ANALISIS PENGARUH INVESTASI PERTANIAN DAN
TENAGA KERJA PERTANIAN TERHADAP
PDRB PERTANIAN KABUPATEN ASAHAN
PROPINSI SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh
TOGA
107039026
PROGRAM MAGISTER AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS PENGARUH INVESTASI PERTANIAN DAN
TENAGA KERJA PERTANIAN TERHADAP
PDRB PERTANIAN KABUPATEN ASAHAN
PROPINSI SUMATERA UTARA
TESIS
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara.
Oleh :
TOGA
107039026
PROGRAM MAGISTER AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Tesis : Analisis Pengaruh Investasi Pertanian dan Tenaga Kerja Pertanian terhadap PDRB Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara.
Nama : TOGA NIM : 107039026
Program Studi : Magister Agribisnis
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS)
Ketua Anggota
(Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS)
Ketua Program Studi, Dekan,
Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji pada hari Selasa, 23
Juli 2013
Tim Penguji
Ketua : Dr. Ir. Tavi Supriana, MS
Anggota : Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS
: Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M. Si
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul :
ANALISIS PENGARUH INVESTASI PERTANIAN DAN TENAGA KERJA PERTANIAN TERHADAP PDRB KABUPATEN ASAHAN PROPINSI SUMATERA UTARA.
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya. Sumber–sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara benar dan jelas.
Medan, Juli 2013. yang membuat pernyataan,
Toga
T O G A 107039026 2013
ANALISIS PENGARUH INVESTASI PERTANIAN DAN TENAGA KERJA
PERTANIAN TERHADAP PDRB KABUPATEN ASAHAN PROPINSI
SUMATERA UTARA
Universitas
Sumatera
ABSTRAK
PDRB sektor pertanian Kabupaten Asahan sangat fluktuatif. Pertumbuhan PDRB pertanian Kabupaten Asahan lebih kecil daripada PDRB sektor lainnya dalam periode pengamatan yang sama. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh investasi pertanian dan jumlah tenaga kerja pertanian terhadap PDRB pertanian Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara. Data yang digunakan adalah data series tahun 1993 – 2012 dan menggunakan analisis regresi linier berganda.
Penelitian ini menunjukkan bahwa investasi pertanian, jumlah tenaga kerja pertanian memberi pengaruh nyata terhadap perkembangan PDRB Kabupaten Asahan, tetapi laju pertumbuhan PDRB sector pertanian Kabupaten Asahan lebih rendah dibanding sektor lainnya. Sebagai upaya meningkatkan PDRB sektor pertanian Kabupaten Asahan maka diperlukan kebijakan mendorong minat investasi di daerah Kabupaten Asahan. Pengembangan usaha sebaiknya diarahkan pada kegiatan yang meningkatkan produktifitas pertanian dan produktivitas tenaga kerja pertanian.
ABSTRACT
Agricultural PDRB Asahan very volatile. The growth of agricultural PDRB Asahan PDRB smaller than other sectors in the same period of observation
The result of this study showed that agricultural investment and the number of agricultural labor force had a significant influence on the GRDP development of Asahan District, but the growth rate of agricultural sector-related GRDP of Asahan District was lower compared to that of the other sectors. To increase the agricultural sector-related GRDP of Asahan District, a policy to encourage the investment interest in the area of Asahan District is needed. Business expansion should be led to the activities increasing agricultural productivity and the agricultural productivity labor force.
. The purpose of this study was to analyze the influence of Agricultural Investment and the Number of Agricultural Labor Force on the Agricultural Sector- related GRDP of Asahan District, Province of Sumatera Utara.This study used the time series data from 1993 to 2012 and the data obtained were analyzed through multiple linear regression tests.
RIWAYAT HIDUP
TOGA, Lahir di Medan, pada tanggal 01 Juni 1961 dari Bapak Kapt
Purn. P. Marbun Banjar Nahor dan Ibu Saulina Sinaga. Penulis merupakan putra
ke satu dari empat bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis sebagai berikut :
1. Tahun 1973 tamat Sekolah Dasar Negeri X Kisaran
2. Tahun 1976 tamat Sekolah Menengah Pertama Negeri I Kisaran.
3. Tahun 1980 tamat Sekolah Menengah Atas Negeri I Medan
4. Tahun 1988 tamat Universitas Sumatera Utara Jurusan Budidaya Pertanian
Medan
5. Tahun 2011 melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Magister Agribisnis
Universitas Sumatera Utara.
