyak kayu manis 7% menggunakan spuit injeksi 1 mL masing-masing sebanyak 0,020 mL.

Inkubasi selama 24 jam dengan suhu 37°C, kemudian diamati diameter zona jernih yang dihasilkan. Diameter zona hambat yang dihasilkan diukur dengan jangka sorong, kemudian dikurangi diameter sumuran yang digunakan, yakni 7 mm. Daya antibakteri diamati berdasarkan diameter zona hambat yang terbentuk dibandingkan dengan kontrol negatif. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali untuk tiap formula pasta gigi.

6. Uji iritasi pasta gigi minyak kayu manis

Uji iritasi pasta gigi minyak kayu manis ini dilakukan selama lima hari berturut-turut dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(51)

dari mukus. Mukus yang terdapat pada petri ditimbang. Mukus yang

Apabila mukus yang dihasilkan tergolong mengiritasi sedang hingga berat, maka perlu dilakukan uji lanjutan dengan menggunakan spektrofotometer untuk mengukur konsentrasi ALP, LDH dan protein (albumin). Slug yang telah dibersihkan dari mukusnya dipindahkan ke petri lain yang telah diisi 1 mL PBS (Phosphate Buffered Saline) pH 7,4. Slug didiamkan selama 60 menit. Sampel diambil dari larutan mukus dalam PBS untuk diukur konsentrasi ALP, LDH dan protein (albumin).

(52)

c. Pengukuran LDH. Spektrofotometer diatur pada panjang gelombang 340 nm. Sebanyak 800 µL reagen LDH I dicampur dengan 200 µL reagen LDH II dan ditambah dengan 20 µL sampel dalam labu ukur 5 mL. Aquadest ditambahkan hingga 5 mL. Larutan tersebut kemudian didiamkan selama 1 menit pada 37°C. Pembacaan absorbansi dilakukan dengan spektrofotometer UV-Vis dan diulang setiap menit sebanyak 3 kali (menit ke-2, ke-3 dan ke-4).

d. Pengukuran konsentrasi protein. Pengukuran konsentrasi protein dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1) Absorbansi blanko (aquadest) dibaca dengan cara : sebanyak 800 µL reagen albumin ditambah dengan 3200 µL larutan fisiologis NaCl 0,9%. Aquadest ditambahkan sebanyak 8µL dan didiamkan selama 90 detik pada suhu 37°C, kemudian dibaca absorbansinya pada λ 630 nm.

2) Absorbansi standar albumin dibaca dengan cara : sebanyak 800 µL reagen albumin ditambah dengan 3200 µL larutan fisiologis NaCl 0,9%. Standar albumin ditambahkan sebanyak 8µL dan didiamkan selama 90 detik pada suhu 37°C, kemudian dibaca absorbansinya pada λ 630 nm.

(53)

F. Analisis Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah data sifat fisik sediaan pasta gigi minyak kayu manis dan kontrol basis sediaan pasta gigi yang meliputi viskositas, daya lekat dan pH, serta data daya antibakteri. Signifikansi data diketahui dengan menganalisis secara statistik pada distribusi data normal dan tidak normal.

(54)

36 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi dan Verifikasi Minyak Kayu Manis

Identifikasi dan verifikasi minyak kayu manis dilakukan dengan tujuan untuk menjamin keaslian dan kesesuaian bahan yang diperoleh dari CV. Eteris Nusantara dengan CoA yang telah dilampirkan (Lampiran 1). Penjaminan keaslian dan kesesuaian bahan yang digunakan melalui identifikasi dan verifikasi minyak kayu manis dalam penelitian ini penting dilakukan karena untuk menjaga kualitas pasta gigi minyak kayu manis yang dihasilkan, mengingat minyak atsiri yang diperoleh tidak hanya berasal dari satu tanaman kayu manis saja, melainkan berasal dari beberapa tanaman kayu manis, yang memiliki indeks bias dan bobot jenis yang berbeda pula. Identifikasi dan verifikasi minyak kayu manis ini meliputi pengamatan organoleptis, indeks bias dan bobot jenis. Hasil identifikasi dan verifikasi minyak kayu manis yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Tabel III. Hasil identifikasi dan verifikasi minyak kayu manis

Uji Hasil Identifikasi

(55)

Identifikasi dan verifikasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini asli dan memenuhi persyaratan organoleptis, indeks bias dan bobot jenis yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional.

