• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI HUBUNGAN ANTARA SPEKTRAL INDEKS DENGAN KADAR AIR TANAH DI LAHAN GAMBUT

Melda Hazrina, Muh Taufik, I Putu Santikayasa, Marliana Tri Widyastuti Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA-Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680

Abstrak

Kemajuan teknologi dalam penginderaan jauh telah menawarkan berbagai teknik untuk memperkirakan kadar air tanah permukaan. Perubahan kadar air tanah memiliki korelasi positif dengan dapat nilai panjang gelombang yang dipantulkan permukaan dan nilai reflektansi spektral 0.4-2.5 μm merupakan panjang gelombang yang paling sensitif untuk menduga kadar air. Namun demikian, korelasi langsung antara nilai spektral dengan nilai kadar air memberikan nilai korelasi yang rendah. Indeks yang merupakan kombinasi dari dua atau lebih nilai spektral mampu meningkatkan korelasi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara indeks dengan variasi kadar air tanah di lahan gambut. Dalam penelitian ini, sepuluh indeks diuji dengan nilai kadar air dilahan gambut. Hasil uji indeks ini kemudian dikorelasikan kembali dengan indeks kekeringan wilayah lahan gambut. Hasil penelitian ini menunjukkan dari 10 indeks yang digunakan terdapat dua indeks, NDMI dan rasio NIR dan SWIR2 (NIR/SWIR2) yang menghasilkan korelasi yang kuat terhadap kadar air tanah di lahan gambut (r > 0.63). Hubungan NIR/SWIR2 dengan kadar air tanah memiliki korelasi positif yang kuat (r >0.75). Pemantauan kadar air tanah diperlukan untuk mencegah kejadian kebakaran di lahan gambut.

Kata kunci: Lahan gambut, Landsat-8, Lengas tanah, NIR/SWIR2, Reflektansi spektral

Pendahuluan

Lahan gambut yang tidak terganggu merupakan salah satu media penyimpan karbon terbesar (Page et al., 2011; Turetsky et al., 2015). Lahan gambut yang dikeringkan akan menjadi sumber karbon di atmosfer (Berglund and Berglund, 2011). Lahan gambut merupakan lahan basah yang terbentuk dari tumpukan tumbuhan mati menjadi suatu lapisan tanah organik yang tebal dengan sedikit kandungan mineral. Lahan gambut memiliki kadar air tanah yang tinggi tetapi mudah mengalami kekeringan atau penurunan kadar air tanah. Salah satu penyebab terjadinya kekeringan di lahan gambut yaitu konversi hutan menjadi lahan pertanian/perkebunan (Sloan et al., 2017). Lahan gambut dalam kondisi penurunan kadar air tanah sangat rentan terbakar dan dapat mengalami subsidensi (Jaenicke et al., 2011; Konecny et al., 2016). Kekeringan yang terjadi di lahan gambut dataran Kalimantan menyebabkan kebakaran hutan selama dua dekade terakhir (Taufik et al., 2017). Sehingga informasi tentang kadar air tanah di lahan gambut sangat penting dalam upaya menurunkan kejadian kebakaran.

Pemantauan kadar air tanah dapat melalui pengamatan insitu baik dengan metode gravimetri (Romano, 2014) danTime-Domain Reflectometry probes (Pastuszka et al., 2014), maupun pendekatan penginderaan jauh (Petropoulos et al., 2015).Di antara pendekatan yang tersedia untuk memperoleh data kadar air tanah, pengamatan data titik in situ manual maupun otomatis adalah yang paling akurat (Zucco et al., 2014). Namun demikian, pengukuran kadar air tanah secara in situ membutuhkan biaya yang besar dan hasil pengukuran hanya memberikan data berupa informasi titik. Teknik penginderaan jauh menjadi alternatif untuk menggambarkan dan mengukur kadar air tanah untuk area yang luas karena memiliki kelebihan dalam cakupan wilayah yang lebih luas dan dapat memberikan informasi secara wilayah. Informasi penginderaan jauh dapat dengan menggunakan sensor satelit maupun radar (Al-Yaari et al., 2014; Sadeghi et al., 2017). Landsat-8 Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) adalah salah satu contoh sensor satelit yang memiliki band / kanal dengan panjang gelombang yang lebih detil (Ke et al., 2015). Pemanfaatan Landsat 8 untuk pendugaan kadar air tanah telah banyak diteliti (Engstrom et al., 2008; Mallick et al., 2012; Holidi et al., 2019; Ngo Thi et al., 2019).

