• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR GAMBAR

2.4 Identifikasi Parasit dan Analisis Data

3.2.2 Identifikasi Parasit Trichodina sp.

Jenis Trichodina yang ditemukan pada ikan yang diteliti diduga adalah Trichodina sp. Parasit ini termasuk kedalam famili Trichodinidae yang terdiri dari beberapa genus dan dapat menyebabkan penyakit tricodiniosis. Famili Trichodinidae biasa ditemukan sebagai ektoparasit pada ikan air tawar dan air laut karena menginfeksi kulit dan insangnya. Dalam beberapa kasus, parasit ini dapat menyebabkan kerusakan berat pada inang sehingga menyebabkan kematian (Lom dalam Woo, 1995).

Pengaruh Trichodinidae yang membahayakan adalah akibat dari pergerakannya, sehingga setiap individu dapat menyebar ke wilayah yang luas. Mereka bisa hidup lebih dari 2 hari tanpa inang. Ikan yang terinfeksi menunjukkan kebiasaan dan warna yang abnormal, kulit menjadi iritasi, hiperplasia, degenerasi dan nekrosis dari sel epitel yang muncul bersamaan dengan proliferasi dari sel lendir, semakin lama ikan menjadi lemah, kehilangan berat badan, dan sekarat (Kabata, 1985).

Trichodina sp. adalah jenis parasit yang digolongkan ke dalam filum Protozoa, sub filum Ciliophora, ordo Mobilina, famili Urceolariidae dan genus

10 Trichodina (Hoffman, 1967). Trichodina memiliki bentuk yang bemacam-macam, dari datar sampai berbentuk bel, tetapi permukaan oralnya lebih cekung (Kabata, 1985). Trichodina terdapat di dalam atau pada ikan. Ujung posterior berupa piringan datar yang dilengkapi dengan lingkaran-lingkaran elemen seklet seperti gigi kutikuler. Hampir semua spesies Trichodina berupa ektoparasit (Noble dan Noble, 1989).

Gambar 2. Trichodina sp. pada ikan Gurame contoh yang dipelihara pada kolam terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta (Perbesaran mikroskop : 40 x 10)

Chilodonella sp.

Chilodonella sp. termasuk filum Protozoa, ordo Peritrichida, subordo Sessilina, famili Chlamydodontidae, dan genus Chilodonella. Chilodonella sp. telah dilaporkan di Filiphina, Malaysia, Indonesia dan Thailand. Beberapa catatan tidak menunjukkan nama dari ikan yang dijadikan sebagai inangnya. Namun keberadaannya telah diidentifikasi pada ikan Clarias batrachus dan C. macrocephalus di Thailand dan Osphronemus goramy di Indonesia. Di Malaysia Chilodonella sp. telah dilaporkan tersebar pada 50 jenis spesies ikan. Chilodonella sp. hidup menempel di sisik, sirip dan insang ikan dan kadang- kadang jumlahnya sangat banyak. Chilodonella sp. hidup pada zona sub tropis

11 sehingga yang menjadi inangnya adalah ikan-ikan yang juga hidup pada zona sub tropis, seperti ikan-ikan Cyprinids.

Pada zona sub tropis Chilodonella sp. menginfeksi inang dan menempel ketika kondisi ikan lemah selama bulan-bulan di musim dingin. Hal ini karena parasit memperoleh kondisi yang baik untuk tumbuh. Chilodonella sp. bergerak lambat di atas permukaan tubuh ikan dan pergerakan dibantu oleh cilia pada bagian ventral. Chilodonella sp. memakan sel epitel ikan dengan menekankan kantong mulutnya yang diperkuat dengan sepasang kait pendukung untuk mendorongnya masuk ke dalam sel. Reproduksi terjadi secara aseksual dan seksual, yaitu melakukan pembelahan biner kemudian konjugasi. Sumber data dari Rusia melaporkan bahwa Chilodonella sp. bereproduksi pada kisaran suhu sekitar 0,5 - 200C. Selama kondisi yang tidak memungkinkan bereproduksi, Chilodonella sp. membentuk siste.

Ikan yang terinfeksi Chilodonella menjadi sangat terganggu, melompat dari air, akhirnya menjadi lemah dan tidak responsif. Lendir hijau kebiru-biruan menutupi kulit yang terinfeksi. Chilodonella biasanya terdapat pada infeksi gabungan, bersama jamur, protozoa lain, dan bakteri (Kabata, 1985).

Gambar 3. Chilodonella sp. pada ikan gurame contoh yang dipelihara pada kolam terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta (Perbesaran mikroskop : 40 x 10)

12 Dactylogyrus sp.

Parasit Dactylogyrus yang ditemukan pada ikan gurame termasuk ke dalam kelas Monogenea, subkelas Polynchoinea, ordo Dactylogyridea dan famili Dactylogyridae. Parasit ini mempunyai bentuk tubuh pipih dorso-ventral dan bilateral asimetris, mempunyai ospisthaptor yang dilengkapi dengan sepasang kait pusat dan 14 kait marginal. Selain itu kepala Dactylogyrus mengandung empat tonjolan cuping dan dua pasang mata, mempunyai usus yang terbagi dalam dua cabang dan mempunyai testis dan ovary yang membundar (Kabata, 1985).