Gambar 9. Minyak kayu manis dari CV. Eteris Nusantara

B. Uji Pendahuluan Daya Antibakteri Minyak Kayu Manis (Cinnamomum burmannii Bl.)

(56)

mutans. Metode ini dipilih karena sifat bahan uji yang digunakan berupa minyak yang memiliki tingkat kepolaran yang rendah (log P minyak kayu manis pada rentang 1,48-2,59 (Porel et al., 2014)), sehingga dengan metode ini minyak dapat berdifusi ke dalam media pertumbuhan bakteri. Suatu senyawa memiliki daya antibakteri apabila memiliki zona hambat berupa area jernih di sekeliling sumuran dan lebih besar dengan perbedaan bermakna dari kontrol negatifnya. Uji dilusi padat digunakan untuk menentukan rentang Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) yang diperoleh dari konsentrasi minyak kayu manis terkecil dari hasil uji difusi sumuran yang memiliki zona hambat lebih besar dan memiliki perbedaan bermakna dari kontrol negatif. Senyawa uji dikatakan memiliki daya antibakteri apabila media uji memiliki kejernihan yang sama dengan kontrol sterilitas media dan kejernihan yang lebih besar bila dibandingkan dengan kontrol pertumbuhan bakteri. Pengamatan KHM dan KBM dilakukan secara visual, kemudian dilakukan uji penegasan dengan metode streak plate. Uji penegasan dilakukan dengan menanam hasil uji dilusi padat ke media agar secara streak plate. Konsentrasi minyak kayu manis yang digunakan dalam formulasi pasta gigi merupakan hasil KBM yang diperoleh dari uji penegasan.

(57)

manis. Setiap petri berisi enam sumuran, yang terdiri dari satu sumuran untuk kontrol negatif dan lima sumuran berisi lima konsentrasi minyak kayu manis yang berbeda (konsentrasi 1-5% dan 6-10%). Replikasi dilakukan sebanyak enam kali untuk menjamin validitas hasilnya. Zona hambat yang didapat setelah inkubasi selama 24 jam menunjukkan hasil yang tidak overlapping. Pengamatan zona hambat yang terbentuk dilakukan setelah inkubasi selama 24 jam karena pada waktu tersebut diasumsikan bakteri telah mengalami fase eksponensial, dimana pada fase ini materi sel baru disintesis dengan kecepatan konstan (Brooks, 2007). Pada konsentrasi 1-4% tidak ditemukan adanya zona hambat pada daerah sekitar sumuran, namun pada konsentrasi 5-10% terdapat zona hambat yang dihasilkan oleh minyak kayu manis pada daerah sekitar sumuran (Tabel IV). Pada kontrol negatif parafin cair tidak ditemukan adanya zona hambat. Hal ini membuktikan bahwa zona hambat yang dihasilkan oleh minyak kayu manis konsentrasi 5-10% adalah kemampuan minyak kayu manis itu sendiri, bukan karena pengaruh dari parafin cair. Data diameter zona hambat dari minyak kayu manis konsentrasi 5-10% diolah secara statistik untuk mengetahui adanya perbedaan antar kelompok konsentrasi, sedangkan pada konsentrasi 1-4% tidak dilakukan pengolahan secara statistik karena tidak memiliki zona hambat dan dianggap tidak berbeda secara statistik dengan kontrol negatif.

(58)

Tabel IV. Hasil uji difusi sumuran

Senyawa Uji Zona Jernih (mm)