Kombinasi nilai reflektansi yang dinyatakan dalam indeks (Chen et al., 2014; Ngo Thi et al., 2019) banyak digunakan untuk menduga kadar air tanah menggunakan indeks berbasis vegetasi. Penelitian sebelumnya menggunakan kombinasi band inframerah dekat (NIR, B5) dan band merah (Red, B4). Band NIR telah dirancang untuk pengukuran kadar air tanah (Yin et al., 2013). Penyerapan gelombang NIR menurun seiring dengan penurunan kadar air tanah (Tian and Philpot, 2015). Algoritma matematika yang digunakan pada band NIR dan Red menghasilkan suatu indeks vegetasi yaitu Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). NDVI memiliki hubungan yang signifikan terhadap kadar air tanah di Barrow, Alaska dengan topografi skala mikro (Engstrom et al., 2008). Selain itu, penelitian tentang hubungan antara indeks berbasis vegetasi dengan kadar air tanah dilakukan pada lahan gambut Sumatera Selatan (Holidi et al., 2019). Temperature Vegetation Dryness Index (TVDI) merupakan kombinasi antara NDVI dengan suhu permukaan. Penelitian tersebut menggunakan data kadar air tanah kedalaman 0-10 cm, 10-20 cm dan 20-30 cm. TVDI memiliki hubungan yang signifikan terhadap kadar air tanah di lahan gambut dengan r >60.

Penelitian ini akan mengidentifikasi beberapa indeks vegetasi dan kekeringan yang sesuai untuk menduga kadar air tanah di lahan gambut dengan menggunakan persamaan empiris hubungan linier dengan kadar air tanah in situ di Kabupaten Kubu Raya. Indeks yang digunakan antara lain, Normalized Difference Vegetation Index (NDVI), Soil-Adjusted Vegetation Index (SAVI), Modified Soil-Soil-Adjusted Vegetation Index – 2 (MSAVI2), Enhanced Vegetation Index (EVI), Normalized Difference Moisture Index (NDMI), Normalized Burn Ratio Index (NBRI), Normalized Difference Drought Index (NDDI), Normalized Difference Soil Moisture Index (NSMI), dan Normalized Multi-Band Drought Index (NMDI), serta rasio antara band NIR dan band gelombang pendek inframerah

(SWIR2). Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat di dominasi oleh lahan gambut. Lahan gambut sangat rentan terhadap kebakaran selama musim kemarau yang dapat menyebabkan perubahan iklim, kerugian di bidang ekonomi, maupun kesehatan masyarakat (Carmenta et al., 2017). Penggunaan data satelit untuk memantau kadar air tanah di wilayah tersebut mungkin akan menjadi solusi untuk tanggap terhadap kejadian kebakaran lahan.

Metodologi

1. Data

Penelitian ini menggunakan citra Landsat-8 (Tabel 1) yang diunduh dari situs web USGS Earth Explorer https://earthexplorer.usgs.gov. Landsat-8 terdiri dari sembilan band spektral dengan resolusi spasial 30 meter x 30 meter untuk band 1 hingga 7 dan 9, 15 meter x 15 meter untuk band 8 (pankromatik), serta 100 meter x 100 meter untuk band thermal 10 dan 11. Data kadar air tanah yang digunakan yaitu bersumber dari stasiun Badan Restorasi Gambut (BRG) yang terletak di Desa Sungai Asam dan Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat (Gambar 1).

Table 1 Tanggal akuisisi Landsat 8, path/row, resolusi produk dan tutupan awan.

