BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka 1. Gigi
Gigi adalah bagian keras yang terdapat di dalam mulut. Fungsi utama dari gigi adalah untuk merobek dan mengunyah makanan. Gigi tertanam di
dalam tulang rahang bawah dan atas serta tersusun dalam dua lengkung.
Lengkung rahang atas lebih besar daripada lengkung rahang bawah. Gigi
tetap berjumlah 32 pada setiap setiap setengah rahang terdapat 8 buah gigi,
yaitu 2 ginginsivus, 1 kaninus, dan 2 premolar yang menggantikan kedua
molar gigi susu dan tambahan 3 molar lagi di bagian posterior (Butler,
2000).
Gambar 2.1 Bagian-bagian Gigi (Raven and johnson, 2002)
Mahkota gigi (mahkota klinis) yaitu bagian yang menonjol diatas gusi
(gingival), sedangkan mahkota anatomis adalah bagian yang dilapisi
email. Akar gigi yaitu bagian yang terpendam dalam alveolus pada tulang
maksila atau mandibula. Leher gigi yaitu tempat bertemunya mahkota
anatomis dan akar gigi. Di bagian tengah gigi terdapat rongga pulpa yang
melanjutkan diri menjadi saluran akar yang berakhir pada foramen apical.
Rongga pulpa ini dikelilingi oleh dentin dan di bagian luar dentin dilapisi
oleh email (pada mahkota) dan sementum (pada akar).
Email atau enamel adalah bahan terkeras pada tubuh. Terdiri atas 97% bahan berkapur, terutama kalsium fosfat dalam bentuk kristal apatit, dan
hanya 1% bahan organik. Bahan organiknya terdiri dari enamelin yaitu
yang banyak mengandung unsur organik, dengan proporsi yang sama
seperti tulang. Dentin mengandung tubulus spinal yang keluar dari rongga
sumsum. Masing-masing tubulus tersebut ditempati oleh satu ontoblas
melalui proses protoplasmic yang sederhana.
2. Pasta Gigi
Menurut FI edisi IV (1995), pasta adalah sediaan semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditunjukan untuk pemakaian
topikal. Untuk membuat pasta pada umumnya berbentuk setengah padat,
oleh sebab itu bahan tersebut dicairkan terlebih dahulu kemudian dicampur
dengan bahan padat dalam keadaan panas agar lebih mudah bercampur dan
homogen. Pasta detificiae (pasta gigi) merupakan campuran kental yang terdiri dari serbuk dan gliserin, yang digunakan untuk pembersih gigi.
Pasta gigi adalah produk semi padat yang terdiri dari campuran bahan
penggosok, bahan pembersih, dan bahan tambahan yang digunakan untuk
membantu membersihkan gigi tanpa merusak gigi maupun membran
mukosa mulut (Widodo, 2013).
Fungsi utama dari pasta gigi adalah menghilangkan pengotor dari permukaan gigi dengan efek buruk yang kecil terhadap gigi. Timbulnya
busa saat menggosok gigi membuat proses pembersihan gigi menjadi lebih
menyenangkan. Fungsi lain dari pasta gigi adalah untuk mencegah
kerusakan gigi dan mengurangi bau mulut (Mitsui, 1997).
a. Bahan-bahan Pembuat Pasta Gigi
Pasta gigi biasanya mengandung bahan abrasif, pembersih, bahan penambah rasa, warna serta pemanis. Selain itu dapat juga
ditambahkan bahan pengikat, pelembab, pengawet, pengaroma, dan
Tabel 2.1. Bahan-bahan Penggunaan Pasta Gigi (Dave et al., 2014)
No Bahan-bahan Konsentrasi
(% w/w) Penggunaan bahan
1. API Tidak lebih dari 5
Clove, Neem, Sunthi, Menta, Tomar, Pippali, Aloe vera, Kapoor 2. Abrasif 20-40 Precipitated kalsium karbonat
Kalsium fosfat 3. Pelembab 20-40 Gliserin, Popietilen glikol
Propilen glikol Sorbitol solusio (70%) 4. Air 20-40 Air destilasi
5. Detergent /surfaktan
1-2 Natrium Lauril Sulfat Natrium Lauril Sarkosinat
Sinth. Resins : Ehtilenosida polimer Karbopol (karboksi vinil polimer) Kloroform, Natrium siklamat, sorbitol
9. Pewarna < 1 Titanium dioksida
10. Pengawet 0.25-1.0 Metil parahidroksi benzoat (0.15%) Propil parahidroksi benzoat (0.02%)
Natrium benzoat, Tiklosan Metil paraben, Propil paraben
b. Karakteristik Pasta Gigi
Karakteristik yang penting dari pasta gigi adalah konsistensi, kemampuan menggosok, penampilan, pembentukan busa, rasa,
1) Konsistensi
Konsistensi menggambarkan reologi dari pasta. Konsistensi yang ideal dari pasta gigi yaitu mudah dikeluarkan dari tube, cukup
keras sehingga dapat mempertahankan bentuk pasta minimal selama
1 menit. Konsistensi dapat diukur melalui densitas, viskositas dan
elastisitas.
