• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Investasi Pertanian dan Tenaga Kerja Pertanian terhadap PDRB Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pengaruh Investasi Pertanian dan Tenaga Kerja Pertanian terhadap PDRB Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara."

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH INVESTASI PERTANIAN DAN

TENAGA KERJA PERTANIAN TERHADAP

PDRB PERTANIAN KABUPATEN ASAHAN

PROPINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

TOGA

107039026

PROGRAM MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS PENGARUH INVESTASI PERTANIAN DAN

TENAGA KERJA PERTANIAN TERHADAP

PDRB PERTANIAN KABUPATEN ASAHAN

PROPINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara.

Oleh :

TOGA

107039026

PROGRAM MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul Tesis : Analisis Pengaruh Investasi Pertanian dan Tenaga Kerja Pertanian terhadap PDRB Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara.

Nama : TOGA NIM : 107039026

Program Studi : Magister Agribisnis

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS)

Ketua Anggota

(Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS)

Ketua Program Studi, Dekan,

(4)

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji pada hari Selasa, 23

Juli 2013

Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. Tavi Supriana, MS

Anggota : Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS

: Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M. Si

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul :

ANALISIS PENGARUH INVESTASI PERTANIAN DAN TENAGA KERJA PERTANIAN TERHADAP PDRB KABUPATEN ASAHAN PROPINSI SUMATERA UTARA.

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun

sebelumnya. Sumber–sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan

secara benar dan jelas.

Medan, Juli 2013. yang membuat pernyataan,

Toga

(6)
(7)

T O G A 107039026 2013

ANALISIS PENGARUH INVESTASI PERTANIAN DAN TENAGA KERJA

PERTANIAN TERHADAP PDRB KABUPATEN ASAHAN PROPINSI

SUMATERA UTARA

Universitas

Sumatera

(8)

ABSTRAK

PDRB sektor pertanian Kabupaten Asahan sangat fluktuatif. Pertumbuhan PDRB pertanian Kabupaten Asahan lebih kecil daripada PDRB sektor lainnya dalam periode pengamatan yang sama. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh investasi pertanian dan jumlah tenaga kerja pertanian terhadap PDRB pertanian Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara. Data yang digunakan adalah data series tahun 1993 – 2012 dan menggunakan analisis regresi linier berganda.

Penelitian ini menunjukkan bahwa investasi pertanian, jumlah tenaga kerja pertanian memberi pengaruh nyata terhadap perkembangan PDRB Kabupaten Asahan, tetapi laju pertumbuhan PDRB sector pertanian Kabupaten Asahan lebih rendah dibanding sektor lainnya. Sebagai upaya meningkatkan PDRB sektor pertanian Kabupaten Asahan maka diperlukan kebijakan mendorong minat investasi di daerah Kabupaten Asahan. Pengembangan usaha sebaiknya diarahkan pada kegiatan yang meningkatkan produktifitas pertanian dan produktivitas tenaga kerja pertanian.

(9)

ABSTRACT

Agricultural PDRB Asahan very volatile. The growth of agricultural PDRB Asahan PDRB smaller than other sectors in the same period of observation

The result of this study showed that agricultural investment and the number of agricultural labor force had a significant influence on the GRDP development of Asahan District, but the growth rate of agricultural sector-related GRDP of Asahan District was lower compared to that of the other sectors. To increase the agricultural sector-related GRDP of Asahan District, a policy to encourage the investment interest in the area of Asahan District is needed. Business expansion should be led to the activities increasing agricultural productivity and the agricultural productivity labor force.

. The purpose of this study was to analyze the influence of Agricultural Investment and the Number of Agricultural Labor Force on the Agricultural Sector- related GRDP of Asahan District, Province of Sumatera Utara.This study used the time series data from 1993 to 2012 and the data obtained were analyzed through multiple linear regression tests.

(10)

RIWAYAT HIDUP

TOGA, Lahir di Medan, pada tanggal 01 Juni 1961 dari Bapak Kapt

Purn. P. Marbun Banjar Nahor dan Ibu Saulina Sinaga. Penulis merupakan putra

ke satu dari empat bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis sebagai berikut :

1. Tahun 1973 tamat Sekolah Dasar Negeri X Kisaran

2. Tahun 1976 tamat Sekolah Menengah Pertama Negeri I Kisaran.

3. Tahun 1980 tamat Sekolah Menengah Atas Negeri I Medan

4. Tahun 1988 tamat Universitas Sumatera Utara Jurusan Budidaya Pertanian

Medan

5. Tahun 2011 melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Magister Agribisnis

Universitas Sumatera Utara.

Riwayat Pekerjaan yang pernah di capai adalah sebagai berikut

1. Tahun 1997 sebagai Kasubsi Pencegahan, Pemberantasan dan Pengendalian

Hama dan Penyakit Ternak pada Dinas Peternakan Kabupaten Asahan.

2. Tahun 2001 sebagai Kasi Agro Industri dan Pemasaran Hasil Peternakan pada

Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Asahan.

3. Tahun 2007 sebagai Pj. Kasubdis SDM, Kelembagaan dan Teknologi pada

Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Asahan.

4. Tahun 2007 sebagai Pj. Kabid SDM, Kelembagaan, Teknologi pada Dinas

Pertanian Kabupaten Asahan.

(11)

6. Tahun 2011 sebagai Kepala Bidang Parawisata pada Dinas Pemuda, Olahraga,

Budaya dan Parawisata Kabupaten Asahan.

7. Tahun 2013 sebagai Sekretaris pada Badan Pelaksana Penyuluhan dan

(12)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

kasih dan anugerah-Nya sehingga usulan penelitian ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa penulisan dan materi yang disajikan dalam

usulan penelitian ini jauh dari sempurna, dikarenakan kekurangan dan

keterbatasan kemampuan yang dimiliki, sehingga kritik dan saran yang sifatnya

membangun diharapkan untuk melengkapinya. Terima kasih atas bimbingan dan

saran dosen pembimbing Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S sebagai Pembimbing I

dan Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS sebagai Pembimbing II

Tersusunnya tesis ini tidak lepas dari motivasi, bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak. Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS, sebagai Dekan Fakultas Pertanian

2. Drs. H. Taufan Gama Simatupang, M.AP sebagai Bupati Asahan

3. Dr. Ir. Surya Abadi Sembiring, M.Si sebagai Penguji I

4. Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si sebagai Penguji I

5. Ir. Jhony H. Sihotang sebagai Kepala BP2KP Asahan

6. Dosen-dosen Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

7. Staf Tata Usaha Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

8. Istri tercinta yang selalu memberikan doa, dukungan dan materi sehingga

penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

9. Anak – Anak tersayang yang selalu memberikan dukungan dan doa.

10.Teman-teman Agribisnis angkatan IV yang telah memberikan dukungan

(13)

11.Rekan-rekan yang membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini khususnya

Dedi, Zailani dan Khairul Niqma.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga tesis ini

dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Medan, Juli 2013

(14)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACK ... ii

RIWAYAT HIDUP... iii

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Kegunaan Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Investasi ... 8

2.1.1. Sektor Pertanian... 13

2.1.2. Investasi Pertanian ... 16

2.1.3. Identifikasi Penyebab Investasi Pertanian Terhambat ... 19

2.1.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Investasi ... 24

(15)

2.1.6. Investasi dan Penentuan Tingkat Upah ... 26

2.2. Tenaga Kerja Pertanian ... 28

2.2.1. Defenisi Tenaga Kerja ... 28

2.2.2. Penawaran Tenaga Kerja ... 32

2.2.3. Tingkat Partisipasi Kerja (TPK) ... 35

2.2.4. PermintaanTenaga Kerja ... 37

2.2.5. Angkatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi ... 39

2.2.6. Kesempatan Kerja dan Pertunbuhan Ekonomi ... 41

2.2.7. Kegiatan Pertanian Masih Menjadi Andalan Penampung TenagaKerja ... 43

2.2.8. Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Bekerja dikegiatan Pertanian ... 43

2.3. Pengertian Produksi dan Fungsi Produksi ... 44

2.4. PDRB Sektor Pertanian ... 46

2.5. Penelitian Terdahulu ... 49

2.6. Kerangka Konseptual ... 51

2.7. Hipotesis Penelitian ... 52

III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 53

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 53

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 54

3.4. Teknik Analisis Data... 55

3.4.1. Analisis Kuantitatif ... 55

3.4.1.1. Model Persamaan ... 55

3.4.1.2. Pengujian Hasil Persamaan Regresi ... 56

3.5. Defenisi Operasional Variabel... 60

3.5.1. Defenisi Operasional ... 60

3.5.2. Batasan Operasional ... 61

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Wilayah atau Deskripsi Objek Penelitian ... 62

(16)