No. Path/Row Tanggal akuisisi

(dd/mm/yy)

Resolusi (m) Tutupan Awan

1 121/60 12/05/2018 30 60% 2 121/60 28/05/2018 30 100% 3 121/60 13/06/2018 30 90% 4 121/60 29/06/2018 30 100% 5 121/60 15/07/2018 30 10% 6 121/60 31/07/2018 30 60% 7 121/60 16/08/2018 30 50% 8 121/60 01/09/2018 30 100% 9 121/60 17/09/2018 30 40% 10 121/60 03/10/2018 30 60% 11 121/60 19/10/2018 30 70% 2. Metode

2.1 Pengolahan Citra

Indeks yang digunakan dalam penelitian ini dihitung menggunakan data reflektansi dari band 2 (B2) hingga band 7 (B7) dari citra Landsat 8. Lima citra pada Tabel 1 yaitu tanggal 12/05/2018, 15/07/2018, 16/08/2018, 17/09/2018 dan 19/10/2018 dianggap memiliki kondisi atmosfer terbaik untuk wilayah stasiun BRG. Sebelum dilakukan analisis lanjutan, nilai digital number (DN) pada citra dikonversi menjadi pantulan atmosfer (TOA) (Persamaan 1 dan 2) (USGS, 2019). Koefisien konversi tersedia dalam file metadata (MTL).

ρ'λ= Mρ×Qcal+Aρ (1)

𝜌′𝜆 : TOA reflectance, tanpa koreksi sudut matahari Mρ: Band-specific multiplicative rescaling factor Aρ: Band-specific additive rescaling factor

Qcal: Quantized and calibrated standard product pixel values (DN) Reflektansi TOA dengan koreksi sudut matahari (Persamaan 2). ρλ= ρ'λ

sin(θSE) (2)

𝜌′𝜆 : TOA reflectance

θSE : Sudut matahari yang diperoleh dari metadata citra 2.2 Perhitungan indeks vegetasi

Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) adalah salah satu indeks untuk mengukur tutupan vegetasi dan juga badan air di permukaan bumi. NDVI umumnya diaplikasikan dalam identifikasi kesehatan tanaman dalam aplikasi pertanian. Kanopi vegetasi kering atau tidak sehat memiliki nilai NDVI yang rendah karena reflektansi pada band merah (B4) meningkat, secara bersamaan pada band NIR (B5) berkurang. Sebaliknya jika kandungan klorofil tinggi, maka penyerapan band merah tinggi dan reflektansi band NIR tinggi. NDVI dapat dihitung dengan Persamaan (3) (Chen et al., 2014).

NDVI= (NIR-Red)⁄(NIR+Red) (3)

Normalized Difference Moisture Index (NDMI) merupakan salah satu indeks yang digunakan untuk menduga kelembaban permukaan. NDMI juga dikenal sebagai Land Surface Water Index (LSWI) (Ji et al., 2011). Indeks ini kontras dengan band inframerah dekat (NIR) yang peka terhadap pantulan kandungan klorofil daun dan band SWIR1 (B6) yang sensitif terhadap perubahan kadar air daun (Sánchez et al., 2015). Kedua band ini umumnya diaplikasikan pada penginderaan jauh untuk mendeteksi status air kanopi tanaman. NDMI tidak sepenuhnya menghapus efek tanah. Kemungkinan estimasi yang berlebihan pada indeks ini disebabkan oleh noise bayangan. NDMI dapat dihitung dengan Persamaan (4) (Gao, 1996).

NDMI= (NIR-SWIR1)⁄(NIR+SWIR1) (4) Soil-Adjusted Vegetation Index (SAVI) merupakan modifikasi dari NDVI dengan faktor koreksi untuk kecerahan tanah. L adalah faktor koreksi kecerahan tanah. Nilai L disesuaikan berdasarkan jumlah vegetasi. SAVI dapat dihitung dengan Persamaan (5) (Huete, 1988).