Minyak kayu manis 5% 3,51 ± 1,83 Minyak kayu manis 6% 4,83 ± 0,98 Minyak kayu manis 7% 5,81 ± 1,04 Minyak kayu manis 8% 9,17 ± 1,88 Minyak kayu manis 9% 10,96 ± 1,15 Minyak kayu manis 10% 11,64 ± 2,65 Kontrol Negatif (parafin cair) 0 ± 0

ketika dilakukan uji dilusi padat, minyak kayu manis dicampur dengan media TSA yang masih cair, sehingga konsentrasinya menjadi 0,06-0,13%. Media yang berisi minyak kayu manis dengan berbagai konsentrasi dan suspensi bakteri kemudian diinkubasi selama 24 jam dan diamati pertumbuhan bakteri berdasarkan kekeruhan yang nampak pada media. Pada konsentrasi minyak kayu manis yang memiliki daya antibakteri, media terlihat jernih. Hasil yang didapat setelah inkubasi selama 24 jam yaitu masih terdapat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans pada media dengan minyak kayu manis konsentrasi 0,06% dan pada media dengan konsentrasi 0,08-0,13% terlihat bahwa media lebih jernih bila dibanding dengan kontrol pertumbuhan bakteri.

(a) (b) (c)

Gambar 10. Perbandingan kejernihan media uji kontrol pertumbuhan (a) dengan konsentrasi 5% (b) dengan konsentrasi 6% (c)

(59)

adanya kekeruhan. Semakin keruh media, maka semakin banyak bakteri yang tumbuh pada media tersebut. Berikut dijabarkan dalam tabel hasil pengamatan secara visual perbandingan kejernihan media uji dengan kontrol pertumbuhan bakteri (Tabel V).

Tabel V. Hasil uji dilusi padat

Kelompok Notasi

Kontrol media −

Kontrol pelarut −

Kontrol pertumbuhan bakteri + + +

Minyak kayu manis 0,06% +

Keterangan: Negatif (−) = Jernih; Positif (+) = keruh, semakin banyak tanda positif maka semakin keruh

(60)

(a) (b)

Gambar 11. Hasil uji penegasan pertama: (a) konsentrasi 0,09% (kiri) dan 0,08% (kanan); (b) konsentrasi 0,12% (kiri) dan 0,13% (kanan)

Uji penegasan kedua dilakukan dengan menggunakan bakteri yang diambil dari media uji penegasan pertama untuk memastikan bahwa hanya pada konsentrasi 0,08% yang terdapat pertumbuhan bakteri. Media diinkubasi selama 24 jam dan didapatkan hasil uji penegasan kedua yang sama dengan uji penegasan pertama, yaitu hanya pada konsentrasi 0,08% yang ditumbuhi oleh bakteri, sedangkan pada konsentrasi yang lain tidak terdapat pertumbuhan bakteri (Gambar 12). Hasil uji penegasan kedua ini membuktikan bahwa minyak kayu manis dengan konsentrasi 0,08% merupakan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan minyak kayu manis dengan konsentrasi 0,09% merupakan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM).

(a) (b)

Gambar 12. Hasil uji penegasan kedua: (a) konsentrasi 0,09% (kiri) dan 0,08% (kanan); (b) konsentrasi 0,12% (kiri) dan 0,10% (kanan)

(61)

bakteri gram positif. Minyak kayu manis memiliki kandungan sinamaldehid yang diketahui memiliki daya antibakteri terhadap Streptococcus mutans dengan memisahkan lipid pada membran sel bakteri, merusak struktur sel dan membuat bakteri menjadi lebih permeabel, sehingga interaksinya dengan membran sel ini menyebabkan gangguan yang mampu mendispersikan gerakan proton dengan keluarnya ion-ion penting dari bakteri dan bakteri menjadi mati (Kwon et al., 2003; Gill & Holley, 2004).

C. Pembuatan Pasta Gigi Minyak Kayu Manis

Pasta gigi merupakan sediaan pasta yang digunakan bersamaan dengan sikat gigi yang bertujuan untuk membersihkan permukaan gigi. Pada penelitian ini dibuat pasta gigi dengan minyak kayu manis sebagai zat aktifnya. Pasta gigi dipilih karena pasta gigi merupakan sediaan yang memiliki waktu kontak yang lama dan mekanisme pembersihannya dibantu dengan sikat gigi, sehingga mampu membersihkan gigi lebih efektif. Minyak kayu manis mampu membantu mencegah terbentuknya plak gigi dengan menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Konsentrasi minyak kayu manis yang digunakan pada sediaan pasta gigi yang dibuat adalah sebesar 7%.