Riwayat Pekerjaan yang pernah di capai adalah sebagai berikut
1. Tahun 1997 sebagai Kasubsi Pencegahan, Pemberantasan dan Pengendalian
Hama dan Penyakit Ternak pada Dinas Peternakan Kabupaten Asahan.
2. Tahun 2001 sebagai Kasi Agro Industri dan Pemasaran Hasil Peternakan pada
Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Asahan.
3. Tahun 2007 sebagai Pj. Kasubdis SDM, Kelembagaan dan Teknologi pada
Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Asahan.
4. Tahun 2007 sebagai Pj. Kabid SDM, Kelembagaan, Teknologi pada Dinas
Pertanian Kabupaten Asahan.
6. Tahun 2011 sebagai Kepala Bidang Parawisata pada Dinas Pemuda, Olahraga,
Budaya dan Parawisata Kabupaten Asahan.
7. Tahun 2013 sebagai Sekretaris pada Badan Pelaksana Penyuluhan dan
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
kasih dan anugerah-Nya sehingga usulan penelitian ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan dan materi yang disajikan dalam
usulan penelitian ini jauh dari sempurna, dikarenakan kekurangan dan
keterbatasan kemampuan yang dimiliki, sehingga kritik dan saran yang sifatnya
membangun diharapkan untuk melengkapinya. Terima kasih atas bimbingan dan
saran dosen pembimbing Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S sebagai Pembimbing I
dan Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS sebagai Pembimbing II
Tersusunnya tesis ini tidak lepas dari motivasi, bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS, sebagai Dekan Fakultas Pertanian
2. Drs. H. Taufan Gama Simatupang, M.AP sebagai Bupati Asahan
3. Dr. Ir. Surya Abadi Sembiring, M.Si sebagai Penguji I
4. Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si sebagai Penguji I
5. Ir. Jhony H. Sihotang sebagai Kepala BP2KP Asahan
6. Dosen-dosen Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
7. Staf Tata Usaha Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
8. Istri tercinta yang selalu memberikan doa, dukungan dan materi sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
9. Anak – Anak tersayang yang selalu memberikan dukungan dan doa.
10.Teman-teman Agribisnis angkatan IV yang telah memberikan dukungan
11.Rekan-rekan yang membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini khususnya
Dedi, Zailani dan Khairul Niqma.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga tesis ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Medan, Juli 2013
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACK ... ii
RIWAYAT HIDUP... iii
KATA PENGANTAR... v
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Kegunaan Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Investasi ... 8
2.1.1. Sektor Pertanian... 13
2.1.2. Investasi Pertanian ... 16
2.1.3. Identifikasi Penyebab Investasi Pertanian Terhambat ... 19
2.1.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Investasi ... 24
2.1.6. Investasi dan Penentuan Tingkat Upah ... 26
2.2. Tenaga Kerja Pertanian ... 28
2.2.1. Defenisi Tenaga Kerja ... 28
2.2.2. Penawaran Tenaga Kerja ... 32
2.2.3. Tingkat Partisipasi Kerja (TPK) ... 35
2.2.4. PermintaanTenaga Kerja ... 37
2.2.5. Angkatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi ... 39
2.2.6. Kesempatan Kerja dan Pertunbuhan Ekonomi ... 41
2.2.7. Kegiatan Pertanian Masih Menjadi Andalan Penampung TenagaKerja ... 43
2.2.8. Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Bekerja dikegiatan Pertanian ... 43
2.3. Pengertian Produksi dan Fungsi Produksi ... 44
2.4. PDRB Sektor Pertanian ... 46
2.5. Penelitian Terdahulu ... 49
2.6. Kerangka Konseptual ... 51
2.7. Hipotesis Penelitian ... 52
III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 53
3.2. Jenis dan Sumber Data ... 53
3.3. Metode Pengumpulan Data ... 54
3.4. Teknik Analisis Data... 55
3.4.1. Analisis Kuantitatif ... 55
3.4.1.1. Model Persamaan ... 55
3.4.1.2. Pengujian Hasil Persamaan Regresi ... 56