SAVI= NIR+Red+LNIR-Red ×(1+L) (5)

Modified Soil-Adjusted Vegetation Index – 2 (MSAVI2) adalah indeks vegetasi disesuaikan dengan tanah dalam upaya mengatasi kelemahan-kelemahan NDVI ketika diterapkan pada area dengan tingkat permukaan tanah terbuka yang tinggi. MSAVI2 bernilai negatif mengindikasikan badan air, sedangkan nilai positif adalah vegetasi. Rentang nilai MSAVI2 yaitu -1 hingga 1. MSAVI2 dapat dihitung dengan Persamaan (6) (Qi et al., 1994).

MSAVI2=(2 ×NIR+1- √(2 ×NIR+1)

2-8 ×(NIR-Red))

2 (6)

Enhanced Vegetation Index (EVI) adalah salah satu hasil pengembangan indeks vegetasi. EVI mampu mengurangi pengaruh komposisi aerosol atmosfer dan pengaruh variasi warna tanah EVI juga lebih responsif terhadap variasi struktur kanopi, termasuk indeks luas daun (LAI), tipe kanopi, fisiognomi tanaman, dan arsitektur kanopi. EVI dapat dihitung dengan Persamaan (7) (Fan et al., 2015).

EVI=G× (NIR+C1 ×Red-C2 ×Blue+L)(NIR-Red) (7)

EVI menggabungkan nilai L untuk menyesuaikan latar belakang kanopi, nilai C sebagai koefisien untuk resistensi atmosfer, dan G adalah faktor skala agar nilai EVI berada pada rentang antara -1 hingga 1. Secara umum, koefisien yang diadopsi dalam algoritma MODIS-EVI adalah L = 1, C1 = 6, C2 = 7.5, dan G = 2.5.

2.3 Perhitungan indeks kekeringan

Normalized Burn Ratio Index (NBRI) dirancang untuk menduga area yang terbakar dan memperkirakan tingkat keparahan kebakaran. Vegetasi yang sehat memiliki reflektansi inframerah-dekat yang sangat tinggi. Pada area yang baru terbakar memiliki reflektansi yang relatif rendah pada band NIR dan reflektansi tinggi pada band SWIR2. Nilai NBRI yang tinggi umumnya menunjukkan vegetasi yang sehat, sedangkan nilai yang

rendah menunjukkan tanah kosong dan daerah yang baru terbakar. NBRI dapat dihitung dengan Persamaan (8) (Li et al., 2014).

NBRI= (NIR-SWIR2)⁄(NIR+SWIR2) (8)

Normalized Difference Drought Index (NDDI) adalah indeks kekeringan yang sudah diaplikasikan dalam identifikasi kondisi kekeringan pada musim panas di Amerika Serikat bagian Tengah (Gu et al., 2007). NDDI dapat digunakan sebagai indikator tambahan untuk memantau kekeringan di padang rumput yang luas. NDDI menggunakan gabungan NDVI dan NDMI, dapat dihitung dengan Persamaan (9) (Gu et al., 2007).

NDDI=(NDVI+NDMI)(NDVI-NDMI) (9)

Normalized Difference Soil Moisture Index (NSMI) merupakan indeks untuk menduga kelembaban permukaan atau dekat permukaan tanah langsung di lapangan. NSMI menggabungkan nilai reflektansi 1800 nm (SWIR1) dan 2119 nm (SWIR2) (Haubrock et al., 2008). NSMI juga memenuhi persyaratan untuk memantau kadar air tanah di daerah irigasi skala besar (Zhitao et al., 2008).

NSMI =(SWIR1 + SWIR2)(SWIR1 - SWIR2) (10)

Normalized Multi-Band Drought Index (NMDI) adalah indikator untuk kekeringan tanah (NMDIsoil) dan vegetasi (NMDIveg). Pada wilayah tanah kosong atau daerah yang jarang ditanam memiliki nilai NMDIsoil yang tinggi. Nilai NMDIsoil yang tinggi menggambarkan kekeringan, rentang 0.7 hingga 0.9 untuk tanah kosong yang sangat kering, 0.3 hingga 0.5 untuk kondisi kelembaban menengah, dan kurang dari 0.3 untuk tanah yang sangat basah. Sedangkan NMDIveg wilayah vegetasi dengan LAI > 2 memiliki nilai NMDI 0.4 hingga 0.6 untuk vegetasi basah sedang, lebih dari 0.6 memiliki kondisi sangat basah, sementara kurang dari 0.4 untuk vegetasi kering (Wang et al., 2007). Di daerah terbakar, nilai NMDIveg turun sekitar 0.2 pada saat yang sama ketika kebakaran terjadi. NMDI sangat sensitif terhadap kebakaran aktif dan menunjukkan dengan tepat titik api aktif saat kebakaran hutan di Georgia Selatan, Amerika Serikat, dan Yunani Selatan tahun 2007 (Wang et al., 2008). NMDIveg dan NMDIsoil dihitung menggunakan Persamaan (11) dan (12).