(62)

Bahan-bahan yang diformulasikan untuk pembuatan pasta gigi ini merupakan bahan-bahan yang telah diketahui perannya masing-masing dalam pasta gigi. Pasta gigi yang dibuat menggunakan CMC-Na sebagai gelling agent karena CMC-Na mampu mempertahankan bentuk sediaan semi-solid sehingga stabilitasnya dapat terjaga dan membantu memperlama kontak zat aktif pada gigi. CMC-Na juga mampu membentuk pasta dengan konsistensi yang menyerupai gel sehingga dapat menimbulkan rasa nyaman saat pasta gigi digunakan. CMC-Na dapat dengan mudah terdispersi oleh air, sehingga saat proses berkumur setelah menggosok gigi, sediaan pasta gigi tidak tertinggal pada rongga mulut. Konsentrasi CMC-Na yang digunakan dalam sediaan pasta gigi minyak kayu manis ini yaitu antara 0,5-1,75%.

D. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Pasta

(63)

gigi seharusnya dilakukan selama 1-3 tahun, namun karena keterbatasan waktu maka pada uji stabilitas pasta gigi minyak kayu manis ini hanya dilakukan 1 bulan saja.

1. Uji organoleptis

Uji organoleptis sediaan pasta gigi minyak kayu manis ini meliputi tekstur, bau, warna dan homogenitas. Hasil pengamatan organoleptis pada Tabel VI menunjukkan bahwa setiap formula pasta gigi yang dibuat memiliki warna, bau dan homogenitas yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi CMC-Na pada formula pasta gigi yang dibuat tidak mempengaruhi karakteristik warna, bau dan homogenitas sediaan pasta gigi. Setiap formula memiliki tekstur yang berbeda, pada F1 dan F2 dihasilkan pasta gigi yang encer karena penambahan CMC-Na yang terlalu rendah, yaitu 0,5% dan 0,75%. Pada F3 memiliki tekstur yang kental karena CMC-Na yang ditambahkan sebesar 1%. Pada F4, F5 dan F6 pasta gigi yang terbentuk lebih kental daripada F1-F3. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi CMC-Na mempengaruhi tekstur pasta gigi yang dihasilkan.

Tabel VI. Hasil uji organoleptis pasta gigi minyak kayu manis

Formula Pemeriksaan

Tekstur Bau Warna Homogenitas

F1 Encer Kayu manis Putih kekuningan Homogen F2 Encer Kayu manis Putih kekuningan Homogen F3 Kental Kayu manis Putih kekuningan Homogen F4 Sangat kental Kayu manis Putih kekuningan Homogen F5 Keras Kayu manis Putih kekuningan Homogen F6 Keras Kayu manis Putih kekuningan Homogen Keterangan:

(64)

Uji organoleptis dilakukan selama 4 minggu. Hasil pemeriksaan organoleptis menunjukkan bahwa pada F1 hingga F6 tidak terjadi perubahan bau dan warna, hanya pada F1 dan F2 saat minggu ke-2, sudah mengalami pemisahan, sedangkan pada F3 pemisahan terjadi saat minggu ke-3. Pada F4, F5 dan F6 tidak mengalami pemisahan hingga minggu ke-4. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi CMC-Na mempengaruhi stabilitas fisik selama masa penyimpanan 1 bulan. Pemisahan ini disebabkan karena konsentrasi CMC-Na yang rendah mengakibatkan cairan dalam struktur polimer CMC-Na tidak terikat kuat sehingga cairan di dalam sediaan terpisah dan membentuk lapisan (Nursal et al., 2010).

2. Uji pH

Pasta gigi yang ideal sebaiknya memiliki rentang yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan, karena pH yang berada di bawah persyaratan dapat menyebabkan iritasi pada mulut, dan dapat memberi suasana yang tepat bagi bakteri Streptococcus mutans untuk berkembang. Pasta gigi yang dibuat pada F1, F2, F3, F4, F5 dan F6 memiliki pH sebesar 8 dan pH tersebut memenuhi persyaratan pH pasta gigi yang baik yang ditetapkan, yaitu pH 4,5-10,5 (Badan Standardisasi Nasional, 1995). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi CMC-Na tidak memberikan pengaruh terhadap pH pasta gigi yang dihasilkan.