2) Kemampuan menggosok
Pasta gigi dapat memiliki kemampuan menggosok yang sangat bervariasi. Pasta gigi yang ideal harus memiliki kemampuan
menggosok yang cukup untuk dapat dibersihkan dan membersihkan
partikel atau noda dan mengkilatkan permukaan gigi.
3) Penampilan
Pasta gigi yang disukai biasanya lembut, homogen, mengkilat, bebas dari gelembung udara dan memiliki warna yang menarik.
4) Pembentukan busa
Surfaktan yang digunakan harus dapat mensuspensikan dan membersihkan sisa makanan melalui proses gosok gigi.
5) Rasa
Rasa dan aroma merupakan hal yang paling diperhatikan konsumen dan merupakan karakteristik yang penting untuk
mengetahui apakah konsumen akan membeli produk atau tidak.
c. Stabilitas
Formulasi pasta gigi harus stabil, sesuai dengan waktu penyimpanan. Waktu penyimpanan pasta gigi dapat mencapai tiga
tahun. Sediaan pasta gigi tidak boleh memisah atau terjadi sineresis.
Viskositas dan pH sediaan pasta gigi harus dapat dipertahankan selama
Tabel 2.2. Syarat mutu pasta gigi (SNI 12-3524-1995)
No Jenis Uji Satuan Syarat
1 Sukrosa atau karbohidarat lain yang dapat terfermentasi
- Negatif
2 pH - 4,5 – 10,5
3 Cemaran logam terhadap Pb, Hg, dan As 6 Formaldehida maks. Sebagai
formaldehida bebas gumpalan, dan partikel yang terpisah
Tidak tampak
3. Gelling Agent
Gelling agent atau bahan pengikat yang hidrofilik koloid yang menyebar dan mengembang dalam fase air dari pasta gigi diperlukan untuk
menjaga stabilitas terpisahkan dari pasta dan mencegah pemisahan menjadi
fase komponen. Pemilihan bahan pembentuk gel dapat sangat
mempengaruhi dispersi pasta di mulut, pembentukan busa dan yang paling
penting yaitu pelepasan komponen rasa. Beberapa formulasi memiliki
kombinasi dari bahan pembentuk gel untuk mencapai preferensi konsumen
yang diinginkan (Butler, 2000).
Salah satu komponen penting dalam pasta gigi adalah bahan pengikat berupa gelling agent (senyawa pembentuk gel) yang fungsinya untuk mempertahankan bentuk sediaan semisolid sehingga stabilitas dapat terjaga.
Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai gelling agent seperti selulosa sintetik yaitu metal selulosa, hidroksi etil selulosa, etil hidroksiselulosa, dan
natrium karboksimetilselulosa. Bahan lainnya yaitu alginat, gom, tragakan,
a. Karaginan
Karaginan ini adalah nama generik untuk agen pembentuk gel yang
berasal dari pemanenan dan ekstraksi dari rumput laut, chrondrus crispus. Karaginan ini adalah murni koloid, yang terdiri dari campuran polisakarida sulfat. Oleh karena itu, standar baik dengan blending
ulang, atau pengenceran dengan jumlah bervariasi dari bahan inert. Fleksibilitas dalam sifat pembentuk gel karaginan dapat dicapai dengan
mengendalikan pertukaran kation dengan ion. Namun, meskipun dahulu
relatif umum digunakan, tetapi sekarang sudah tidak banyak digunakan
lagi terutama untuk alasan biaya.
b. Bahan pembentuk gel Miscellaneous
1) Xanthan
Xanthan adalah polisakarida yang dihasilkan oleh teknologi fermentasi. Xanhtan memiliki sifat yang sangat baik untuk digunakan dalam pasta gigi karena memberikan struktur gel yang
tinggi, relatif tidak sensitif terhadap elektrolit dan panas, namun
tidak sesuai dengan bahan selulosa karena mencemari enzim yang
mendegradasi selulosa.