3.5. Defenisi Operasional Variabel... 60
3.5.1. Defenisi Operasional ... 60
3.5.2. Batasan Operasional ... 61
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Wilayah atau Deskripsi Objek Penelitian ... 62
4.1.2.Kondisi Demografis Kabupaten Asahan ... 63
4.2. Deskripsi Data atau Sampel ... 66
4.2.1 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Asahan ... 66
4.2.2.Kondisi Penanaman Modal di Kabupaten Asahan ... 70
4.2.3 Kondisi Tenaga Kerja di Kabupaten Asahan ... 72
4.3. Hasil dan Pembahasan ... 74
4.3.1. Analisis Regresi Linear Berganda ... 74
4.3.2. Uji Normalitas ... 75
4.3.3. Uji Multikolinearitas... 76
4.3.4. Uji Autokorelasi ... 77
4.3.5. Uji Heterokedasitas ... 78
4.3.6. Uji Statistik ... 79
4.3.6.1. Uji Koefisien Determinasi (R2 4.3.6.2. Uji Pengaruh Variabel Secara Serempak ... 79
) ... 79
4.3.6.3. Uji Signifikansi Parameter (Uji Statistik t) ... 80
4.3.7. Pembahasan... 82
4.3.7.1. PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Asahan ... 82
4.3.7.2. Investasi Pertanian ... 83
4.3.7.3. Tenaga Kerja Pertanian ... 85
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 86
5.2. Saran... 86
DAFTAR PUSTAKA . ... 87
DAFTAR TABEL
No Judul Hal
1. Persentase Penduduk Umur 15 Tahun Ke atas yang Bekerja Menurut
Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin Kabupaten Asahan Tahun 2011 ... 4
2. Tingkat Pertumbuhan Investasi Pertanian di Kabupaten Asahan dari Tahun 2007 s/d 2012 ... 5
3. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Asahan Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 ... 6
4. Komitmen Bank, Realisasi Serapan, Cakupan Komoditas Kredit Program Tahun 2011 (per Oktober 2011) ... 22
5. Jumlah Luas Lahan Pertanian di Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara dari Tahun 1992-2012 ... 53
6. Penduduk Berumur 15 Tahun Ke atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama dan Kelamin di Kabupaten Asahan 2011... 65
7. Pertumbuhan Ekonomi Asahan Sesudah Pemekaran ADHK 2000 Menurut Lapangan Usaha ... 67
8. PDRB Per Kapita Kabupaten Asahan Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan Sektor Pertanian ... 69
9. Investasi Pertanian dan Pertumbuhannnya ... 70
10. Investasi Pertanian dan Jumlah Tenaga Kerja Pertanian di Kabupaten Asahan dari Tahun 1993 s/d 2012 ... 72
11. Hasil Uji Multikolinearitas ... 76
12. Hasil Pengujian Durbin Watson ... 77
DAFTAR GAMBAR
No Judul Hal
1. Kurva Permintaan Investas ... 10
2. Komposisi Penduduk dan Tenaga Kerja ... 30
3. Penawaran Tenaga Kerja ... 33
4. Fungsi Penawaran Tenaga Kerja ... 34
5. Fungsi Permintaan Terhadap Tenaga Kerja ... 38
6. Kerangka Pemikiran Analisis Pengaruh Investasi Pertanian dan Tenaga 7. Kerja Pertanian terhadap PDRB PertanianAsahan ... 52
8. Banyaknya Desa/ Kelurahan menurut Kecamatan ... 63
9. Perkembangan PDRB per Kapita ADHB Pertanian Asahan dan Provinsi Sumatera Utara ... 68
10.Grafik Pertumbuhan Investasi Pertanian Asahan Tahun 1993 – 2013 ... 71
11.Grafik Pertumbuhan Angkatan Kerja Sektor Pertanian Asahan Tahun 12.1993 – 2013 ... 73
13.Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual ... 75
14.Scatterplot ... 78
DAFTAR LAMPIRAN
No Judu Hal
1. Data PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Asahan Tahun 1993-2013 ... 90
2. Data Logaritma Natura (Ln) PDRB Sektor Pertanian (NTB) Kabupaten Asahan Tahun 1993-2012 ... 91
ABSTRAK
PDRB sektor pertanian Kabupaten Asahan sangat fluktuatif. Pertumbuhan PDRB pertanian Kabupaten Asahan lebih kecil daripada PDRB sektor lainnya dalam periode pengamatan yang sama. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh investasi pertanian dan jumlah tenaga kerja pertanian terhadap PDRB pertanian Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara. Data yang digunakan adalah data series tahun 1993 – 2012 dan menggunakan analisis regresi linier berganda.