NMDIveg=(NIR + (SWIR1 - SWIR2))(NIR - (SWIR1 - SWIR2)) (11)

2.4 Rasio NIR dan SWIR2

Reflektansi band pada Landsat Thematic Mapper (TM) telah diukur di laboratorium dengan variasi kadar air pada sepuluh jenis tanah yang berbeda (Musick and Pelletier, 1986). Penyerapan panjang gelombang 1.55 – 1.75 µm (SWIR1) dan 2.08 - 2.35 µm (SWIR2) lebih kuat terjadi pada air. Sedangkan menurut Ngo Thi et al., (2019) telah mendeteksi pantulan/reflektansi panjang gelombang 400 nm hingga 2500 nm pada enam jenis tanah yang berbeda. Panjang gelombang 850 – 880 nm (NIR, B5) dan 2110 – 2290 nm (SWIR2, B7) memiliki puncak negatif dan berkorelasi sangat baik dengan kelengasan tanah (R2=0.73). Pada penelitian ini rasio NIR dan SWIR2 (NIR/SWIR2) juga digunakan untuk menduga kadar air tanah di lahan gambut.

2.2.4 Analisis statistik

Data dianalisis menggunakan persamaan empiris hubungan linier (Bai et al., 2017). Koefisien korelasi (r) dihitung antara indeks dengan kadar air tanah stasiun BRG. Koefisien korelasi telah digunakan untuk mengevaluasi model (Moriasi et al., 2007). Variasi data kadar air tanah yang digunakan yaitu kadar air tanah pada tanggal yang sama dengan data citra, kadar air tanah rata-rata 7 hari, 14 hari, dan 1 bulan sebelum tanggal akuisisi data citra.

3. Hasil

3.1. Wilayah kajian

Identifikasi dan pemetaan spasial lahan gambut di stasiun pengukuran BRG 17, BRG 18, BRG 19, dan BRG 20 berturut-turut terletak di Desa Tebang Kacang, Desa Sungai Asam, dan Rasau Jaya di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat (Gambar 1). Lokasi stasiun BRG di Desa Sungai Asam dan Rasau Jaya di dominasi dengan tanaman perkebunan nanas, sedangkan stasiun BRG Desa Tebang Kacang di dominasi dengan tanaman pohon / forest margin. Kabupaten Kubu Raya merupakan salah satu wilayah yang sering terjadi kejadian kebakaran di lahan gambut ketika musim kemarau.

Gambar 1 Lokasi stasiun pengukuran BRG di Kabupaten Kubu Raya

3.2. Korelasi antara indeks vegetasi, indeks kekeringan, serta rasio NIR dan SWIR2 (NIR/SWIR2) dengan kadar air tanah

Koefisien korelasi antara indeks dan variasi data kadar air tanah terdapat pada Tabel 2. Indeks vegetasi berbasis penginderaan jauh menyediakan pemantauan spasial dan temporal untuk memantau kehijauan vegetasi, tingkat kadar air tanah, dan tingkat kekeringan di seluruh dunia (Peng et al., 2014). NDVI adalah salah satu indeks vegetasi yang umum digunakan untuk memantau tutupan vegetasi, kandungan klorofil, dan sifat-sifat lain dari tanaman. NDVI dapat digunakan selama musim tanam untuk memantau kondisi vegetasi dan kekeringan (Ahmadalipour et al., 2017).