4.1.2.Kondisi Demografis Kabupaten Asahan ... 63

4.2. Deskripsi Data atau Sampel ... 66

4.2.1 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Asahan ... 66

4.2.2.Kondisi Penanaman Modal di Kabupaten Asahan ... 70

4.2.3 Kondisi Tenaga Kerja di Kabupaten Asahan ... 72

4.3. Hasil dan Pembahasan ... 74

4.3.1. Analisis Regresi Linear Berganda ... 74

4.3.2. Uji Normalitas ... 75

4.3.3. Uji Multikolinearitas... 76

4.3.4. Uji Autokorelasi ... 77

4.3.5. Uji Heterokedasitas ... 78

4.3.6. Uji Statistik ... 79

4.3.6.1. Uji Koefisien Determinasi (R2 4.3.6.2. Uji Pengaruh Variabel Secara Serempak ... 79

) ... 79

4.3.6.3. Uji Signifikansi Parameter (Uji Statistik t) ... 80

4.3.7. Pembahasan... 82

4.3.7.1. PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Asahan ... 82

4.3.7.2. Investasi Pertanian ... 83

4.3.7.3. Tenaga Kerja Pertanian ... 85

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 86

5.2. Saran... 86

DAFTAR PUSTAKA . ... 87

(17)

DAFTAR TABEL

No Judul Hal

1. Persentase Penduduk Umur 15 Tahun Ke atas yang Bekerja Menurut

Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin Kabupaten Asahan Tahun 2011 ... 4

2. Tingkat Pertumbuhan Investasi Pertanian di Kabupaten Asahan dari Tahun 2007 s/d 2012 ... 5

3. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Asahan Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 ... 6

4. Komitmen Bank, Realisasi Serapan, Cakupan Komoditas Kredit Program Tahun 2011 (per Oktober 2011) ... 22

5. Jumlah Luas Lahan Pertanian di Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara dari Tahun 1992-2012 ... 53

6. Penduduk Berumur 15 Tahun Ke atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama dan Kelamin di Kabupaten Asahan 2011... 65

7. Pertumbuhan Ekonomi Asahan Sesudah Pemekaran ADHK 2000 Menurut Lapangan Usaha ... 67

8. PDRB Per Kapita Kabupaten Asahan Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan Sektor Pertanian ... 69

9. Investasi Pertanian dan Pertumbuhannnya ... 70

10. Investasi Pertanian dan Jumlah Tenaga Kerja Pertanian di Kabupaten Asahan dari Tahun 1993 s/d 2012 ... 72

11. Hasil Uji Multikolinearitas ... 76

12. Hasil Pengujian Durbin Watson ... 77

(18)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

1. Kurva Permintaan Investas ... 10

2. Komposisi Penduduk dan Tenaga Kerja ... 30

3. Penawaran Tenaga Kerja ... 33

4. Fungsi Penawaran Tenaga Kerja ... 34

5. Fungsi Permintaan Terhadap Tenaga Kerja ... 38

6. Kerangka Pemikiran Analisis Pengaruh Investasi Pertanian dan Tenaga 7. Kerja Pertanian terhadap PDRB PertanianAsahan ... 52

8. Banyaknya Desa/ Kelurahan menurut Kecamatan ... 63

9. Perkembangan PDRB per Kapita ADHB Pertanian Asahan dan Provinsi Sumatera Utara ... 68

10.Grafik Pertumbuhan Investasi Pertanian Asahan Tahun 1993 – 2013 ... 71

11.Grafik Pertumbuhan Angkatan Kerja Sektor Pertanian Asahan Tahun 12.1993 – 2013 ... 73

13.Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual ... 75

14.Scatterplot ... 78

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judu Hal

1. Data PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Asahan Tahun 1993-2013 ... 90

2. Data Logaritma Natura (Ln) PDRB Sektor Pertanian (NTB) Kabupaten Asahan Tahun 1993-2012 ... 91

(20)

ABSTRAK

PDRB sektor pertanian Kabupaten Asahan sangat fluktuatif. Pertumbuhan PDRB pertanian Kabupaten Asahan lebih kecil daripada PDRB sektor lainnya dalam periode pengamatan yang sama. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh investasi pertanian dan jumlah tenaga kerja pertanian terhadap PDRB pertanian Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara. Data yang digunakan adalah data series tahun 1993 – 2012 dan menggunakan analisis regresi linier berganda.

Penelitian ini menunjukkan bahwa investasi pertanian, jumlah tenaga kerja pertanian memberi pengaruh nyata terhadap perkembangan PDRB Kabupaten Asahan, tetapi laju pertumbuhan PDRB sector pertanian Kabupaten Asahan lebih rendah dibanding sektor lainnya. Sebagai upaya meningkatkan PDRB sektor pertanian Kabupaten Asahan maka diperlukan kebijakan mendorong minat investasi di daerah Kabupaten Asahan. Pengembangan usaha sebaiknya diarahkan pada kegiatan yang meningkatkan produktifitas pertanian dan produktivitas tenaga kerja pertanian.

(21)

ABSTRACT

Agricultural PDRB Asahan very volatile. The growth of agricultural PDRB Asahan PDRB smaller than other sectors in the same period of observation

The result of this study showed that agricultural investment and the number of agricultural labor force had a significant influence on the GRDP development of Asahan District, but the growth rate of agricultural sector-related GRDP of Asahan District was lower compared to that of the other sectors. To increase the agricultural sector-related GRDP of Asahan District, a policy to encourage the investment interest in the area of Asahan District is needed. Business expansion should be led to the activities increasing agricultural productivity and the agricultural productivity labor force.

. The purpose of this study was to analyze the influence of Agricultural Investment and the Number of Agricultural Labor Force on the Agricultural Sector- related GRDP of Asahan District, Province of Sumatera Utara.This study used the time series data from 1993 to 2012 and the data obtained were analyzed through multiple linear regression tests.

(22)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan pertanian memegang peran strategis dalam perekonomian

Indonesia. Peran strategis tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata

melalui pembentukan kapital, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri,

pakan dan bio energi, penyerapan tenaga kerja, sumber devisa negara dan sumber

pendapatan serta pelestarian lingkungan melalui praktek usahatani yang ramah

lingkungan.

Pembangunan pertanian diharapkan dapat memperbaiki pendapatan

penduduk secara merata dan berkelanjutan, hal ini desebabkan sebagian besar

penduduk Indonesia memiliki mata pencaharian di sektor pertanian. Sejalan

dengan target utama Kementerian Pertanian 2010-2014 meliputi: (1) pencapaian

swasembada dan swasembada berkelanjutan; (2) peningkatan diversifikasi

pangan; (3) peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor dan (4) peningkatan

kesejahteraan petani.

Strategi yang akan dilaksanakan adalah melakukan revitalisasi pertanian

dengan fokus tujuh aspek dasar yang dinamakan dengan Tujuh Gema Revitalisasi,

yang terdiri atas: (1) lahan; (2) perbenihan dan perbibitan; (3) infrastruktur dan

sarana; (4) sumber daya manusia, (5) pembiayaan petani; (6) kelembagaan petani

dan (7) teknologi dan industri hilir (Direktorat Pembiayaan Pertanian, 2012).

Menurut Sukirno (1999), dalam analisis makro, tingkat pertumbuhan

ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan

(23)

Klasik menyatakan pertumbuhan ekonomi di daerah diukur dengan pertumbuhan

PDRB (Product Domestik Regional Bruto) bergantung pada perkembangan

faktor-faktor produksi yaitu ; modal, tenaga kerja dan teknologi (Sukirno,

1999:456).

Secara teoritis, masalah kemiskinan, pengangguran atau kesempatan kerja

akan dapat diatasi dengan memaksimalkan investasi yang produktif di berbagai

sektor ekonomi. Hal ini dapat dilihat misalnya dalam keberhasilan pembangunan

ekonomi Malaysia. Malaysia merupakan salah satu dari beberapa negara dunia

ketiga yang berhasil berkesinambungan dalam pembangunan dan pertumbuhan

ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Malaysia relatif tinggi dengan tingkat inflasi

yang rendah. Rata rata pertumbuhan sektor rill hampir mencapai 6 persen

perkapita antara tahun 1985 sampai 1996. Investasi dalam bidang perkebunan

misalnya telah menjadikan Malaysia sebagai salah satu produsen untuk minyak

kelapa sawit, karet dan kayu tropis.

Investasi ini dengan sendirinya telah membuka lapangan kerja yang luas

kepada warganya bahkan kepada tenaga kerja dari berbagai negara. Keberhasilan

Malaysia dalam menarik investasi terutama didukung oleh tenaga pendidik yang

cukup banyak dan stabilitas politiknya yang cukup mantap. Tinggi tabungan

domestik Malaysia juga relatif tinggi sehingga mampu menyediakan dana

investasi ( Todaro, 2003).

Pembentukan dari pengumpulan modal atau investasi dipandang sebagai

salah satu faktor dan sekaligus faktor utama di dalam pembangunan ekonomi. Hal

ini disebabkan pembentukan modal akan membawa kepada pemanfaatan penuh

(24)

kenaikan besarnya output natural. Investasi meningkatkan output nasional dan

juga kesempatan kerja. Pembentukan modal akan menghasilkan kemajuan teknik

yang menunjang tercapainya ekonomi produksi skala luas dan meningkatkan

spesialisasi. Pembentukan modal memberikan mesin, alat dan perlengkapan bagi

tenaga kerja yang semakin meningkat. Selain itu, pembentukan juga akan

mempengaruhi kesejahteraan ekonomi suatu bangsa.