Penelitian ini menunjukkan bahwa investasi pertanian, jumlah tenaga kerja pertanian memberi pengaruh nyata terhadap perkembangan PDRB Kabupaten Asahan, tetapi laju pertumbuhan PDRB sector pertanian Kabupaten Asahan lebih rendah dibanding sektor lainnya. Sebagai upaya meningkatkan PDRB sektor pertanian Kabupaten Asahan maka diperlukan kebijakan mendorong minat investasi di daerah Kabupaten Asahan. Pengembangan usaha sebaiknya diarahkan pada kegiatan yang meningkatkan produktifitas pertanian dan produktivitas tenaga kerja pertanian.
ABSTRACT
Agricultural PDRB Asahan very volatile. The growth of agricultural PDRB Asahan PDRB smaller than other sectors in the same period of observation
The result of this study showed that agricultural investment and the number of agricultural labor force had a significant influence on the GRDP development of Asahan District, but the growth rate of agricultural sector-related GRDP of Asahan District was lower compared to that of the other sectors. To increase the agricultural sector-related GRDP of Asahan District, a policy to encourage the investment interest in the area of Asahan District is needed. Business expansion should be led to the activities increasing agricultural productivity and the agricultural productivity labor force.
. The purpose of this study was to analyze the influence of Agricultural Investment and the Number of Agricultural Labor Force on the Agricultural Sector- related GRDP of Asahan District, Province of Sumatera Utara.This study used the time series data from 1993 to 2012 and the data obtained were analyzed through multiple linear regression tests.
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan pertanian memegang peran strategis dalam perekonomian
Indonesia. Peran strategis tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata
melalui pembentukan kapital, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri,
pakan dan bio energi, penyerapan tenaga kerja, sumber devisa negara dan sumber
pendapatan serta pelestarian lingkungan melalui praktek usahatani yang ramah
lingkungan.
Pembangunan pertanian diharapkan dapat memperbaiki pendapatan
penduduk secara merata dan berkelanjutan, hal ini desebabkan sebagian besar
penduduk Indonesia memiliki mata pencaharian di sektor pertanian. Sejalan
dengan target utama Kementerian Pertanian 2010-2014 meliputi: (1) pencapaian
swasembada dan swasembada berkelanjutan; (2) peningkatan diversifikasi
pangan; (3) peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor dan (4) peningkatan
kesejahteraan petani.
Strategi yang akan dilaksanakan adalah melakukan revitalisasi pertanian
dengan fokus tujuh aspek dasar yang dinamakan dengan Tujuh Gema Revitalisasi,
yang terdiri atas: (1) lahan; (2) perbenihan dan perbibitan; (3) infrastruktur dan
sarana; (4) sumber daya manusia, (5) pembiayaan petani; (6) kelembagaan petani
dan (7) teknologi dan industri hilir (Direktorat Pembiayaan Pertanian, 2012).
Menurut Sukirno (1999), dalam analisis makro, tingkat pertumbuhan
ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan
Klasik menyatakan pertumbuhan ekonomi di daerah diukur dengan pertumbuhan
PDRB (Product Domestik Regional Bruto) bergantung pada perkembangan
faktor-faktor produksi yaitu ; modal, tenaga kerja dan teknologi (Sukirno,
1999:456).
Secara teoritis, masalah kemiskinan, pengangguran atau kesempatan kerja
akan dapat diatasi dengan memaksimalkan investasi yang produktif di berbagai
sektor ekonomi. Hal ini dapat dilihat misalnya dalam keberhasilan pembangunan
ekonomi Malaysia. Malaysia merupakan salah satu dari beberapa negara dunia
ketiga yang berhasil berkesinambungan dalam pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Malaysia relatif tinggi dengan tingkat inflasi
yang rendah. Rata rata pertumbuhan sektor rill hampir mencapai 6 persen
perkapita antara tahun 1985 sampai 1996. Investasi dalam bidang perkebunan
misalnya telah menjadikan Malaysia sebagai salah satu produsen untuk minyak
kelapa sawit, karet dan kayu tropis.