2) Hydroxy etil selulosa (HEC)
HEC ini kadang-kadang digunakan sebagai alternatif untuk
karboksimetilselulosa (CMC), terutama ketika toleransi elektrolit
lebih besar dibutuhkan.
3) Polimer Sintetik
Polimer asam akrilat menjadi lebih intensif digunakan karena
penebalan berguna dan menangguhkan sifat yang dikombinasikan
dengan kelambanan dan stabilitas untuk panas.
4) Clays, Colloidal clays
Coloidal clays baik bentonit dari proses alam atau tanah liat
sintetis, telah digunakan sebagai agen pengikat karena memiliki
4. Na-CMC (Natrium karboksimetilselulosa)
Gambar 2.2. Struktur Natrium karboksimetilselulosa (Sandi, 2012)
Nama resmi : Natrii carboxymethylcellulosum
Nama sinonim : Natrium karboksimetilselulosa
Pemerian : Serbuk atau butiran, putih atau putih kuning gading, tidak
berbau atau hampir tidak berbau, higroskopik
Kelarutan :Mudah mendispersi dalam air, membentuk suspensi
koloidal, tidak larut dalam etanol (95%) p, dalam eter p
dan dalam pelarut organik lain
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Gelling agent (Rowe, 2009)
Na-CMC (natrium karboksimetilselulosa) merupakan turunan selulosa
berupa garam natrium dari asam selulosa glikol dengan demikian
berkarakter ionik (Lieberman et al., 1996). Na-CMC akan memberikan konsistensi yang stabil sehingga memenuhi persyaratan fisik untuk
pembuatan pasta gigi. Carboxymethylcellulose Natrium (Na-CMC) telah lama digunakan untuk meningkatkan aplikasinya dalam sediaan kosmetik,
makanan dan farmasetik sebelum dikenalkan pada tahun 1946. Pada
sediaan-sediaan tersebut penggunaan Na-CMC berfungsi sebagai pengikat,
penstabil, suspending, gelling agent dan pembentuk film. Komposisi bahan dalam formulasi pasta gigi salah satunya mengandung Na-CMC
yang berfungsi sebagai pengikat. Bahan pengikat ini bertujuan untuk
menyatukan bahan-bahan lain yang terdapat dalam formulasi karena
viskositasnya yang baik. Adanya bahan pengikat dalam sediaan farmasetik
dapat mempengaruhi karakteristik fisiknya. Bahan pengikat yang hidrofilik
dan diperlukan untuk menjaga stabilitas dari pasta dan mencegah
pemisahan menjadi fase komponen, hal ini dapat memberikan fleksibilitas
dalam hal larutan, elastisitas, dan beberapa peningkatan stabilitas (Butler,
2000).
Natrium karboksimetilselulosa stabil walaupun bahannya higroskopis,
di bawah kondisi basa yang tinggi Na-CMC mampu menyerap air secara
besar kuantitasnya. Air mudah didispersi pada semua suhu pada bentuk
yang murni pada solut koloid. Peningkatan konsentrasi akan menghasilkan
peningkatan kekentalan larutan, sedangkan memperpanjang pemanasan
pada temperatur yang tinggi akan dapat mempermanen keturunan
kekentalan. Kekentalan solut menurun cepat di pH 10. Umumya solut
menunjukan kekentalan maksimal dan stabil pada pH 7-8 .
Na-CMC berfungsi sebagai bahan peningkat viskositas, konsentrasi
yang lebih tinggi biasanya 3-6% digunakan untuk menghasilkan gel yang
dapat digunakan sebagai basis untuk pasta (Rowe, 2009). Na-CMC
merupakan bahan yang paling banyak digunakan sebagai pengental dalam
pasta gigi, produk yang mengandung Na-CMC mudah menyebar di mulut
sehingga pelepasan busa dan rasa lebih cepat dan menghasilkan stabilitas
produk yang baik.