Kabata (1985) menyatakan bahwa infeksi ringan Dactylogyrus cenderung dianggap tidak membahayakan, tapi infeksi ringan yang terus-menerus dapat menjadi infeksi yang parah karena memberikan potensi reproduksi untuk cacing. Perubahan karena hiperplasia pada epitel insang kadang menyebar ke area yang bukan koloni dari cacing. Telangiectasis menjadi sering dan menyebar luas. Erosi jaringan lokal pada daerah penempelan diikuti oleh produksi lendir yang berlebihan dan mengakibatkan ikan susah bernafas. Ketika ikan sulit bernafas, ikan akan berenang di sekitar pinggiran dan permukaan air tempat budidaya dengan gejala yang terlihat jelas.

Gambar 4. Dactylogyrus sp. pada insang ikan gurame contoh yang dipelihara pada kolam terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta (Perbesaran mikroskop : 40 x 10)

13 Gyrodactylus sp.

Gyrodactylus yang ditemukan pada ikan gurame tergolong Monogenea, subkelas Polynchoinea, ordo Gyrodactylidea dan famili Gyrodactylidae (Kabata, 1985). Cacing ini berbentuk pipih dan pada ujung badannya dilengkapi dengan alat yang berfungsi sebagai pengait dan alat penghisap darah (Ghufran dan Kordi, 2004), serta tidak memiliki bintik mata (Kabata, 1985). Gyrodactylus tergolong vivipar. Parasit ini biasanya menyerang kulit dan sirip ikan. Ikan yang terinfeksi gejalanya dapat dikenali dari insangnya pucat dan bengkak sehingga operkulum terbuka, ikan terlihat berkumpul pada pintu air masuk, telangiectasis pada insang, produksi lendir berlebihan, pertumbuhan ikan melambat, nafsu makan berkurang, kandungan sel darah putih berlebih, tingkah laku dan berenang secara tidak normal (Ghufran dan Kordi, 2004).

Gambar 5. Gyrodactylus sp. pada ikan gurame contoh yang dipelihara pada kolam terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta (Perbesaran Mikroskop : 40 x 10)

Ichthyophtirius multifiliis

Ichthyophtirius multifiliis berbentuk oval, berputar-putar dan sangat lentur, diameter 50μm, sillianya seragam dan memiliki makronukleus berbentuk tapal kuda yang transparan dan mikronukleus yang menempel pada makronukleus (Hoffman, 1967). Dikenal dengan nama “ich” dan merupakan parasit yang paling virulen dari parasit Protozoa yang lain. Parasit yang menyebabkan penyakit “ich” atau white spot ini diperkirakan dapat menjadi kendala terbesar dalam akukultur (Hoffman dalam Woo, 1995). Ichthyophthirius multifiliis dewasa berkembang

14 biak dengan cara melepaskan diri dari inangnya dan berenang mencari daerah yang tenang. Parasit ini melekatkan diri pada substrat dan ditutupi oleh kiste yang kemudian terjadi pembelahan selama ± 24 jam bergantung pada suhu perairan. Hasil pembelahan tersebut tumbuh menjadi tomit yang jumlahnya 200 – 800 tomit. Ukuran parasit ini relatif kecil, sehingga tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Pada tubuh ikan yang terinfeksi protozoa ini, akan terbentuk bintik- bintik putih berdiameter antara 0,5 – 1 mm, sehingga penyakit ini disebut white spot. Bintik putih ini sebenarnya koloni dari puluhan hingga ratusan Ichthyophthirius multifiliis. Serangan Ichthyophthirius multifiliis umumnya terjadi pada musim hujan ketika suhu turun menjadi 20 – 24 ºC. Pada musim kemarau serangannya bersifat sporadis. Bagian tubuh ikan yang paling sering diserang adalah bagian eksternal, terutama lapisan lendir kulit, sirip dan insang. Jika sudah menyerang insang, protozoa ini akan merusak fungsi insang sehingga proses pertukaran gas (oksigen, karbondioksida, dan amonia) menjadi terhambat (Ghufran dan Kordi, 2004).

Gambar 6. Ichthyophthirius sp. pada ikan gurame contoh yang dipelihara pada kolam terpal di Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta (Perbesaran mikroskop : 40 x 10)

15 3.2.3 Parameter Kualitas Air

Budidaya ikan gurame di kolam terpal ini selalu menggunakan sekam yang diletakkan di bawah terpal. Tujuannya untuk menjaga agar suhu kolam tetap stabil. Nilai pH yang baik untuk pemeliharaan ikan gurame berkisar antara 6 – 7 (Wagiran dan Harianto, 2010). Jika merujuk pada Wagiran dan Harianto (2010) dan Khairuman dan Amri (2008), maka nilai kualitas air pada Tabel 3 memiliki nilai yang baik untuk budidaya ikan gurame.

16

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Parasit yang teridentifikasi dari 3 ukuran benih ikan gurame dalam sistem kolam terpal adalah Trichodina, Chilodonella, Dactylogyrus, Gyrodactylus, dan Ichthyophtirius. Nilai prevalensi dan intensitas tertinggi terdapat pada Trichodina di ikan ukuran korek (5-6 cm), yaitu berturut-turut 100% dan 28 individu/ekor.

Pemeriksaan penyakit benih ikan gurame sebaiknya dilakukan juga pada ikan dengan ukuran/stadia yang sama pada kolam tanah. Pembenihan dan pendederan ikan gurame dengan kepadatan tinggi bisa dilakukan di kolam terpal dengan menjalankan prosedur-prosedur pemeliharaan pada kolam terpal.

Dokumen terkait