Investasi ini dengan sendirinya telah membuka lapangan kerja yang luas
kepada warganya bahkan kepada tenaga kerja dari berbagai negara. Keberhasilan
Malaysia dalam menarik investasi terutama didukung oleh tenaga pendidik yang
cukup banyak dan stabilitas politiknya yang cukup mantap. Tinggi tabungan
domestik Malaysia juga relatif tinggi sehingga mampu menyediakan dana
investasi ( Todaro, 2003).
Pembentukan dari pengumpulan modal atau investasi dipandang sebagai
salah satu faktor dan sekaligus faktor utama di dalam pembangunan ekonomi. Hal
ini disebabkan pembentukan modal akan membawa kepada pemanfaatan penuh
kenaikan besarnya output natural. Investasi meningkatkan output nasional dan
juga kesempatan kerja. Pembentukan modal akan menghasilkan kemajuan teknik
yang menunjang tercapainya ekonomi produksi skala luas dan meningkatkan
spesialisasi. Pembentukan modal memberikan mesin, alat dan perlengkapan bagi
tenaga kerja yang semakin meningkat. Selain itu, pembentukan juga akan
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi suatu bangsa.
Dengan demikian investasi menyebabkan penggunaan sumber daya alam
secara tepat. Pendirian berbagai jenis industri maka memberikan kesempatan
kerja, standard hidup yang meningkat yang akhirnya berdampak pada
kesejahteraan ekonomi. Indonesia, sebagai salah satu negara berkembang dengan
sektor pertanian sebagai sumber mata pencarian utama dari penduduknya.
Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar lahan di wilayah Indonesia
diperuntukkan sebagai lahan pertanian dan hampir 50% dari angkatan kerja masih
menggantungkan nasibnya bekerja di sektor pertanian ( Dillon, 2004).
Investasi mempunyai peranan sangat penting dalam pembangunan
ekonomi nasional termasuk sektor pertanian. Dalam perspektif jangka panjang
ekonomi makro, investasi meningkatkan stok kapital yang selanjutnya
meningkatkan kapasitas produksi masyarakat. Peningkatan investasi di bidang
pertanian diharapkan mempunyai dampak positif terhadap kinerja sektor
Tabel 1. Persentase Penduduk Umur 15 Tahun Ke atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin Kabupaten Asahan Tahun 2011
Lapangan Usaha Laki – Laki Perempuan Jumlah
1. Pertanian 54,19 31,97 47,41
2. Pertambangan dan Penggalian 0,48 0,00 0,33
3. Industri Pengolahan 5,85 11,33 7,52
4. Listrik,Gas dan Air Bersih 0,27 0,00 0,19
5. Bangunan 10,76 0,30 7,57
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
11,92 28,07 16,84
7. Pengangkutan dan Komunikasi
7,21 0,00 5,01
8. Bank dan Lembaga Keuangan 1,01 0,00 0,70
9. Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan
8,31 28,33 14,42
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Sumber: Asahan dalam angka 2012
Persentase penduduk umur 15 tahun yang bekerja di usaha sektor
pertanian sebesar 47,41% (terbesar) di Asahan diikuti oleh sektor perdagangan,
hotel dan restoran sebesar 16,84 % serta jasa kemasyarakatan, sosial dan
perorangan sebesar 14,42%. Penduduk yang bekerja di sektor pertanian
umumnya bekerja di pedesaan. Tenaga kerja Pertanian di Asahan adalah angkatan
kerja yang bekerja berumur produktif (15
Keberhasilan pertumbuhan PDRB, tidak dapat dipisahkan dari
meningkatnya investasi. Investasi adalah kata kunci penentu laju pertumbuhan tahun keatas, dibawah 64 Tahun).