Dengan demikian investasi menyebabkan penggunaan sumber daya alam

secara tepat. Pendirian berbagai jenis industri maka memberikan kesempatan

kerja, standard hidup yang meningkat yang akhirnya berdampak pada

kesejahteraan ekonomi. Indonesia, sebagai salah satu negara berkembang dengan

sektor pertanian sebagai sumber mata pencarian utama dari penduduknya.

Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar lahan di wilayah Indonesia

diperuntukkan sebagai lahan pertanian dan hampir 50% dari angkatan kerja masih

menggantungkan nasibnya bekerja di sektor pertanian ( Dillon, 2004).

Investasi mempunyai peranan sangat penting dalam pembangunan

ekonomi nasional termasuk sektor pertanian. Dalam perspektif jangka panjang

ekonomi makro, investasi meningkatkan stok kapital yang selanjutnya

meningkatkan kapasitas produksi masyarakat. Peningkatan investasi di bidang

pertanian diharapkan mempunyai dampak positif terhadap kinerja sektor

(25)

Tabel 1. Persentase Penduduk Umur 15 Tahun Ke atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin Kabupaten Asahan Tahun 2011

Lapangan Usaha Laki – Laki Perempuan Jumlah

1. Pertanian 54,19 31,97 47,41

2. Pertambangan dan Penggalian 0,48 0,00 0,33

3. Industri Pengolahan 5,85 11,33 7,52

4. Listrik,Gas dan Air Bersih 0,27 0,00 0,19

5. Bangunan 10,76 0,30 7,57

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran

11,92 28,07 16,84

7. Pengangkutan dan Komunikasi

7,21 0,00 5,01

8. Bank dan Lembaga Keuangan 1,01 0,00 0,70

9. Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan

8,31 28,33 14,42

Jumlah 100,00 100,00 100,00

Sumber: Asahan dalam angka 2012

Persentase penduduk umur 15 tahun yang bekerja di usaha sektor

pertanian sebesar 47,41% (terbesar) di Asahan diikuti oleh sektor perdagangan,

hotel dan restoran sebesar 16,84 % serta jasa kemasyarakatan, sosial dan

perorangan sebesar 14,42%. Penduduk yang bekerja di sektor pertanian

umumnya bekerja di pedesaan. Tenaga kerja Pertanian di Asahan adalah angkatan

kerja yang bekerja berumur produktif (15

Keberhasilan pertumbuhan PDRB, tidak dapat dipisahkan dari

meningkatnya investasi. Investasi adalah kata kunci penentu laju pertumbuhan tahun keatas, dibawah 64 Tahun).

Dimana tenaga kerja laki-laki sebesar 54,19% dan tenaga kerja perempuan

(26)

ekonomi, karena disamping akan mendorong kenaikan output secara signifikan,

juga secara otomatis akan meningkatkan permintaan output, sehingga pada

gilirannya akan meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat

sebagai konsekuensi dari meningkatnya pendapatan yang diterima masyarakat

(Makmun dan Yasmin, 2003).

Tabel 2. Tingkat Pertumbuhan Investasi Pertanian di Kabupaten Asahan dari Tahun 2007 s/d 2012.

Tahun Investasi Pertanian

(Jutaan Rupiah) Pertumbuhan (%)

2007 476.635 -

2008 487.198 2.216

2009 498.790 2.379

2010 515.624 2.107

2011 536.632 4.074

2012 552.263 2.912

Rata – Rata - 2.738

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Asahan (2012).

Dari Tabel 2, tingkat pertumbuhan investasi pertanian rata rata meningkat

setiap tahunnya sebesar 2,738% dan fluktuasi kenaikan investasi mengalami

pertumbuhan setiap tahunnya.

Dari paparan di atas penulis merasa tertarik untuk menganalisis pengaruh

investasi dan tenaga kerja pertanian terhadap PDRB sektor pertanian Asahan pada

tahun 1993 – 2012.

PDRB sektor pertanian Asahan adalah Nilai Tambah Bruto yang

ditimbulkan oleh sektor pertanian/ lapangan usaha yang melakukan kegiatan

usahanya di suatu wilayah Kabupaten Asahan dihitung dan di masukkan tanpa

(27)

Tabel 3. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Asahan Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000

(Data BPS Asahan 2012)

Berdasarkan sumber BPS Asahan Tahun 2012, bahwa PDRB sektor

pertanian terbesar di bandingkan sektor lainnya diikuti oleh sektor industri

pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Di sektor pertanian yang memberikan sumbangan PDRB terbesar adalah

sub sektor perkebunan, sub sektor perikanan, sub sektor perternakan, sub sektor

tanaman bahan makanan dan sub sektor kehutanan.

Oleh karena itu untuk mengkaji kontribusi PDRB sektor pertanian

Asahan yang lebih besar dibandingkan dengan PDRB sektor lainnya dapat diamati

dari faktor faktor yang mempengaruhi besarnya PDRB sektor pertanian Asahan.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah besarnya kontribusi PDRB sektor

pertanian Asahan relatif lebih tinggi dibandingkan PDRB sektor lainnya di

Kabupaten Asahan. Beberapa faktor yang nampaknya berpengaruh besar terhadap

LAPANGAN USAHA 2008 2008 2010 2011*)

1. PERTANIAN, PETERNAKAN,

KEHUTANAN & PERIKANAN 1.858.064,95 1.890.629,10 1.942.016,37 2.010.309,14 a. Tanaman Bahan Makanan 133.069,58 139.497,15 145.978,04 152.473,11 b. Tanaman Perkebunan 1.306.801,30 1.324.940,39 1.360.298,46 1.409.023,89 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 173.141,97 179.046,11 185.230,79 193.103,39 d. Kehutanan 60.755,61 61.169,88 61.645,91 61.968,20 e. Perikanan 184.296,49 185.975,56 188.863,16 193.740,55 2. INDUSTRI PENGOLAHAN 1.521.664,51 1.624.400,25 1.727.317,80 1.831.806,24 3. PERDAGANGAN,HOTEL &

RESTORAN 749.187,84 800.808,08 855.551,93 915.080,22 4.SEKTOR LAIN 776.501,25 818.582,32 864.941,67 922.317,25

(28)

peningkatan PDRB sektor pertanian Asahan adalah faktor investasi pertanian dan

jumlah tenaga kerja pertanian.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan hal hal tersebut di atas, maka pertanyaan penelitian yang

dikemukakan adalah sebagai berikut : “Bagaimana pengaruh investasi pertanian

dan jumlah tenaga kerja pertanian terhadap PDRB sektor pertanian Kabupaten

Asahan Propinsi Sumatera Utara”

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh Investasi

pertanian dan jumlah tenaga kerja pertanian terhadap PDRB sektor pertanian

Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara.

1.4. Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :

1. Bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan di jajaran Pemerintah

Daerah Kabupaten Asahan.

2. Bahan informasi bagi pihak-pihak yang melakukan studi terkait.

3. Bahan informasi ilmiah tentang analisis pengaruh investasi pertanian dan

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Investasi

Investasi yang lazim disebut juga dengan istilah penanaman modal atau

pembentukan modal merupakan komponen kedua yang menentukan dalam tingkat

pengeluaran agregat. Teori ekonomi mengartikan atau mendefinisikan investasi

sebagai ”pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan

peralatan peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama

menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan

untuk memproduksikan barang dan jasa di masa depan”.

Persyaratan umum pembangunan ekonomi suatu negara menurut Todaro et

al (2003) adalah : (1) Akumulasi modal, termasuk akumulasi baru dalam bentuk

tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia; (2) Perkembangan penduduk

yang disertai dengan pertumbuhan tenaga kerja dan keahliannya; dan (3)

Kemajuan teknologi.

Akumulasi modal akan berhasil apabila beberapa bagian atau proporsi

pendapatan yang ada ditabung dan diinvestasikan untuk memperbesar produk

(output) dan pendapatan di kemudian hari. Untuk membangun itu seyogyanya

mengalihkan sumber-sumber dari arus konsumsi dan kemudian mengalihkannya

untuk investasi dalam bentuk (capital formation) untuk mencapai tingkat produksi

yang lebih besar. Investasi di bidang pengembangan sumberdaya manusia akan

meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia, sehingga menjadi tenaga ahli

yang terampil yang dapat memperlancar kegiatan produktif.

Menurut Sukirno (1999) kegiatan investasi memungkinkan suatu

(30)

meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran

masyarakat. Peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan

investasi, yakni (1) investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran

agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat,

pendapatan nasional serta kesempatan kerja; (2) pertambahan barang modal

sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas produksi; (3) investasi selalu

diikuti oleh perkembangan teknologi.

Dengan semakin besarnya investasi pemerintah pada barang publik maka

diharapkan akan mendorong pertumbuhan sektor pertumbuhan sektor swasta dan

rumah tangga dalam mengalokasikan sumberdaya yang ada di suatu daerah. Hal

ini pada akhirnya akan menyebabkan makin meningkatnya PDRB.

a. Teori Investasi dari Keynes

John Maynard Keynes mendasarkan teori tentang permintaan investasi

atas konsep efisiensi marjinal kapital (Marginal Efficiency of Capital atau MEC).

