II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.3. Identifikasi Penyebab Investasi Pertanian Terhambat
Perkembangan investasi untuk sektor pertanian memiliki kecenderungan
yang terus menurun. Terdapat beberapa hal yang dapat menjadi penyebab
ketidaktertarikan investor untuk menanamkan modalnya ke sektor petanian,
diantaranya:
Pertama, sektor pertanian memiliki risiko dan ketidakpastian yang sangat tinggi
dibanding sektor lain. Terlebih lagi dengan adanya climate change yang
menyebabkan kemungkinan terjadinya fluktuasi produksi menyebabkan
ketidakpastian dan risiko yang dihadapi semakin tinggi.
Kedua, pada kasus pertanian di Indonesia, minimnya sarana pendukung yang
tersedia menjadi salah satu faktor yang membuat investasi pada pertanian semakin
tidak menarik. Seperti yang telah banyak diketahui, saat ini sarana pertanian
seperti irigasi misalnya yang ada di daerah adalah peninggalan masa orde baru
pertanian berada di daerah, dan infrastruktur sepeti jalan yang ada pada beberapa
jalur misalkan pada jalur pantura kurang baik sehingga besarnya kemungkinan
terjadi kerusakan barang semakin tinggi.
Ketiga, masih sulitnya birokrasi yang ada apabila hendak mendirikan usaha
pertanian yang memiliki skala ekonomi yang cukup besar sehingga menjadi
kurang menarik.
Keempat, masih tidak stabilnya iklim investasi di Indonesia. Hal ini berlaku
secara keseluruhan, baik sektor pertanian maupun nonpertanian.
Kelima, masih tidak stabilnya iklim politik dan pada beberapa komoditi pertanian
yang menjadi komoditi politik.
Keenam, masih maraknya pungutan-pungutan liar di Indonesia sehingga semakin
meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan. Masih terdapatnya tumpang tindih
kebijakan antar departemen atau kementrian yang ada dan kurangnya koordinasi
antar instansi pemerintahan sehingga menimbulkan kebingungan pada investor
Ketujuh, adanya otanomi daerah yang terkadang kebijakannya tumpang tindih
dengan kebijakan pemerintah pusat.
Kedelapan,
Sektor pertanian adalah sektor yang memiliki peran penting dalam
meningkatkan perekonomian, terutama perekonomian pedesaan. Saat ini tren
investasi pertanian memiliki tren yang mengalami penurunan. Karena pentingnya
peran investasi untuk mengembangkan sektor pertanian, diperlukan berbagai
kebijakan untuk membangkitkan iklim investasi dibidang pertanian.
anggapan bahwa investasi sektor pertanian tidak menarik
Hal yang paling utama untuk meningkatkan minat investasi bidang
pertanian adalah mensinergiskan kebijakan dalam pemerintahan, baik antara
departemen/kementrian di pemerintah pusat maupun dengan pemerintah daerah.
Dengan adanya kesinergisan kebijakan, maka investor mendapatkan suatu
kepastian kebijakan investasi sehingga mereka dapat lebih mudah untuk
mengambil keputusan investasi.
Pemerintah juga perlu melakukan upaya pendekatan kepada investor untuk
menanamkan modalnya dibidang pertanian. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
memberikan kemudahan untuk investasi misalkan bantuan untuk merampingkan
jalur birokrasi, memberikan jaminan kestabilan politik dan keamanan investasi,
serta perbaikan infrastruktur sehingga dapat meminimalisasi risiko dan
ketidakpastian yang dihadapi.
Pengembangan permodalan dalam upaya peningkatan kesejahteraan petani
untuk mengatasi keterbatasan permodalan dan lemahnya kelembagaan petani.
Kementerian Pertanian mengembangkan fasilitas pembiayaan dalam bentuk skim
kredit program dengan subsidi bunga dan penjaminan, serta melaksanakan
kegiatan pemberdayaan petani. Skim kredit program yang telah dikembangkan
adalah Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang kemudian berubah menjadi Kredit
Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E), Kredit Pengembangan Energi Nabati dan
Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP), Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS), dan
Kredit Usaha Rakyat (KUR). KKP-E, KPEN-RP, KUPS adalah skim kredit
program dengan subsidi bunga, sementara KUR adalah skim kredit program
Dana kredit sepenuhnya berasal dari Bank Pelaksana. Tingkat realisasi
penyerapan skim kredit program KKP-E tersebut rata-rata masih rendah, berkisar
20% per tahun dari total komitmen bank pelaksana sebesar Rp. 8,779 triliun.