(65)

mikroba yang mengkontaminasi sediaan sehingga menimbulkan proses pembusukan. Mikroba dapat berkembang dalam sediaan apabila sediaan tersebut memiliki kadar air yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi CMC-Na tidak memberikan pengaruh pada stabilitas pH sediaan, karena CMC-Na mampu mengikat air yang ada pada pasta gigi, namun CMC-Na tidak mampu mengikat air yang ada di lingkungannya.

3. Uji viskositas dan pergeseran viskositas

(66)

berdekatan dan memperkuat matriks yang terbentuk, sehingga pasta gigi mengalami kenaikan viskositas (Nursal et al., 2010; Sumardikan, 2007).

Gambar 13. Grafik hasil uji viskositas pasta gigi minyak kayu manis

Pengujian pergeseran viskositas penting dilakukan untuk mengetahui stabilitas dari viskositas pasta gigi minyak kayu manis yang dibuat selama penyimpanan. Hasil pengujian pergeseran viskositas menunjukkan bahwa seluruh formula mengalami perubahan viskositas dari 48 jam hingga minggu ke-4 (Gambar 14), namun perubahan viskositas yang signifikan terjadi pada minggu ke-3 untuk formula 1−4, sedangkan formula 5 dan 6 mengalami perubahan viskositas yang signifikan pada minggu ke-2. Adanya pergeseran viskositas yang terjadi membuktikan bahwa pasta gigi minyak kayu manis yang dibuat tidak stabil selama penyimpanan. Hal ini disebabkan karena selama penyimpanan cairan yang ada pada pasta gigi minyak kayu manis menguap. Penguapan cairan pada pasta gigi ini disebabkan karena pasta gigi selalu dikeluarkan dari tube dan dimasukkan ke dalam tube saat proses pengujian stabilitas viskositas pasta gigi.

(67)

Gambar 14. Grafik pergeseran viskositas pasta gigi minyak kayu manis

4. Uji daya lekat

Uji daya lekat pasta gigi minyak kayu manis dilakukan untuk mengetahui kemampuan melekat pasta gigi saat diaplikasikan pada sikat gigi dan pasta gigi tersebut mulai diaplikasikan pada gigi. Hasil pengujian yang didapat menunjukkan bahwa daya lekat pasta gigi minyak kayu manis mengalami peningkatan dari formula 1 hingga formula 6 (Gambar 15). Hal ini didukung dengan hasil yang didapat dari uji statistik yang menunjukkan bahwa p-value yang bernilai kurang dari 0,05 (p-value < 0,05), yang berarti data memiliki perbedaan yang bermakna secara statistik. Hasil tersebut menyimpulkan bahwa semakin banyak jumlah CMC-Na yang ditambahkan, maka daya lekatnya semakin meningkat. Peningkatan daya lekat ini terjadi karena meskipun sediaan pasta gigi minyak kayu manis ini mengandung cairan, namun adanya peningkatan konsentrasi CMC-Na menyebabkan peningkatan viskositas pasta gigi yang dihasilkan dan pasta gigi yang memiliki konsistensi agak keras memiliki

200

(68)

kemampuan melekat lebih lama, dibandingkan dengan pasta gigi yang konsistensinya encer.

Gambar 15. Grafik hasil uji daya lekat pasta gigi minyak kayu manis

Pengujian pergeseran daya lekat dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan daya lekat pasta gigi minyak kayu manis setelah proses penyimpanan. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa seluruh formula mengalami peningkatan daya lekat, hanya saja tidak semua formula mengalami peningkatan yang signifikan (Gambar 16). Oleh karena itu, dilakukan uji statistik untuk mengetahui pada minggu ke berapa dan formula berapa yang mengalami peningkatan daya lekat yang signifikan. Formula 1 dan 2 mengalami peningkatan daya lekat yang signifikan pada minggu ke-2, formula 3 mengalami peningkatan daya lekat yang signifikan pada minggu ke-3, sedangkan formula 4-6 tidak mengalami peningkatan yang signifikan secara statistik. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa formula 1-3 daya lekatnya tidak stabil, sedangkan formula 4-6 stabil. Adanya peningkatan daya lekat antar formula ini disebabkan oleh ketidakstabilan pasta gigi yang dibuat selama penyimpanan. Hal ini berkaitan dengan viskositas pasta gigi yang juga meningkat selama penyimpanan akibat

(69)

banyaknya cairan dalam pasta gigi yang menguap, dimana semakin tinggi viskositas, maka daya lekatnya juga semakin lama (Ningrum, 2012). Hasil yang diperoleh membuktikan bahwa CMC-Na belum mampu menjaga stabilitas daya lekat pasta gigi minyak kayu manis pada formula 1-3, sedangkan CMC-Na dapat dikatakan masih mampu menjaga stabilitas daya lekatnya untuk formula 4-6.