Sebagai suatu defenisi kerja, MEC dapat didefenisikan sebagai tingkat perolehan

bersih yang diharapkan (Expected net rate of return) atau pengeluaran kapital

tambahan. Tepatnya, MEC adalah tingkat diskonto yang menyamakan aliran

perolehan yang diharapkan dimasa yang akan datang dengan biaya sekarang dari

kapital tambahan.

Secara matematis, MEC dapat dinyatakan dalam bentuk formula sebagai berikut :

Ck

=

�1

(1+���)1

+

�2

(1+���)2

+

(1+���)3

+

...(1)

Dimana R adalah perolehan yang diharapkan ( expected return) dari suatu proyek,

(31)

Apakah suatu investasi itu dilakukan atau tidak, sangat bergantung pada

perbandingan antara present value (PV) di satu pihak dan Current Cost of

Additional Capita (Ck) di lain pihak. Kalau PV > Ck, maka diputuskan investasi

dilakukan, sebaliknya kalau PV < Ck diputuskan investasi tidak dilakukan.

Sedangkan hubungan permintaan investasi dan tingkat bunga (i) dengan MEC

tertentu , oleh keynes dinyatakan dalam bentuk fungsi sebagai berikut :

I = f (i) ... ………..(2)

Secara grafik, hubungan antara investasi dan tingkat bunga dapat digambarkan

sebagai berikut :

Tingkat bunga (i)

�1

�2

0 I = I (i)

[image:31.595.117.403.358.540.2]

Investasi (I)

Gambar 1. Kurva Permintaan Investasi

Sumber : Nanga, M (2005)

b. Teori Akselerator

Teori akselerator ini memusatkan perhatiannya pada hubungan antara

(32)

(final product), dimana permintaan akan barang modal dilihat sebagai permintaan

turunan (derived demand) dari permintaan akan barang atau produk akhir. Teori

ini mulai dengan mengasumsikan adanya capital-output ratio (COR) tertentu,

yang ditentukan oleh kondisi teknis produksi. Hubungan antara kapital dan output

(COR) tersebut secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

K

Y = k ...(3)

Dimana K adalah jumlah kapital yang digunakan, Y adalah tingkat output agregat,

k adalah rasio kapital output yang tetap (fixed capital output ratio). Hal diatas

menjelaskan bahwa untuk menghasilkan tingkat output Yt pada periode waktu t,

membutuhkan jumlah kapital sebesar Kt yang besarnya sama dengan k.Yt. Dari

hal diatas, persamaan tersebut dapat ditulis kembali menjadi :

Kt = k . Yt ... ...(4)

Kt-1 = k . Yt-1 ...(5)

Karena investasi bersih (net investment ) pada kurun waktu t :

It = Kt - Kt-1

= k (Yt – Yt-1)

= k. Δ Yt ...(6)

Persamaan diatas menunjukkan bahwa investasi netto adalah sama dengan

koefisien akselerator (k) dikali dengan perubahan dalam output agregat selama

kurun waktu t (Yt). Oleh karena k diasumsikan konstan, maka investasi netto

dengan sendirinya menjadi fungsi dari perubahan di dalam output agregat. Kalau

output agregat meningkat, maka investasi netto akan positif. Jika output agregat

meningkat dengan jumlah yang semakin besar, maka investasi netto akan

(33)

c. Teori Neoklasik

Teori Neoklasik tentang investasi merupakan teori tentang akumulasi

capital optimal. Stok kapital yang diinginkan ditentukan oleh output dan harga

dari jasa kapital relatif terhadap harga output. Harga jasa kapital pada gilirannya

bergantung pada harga barang-barang modal, tingkat bunga, dan perlakuan pajak

atas pendapatan perusahaan. Menurut teori ini, perubahan di dalam output atau

harga dari jasa capital relatif terhadap harga output akan mengubah atau

mempengaruhi, baik stok capital maupun investasi yang diinginkan.

e. Teori q dari Tobin

Teori ini menyatakan bahwa stok kapital dan investasi yang diinginkan

berhubungan positif dengan q, yaitu rasio antara nilai pasar (market value) dari

modal terpasang perusahaan dengan biaya penggantian (replacement cost) modal

terpasang perusahaan. Teori investasi q Tobin dapat dinyatakan :

I = I (q) ... ...(7)

Dimana kalau q meningkat, maka I akan meningkat pula. Selanjutnya hubungan q

dengan nilai pasar dari perusahaan dan biaya penggantian dari aset

perusahaan, dinyatakan :

Nilai Pasar dari modal terpasang

q =

Nilai Pasar dari Modal terpasang

Biaya Penggunaan dari modal terpasang

...(8)

2.1.1. Sektor Pertanian

Mengutip pernyataan Gunnar Mirdal dalam Todaro (2003) yang

menyatakan bahwa dalam sektor pertanianlah ditentukan berhasil atau tidaknya

(34)

menghendaki pembangunan yang lancar dan berkesinambungan maka negara itu

harus memulainya dari sektor pertanian khususnya. Intisari yang terkandung

dalam masalah kemiskinan yang terus meluas, ketimpangan distribusi pendapatan

yang semakin parah , laju pertumbuhan penduduk yang semakin cepat, serta terus

melonjaknya tingkat pengangguran pada awalnya tercipta dari stagnasi serta

terlalu seringnya kemunduran kehidupan perekonomian di sektor pertanian.

Secara tradisional, peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi hanya

dipandang pasif dan sebagai unsur penunjang semata.

Berdasarkan pengalaman historis dari negara-negara barat, apa yang

disebut sebagai pembangunan ekonomi identik dengan transformasi struktural

yang cepat terhadap perekonomian, yakni perekonomian yang bertumpu pada

kegiatan pertanian menjadi industri modern dan pelayanan masyarakat yang lebih

kompleks. Dengan demikian, peran utama pertanian hanya dianggap sebagai

sumber tenaga kerja dan bahan-bahan pangan yang murah berkembangnya

sektor-sektor industri yang dinobatkan sebagai “sektor-sektor” dinamis dalam strategi

pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

Dewasa ini, nampak jelas bahwa para pakar ilmu ekonomi pembangunan

mulai kurang berminat untuk memberikan perhatian yang besar pada upaya

industrialisasi secara cepat. Nampaknya mereka mulai menyadari bahwa daerah

pedesaan umumnya, dan sektor pertanian khususnya ternyata tidak bersifat pasif,

tetapi jauh lebih penting dari sekedar penunjang dalam proses pembangunan

ekonomi secara keseluruhan. Keduanya harus ditempatkan pada kedudukan

(35)

dinamis, dan bahkan sangat menentukan dalam strategi-strategi pembangunan

secara keseluruhan.

Suatu strategi pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas

pertanian dan ketenagakerjaan paling tidak memerlukan tiga unsur pelengkap

dasar, yakni : (1) percepatan pertumbuhan output melalui serangkaian

penyesuaian teknologi, institusional, dan insentif harga yang khusus dirancang

untuk meningkatkan produktivitas para petani kecil, (2) peningkatan permintaan

domestik terhadap output pertanian yang dihasilkan dari strategi pembangunan

perkotaan yang beroirentasi pada upaya pembinaan ketenagakerjaan, (3)

diversifikasi kegiatan pembangunan daerah yang bersifat padat karya, yaitu non

pertanian, yang secara langsung dan tidak langsung akan menunjang dan

ditunjang oleh masyarakat pertanian. Karena itu, pada skala yang lebih luas,

pembangunan sektor pertanian kini diyakini sebagai intisari pembangunan

nasional secara keseluruhan oleh banyak pihak.

Harus diingat bahwa tanpa pembangunan daerah pedesaan/pertanian yang

integratif, pertumbuhan industri tidak akan berjalan dengan lancar, dan kalaupun

bisa berjalan, pertumbuhan industri tersebut akan menciptakan berbagai

ketimpangan internal yang sangat parah dalam perekonomian yang bersangkutan

Pada gilirannya, segenap ketimpangan tersebut akan memperparah

masalah-masalah kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan pengangguran (Todaro, 2003).

Menurut Analisa klasik dari Kuznets (1964) dalam Tambunan.T (2003),

pertanian di negara-negara sedang berkembang (NSB) merupakan suatu sektor

ekonomi yang sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap

(36)

Pertama, ekspansi dari sektor-sektor ekonomi non pertanian sangat bergantung

pada produk-produk dari sektor pertanian, bukan saja untuk kelangsungan

pertumbuhan suplai makanan, tetapi juga untuk penyediaan bahan-bahan baku

untuk keperluan kegiatan produksi di sektor-sektor non pertanian tersebut,

terutama industri pengolahan, seperti industri-industri makanan dan minuman,

tekstil dan pakaian jadi, barang-barang dari kulit, dan farmasi.