Kadar air tanah dengan indeks vegetasi memiliki korelasi lebih rendah dibandingkan dnegan indeks kekeringan. Hubungan NDVI dan kadar air tanah pada tanggal yang sama dengan citra memiliki koefisien korelasi positif yang rendah (r < 0.50). Sedangkan hasil korelasi NDVI dengan variasi kadar air tanah 7 hari, 14 hari, dan 30 hari, berturut-turut bernilai 0.54, 0.58, dan 0.53. Korelasi SAVI dan MSAVI2 dengan variasi kadar air tanah memiliki hasil yang seragam. Hasil korelasi SAVI dan MSAVI2 dengan variasi kadar air tanah pada tanggal yang sama dengan citra, rata-rata 7 hari, 14 hari, dan 30 hari, masing-masing memiliki koefisien korelasi sebesar 0.41, 0.55, 0.58, dan 0.54. , hubungan antara EVI dan variasi kadar air tanah pada tanggal yang sama dengan citra, rata-rata 7 hari, 14 hari, dan 30 hari, berturut-turut memiliki koefisien korelasi sebesar 0.43, 0.57, 0.60, dan 0.56. Sedangkan koefisien korelasi antara NDMI dan kadar air tanah memiliki nilai yang tinggi (r > 0.69) dibandingkan dengan indeks vegetasi lainnya. NDMI dan variasi kadar air

tanah pada tanggal yang sama dengan citra, rata-rata 7 hari, 14 hari, dan 30 hari memiliki koefisien korelasi berturut-turut sebesar 0.69, 0.78, 0.80, dan 0.78. Hasil ini menunjukkan bahwa NDMI lebih baik dalam menggambarkan kadar air tanah secara spasial di lahan gambut dibandingkan dengan NDVI, EVI, SAVI, dan MSAVI2.

Table 2 Koefisien korelasi antara spektral indeks dengan kadar air tanah (SWC), rata-rata kadar air tanah 7 hari (SWC-7), rata-rata kadar air tanah 14 hari (SWC-14), dan rata-rata kadar air tanah 1 bulan (SWC Month).

No Spektral Index SWC SWC-7 SWC-14 SWC Month

1 NDVI 0.41 0.54 0.58 0.53 2 SAVI 0.41 0.55 0.58 0.54 3 MSAVI2 0.41 0.55 0.58 0.54 4 EVI 0.43 0.57 0.6 0.56 5 NDMI 0.69 0.78 0.80 0.78 6 NBRI 0.63 0.72 0.75 0.73 7 NDDI 0.48 0.61 0.64 0.7 8 NSMI 0.51 0.60 0.63 0.6 9 NMDI-VEGETATION 0.64 0.64 0.65 0.66 10 NMDI-SOIL 0.64 0.64 0.65 0.66 11 NIRSWIR 0.75 0.81 0.83 0.81

Hasil korelasi antara kadar air tanah pada tanggal yang sama dengan citra memiliki nilai positif yang cukup kuat terhadap NBRI dan NMDIveg. NBRI dan NMDIveg masing-masing memiliki koefisien korelasi sebesar 0.63 dan 0.64. Sedangkan korelasi NDDI dan NSMI dengan kadar air tanah pada tanggal yang sama dengan citra memiliki nilai positif yang lemah dengan koefisien korelasi sebesar 0.48 dan 0.51, serta NMDIsoil memiliki korelasi negatif yang cukup kuat terhadap kadar air tanah pada tanggal yang sama dengan citra (r > 0.64). Hubungan indeks kekeringan dengan kadar air tanah rata-rata 7 hari, 14 hari, dan 30 hari memiliki korelasi yang cukup kuat (r > 0.6).

Hubungan rasio band NIR dan SWIR2 (NIR/SWIR2) dengan kadar air tanah pada tanggal yang sama dengan citra memiliki korelasi positif yang kuat (r > 0.75), serta hubungan antara NIR/SWIR2 dan kadar air tanah rata-rata 7 hari, 14 hari, dan 1 bulan memiliki korelasi yang kuat (r > 0.81). Secara umum, hubungan kadar air tanah rata-rata

14 hari dengan indeks memiliki korelasi yang lebih baik daripada variasi kadar air tanah yang lainnya. Sedangkan NDMI, NBRI, dan NIR/SWIR2 berkorelasi kuat dengan semua variasi kadar air tanah di lahan gambut Kabupaten Kubu Raya.