Gambar 16. Grafik pergeseran daya lekat pasta gigi minyak kayu manis

E. Uji Daya Antibakteri Pasta Gigi Minyak Kayu Manis terhadap Streptococcus mutans dengan Difusi Sumuran

Uji daya antibakteri pasta gigi minyak kayu manis bertujuan untuk mengetahui kemampuan pasta gigi dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Uji daya antibakteri pasta gigi minyak kayu manis ini dilakukan dengan metode difusi sumuran. Metode difusi sumuran dipilih karena sifat pasta gigi yang memiliki viskositas yang tinggi sehingga lebih cocok menggunakan metode difusi sumuran.

Kontrol yang digunakan pada uji ini yaitu kontrol sterilitas media, kontrol pertumbuhan bakteri, kontrol basis, kontrol positif dan kontrol minyak kayu manis 7%. Kontrol basis digunakan untuk melihat ada/tidaknya daya

(70)

antibakteri basis pasta gigi terhadap bakteri Streptococcus mutans. Kontrol positif digunakan untuk membandingkan daya antibakteri pasta gigi minyak kayu manis dengan pasta gigi yang sudah beredar di pasaran. Kontrol positif yang digunakan yaitu pasta gigi merek X. Kontrol minyak kayu manis 7% digunakan sebagai pembanding, dimana minyak kayu manis 7% ini tidak diformulasikan menjadi suatu sediaan sehingga dapat melihat pengaruh pelepasan minyak kayu manis dari sediaan pasta gigi yang dibuat. Diameter zona hambat terhadap bakteri Streptococcus mutans yang dihasilkan pada penelitian ini disajikan pada tabel VII.

Tabel VII. Diameter zona hambat yang terbentuk oleh pasta gigi minyak kayu manis terhadap Streptococcus mutans dengan difusi sumuran

Formula

Gambar 17. Zona hambat pertumbuhan Streptococcus mutans yang terbentuk oleh pasta gigi minyak kayu manis (ditunjukkan oleh panah hitam)

Data diameter zona hambat yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan diameter zona hambat yang terbentuk pada seluruh basis

K basis K minyak

Sampel (F1)

(71)

formula 1-6, sedangkan pada pasta gigi minyak kayu manis formula 1-6 terjadi peningkatan diameter zona hambat yang terbentuk. Hal ini menunjukkan bahwa CMC-Na mempengaruhi kemampuan pasta gigi dalam melepaskan minyak kayu manis. Peningkatan konsentrasi CMC-Na terhadap meningkatnya zona hambat yang terbentuk dari pasta gigi minyak kayu manis ini disebabkan oleh CMC-Na yang mampu berperan sebagai emulsifying agent dengan mudah seiring dengan konsentrasi Na yang semakin tinggi dalam pasta gigi, selain itu, sifat CMC-Na dan SLS yang hidrofil, sehingga mampu membentuk sistem minyak dalam air (M/A). Sediaan M/A lebih cepat berdifusi ke media agar yang juga bersifat hidrofil, bila dibanding dengan sediaan air dalam minyak (A/M). Sifat minyak atsiri yang non polar dan air yang polar menyebabkan afinitas minyak dari air kecil, sehingga partisi minyak keluar dari basis lebih cepat daripada sediaan A/M (Rahmawati, 2010).