Hasil penelitian Rahman (2009) membuktikan bahwa Na-CMC yang
berfungsi sebagai gelling agent dalam formula gel gigi yang mengandung ekstrak daun jambu biji memiliki stabilitas bentuk sediaan yang sama
dengan sediaan gel gigi. Sedangkan pada penelitian Sandi (2012)
membuktikan bahwa Na-CMC yang berfungsi sebagai gelling agent dalam pasta gigi ekstrak papain papaya memenuhi parameter standar sifak fisik
dalam pasta gigi. Namun pada penelitian Elfiyani (2015) juga
menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi gelling agent dalam formula
lebih efektif untuk meningkatkan konsistensi dan viskositas sediaan
dibandingkan dengan peningkatan konsentrasi pelembab sehingga
5. Kayu Siwak (Salvadora persica L.)
a. Klasifikasi Tanaman Kayu Siwak (Salvadora persica L.)
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Brassicales
Famili : Salvadoraceae
Genus : Salvadora
Spesies : Salvadora persica L. (Wardani, 2012)
b. Deskripsi Tanaman
Siwak atau miswak, merupakan bagian dari batang, akar atau ranting tumbuhan Salvadora persica L. yang kebanyakan tumbuh di daerah Timur Tengah, Asia, dan Afrika. Salvadora persica L. adalah sejenis pohon semak belukar dengan batang utama berbentuk tegak dan
memiliki banyak cabang yang rindang, daun muda berwarna hijau.
Batang kayu berwarna cokelat dan bertekstur agak kasar. Daunnya
berbentuk bulat sampai lonjong, berwarna hijau tua. Bunga berwarna
hijau kekuningan, kecil. Buah nya berdiameter 5-10 mm, berwarna
pink, apabila sudah matang maka warna akan berubah menjadi merah.
Miswak biasanya diambil dari akar dan ranting tanaman arak
(Salvadora persica L.) yang berdiameter antara 0,1 sampai 5 cm (Kusumasari, 2012).
c. Nama Daerah
Siwak memiliki nama-nama lain di setiap negara. Nama siwak, miswak atau arak digunakan di Timur Tengah. Di Tanzania disebut
juga miswak. Sedangkan di India dan Pakistan biasa disebut dengan
istilah miswak atau datan. Dalam bahasa Perancis lebih dikenal dengan
sebutan arbre a curedents. Bahasa Jepang siwak disebut Koyoji, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut chewing stick dan toothbrush tree (Kusumasari, 2012).
d. Kandungan Kimia
Siwak mengandung mineral-mineral alami yang dapat menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri, mengikis plak, mencegah karies,
serta memelihara kesehatan gusi. Kandungan kimiawi siwak yang
bermanfaat meliputi (Kusumasari, 2012):
1) Asam antibakterial, seperti astringen, abrasif, dan detergen yang
berfungsi untuk membunuh bakteri, mencegah infeksi, dan
menghentikan perdarahan pada gusi. Penggunaan kayu siwak yang
segar pertama kali akan terasa agak pedas dan sedikit membakar
karena terdapat kandungan serupa mustard yang merupakan substansi dari asam antibakterial tersebut.
2) Klorida, potasium, sodium bikarbonat, fluorida, silika, sulfur,
vitamin C, trimetilamin, salvadorin, tanin, resin, saponin,
flavonoid, sistosterol, dan beberapa mineral lainnya yang berfungsi
untuk membersihkan gigi, memutihkan serta menyehatkan gigi dan
gusi.
3) Minyak aroma alami yang memiliki rasa dan bau yang segar, dapat
menyegarkan mulut dan menghilangkan bau tidak sedap
Analisis kimia dari Salvadora persica L. menunjukkan adanya b-sitosterol dan asam m-anisik klorida, salvadourea, dan gipsum, senyawa
organik: seperti pirolidin, pirol, glikosida: seperti salva-doside dan
salvadoraside dan flavonoid, termasuk kaempferol, kuersetin. Akar dan
fluorida, konsentrasi rendah yaitu silika, sulfur, dan vitamin C, dan
jumlah kecil dari tanin, saponin, flavonoid, dan sterol. Jumlah tinggi
pada natrium klorida dan kalium klorida dan yang mengandung sulfur
zat organik (salvadourea dan salvadorine). S. persica miswak mengandung hampir 1,0 lg / g total fluoride dan ditemukan untuk
melepaskan sejumlah besar kalsium dan fosfor ke dalam air (Halawany,
2012).
6. Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.)
a. Klasifikasi Tanaman Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.)
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopyta
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper crocatum Ruiz & Pav. (Backer, 1963)
b. Deskripsi Tanaman
Tanaman ini diketahui tumbuh di berbagai daerah di Indonesia, seperti di lingkungan Keraton Yogyakarta dan di lereng merapi sebelah
timur, serta di Papua, Jawa Barat, Aceh dan beberapa daerah lainnya.
Tanaman sirih merah tumbuh menjalar seperti halnya sirih hijau.
Batangnya bulat berwarna hijau keunguan dan tidak berbunga.
Daunnya bertangkai membentuk jantung dengan bagian atas
meruncing, bertepi rata, dan permukaannya mengkilap atau tidak
berbulu. Panjang daunnya bisa mencapai 15-20 cm. Warna daun
bagian atas hijau bercorak warna putih keabu-abuan. Bagian bawah
daun berwarna merah hati cerah. Daunnya berlendir, berasa sangat
pahit, dan beraroma wangi khas sirih. Batangnya bersulur dan beruas
Gambar 2.4. Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) c. Nama Daerah
Penamaan tumbuhan sirih di masing-masing daerah berbeda-beda di jawa sirih disebut suruh, sedah dan sere. Di Sumatra dikenal dengan
nama sereh, seweh, sireh, suruh dan canbai. Di Nusa Tenggara dikenal
dengan nama sedah, nahi, mota, malu, dan mokeh. Di Kalimantan
disebut juga dengan uwit, buyu, sirih, dan uruesipa. Sementara itu, di
Sulawesi disebut juga dengan ganjang, baulu, komba atau sengi. Di
Maluku dikenal dengan sebutan ani-ani, kakina, amu, dan bido. Di
Papua disebut dengan namuera, mera, freedor, dan dedami (Mari’fah,
2012).
d. Kandungan kimia
Gambar 2.5. Rumus molekul flavonoid (Harbone, 1987)
Metabolit sekunder yang terdapat di sirih merah adalah minyak
atsiri, hidroksikavicol, kavikol, kavibetol, allyprokatekol, karvakrol,
eugenol, p-yneme, tannin, fenol, sineol, kariofelen, kadimen estragol,
terpena, terpenoid, dan fenil propada. Karvakrol bersifat desinfektan,
anti jamur, sehingga bisa digunakan untuk obat antiseptik pada bau
mulut dan keputihan. Eugenol dapat digunakan untuk mengurangi rasa
sakit, sedangkan tanin dapat digunakan untuk mengobati sakit perut
didapatkan beberapa senyawa kandungan yang terkandung di
dalamnya yaitu glikosida, terpenoid, alkaloid, tanin, dan antrakinon.
Hasil identifikasi menunjukan bahwa isolat dari daun sirih merah
mengandung senyawa flavonoid yang diduga golongan flavonol (Puzi
et al, 2015). Ekstrak daun sirih merah (piper crocatum Ruiz & Pav.)
mempunyai kemampuan dalam menghamabat Streptococcus mutans
dan ekstrak daun sirih merah dengan konsentrasi 100% mempunyai
keefektifan yang sama dengan chlorhexidine 0,2% sebagai kontrol positif, serta konsentrasi minimal ekstrak daun sirih merah dalam
menghambat Streptococcus mutans terdapat pada konsentrasi 1% (Wahyu, 2013). Berdasarkan hasil fitokimia menunjukan bahwa
ekstrak etanol daun sirih merah mengandung senyawa flavonoid,
saponin dan tanin (Moerfiah, 2011).
7. Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali dikatakan lain berupa
bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995). Simplisia dibedakan
menjadi tiga yaitu simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia
mineral.
a. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman dan eksudat tanaman. Eksudat tanaman merupakan isi sel
yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu
dikeluarkan dari selnya atau dengan cara tertentu zat dipisahkan dari
tanamannya yang belum berupa zat kimia murni (Depkes RI, 1979).
b. Simplisia hewani adalah simplisia yang berasal dari hewan utuh,
bagian hewan, atau zat-zat yag berguna dan dihasilakn oleh hewan
serta belum berupa zat kimia murni (Depkes RI, 1995).
c. Simplisia pelikan atau simplisia mineral adalah simplisia yang berupa
bahan-bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah
dengan cara yang sederhana dan belum berupa zat kimia murni
8. Ekstrak
a. Pengertian ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang didapatkan dengan cara mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia hewani ataupun dari
simplisia nabati dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian
seluruh atau hampir seluruh pelarut diuapkan dan massa atau serbuk
yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi bau yang telah
ditetapkan (Depkes RI, 1995).
Menurut sifatnya ekstrak dibagi menjadi empat yaitu:
1) Ekstrak cair (Extractum fluidum) adalah sediaan cair yang diperoleh dari simplisia nabati yang mengandung etanol berfungsi
sebagai pelarut atau sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan
pengawet (Depkes RI, 1995).
2) Ekstrak kental (Extractum spissum) adalah sediaan yang dapat dilihat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang dan memiliki
kandungan airnya berjumlah sampai 30% (Voigt, 1984).
3) Ekstrak kering (Extractum siccum) adalah sediaan yang memiliki konistensi kering dan mudah digunakan. Melalui penguapan cairan
pengekstraksi dan pengeringan sisanya akan terbentuk suatu
produk yang sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih
dari 5% (Voigt, 1984).
4) Ekstrak encer (Ekstraktum lenue) adalah sediaan yang memiliki konsistensi semacam madu dan dapat dituang (Voigt, 1984).
b. Metode ektraksi
Metode pembuatan ekstrak dibagi menjadi dua yaitu metode maserasi dengan pelarut dingin dan ekstraksi dengan pelarut panas.
1) Cara dingin
a) Maserasi
Maserai adalah ekstraksi yang menggunakan pelarut yang
sesuai dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan
b) Perkolasi
Perkolasi adalah suatu proses ekstraksi menggunakan
pelarut yang sesuai yang dilakukan dengan cara dilewatkan
perlahan lahan pada suatu kolom (Ansel, 1989).
2) Cara panas
a) Refluks
Refluks adalah ekstraksi yang menggunakan pelarut yang
sesuai pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan
jumlah pelarut yang digunakan terbatas dan relatif konstan
dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000)
b) Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi yang menggunakan pelarut yang
selalu baru yang pada umumnya dilakukan menggunakan alat
khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinue dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes
RI, 2000).
c) Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik yang dilakukan dengan
pengadukan terus-menerus pada temperatur yang lebih tinggi
dari temperatur ruangan yang pada umumnya dilakukan pada
temperatur 40-50 °C (Depkes RI, 2000).
d) Infusa
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan
mengekstraksi simplisia nabati dengan menggunakan pelarut
air pada suhu 90 °C selama waktu 15 menit (Depkes RI, 2000).
e) Dekokta
Dekokta adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut ait
pada temperatur penangas air 50 °C selama waktu kurang lebih
9. Streptoccoccus mutans
Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif, bersifat nonmotil (tidak bergerak), bakteri anaerob fakultatif. Memiliki bentuk
kokus yang sendirian berbentuk bulat atau bulat telur dan tersusun dalam
rantai (Nugraha, 2008). Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu
sekitar 18-40 ⁰C. Streptococcus mutans biasanya ditemukan pada rongga gigi manusia yang luka dan menjadi bakteri yang paling kondusif
menyebabkan karies untuk email gigi. Streptococcus mutans dalam pasta gigi herbal memberikan pengaruh yang besar sebagai daya antibakteri
(Putra, 2008).
Streptococcus mutans bersifat asidogenik yaitu menghasilkan asam, asidodurik, mampu tinggal dilingkungan asam dan menghasilkan
polisakarida yang lengket disebut dextran. Karena kemampuan ini
Streptococcus mutans bisa menyebabkan lengket dan mendukung bakteri lain menuju ke email gigi (Ari, 2008).