Hal ini kemudian disebut sebagai kontribusi produk. Kedua, karena

kuatnya bias agraris dari ekonomi selama bertahap - tahap awal pembangunan,

maka populasi di sektor pertanian (daerah pedesaan) membentuk suatu bagian

yang sangat besar dari pasar (permintaan) domestik terhadap produk-produk dari

industri dan sektor lain di dalam negeri, baik untuk barang-barang produsen

maupun barang-barang konsumen. Yang kemudian disebut sebagai kontribusi

Pasar. Ketiga, karena relatif pentingnya pertanian (dilihat dari sumbangan

outputnya terhadap pembentukan PDB dan andilnya terhadap penyerapan ternaga

kerja) tanpa bisa dihindari menurun dengan pertumbuhan atau semakin tingginya

tingkat pembangunan ekonomi, sektor ini dilihat sebagai suatu sumber modal

untuk investasi di dalam ekonomi. Jadi pembangunan ekonomi melibatkan

transfer surplus modal dari sektor pertanian ke sektor-sektor non pertanian. Hal ini

disebut sebagai kontribusi faktor-faktor produksi. Keempat,sektor pertanian

mampu berperan sebagai salah satu sumber penting bagi surplus neraca

perdagangan atau neraca pembayaran (sumber devisa), baik lewat ekspor

hasil-hasil pertanian atau peningkatan produksi komoditi-komoditi pertanian

menggantikan impor (substitusi impor). Hal ini disebut sebagai kontribusi

(37)

terhadap pendapatan devisa adalah lewat pertumbuhan ekspor dan/atau

pengurangan impor negara tersebut atas komoditi-komoditi pertanian. Tentu,

kontribusi sektor pertanian terhadap ekspor juga bisa bersifat tidak langsung,

misalnya lewat peningkatan ekspor atau pengurangan impor produk-produk

berbasis pertanian, seperti makanan dan minuman, tekstil, dan produk–produknya.

2.1.2. Investasi Pertanian

Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian

nasional. Setidaknya ada empat hal yang dapat dijadikan alasan. Pertama,

Indonesia merupakan negara berkembang yang masih relatif tertinggal dalam

penguasaan Iptek muktahir serta masih menghadapi kendala keterbatasan modal,

jelas belum memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) pada

sektor ekonomi yang berbasis Iptek dan padat modal. Oleh karena itu

pembangunan ekonomi Indonesia sudah selayaknya dititikberatkan pada

pembangunan sektor-sektor ekonomi yang berbasis pada sumberdaya alam, padat

tenaga kerja, dan berorientasi pada pasar domestik.

Dalam hal ini, sektor pertanianlah yang paling memenuhi persyaratan.

Kedua, menurut proyeksi penduduk yang dilakukan oleh BPS penduduk Indonesia

diperkirakan sekitar 228-248 juta jiwa pada tahun 2008-2015. Kondisi ini

merupakan tantangan berat sekaligus potensi yang sangat besar, baik dilihat dari

sisi penawaran produk (produksi) maupun dari sisi permintaan produk (pasar)

khususnya yang terkait dengan kebutuhan pangan.

Selain itu ketersedian sumber daya alam berupa lahan dengan kondisi

agroklimat yang cukup potensial untuk dieksplorasi dan dikembangkan sebagai

(38)

untuk menanamkan modalnya. Ketiga, sektor pertanian tetap merupakan salah

satu sumber pertumbuhanoutput nasional yang penting. Keempat, sektor pertanian

memiliki karakteristik yang unik khususnya dalam hal ketahanan sektor ini

terhadap guncangan struktural dari perekonomian makro.

Mengingat pentingnya peranan sektor pertanian dalam perekonomian

nasional tersebut sudah seharusnya kebijakan kebijakan negara berupa kebijakan

fiskal, kebijakan moneter, serta kebijakan perdagangan tidak mengabaikan potensi

sektor pertanian. Bahkan dalam beberapa kesempatan Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono menyampaikan pentingnya sektor pertanian dengan menempatkan

revitalisasi pertanian sebagai satu dari strategi tiga jalur (triple trackstrategy)

untuk memulihkan dan membangun kembali ekonomi Indonesia.

Salah satu tantangan utama dalam menggerakan kinerja dan

memanfaatkan sektor pertanian ini adalah modal atau investasi. Pengembangan

investasi di sektor pertanian diperlukan untuk dapat memacu pertumbuhan

ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan petani, serta

pengembangan wilayah khususnya wilayah perdesaan (Indra, 2008).

Menurut Soetrisno dan Kalangi (2006) menyatakan bahwa sektor

pertanian hanya akan mampu mengangkat kesejahteraan petani kalau

produktivitas pertanian ditingkatkan.

Produktivitas bukan semata pada output fisik/ satuan input, akan

tetapipada nilai tambah. Untuk itu diperluaskan beberapa hal, yaitu: (1)

peningkatan kepadatan investasi per satuan luas atau unit usaha pertanian, (2)

mengadakan restrukturisasi usaha pertanian menuju skala yang kompetitif dan

(39)

dan kelompok/koperasi/ perusahaan, (3) kembalikan pola pertanian dengan model

kesatuan yang terkait dengan industri pengolahan dan ekspor, dan (4) perlu

adanya reorientasi kebijakan bahwa tujuan pembangunan pertanian adalah

kesejahteraan petani Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris.

Oleh karena itu, mayoritas penduduknya bergantung pada sektor pertanian.

Sehingga untuk pengembangan pertanian secara menyeluruh tentu dibutuhkan

jumlah investasi yang besar. Tanpa adanya investasi yang besar dalam

pengembangan infrastruktur penunjang serta peningkatan kualitas produk

pertanian maka akan sulit bagi Indonesia untuk bersaing dengan negara lain di

sektor ini.

2.1.3. Identifikasi Penyebab Investasi Pertanian Terhambat

Perkembangan investasi untuk sektor pertanian memiliki kecenderungan

yang terus menurun. Terdapat beberapa hal yang dapat menjadi penyebab

ketidaktertarikan investor untuk menanamkan modalnya ke sektor petanian,

diantaranya:

Pertama, sektor pertanian memiliki risiko dan ketidakpastian yang sangat tinggi

dibanding sektor lain. Terlebih lagi dengan adanya climate change yang

menyebabkan kemungkinan terjadinya fluktuasi produksi menyebabkan

ketidakpastian dan risiko yang dihadapi semakin tinggi.

Kedua, pada kasus pertanian di Indonesia, minimnya sarana pendukung yang

tersedia menjadi salah satu faktor yang membuat investasi pada pertanian semakin

tidak menarik. Seperti yang telah banyak diketahui, saat ini sarana pertanian

seperti irigasi misalnya yang ada di daerah adalah peninggalan masa orde baru

(40)

pertanian berada di daerah, dan infrastruktur sepeti jalan yang ada pada beberapa

jalur misalkan pada jalur pantura kurang baik sehingga besarnya kemungkinan

terjadi kerusakan barang semakin tinggi.

Ketiga, masih sulitnya birokrasi yang ada apabila hendak mendirikan usaha

pertanian yang memiliki skala ekonomi yang cukup besar sehingga menjadi

kurang menarik.

Keempat, masih tidak stabilnya iklim investasi di Indonesia. Hal ini berlaku

secara keseluruhan, baik sektor pertanian maupun nonpertanian.

Kelima, masih tidak stabilnya iklim politik dan pada beberapa komoditi pertanian

yang menjadi komoditi politik.

Keenam, masih maraknya pungutan-pungutan liar di Indonesia sehingga semakin

meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan. Masih terdapatnya tumpang tindih

kebijakan antar departemen atau kementrian yang ada dan kurangnya koordinasi

antar instansi pemerintahan sehingga menimbulkan kebingungan pada investor

Ketujuh, adanya otanomi daerah yang terkadang kebijakannya tumpang tindih

dengan kebijakan pemerintah pusat.

Kedelapan,

Sektor pertanian adalah sektor yang memiliki peran penting dalam

meningkatkan perekonomian, terutama perekonomian pedesaan. Saat ini tren

investasi pertanian memiliki tren yang mengalami penurunan. Karena pentingnya

peran investasi untuk mengembangkan sektor pertanian, diperlukan berbagai

kebijakan untuk membangkitkan iklim investasi dibidang pertanian.

anggapan bahwa investasi sektor pertanian tidak menarik

(41)

Hal yang paling utama untuk meningkatkan minat investasi bidang

pertanian adalah mensinergiskan kebijakan dalam pemerintahan, baik antara

departemen/kementrian di pemerintah pusat maupun dengan pemerintah daerah.

Dengan adanya kesinergisan kebijakan, maka investor mendapatkan suatu

kepastian kebijakan investasi sehingga mereka dapat lebih mudah untuk

mengambil keputusan investasi.

Pemerintah juga perlu melakukan upaya pendekatan kepada investor untuk

menanamkan modalnya dibidang pertanian. Hal ini dapat dilakukan dengan cara

memberikan kemudahan untuk investasi misalkan bantuan untuk merampingkan

jalur birokrasi, memberikan jaminan kestabilan politik dan keamanan investasi,

serta perbaikan infrastruktur sehingga dapat meminimalisasi risiko dan

ketidakpastian yang dihadapi.