Dimana tenaga kerja laki-laki sebesar 54,19% dan tenaga kerja perempuan
ekonomi, karena disamping akan mendorong kenaikan output secara signifikan,
juga secara otomatis akan meningkatkan permintaan output, sehingga pada
gilirannya akan meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat
sebagai konsekuensi dari meningkatnya pendapatan yang diterima masyarakat
(Makmun dan Yasmin, 2003).
Tabel 2. Tingkat Pertumbuhan Investasi Pertanian di Kabupaten Asahan dari Tahun 2007 s/d 2012.
Tahun Investasi Pertanian
(Jutaan Rupiah) Pertumbuhan (%)
2007 476.635 -
2008 487.198 2.216
2009 498.790 2.379
2010 515.624 2.107
2011 536.632 4.074
2012 552.263 2.912
Rata – Rata - 2.738
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Asahan (2012).
Dari Tabel 2, tingkat pertumbuhan investasi pertanian rata rata meningkat
setiap tahunnya sebesar 2,738% dan fluktuasi kenaikan investasi mengalami
pertumbuhan setiap tahunnya.
Dari paparan di atas penulis merasa tertarik untuk menganalisis pengaruh
investasi dan tenaga kerja pertanian terhadap PDRB sektor pertanian Asahan pada
tahun 1993 – 2012.
PDRB sektor pertanian Asahan adalah Nilai Tambah Bruto yang
ditimbulkan oleh sektor pertanian/ lapangan usaha yang melakukan kegiatan
usahanya di suatu wilayah Kabupaten Asahan dihitung dan di masukkan tanpa
Tabel 3. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Asahan Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000
(Data BPS Asahan 2012)
Berdasarkan sumber BPS Asahan Tahun 2012, bahwa PDRB sektor
pertanian terbesar di bandingkan sektor lainnya diikuti oleh sektor industri
pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Di sektor pertanian yang memberikan sumbangan PDRB terbesar adalah
sub sektor perkebunan, sub sektor perikanan, sub sektor perternakan, sub sektor
tanaman bahan makanan dan sub sektor kehutanan.
Oleh karena itu untuk mengkaji kontribusi PDRB sektor pertanian
Asahan yang lebih besar dibandingkan dengan PDRB sektor lainnya dapat diamati
dari faktor faktor yang mempengaruhi besarnya PDRB sektor pertanian Asahan.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah besarnya kontribusi PDRB sektor
pertanian Asahan relatif lebih tinggi dibandingkan PDRB sektor lainnya di
Kabupaten Asahan. Beberapa faktor yang nampaknya berpengaruh besar terhadap
LAPANGAN USAHA 2008 2008 2010 2011*)
1. PERTANIAN, PETERNAKAN,
KEHUTANAN & PERIKANAN 1.858.064,95 1.890.629,10 1.942.016,37 2.010.309,14 a. Tanaman Bahan Makanan 133.069,58 139.497,15 145.978,04 152.473,11 b. Tanaman Perkebunan 1.306.801,30 1.324.940,39 1.360.298,46 1.409.023,89 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 173.141,97 179.046,11 185.230,79 193.103,39 d. Kehutanan 60.755,61 61.169,88 61.645,91 61.968,20 e. Perikanan 184.296,49 185.975,56 188.863,16 193.740,55 2. INDUSTRI PENGOLAHAN 1.521.664,51 1.624.400,25 1.727.317,80 1.831.806,24 3. PERDAGANGAN,HOTEL &
RESTORAN 749.187,84 800.808,08 855.551,93 915.080,22 4.SEKTOR LAIN 776.501,25 818.582,32 864.941,67 922.317,25
peningkatan PDRB sektor pertanian Asahan adalah faktor investasi pertanian dan
jumlah tenaga kerja pertanian.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan hal hal tersebut di atas, maka pertanyaan penelitian yang
dikemukakan adalah sebagai berikut : “Bagaimana pengaruh investasi pertanian
dan jumlah tenaga kerja pertanian terhadap PDRB sektor pertanian Kabupaten
Asahan Propinsi Sumatera Utara”
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh Investasi
pertanian dan jumlah tenaga kerja pertanian terhadap PDRB sektor pertanian
Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara.
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan di jajaran Pemerintah
Daerah Kabupaten Asahan.