Klasifikasi Streptococcus mutans : Kingdom : Monera
Divisio : Firmcutes
Class : Bacilli
Ordo : Lactobacilalles
Family : Streptococcceae
Genus : Streptococcus
Species : Streptococcus mutans (Ari, 2008)
(a) (b)
Gambar 2.6. Gambaran mikroskopis Streptococcus mutans menggunakan (a) mikroskop cahaya dengan pembesaran 400x dan (b) mikroskop elektron
Kemampuan Streptococcus mutans untuk melekat pada permukaan gigi dan membentuk plak merupakan salah satu faktor virulensi yang
dimilikinya. Sejak erupsi, elemen gigi geligi langsung berhubungan
dengan ludah. Pada gigi yang telah dibersihkan, dalam beberapa menit
akan melekat protein ludah pada email gigi, yang disebut Acquired Enamel Pellicle (AEP). Pembentukan plak gigi oleh Streptococcus mutans diawali dengan terjadinya perlekatan molekul adhesin bakteri dengan glikoprotein
pada AEP, seperti protein lektin yang dapat menutupi permukaan gigi.
Protein adhesin Streptococcus mutans yang berperan dalam tahap inisiasi pembentukan plak gigi adalah antigen I/II, Glucan Binding Protein B
(GbpB), dan Glucan Binding Protein C (GbpC). Protein antigen tersebut bersifat mengikat asam dan musin, seperti glikoprotein pada saliva yang
dihasilkan oleh kelenjar submandibularis. Perlekatan Streptococcus mutans tersebut pada email gigi kemudian diikuti dengan proses kolonisasi. Peningkatan kolonisasi bakteri terjadi karena agregasi kuman
melalui tiga dasar interaksi sel yaitu: perlekatan bakteri pada permukaan
gigi, perlekatan homotipik antar sel yang sama, dan perlekatan heterotipik
antar sel yang berbeda (Wardani, 2012).
Selanjutnya Streptococcus mutans yang terdapat dalam plak akan memetabolisme sisa makanan yang bersifat kariogenik, terutama yang
berasal dari jenis karbohidrat yang dapat difermentasi, seperti glukosa,
sukrosa, fruktosa, dan maltosa. Asam yang terbentuk dari hasil
metabolisme ini menyebabkan demineralisasi struktur gigi karena secara
fisik plak gigi dapat menghambat difusi asam ke dalam saliva, akibatnya
terjadi lokalisasi produk asam dengan konsentrasi yang tinggi pada
permukaan email serta mengakibatkan turunnya pH di dalam plak dan
pada permukaan email. Asam ini kemudian akan melepaskan ion
hidrogennya yang akan bereaksi dengan kristal apatit, sehingga kristal
apatit menjadi tidak stabil. Dari reaksi tersebut kemudian akan terbentuk
air dan fosfat yang larut, yang akhirnya akan menghancurkan membran
10.Metode pengujian bakteri
Pada uji ini, yang akan diukur adalah respon pertumbuhan populasi
mikroorganisme. Beberapa cara pengujian antibakteri adalah sebagai
berikut :
a. Metode difusi
Pada metode ini penentuan aktivitas didasarkan pada kemampuan
difusi dari zat antimikroba dalam lempeng agar yang telah
diinokulasikan dengan mikroba uji. Hasil pengamatan yang akan
diperoleh berupa ada atau tidak nya zona hambatan yang akan
terbentuk disekeliling zat antimikroba pada waktu tertentu masa
inkubasi. Pada metode ini dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu:
1) Metode disc diffusion (metode cakram), untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan agen yang berisi antimikroba
diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme
yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih
mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme
oleh agen antimikroba pada permukaan media agar. Cara ini
merupakan cara yang paling sering digunakan untuk menentukan
kepekaan kuman terhadap berbagai macam obat-obatan. Pada cara
ini, digunakan suatu cakram kertas saring (paper disk) yang berfungsi sebagai tempat menampung zat antimikroba. Kertas
saring tersebut kemudian diletakkan pada lempeng agar yang telah
diinokulasi mikroba uji, kemudian diinkubasi pada waktu tertentu
dan suhu tertentu, sesuai dengan kondisi optimum dari mikroba uji.