Pengembangan permodalan dalam upaya peningkatan kesejahteraan petani

untuk mengatasi keterbatasan permodalan dan lemahnya kelembagaan petani.

Kementerian Pertanian mengembangkan fasilitas pembiayaan dalam bentuk skim

kredit program dengan subsidi bunga dan penjaminan, serta melaksanakan

kegiatan pemberdayaan petani. Skim kredit program yang telah dikembangkan

adalah Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang kemudian berubah menjadi Kredit

Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E), Kredit Pengembangan Energi Nabati dan

Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP), Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS), dan

Kredit Usaha Rakyat (KUR). KKP-E, KPEN-RP, KUPS adalah skim kredit

program dengan subsidi bunga, sementara KUR adalah skim kredit program

(42)

Dana kredit sepenuhnya berasal dari Bank Pelaksana. Tingkat realisasi

penyerapan skim kredit program KKP-E tersebut rata-rata masih rendah, berkisar

20% per tahun dari total komitmen bank pelaksana sebesar Rp. 8,779 triliun.

Komitmen bank dan realisasi serapan KPEN-RP secara kumulatif (2007 -2011)

per Oktober 2011 sebesar Rp. 1,818 triliun. Sedangkan komitmen bank dan

realisasi serapan KUPS secara kumulatif (2009-2011) per Oktober 2011 sebesar

Rp. 391,543 miliar.

Tabel 4. Komitmen Bank, Realisasi Serapan, Cakupan Komoditas Kredit Program Tahun 2011 (per Oktober 2011)

No Skim

Kredit Cakupan Komoditas

Komitmen Bank (Rp.triliun Realisasi (Rp.triliun) % Terhadap Komitmen Bank

1 KKP-E

Tan. Pangan, Kortikultura, Perkebunan, Peternakan,

pengadaan pangan

8,779 1,589 18,1

2 KPEN-RP Sawit, Kakao, Karet 38,603*) 1,818 4,7

3 KUPS Pembibitan Sapi 3,882 *) 0,392 10,1

4 KUR Semua usaha produktif

semua sector 20,000 3,993**) 16,4

Keterangan :

*) Komitmen bank untuk KPEN-RP th. 2007-2014 dan KUPS tahun 2009-2014 **) Realisasi KUR untuk sektor pertanian. Realisasi KUR untuk semua sektor usaha Rp. 24,404 triliun.

Dari hasil evaluasi, rendahnya tingkat serapan kredit program tersebut

disebabkan antara lain: 1) usaha pertanian dianggap perbankan mempunyai risiko

[image:42.595.110.517.334.580.2]
(43)

sertifikat lahan yang dipersyaratkan perbankan, 3) perbankan menerapkan prinsip

kehati-hatian mengingat risiko sepenuhnya ditanggung perbankan (kecuali KUR)

dan 4) khusus calon debitur KPEN-RP masalah status lahan belum bersertifikat

dan sebagain provinsi/kabupaten/kota belum memiliki RTRWP/RTRWK, 5)

untuk KUR sektor pertanian sudah disediakan penjaminan sebesar 80 % namun

suku bunga yang dibebankan petani cukup tinggi untuk KUR mikro (<Rp. 20 juta)

maksimum 22% dan KUR ritel (>Rp.20 juta) maksimum 14 % per tahun.

Menyadari bahwa mayoritas petani memiliki skala usaha yang kecil, akses

terbatas dan posisi tawar yang lemah di pasar, Kementerian Pertanian melakukan

kegiatan pemberdayaan kelembagaan petani antara lain melalui Lembaga Mandiri

yang mengakar di Masyarakat (LM3) dan Kelompok Tani/Gabungan Kelompok

Tani (Gapoktan). Sejak pelaksanaan kegiatan LM3 tahun 2007, Kementerian

Pertanian setiap tahunnya telah melakukan kegiatan pemberdayaan petani

rata-rata untuk 1.300 LM3.

Pada tahun 2011 kegiatan pemberdayaan dilaksanakan pada 1.033 LM3.

Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) merupakan program

terobosan Kementerian Pertanian untuk mengentaskan masyarakat dari

kemiskinan dan pengangguran di perdesaan serta meningkatkan kemampuan dan

keterampilan anggota Gapoktan sebagai pelaku usaha agribisnis. Pada tahun 2011,

dari target 10.000 desa, kegiatan PUAP berhasil dilaksanakan di 9.096

Desa/Gapoktan (Laporan Kinerja Kementan 2011).

Investasi rumah tangga petani mencakup komoditas perkebunan utama

(kelapa sawit, karet, kakao), peternakan (pembibitan sapi potong dan sapi perah)

(44)

berupa pembukaan kebun baru dengan rata-rata 1,67 ha untuk kelapa sawit, 1.10

ha untuk karet dan 0,91 ha untuk kakao, yang umumnya dilakukan pada tahun

1997.

Investasi tersebut didorong oleh harga komoditas yang tinggi sebagai

akibat krisris ekonomi yang menyebabkan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah

melonjak tajam. Investasi untuk peternakan berupa pembelian sapi produk,

pembangunan kandang dan kebun rumput, dengan rata-rata 3 ekor untuk

pembibitan sapi potong dan 4 ekor untuk sapi perah. Sementara itu, investasi

untuk pompa air dan traktor tangan masing-masing adalah 1 unit.

2.1.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Investasi

Pendapatan nasional bisa naik atau turun karena perubahan investasi.

Kondisi ini tergantung pada perubahan teknologi, penurunan tingkat bunga,

pertumbuhan penduduk, dan faktor-faktor dinamis lainnya (Samuelson dalam

Makmun, 2003)

Sementara itu, lingkungan domestik masih belum mampu menciptakan

iklim investasi yang sehat. Beberapa faktor domestik yang mengahambat iklim

investasi belum mengalami perbaikan yang berarti. Faktor-faktor tersebut antara

lain adalah sebgain berikut (BKPM,2004):

1) Prosedur yang panjang dan berbelit.

2) Tumpang tindihnya kebijakan pusat dan daerah di bidang investasi serta

kebijakan antar sektor.

3) Kurangnya kepastian hukum dengan berlarutnya perumusan RUU Penanama

Modal

(45)

5) Stabilitas keamanan secara nasional relatife membaik

6) Kurangnya insentif investasi, termasuk insentif perpajakan dalam menarik

penanaman modal di Indonesia.

Faktor penghambat utama investasi adalah kebutuhan modal yang besar

untuk memulai atau perluasan usaha, baik perusahaan besar maupun petani.

Meningkatnya harga input, upah tenaga kerja serta kondisi lingkungan dan iklim

yang kurang kondusif menghambat perkembangan usaha. Bagi perusahan besar,

otonomi daerah cukup menambah beban finansial dalam bentuk pembayaran

retribusi yang terlalu besar. Untuk sapi potong faktor penghambat utamanya

adalah rendahnya harga jual sapi akhir-akhir ini.

2.1.5. Tingkat Bunga dan Investasi

Peningkatan permintaan terhadap dana pinjaman akan mendongkrak

tingkat bunga equilibrium. Tingkat bunga yang lebih tinggi akan mengurangi arus

modal neto. Permintaan investasi juga bisa berubah karena pemerintah mendorong

atau membatasi investasi melalui undang-undang pajak. Sebagai contoh,

anggaplah pemerintah menaikkan pajak pendapatan perorangan dan menggunakan

peneriman tambahan tersebut untuk mengurangi pajak bagi orang-orang yang

menginvestasikan dananya ke modal baru. Perubahan dalam undang-undang pajak

seperti itu membuat banyak proyek investasi lebih menguntungkan dan, seperti

inovasi teknologi, meningkatkan permintaan akan barang- barang investasi

(46)

2.1.6. Investasi dan GDP

Investasi merupakan unsur GDP yang paling sering berubah. Ketika

pengeluaran atas barang dan jasa turun selama resesi, sebagian besar dari

penurunan itu, berkaitan dengan anjloknya pengeluaran investasi. Para ekonomi

mempelajari investasi untuk memahami fluktuasi dalam output barang dan jasa

perekonomian dengan lebih baik.

Model GDP seperti model IS-LM didasarkan pada fungsi investasi

sederhana yang mengaitkan investasi dengan tingkat bunga riil; I= I (r). Fungsi ini

mnenyatakan bahwa tingkat bunga riil menurunkan investasi. Ada tiga jenis

pengeluaran investasi, yaitu investasi tetap bisnis, investasi residensial dan

investasi persediaan.

Investasi tetap bisnis mencakup peralatan dan struktur yang dibeli

perusahaan untuk proses produksi. Investasi residensial, mencakup rumah baru

yang orang beli untuk tempat tinggal dan yang dibeli tuan tanah untuk disewakan.

Investasi persediaan mencakup barang-barang yang disimpan perusahaan di

gudang, termasuk bahan-bahan persediaan, barang dalam proses, dan barang jadi.