4. Pembahasan

Penurunan kadar air tanah berkaitan dengan kekeringan pertanian. Penginderaan jauh adalah sumber data yang sangat penting untuk pemantauan kekeringan pertanian dalam skala besar. Pada penelitian sebelumnya, NDVI, NDMI, dan NBRI telah diidentifikasi berkorelasi kuat terhadap kadar air tanah (Engstrom et al., 2008; Mallick et al., 2012; Sánchez et al., 2015). NDMI menjadi indikator yang paling sensitif terhadap peristiwa kekeringan dan dapat menggambarkan kondisi hidrologi padang rumput / tallgrass yang luas di Marena, Oklahoma (Bajgain et al., 2015). Namun pada penelitian yang dilakukan di cekungan Deuro-Spanyol, Tomelloso-Spanyol, dan Lemoore-California diperoleh hasil bahwa NBRI memiliki hubungan yang sangat kuat dengan kadar air tanah dibandingkan NDMI. Hal ini menggambarkan bahwa sensitivitas SWIR2 terhadap kadar air tanah secara signifikan lebih besar daripada SWIR1 (Khanna et al., 2007; Sánchez et al., 2015). Dalam penelitian ini kadar air tanah berkorelasi lebih kuat terhadap NDMI daripada NBRI. Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Sánchez et al., (2015). Perbedaan hasil ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti jenis tanah dan tutupan lahan yang berbeda.

Banyak studi yang membuktikan bahwa seluruh spektrum pantulan tanah berkurang dengan peningkatan kadar air tanah (Sánchez et al., 2015; Whiting et al., 2004). Penurunan kadar air tanah tercermin sebagai peningkatan reflektansi dalam kisaran panjang gelombang optik (0.4 -2.5 μm), terutama pada band merah dan SWIR (Zhang et al., 2013).

Band SWIR2 (2110-2290 nm) telah dirancang untuk memperkirakan kadar air tanah dan vegetasi dalam kondisi sedikit tutupan awan (Ngo Thi et al., 2019). Pantulan band NIR pada Landsat 8 telah umum digunakan untuk membedakan antara area tertutup vegetasi dan area tanah kosong dengan menduga tekanan air tanaman dan pengurangan produktivitas tanaman. Seperti disebutkan sebelumnya, air memiliki sensitivitas tinggi terhadap panjang gelombang SWIR sehingga penggunaan reflektansi pada panjang gelombang SWIR (B6 dan B7 Landsat 8) untuk kadar air permukaan tanah. Banyak penelitian menunjukkan kesesuaian penggunaan reflektansi dalam 1550-1650 nm (SWIR1) untuk memperkirakan kadar air daun (leaf water content), dan reflektansi inframerah dekat (NIR) telah digunakan sebagai faktor referensi yang membantu dengan jelas dalam menggambarkan perubahan reflektansi dalam 1550-1650 nm, disertai dengan perubahan kadar air daun.

Penelitian yang dilakukan di pusat kota Vietnam, menemukan tidak banyak penyerapan yang terjadi pada band SWIR1 di area perairan. Namun, terjadi penyerapan

yang sangat tinggi pada panjang gelombang NIR dan SWIR2. Oleh karena itu, penggunaan rasio band NIR dan SWIR2 (NIR/SWIR2) dapat mencerminkan perubahan kadar air tanah yang lebih sensitif untuk membantu prediksi secara akurat (Ngo Thi et al., 2019). Sama dengan penelitian sebelumnya, rasio band NIR dan SWIR2 dengan kadar air tanah di lahan gambut memiliki korelasi positif yang kuat. Indeks kekeringan berbasis penginderaan jauh sebagian besar dikembangkan dengan menggunakan kondisi kesehatan vegetasi, seperti NDVI, EVI, NBRI, NDMI, NDDI, dan sebagainya. Namun, indeks kekeringan berbasis vegetasi dilaporkan gagal sebagai peringatan awal kekeringan pertanian. Hal ini karena ada waktu jeda / time lag antara permukaan tanah dengan vegetasi (Hazaymeh and Hassan, 2016; Liu et al., 2016).