Pada umumnya, hasil yang di dapat bisa diamati setelah inkubasi
selama 18-24 jam dengan suhu 37 °C. Hasil pengamatan yang
diperoleh berupa ada atau tidaknya daerah bening yang terbentuk
disekeliling kertas cakram yang menunjukkan zona hambat pada
pertumbuhan bakteri. Menurut greenwood (1995) efektifitas suatu
Tabel 2.3. Klasifikasi respon hambat pertumbuhan bakteri (Greenwood., 1995 dalam Aljufri, 2010)
Diameter zona hambat Respon hambatan perumbuhan
>20 mm Kuat
16-20 mm Sedang
10-15 mm Lemah
<10 mm Tidak ada
Metode cakram disk atau cakram kertas ini memiliki kelebihan
dan kekurangan. Kelebihannya adalah mudah dilakukan, tidak
memerlukan peralatan khusus dan relatif murah. Sedangkan
kelemahannya adalah ukuran zona bening yang terbentuk
tergantung oleh kondisi inkubasi, inokulum, predifusi dan
preinkubasi serta ketebalan medium. Apabila keempat faktor
tersebut tidak sesuai maka hasil dari metode cakram disk biasanya
sulit untuk diintepretasikan. Selain itu, metode cakram disk ini
tidak dapat diaplikasikan pada mikroorganisme yang
pertumbuhannya lambat dan mikroorganisme yang bersifat anaerob
obligat.
2) Metode E-test, digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitor Cocentration), yaitu konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme. Pada metode ini digunakan strip plastik yang
mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga kadar
tertinggi dan diletakkan pada permukaan media agar yang ditanami
mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada area jernih yang
ditimbulkan yang menunjukkan kadar agen antimikroba yang
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media agar.
3) Ditch-plate technique, pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan pada parit yang digunakan dengan
cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah
secara membujur dan mikroba uji (maksimum enam macam)
digoreskan kearah parit yang berisi agen antimikroba.
4) Cup-plate technique (metode sumuran), metode ini serupa dengan
ditanami dengam mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi
agen antimikroba yang akan diuji.
5) Gradient plate technique, pada metode ini konsentrasi agen antimikroba pada media agar secara teoritis bervariasi dari nol
hingga maksimal. Media agar dicairkan dan larutan uji
ditambahkan. Campuran kemudian tituangkan kedalam cawan petri
dan diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua kemudian
dituangkan diatasnya. Plate inkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusi dan permukaan media
mengering. Mikroba uji (maksimal enam macam) digoreskan pada
arah mulai dari konsentrasi tinggi kerendah. Hasil diperhitungkan
sebagai panjang total pertumbuhan mikroorganisme maksimum
yang mungkin dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil
goresan. Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan
yang didapat dari lingkungan padat dan cair, faktor difusi agen
antimikroba dapat mempengaruhi keseluruhan hasil pada media
padat.
b. Metode dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua, yaitu dilusi cair (broth dilution) dan dilusi padat (solid dilution).
1) Metode dilusi cair, digunakan untuk mengukur MIC atau kadar
hambat minimum dan MBC atau kadar bunuh minimum. Cara yang
dilakukan adalah dengan memberi seri pengenceran agen
antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba
uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat
jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai
KHM. Larutan yang ditetapkan sebagi KHM tersebut selanjutnya
dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji
ataupun agen antimikroba dan diikubasi selama 18-24 jam. Media
cair yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai
2) Metode dilusi padat, metode ini serupa dengan metode dilusi cair
namun menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini
adalah suatu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat
B. KERANGKA KONSEP
Kerangka konseptual dari penelitian ini dijabarkan dalam Gambar 2.7.
Gambar 2.7. Kerangka Konsep Penelitian
Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) Kayu Siwak (Salvadora persica L.)
Uji pH, Uji Tinggi Busa Organoleptik,
Homogenitas Variasi konsentrasi Na-CMC (O,5; 1,0;
1,5; 2,0) Pembuatan formulasi Pasta Gigi (F1,F2,F3,F4)
Ekstrak Kayu Siwak Maserasi dengan etanol 70% Proses penyiapan simplisia kering
Uji Viskositas Uji Pemisahan
Fase
Ekstrak Daun Sirih Merah
Uji daya antibakteri Streptococcus
mutans
Kadar Na-CMC Optimal
Formula Optimal
Proses penyiapan simplisia kering