(72)

manis 7%. Hal ini menunjukkan bahwa minyak kayu manis lebih baik diformulasikan menjadi pasta gigi untuk memudahkan pengaplikasian dan daya hambat yang dihasilkan dari pasta gigi lebih besar dibandingkan kontrol minyak kayu manis 7%, karena daya hambat yang dihasilkan dari pasta gigi minyak kayu manis merupakan daya hambat dari basis dan minyak kayu manis, meskipun pelepasan minyak dari parafin cair lebih baik dibanding dengan pelepasan minyak kayu manis dari pasta gigi. Pelepasan minyak kayu manis dari parafin cair ini dapat terjadi karena komponen minyak kayu manis memiliki koefisien partisi (log P) pada rentang 1,48-2,59 yang berarti minyak kayu manis tersebut memiliki fraksi yang dapat larut pada senyawa hidrofil (Porel et al., 2014), sehingga minyak kayu manis tetap dapat berdifusi meskipun minyak kayu manis bersifat lipofil. Kontrol positif pasta gigi merek X memiliki zona hambat yang lebih besar dan memiliki perbedaan yang bermakna secara statistik dari sediaan pasta gigi minyak kayu manis yang dibuat, yang artinya sediaan pasta gigi minyak kayu manis yang dibuat tidak bisa dipasarkan.

F. Uji Iritasi Pasta Gigi Minyak Kayu Manis

(73)

disebabkan karena kandungan sinamaldehid yang ada pada minyak kayu manis memiliki kemampuan untuk mengiritasi membran mukosa (National Association for Holistic Aromatherapy, 2014). Penyebab lainnya adalah meskipun minyak kayu manis tersebut telah diformulasikan menjadi pasta gigi, namun konsentrasi minyak kayu manis yang terkandung pada setiap formula cukup besar, yakni sebesar 7%, padahal konsentrasi minyak kayu manis pada dilusi padat didapati bahwa Konsentrasi Bunuh Minimum minyak kayu manis adalah sebesar 0,09% sehingga potensi minyak kayu manis dalam mengiritasi slug juga besar. Pada penelitian ini, seharusnya dilakukan uji iritasi pada pasta gigi yang telah beredar dipasaran, untuk dapat membandingkan potensi iritasi yang dimiliki oleh pasta gigi yang beredar dipasaran dengan pasta gigi minyak kayu manis yang dibuat, untuk menghindari didapatkannya hasil positif palsu pada uji iritasi pasta gigi minyak kayu manis.

Tabel VIII. Hasil uji iritasi pasta gigi minyak kayu manis

Sampel Produksi Mukus (%)

Pasta gigi minyak kayu manis 30,17 ± 0,49 Kontrol positif (SLS 2%) 20,51 ± 3,41

Kontrol negatif (air) -5,89 ± 2,68

Gambar

Tabel II.
Gambar 1.  Sinamaldehid  (Nainggolan, 2008)
Tabel I. Komponen umum pasta gigi (Katz, 2012)
Gambar 2. Sorbitol (Shur, 2009)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Evaluasi Stabilitas Penggunaan Carbomer 940 sebagai Gelling Agent dalam Formula Pasta Gigi Ekstrak Buah Apel ( Malus sylvestris Mill) dalam Bentuk Gel

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan konsentrasi carbomer 940 sebagai gelling agent dalam pembuatan formula pasta gigi ekstrak

Hipotesis penelitian ini adalah, penggunaan berbagai konsentrasi carbomer 940 sebagai gelling agent akan mempengaruhi sediaan pasta gigi ekstrak air daun gambir bentuk gel

Apakah minyak kemangi dapat diformulasi dalam sediaan pasta gigi. Apakah formulasi sediaan pasta gigi yang dihasilkan memiliki

PENGARUH KONSENTRASI CMC-NA SEBAGAI GELLING AGENT TERHADAP SIFAT FISIK DAN STABILITAS SEDIAAN GEL HAND SANITIZER MINYAK ATSIRI DAUN MINT (Oleum Mentha piperita

Tujuan penelitian ini menghitung angka lempeng total sediaan pembersih gigi tiruan dengan bahan aktif minyak atsiri kulit batang kayu manis 2% setelah penyimpanan selama 1 minggu,

Hal tersebut menunjukkan bahwa sediaan pasta gigi cangkang keong sawah stabil secara organoleptik selama pengujian dengan menggunakan suhu ekstrim dalam

Tujuan penelitian ini menghitung angka lempeng total sediaan pembersih gigi tiruan dengan bahan aktif minyak atsiri kulit batang kayu manis 2% setelah penyimpanan selama 1 minggu,