5. Simpulan

Banyak penelitian yang telah mengkombinasikan beberapa band atau indeks spektral dari Landsat 8 untuk menggambarkan kadar air tanah secara spasial di tanah mineral. Namun, masih jarang penelitian yang melakukan pemetaan kadar air tanah secara spasial di lahan gambut, khususnya lahan gambut tropis di Indonesia. Pada penelitian ini menghubungkan beberapa indeks vegetasi, indeks kekeringan serta rasio band NIR dan SWIR2 dengan kadar air tanah di lahan gambut Kabupaten Kubu Raya. NDMI, NBRI dan NIR/SWIR2 dapat digunakan untuk menggambarkan kadar air tanah rata-rata 14 hari di perkebunan nenas dengan jenis tanah gambut (R2 > 0.5). Indeks lainnya, seperti NDVI, SAVI, MSAVI2, EVI, NDDI, NSMI, NMDIVEG, dan NMDIsoil tidak dapat digunakan untuk menggambarkan kadar air tanah di Kabupaten Kubu Raya, karena hasil korelasi yang lemah (R2 < 0.5). Sedangkan NIR/SWIR2, terbukti sangat cocok untuk memperkirakan kadar air tanah di permukaan lahan gambut.

Daftar Pustaka

Ahmadalipour, A., Moradkhani, H., Yan, H., Zarekarizi, M., 2017. Remote Sensing of Drought: Vegetation, Soil Moisture, and Data Assimilation, in: Lakshmi, V. (Ed.), Remote Sensing of Hydrological Extremes, Springer Remote Sensing/Photogrammetry. Springer

International Publishing, Cham, pp. 121–149.

Al-Yaari, A., Wigneron, J.-P., Ducharne, A., Kerr, Y.H., Wagner, W., De Lannoy, G., Reichle, R., Al Bitar, A., Dorigo, W., Richaume, P., Mialon, A., 2014. Global-scale comparison of passive (SMOS) and active (ASCAT) satellite based microwave soil moisture retrievals with soil moisture simulations (MERRA-Land). Remote Sensing of Environment 152, 614–626. https://doi.org/10.1016/j.rse.2014.07.013

Bai, J., Yu, Y., Di, L., 2017. Comparison between TVDI and CWSI for drought monitoring in the Guanzhong Plain, China. Journal of Integrative Agriculture 16, 389–397.

Bajgain, R., Xiao, X., Wagle, P., Basara, J., Zhou, Y., 2015. Sensitivity analysis of vegetation indices to drought over two tallgrass prairie sites. ISPRS Journal of Photogrammetry and Remote Sensing 108, 151–160. https://doi.org/10.1016/j.isprsjprs.2015.07.004

Berglund, Ö., Berglund, K., 2011. Influence of water table level and soil properties on emissions of greenhouse gases from cultivated peat soil. Soil Biology and Biochemistry 43, 923– 931. https://doi.org/10.1016/j.soilbio.2011.01.002

Carmenta, R., Zabala, A., Daeli, W., Phelps, J., 2017. Perceptions across scales of governance and the Indonesian peatland fires. Global Environmental Change 46, 50–59.

https://doi.org/10.1016/j.gloenvcha.2017.08.001

Chen, T., de Jeu, R.A.M., Liu, Y.Y., van der Werf, G.R., Dolman, A.J., 2014. Using satellite based soil moisture to quantify the water driven variability in NDVI: A case study over

mainland Australia. Remote Sensing of Environment 140, 330–338. https://doi.org/10.1016/j.rse.2013.08.022

Engstrom, R., Hope, A., Kwon, H., Stow, D., 2008. The Relationship Between Soil Moisture and NDVI Near Barrow, Alaska. Physical Geography 29, 38–53.

Dokumen terkait