Komitmen bank dan realisasi serapan KPEN-RP secara kumulatif (2007 -2011)
per Oktober 2011 sebesar Rp. 1,818 triliun. Sedangkan komitmen bank dan
realisasi serapan KUPS secara kumulatif (2009-2011) per Oktober 2011 sebesar
Rp. 391,543 miliar.
Tabel 4. Komitmen Bank, Realisasi Serapan, Cakupan Komoditas Kredit Program Tahun 2011 (per Oktober 2011)
No Skim
Kredit Cakupan Komoditas
Komitmen Bank (Rp.triliun Realisasi (Rp.triliun) % Terhadap Komitmen Bank 1 KKP-E Tan. Pangan, Kortikultura, Perkebunan, Peternakan, pengadaan pangan 8,779 1,589 18,1
2 KPEN-RP Sawit, Kakao, Karet 38,603*) 1,818 4,7
3 KUPS Pembibitan Sapi 3,882 *) 0,392 10,1
4 KUR Semua usaha produktif
semua sector 20,000 3,993**) 16,4 Keterangan :
*) Komitmen bank untuk KPEN-RP th. 2007-2014 dan KUPS tahun 2009-2014 **) Realisasi KUR untuk sektor pertanian. Realisasi KUR untuk semua sektor usaha Rp. 24,404 triliun.
Dari hasil evaluasi, rendahnya tingkat serapan kredit program tersebut
disebabkan antara lain: 1) usaha pertanian dianggap perbankan mempunyai risiko
sertifikat lahan yang dipersyaratkan perbankan, 3) perbankan menerapkan prinsip
kehati-hatian mengingat risiko sepenuhnya ditanggung perbankan (kecuali KUR)
dan 4) khusus calon debitur KPEN-RP masalah status lahan belum bersertifikat
dan sebagain provinsi/kabupaten/kota belum memiliki RTRWP/RTRWK, 5)
untuk KUR sektor pertanian sudah disediakan penjaminan sebesar 80 % namun
suku bunga yang dibebankan petani cukup tinggi untuk KUR mikro (<Rp. 20 juta)
maksimum 22% dan KUR ritel (>Rp.20 juta) maksimum 14 % per tahun.
Menyadari bahwa mayoritas petani memiliki skala usaha yang kecil, akses
terbatas dan posisi tawar yang lemah di pasar, Kementerian Pertanian melakukan
kegiatan pemberdayaan kelembagaan petani antara lain melalui Lembaga Mandiri
yang mengakar di Masyarakat (LM3) dan Kelompok Tani/Gabungan Kelompok
Tani (Gapoktan). Sejak pelaksanaan kegiatan LM3 tahun 2007, Kementerian
Pertanian setiap tahunnya telah melakukan kegiatan pemberdayaan petani rata-
rata untuk 1.300 LM3.
Pada tahun 2011 kegiatan pemberdayaan dilaksanakan pada 1.033 LM3.
Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) merupakan program
terobosan Kementerian Pertanian untuk mengentaskan masyarakat dari
kemiskinan dan pengangguran di perdesaan serta meningkatkan kemampuan dan
keterampilan anggota Gapoktan sebagai pelaku usaha agribisnis. Pada tahun 2011,
dari target 10.000 desa, kegiatan PUAP berhasil dilaksanakan di 9.096
Desa/Gapoktan (Laporan Kinerja Kementan 2011).
Investasi rumah tangga petani mencakup komoditas perkebunan utama
(kelapa sawit, karet, kakao), peternakan (pembibitan sapi potong dan sapi perah)
berupa pembukaan kebun baru dengan rata-rata 1,67 ha untuk kelapa sawit, 1.10
ha untuk karet dan 0,91 ha untuk kakao, yang umumnya dilakukan pada tahun
1997.
Investasi tersebut didorong oleh harga komoditas yang tinggi sebagai
akibat krisris ekonomi yang menyebabkan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah
melonjak tajam. Investasi untuk peternakan berupa pembelian sapi produk,
pembangunan kandang dan kebun rumput, dengan rata-rata 3 ekor untuk
pembibitan sapi potong dan 4 ekor untuk sapi perah. Sementara itu, investasi
untuk pompa air dan traktor tangan masing-masing adalah 1 unit.