Kebijakan Pemerintah kedepan, investasi oleh perusahaan besar baik

PMDN dan PMA, maupun rakyat perlu ditempatkan dalam upaya peningkatan

PDRB pertanian, produksi pertanian, pendapatan petani dan penyediaan

kesempatan kerja. Namun undang-undang mengenai penanaman modal jangan

sampai lebih mengutamakan investasi PMA tanpa diimbangi investasi PMDN dan

rakyat yang memadai.

Hal ini perlu ditekankan jangan sampai lebih banyak Sumber Daya Alam

(47)

rakyat/petani kehilangan kesempatan untuk berusaha, utamanya di bidang

perkebunan.

2.1.7. Investasi dan Penentuan Tingkat Upah

Faktor produksi sering diklasifikasikan menjadi empat, yaitu tanah, tenaga

kerja, modal dan kewirausahaan. Pengklasifikasian terhadap keempat faktor

produksi tersebut atas perbedaan elastisitas penawaran parsial, karakteristik yang

terkandung pada setiap faktor produksi, dan imbalan yang diterima

masing-masing pemilik faktor produksi. Secara historis, pembedaan ini bersesuaian

dengan berkembangnya bargaining position antara tiga kelompok masyarakat,

kapitalis, tuan tanah, dan tenaga kerja.

Kekuatan pasarlah yang kemudian menentukan berapa besar imbalan yang

akan diterima masing-masing. Tenaga kerja akan mendapatkan upah, tuan tanah

mendapatkan sewa tanah, pemilik modal mendapatkan tingkat bunga (Makmun

dan Yasin, 2003).

Pandangan ekonomi kapitalis terhadap tenaga kerja tidak terlepas dari

konsep faktor produksi atau input. Perkembangan iklim usaha menentukan

adanya penyesuaian perlakuan terhadap tenaga kerja. Pada awalnya ada

kecenderungan tenaga kerja dianggap sebagai suatu faktor produksi lainnya yang

memberikan kontribusi relatif tetap terhadap produksi. Pandangan ini yang

menghasilkan sistem pengupahan tetap terhadap tenaga kerja sebagaimana input

tanah mendapatkan sewa tetap dan modal mendapatkan bunga.

Adanya ketidakstabilan sifat dan karakter tenaga kerja, mendorong

perusahaan untuk memberikan perlakuan lain terhadap tenaga kerja. Jika tanah

(48)

Namun demikian, hal ini tidak cukup menjadikan alasan bagi aliran ekonomi

utama (mainstream economy) untuk melakukan pembedaan analisis terhadap

faktor produksi lain.

Jika kemudian tenaga kerja dibedakan dengan entrepeuner (wirausaha)

adalah lebih didasarkan atas perbedaan karakteristik intrinsik yang ada pada kedua

faktor produksi tersebut. Entrepreuner dipandang sebagai tenaga kerja yang

berani mengambil resiko, sehingga ia berhak mendapatkan imbalan sesuai dengan

resiko yang diambil dan nilainya belum tentu tetap.

Tenga kerja dipandang sebagai suatu faktor produksi yang mampu untuk

meningkatkan daya guna faktor produksi lainnya (mengolah tanah, memanfaatkan

modal, dan sebagainya) sehingga perusahaan memandang tenaga kerja sebagai

investasi dan perusahaan memberikan pendidikan kepada karyawannya sebagai

wujud kapitalisasi tenaga kerja.

2.2. Tenaga Kerja Pertanian

2.2.1. Definisi Tenaga Kerja

Tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang

sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain (seperti : bersekolah

dan mengurus rumah tangga); walaupun sedang tidak bekerja mereka dianggap

secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. Secara praktis,

pengertian tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk usia kerja (Simanjuntak,

1985).

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tetang ketenagakerjaan,

yang disebut sebagai tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan

(49)

kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Sumarsono (2003) menyatakan tenaga

kerja sebagai semua orang yang bersedia untuk bekerja.

Pengertian tenaga kerja tersebut meliputi mereka yang bekerja untuk

dirinya sendiri ataupun keluarga yang tidak menerima bayaran berupa upah; atau

mereka yang bersedia bekerja dan mampu untuk bekerja namun tidak ada

kesempatan kerja sehingga terpaksa menganggur. Dumairy (1996) mendefinisikan

tenaga kerja adalah penduduk yang berusia dalam batas usia kerja.

Sedangkan Badan Pusat Statistik mendefinisikan tenaga kerja (manpower)

sebagai seluruh penduduk dalam usia kerja (15 tahun keatas) yang berpotensi

memproduksi barang dan jasa. Sitanggang dan Nachrowi (2004) memberikan

ciri-ciri tenaga kerja yang antara lain :

1. Tenaga kerja umumnya tersedia di pasar tenaga kerja dan biasanya siap untuk

digunakan dalam suatu proses produksi barang dan jasa. Kemudian perusahaan

atau penerima tenaga kerja meminta tenaga kerja dari pasar tenaga kerja.

Apabila tenaga kerja tersebut telah bekerja, maka mereka akan menerima

imbalan berupa upah atau gaji.

2. Tenaga kerja yang terampil merupakan potensi sumber daya manusia (SDM)

yang sangat dibutuhkan pada setiap perusahaan untuk mencapai tujuan. Jumlah

penduduk dan angkatan kerja yang besar di satu sisi merupakan potensi SDM

yang dapat diandalkan, tetapi disisi lain juga merupakan masalah besar yang

berdampak pada berbagai sektor

Tenaga kerja (manpower) terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan

kerja. Angkatan kerja (labor force) terdiri dari : golongan yang bekerja dan

(50)

Tenaga Kerja = Angkatan Kerja + Bukan Angkatan Kerja

bukan angkatan kerja terdiri dari : golongan yang bersekolah, golongan yang

mengurus rumah tangga dan golongan lain-lain atau penerima pendapatan. Ketiga

kelompok bukan angkatan kerja sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk

bekerja sehingga kelompok ini dinamakan potensial labor force (Simanjuntak,

[image:50.595.89.509.268.626.2]

1985).

Gambar 2. Komposisi Penduduk dan Tenaga Kerja. Penduduk

Tenaga Kerja Bukan Tenaga Kerja

Angkatan Kerja

Bukan Angkatan Kerja

Menganggur Bekerja

Sekolah Mengurus

Rumah Tangga

Penerima Pendapatan

Setengah Pengangguran

Bekerja Penuh

Kentara Tidak Kentara

Produktivitas Rendah

Penghasilan Rendah

(51)

Tenaga kerja dalam pertanian di Indonesia dibedakan ke dalam persoalan

tenaga kerja dalam usahatani kecil-kecilan (usahatani pertanian rakyat) dan

persoalan tenaga kerja dalam perusahaan pertanian yang besar-besar yaitu

perkebunan, kehutanan, peternakan dan sebagainya.

Pembedaan ini penting karena apa yang dikenal sebagai tenaga kerja

dalam usahatani tidaklah sama pengertiannya secara ekonomis dengan pengertian

tenaga kerja dalam perusahaan-perusahaan dalam perkebunan. Dalam usaha tani

sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri atas

ayah sebagai kepala keluarga, isteri, dan anak-anak petani. Anak-anak berumur 12

tahun misalnya sudah sudah dapat merupakan tenaga kerja yang produktif bagi

usaha tani. Mereka dapat membantu mengatur pengairan, mengangkut bibit atau

pupuk ke sawah atau membantu penggarapan sawah.

Selain itu anak-anak petani dapat menggembala kambing atau sapi, itik

atau menangkap ikan dan lain-lain yang menyumbang pada produksi pertanian

keluarga. Tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani ini merupakan

sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah

dinilai dalam uang. Memang usahatani dapat sekali-sekali membayar tenaga kerja

tambahan misalnya dalam tahap penggarapan tanah baik dalam bentuk pekerjaan

ternak maupun tenaga kerja langsung.

Bahwa peranan kerja yang berasal dari keluarga petani sendiri memang

peranan yang penting tidaklah hanya khusus kita dapati di Indonesia saja. Juga di

negara-negara yang sudah maju pertaniannya, isteri dan anak-anak petani juga

ikut aktif menyumbang pada kegiatan produksi. Kalau seorang petani mengalami

(52)

tolong pada tetangga dan familinya dengan pengertian ia akan kembali

menolongnya pada kesempatan yang lain.

Dengan cara begini tidak ada upah uang yang harus dibayar dan ini dapat

menekan ongkos tenaga kerja. Sifat tolong menolong ini ada pada petani dimana

saja, dalam satu desa atau lebih. Kaslan Tohir menunjukkan bahwa di Indonesia

tolong menolong ini lebih banyak terdapat pada tanaman padi daripada palawija.

Ini berarti bahwa tolong menolong memang benar-benar lebih banyak terdapat

pada tanaman daripada palawija. Ini berarti bahwa tolong menolong memang

benar-benar banyak terdapat pada pekerjaan dimana dimungkinkan pengembalian

pekerjaan yang sama pada tanaman yang sama.

Petani yang menanam tembakau misalnya walaupun memerlukan lebih

banyak tenaga kerja tidak dapat mengharapkan bantuan tenaga secara gratis.

Pertama-tama ia akan mengerahkan tenaga kerja keluarga sendiri

sebanyak-banyaknya, baru setelah itu belum cukup maka diupahnya tenaga kerja tambahan

dari luar keluarga. Tenaga kerja dari luar dapat berupa tenaga kerja harian atau

borongan tergantung pada keperluan. Tenaga kerja untuk penggarapan sawah

biasanya diatur secara borongan.

2.2.2. Penawaran Tenaga Kerja.

Penawaran tenaga kerja merupakan suatu hubungan antara tingkat upah

dengan jumlah tenaga kerja. Menurut Ananta (1990) penawaran terhadap pekerja

adalah hubungan antara tingkat upah dengan jumlah satuan pekerja yang disetujui

oleh pensuplai untuk ditawarkan. Jumlah satuan pekerja yang ditawarkan

tergantung pada beberapa faktor yang antara lain : banyaknya jumlah penduduk,

(53)

Ht

E2

E3

E4 En

ditawarkan oleh angkatan kerja. Simanjuntak (1985) mendefinisikan penawaran

tenaga kerja merupakan jumlah usaha atau jasa kerja yang tersedia dalam

masyarakat untuk menghasilkan barang dan jasa.

Menurut Arfida (2003) penawaran tenaga kerja adalah menggambarkan

hubungan antara tingkat upah dengan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan.

Penawaran tenaga kerja dalam jangka pendek merupakan suatu penawaran

tenaga kerja bagi pasar dimana jumlah tenaga kerja keseluruhan yang ditawarkan

bagi suatu perekonomian dapat dilihat sebagai hasil pilihan jam kerja dan pilihan

partisipasi oleh individu. Sedangkan penawaran tenaga kerja dalam jangka

panjang merupakan konsep penyesuaian yang lebih lengkap terhadap

perubahan-perubahan kendala.

[image:53.595.143.521.403.592.2]

Upah

Gambar 3. Penawaran Tenaga Kerja.

Sumber : Simanjuntak, 1985

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penawaran tenaga kerja

adalah tingkat upah, Pertambahan tingkat upah akan mengakibatkan pertambahan

jam kerja bila substitution effect lebih besar daripada income effect (Simanjuntak,

o A Cl C2 C3 C4

B

Waktu

(54)

D S1

E1

E2

E3

E1

S2

E4

E5

1985). Pada gambar 3 terlihat bahwa besarnya penyediaan waktu bekerja

sehubungan dengan peningkatan tingkat upah (bila substitution effect lebih besar

daripada income effect) akan mendorong tenaga kerja untuk mengurangi waktu

senggangnya dan menambah jam kerja, ini dapat dilihat pada pergeseran titik dari

posisi E1 ke E2 dan ke E3 sehingga waktu untuk bekerja bertambah dari HD1 ke

HD2 ke HD3. Namun bila substitution effect lebih kecil daripada income effect

kenaikan tingkat upah juga dapat mengakibatkan pengurangan waktu bekerja,

yakni dengan perubahan upah dari dari BC3 menjadi BC4 yang menyebabkan

waktu untuk bekerja berkurang dari HD3 ke HD4 .

Upah

[image:54.595.135.500.362.515.2]

H Jumlah jam kerja

Gambar 4. Fungsi Penawaran Tenaga Kerja.

Dalam gambar 4, dijelaskan bahwa pada awalnya jumlah jam kerja akan

bertambah saat terjadi kenaikan tingkat upah yang ditunjukan oleh titik E1 E2.

Namun ketika telah mencapai jumlah waktu bekerja sebesar HD jam, tenaga kerja

akan mengurangi jam kerja ketika tingkat upah mengalami kenaikan (seperti yang

(55)

Kemudian terjadi penurunan jam kerja sehubungan dengan pertambahan

tingkat upah seperti yang ditunjukkan pada titik E4 atau pada penggal grafik S2

dan S3. Penurunan jam kerja pada saat terjadi kenaikan upah dinamakan

backward-bending.

2.2.3. Tingkat Partisipasi Kerja (TPK)

Tingkat partisipasi kerja (TPK) atau Labor Force Participation Rate

(LFPR) adalah perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan jumlah

penduduk dalam usia kerja dalam kelompok yang sama. Dalam bentuk persamaan

matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

��� =�����ℎ��

�����ℎ�� � 100

Semakin besar TPK maka semakin besar angkatan kerja dalam kelompok yang

sama dan sebaliknya semakin besar jumlah yang masih bersekolah dan mengurus

rumah tangga maka semakin besar jumlah yang bukan angkatan kerja dan

akibatnya semakin kecil TPK. Menurut Simanjuntak (1985) terdapat beberapa

faktor yang mempengaruhi besar kecilnya TPK diantaranya :

1. Jumlah penduduk yang bersekolah

Jumlah angkatan kerja dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang bersekolah dan

mengurus rumah tangga. Semakin sedikit jumlah penduduk yang tergolong

angkatan kerja maka semakin rendah tingkat partisipasi kerja

2. Umur

Tingkat partisipasi kerja mula-mula meningkat sesuai dengan pertambahan

umur, kemudian menurun lagi menjelang usia pensiun (usia tua). Peningkatan

(56)

dipengaruhi oleh dua hal. Pertama, semakin tinggi tingkat umur maka semakin

kecil proporsi penduduk yang bersekolah sehingga tingkat partisipasi kerja

pada kelompok umur dewasa lebih besar dari kelompok umur yang lebih muda.

Kedua, semakin tua seseorang maka tanggung jawabnya terhadap keluarga

menjadi semakin besar sehingga tingkat partisipasi kerja menjadi lebih besar.

3. Tingkat upah

Tingkat upah mempengaruhi penyediaan tenaga kerja melalui dua daya yang

berlawanan. Kenaikan tingkat upah disatu pihak akan meningkatkan

pendapatan (income effect) yang cenderung mengurangi tingkat partisipasi

kerja. Dan dipihak lain peningkatan upah membuat harga waktu senggang

relatif lebih mahal, sehingga pekerjaan menjadi lebih menarik untuk

menggantikan waktu senggang (substitution effect). Daya subsitusi dari

kenaikan upah akan mendorong kenaikan partisipasi kerja.

4. Tingkat pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin banyak waktu yang

disediakan untuk bekerja, sehingga akan meningkatkan partisipasi kerja.

5. Kegiatan ekonomi

Program pembangunan disatu pihak, menuntut keterlibatan banyak orang.

Dilain pihak program pembangunan membutuhkan harapan-harapan baru,

harapan untuk dapat ikut menikmati hasil pembangunan tersebut, maka tingkat

partisipasi kerja akan semakin besar.

2.2.4. Permintaan Tenaga Kerja

Pertambahan permintaan tenaga kerja tergantung pada pertambahan

(57)

D

VMPP1

Dalam siatem ekonomi pasar diasumsikan bahwa seorang pengusaha tidak dapat

mempengaruhi harga.

Disatu pihak, perusahaan bertindak sebagai price taker yaitu perusahaan

tidak dapat merubah harga dengan menurunkan maupun menaikan output yang

diproduksi. Dipihak lain pengusaha dapat menjual berapa saja produksinya

dengan harga yang berlaku. Dalam hal memaksimumkan laba, pengusaha hanya

dapat mengatur jumlah karyawan yang dapat dipekerjakannya (Simanjuntak,

1985).

Dalam hal meminta tambahan tenaga kerja suatu perusahaan akan

memperkirakan tambahan output yang akan diperoleh sehubungan dengan

penambahan tenaga kerja tersebut atau yang disebut dengan ����(marginal

physical of labor). Selanjutnya pengusaha akan menghitung jumlah uang yang

akan diperoleh pengusaha dengan tambahan output marginal ter

Gambar

Tabel 1.  Persentase Penduduk Umur 15 Tahun Ke atas yang Bekerja
Tabel  2.  Tingkat Pertumbuhan Investasi Pertanian di Kabupaten Asahan dari Tahun 2007 s/d 2012
Tabel 3. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Asahan Menurut
Gambar 1.  Kurva Permintaan Investasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, analisis data menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan dari variabel kontrol diri terhadap variabel perilaku agresif

Rataan pertambahan bobot badan (PBBH) landak jantan PI nyata lebih tinggi (P&lt;0,05) dari landak betina, sebaliknya PBBH landak betina PII nyata lebih tinggi (P&lt;0,05) dari

Jika ditelisik lebih dalam lagi meningkatnya angka angota IKAPI, meningkatnya jumlah judul terbit dan juga ditempuhnya jalur promosi melalui internet oleh para

sendiri sangat mudah untuk menemukan berbagai macam jenis pisang dikarenakan buah ini tumbuh dengan subur, sehingga banyak masyarakat yang mengolah berbagai aneka

Elen berusaha memberikan pelayanan yang baik kepada pembeli dengan menjalin komunikasi yang baik dengan.. merespon chat di Shopee segera mungkin ketika sedang online

[r]

Configure router Site 2 to route between VLANs using information in the Addressing Table and VLAN Switch Port Assignment Table.. The VLANs will be configured on the switches later

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan mutu pelayanan postnatal care terhadap kepuasan pasien di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2014.Desain