2. Bahan informasi bagi pihak-pihak yang melakukan studi terkait.
3. Bahan informasi ilmiah tentang analisis pengaruh investasi pertanian dan
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Investasi
Investasi yang lazim disebut juga dengan istilah penanaman modal atau
pembentukan modal merupakan komponen kedua yang menentukan dalam tingkat
pengeluaran agregat. Teori ekonomi mengartikan atau mendefinisikan investasi
sebagai ”pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan
peralatan peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama
menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan
untuk memproduksikan barang dan jasa di masa depan”.
Persyaratan umum pembangunan ekonomi suatu negara menurut Todaro et
al (2003) adalah : (1) Akumulasi modal, termasuk akumulasi baru dalam bentuk
tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia; (2) Perkembangan penduduk
yang disertai dengan pertumbuhan tenaga kerja dan keahliannya; dan (3)
Kemajuan teknologi.
Akumulasi modal akan berhasil apabila beberapa bagian atau proporsi
pendapatan yang ada ditabung dan diinvestasikan untuk memperbesar produk
(output) dan pendapatan di kemudian hari. Untuk membangun itu seyogyanya
mengalihkan sumber-sumber dari arus konsumsi dan kemudian mengalihkannya
untuk investasi dalam bentuk (capital formation) untuk mencapai tingkat produksi
yang lebih besar. Investasi di bidang pengembangan sumberdaya manusia akan
meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia, sehingga menjadi tenaga ahli
yang terampil yang dapat memperlancar kegiatan produktif.
Menurut Sukirno (1999) kegiatan investasi memungkinkan suatu
meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran
masyarakat. Peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan
investasi, yakni (1) investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran
agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat,
pendapatan nasional serta kesempatan kerja; (2) pertambahan barang modal
sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas produksi; (3) investasi selalu
diikuti oleh perkembangan teknologi.
Dengan semakin besarnya investasi pemerintah pada barang publik maka
diharapkan akan mendorong pertumbuhan sektor pertumbuhan sektor swasta dan
rumah tangga dalam mengalokasikan sumberdaya yang ada di suatu daerah. Hal
ini pada akhirnya akan menyebabkan makin meningkatnya PDRB.
a. Teori Investasi dari Keynes
John Maynard Keynes mendasarkan teori tentang permintaan investasi
atas konsep efisiensi marjinal kapital (Marginal Efficiency of Capital atau MEC).
Sebagai suatu defenisi kerja, MEC dapat didefenisikan sebagai tingkat perolehan
bersih yang diharapkan (Expected net rate of return) atau pengeluaran kapital
tambahan. Tepatnya, MEC adalah tingkat diskonto yang menyamakan aliran
perolehan yang diharapkan dimasa yang akan datang dengan biaya sekarang dari
kapital tambahan.
Secara matematis, MEC dapat dinyatakan dalam bentuk formula sebagai berikut :
Ck
=
�1(1+���)1
+
�2
(1+���)2
+
⋯
��
(1+���)3
+
...(1)Dimana R adalah perolehan yang diharapkan ( expected return) dari suatu proyek,
Apakah suatu investasi itu dilakukan atau tidak, sangat bergantung pada
perbandingan antara present value (PV) di satu pihak dan Current Cost of
Additional Capita (Ck) di lain pihak. Kalau PV > Ck, maka diputuskan investasi
dilakukan, sebaliknya kalau PV < Ck diputuskan investasi tidak dilakukan.
Sedangkan hubungan permintaan investasi dan tingkat bunga (i) dengan MEC
tertentu , oleh keynes dinyatakan dalam bentuk fungsi sebagai berikut :
I = f (i) ... ………..(2)
Secara grafik, hubungan antara investasi dan tingkat bunga dapat digambarkan
sebagai berikut :
Tingkat bunga (i)
�1
�2
0 I = I (i)
[image:31.595.117.403.358.540.2]Investasi (I)
Gambar 1. Kurva Permintaan Investasi
Sumber : Nanga, M (2005)
b. Teori Akselerator
Teori akselerator ini memusatkan perhatiannya pada hubungan antara
(final product), dimana permintaan akan barang modal dilihat sebagai permintaan
turunan (derived demand) dari permintaan akan barang atau produk akhir. Teori
ini mulai dengan mengasumsikan adanya capital-output ratio (COR) tertentu,
yang ditentukan oleh kondisi teknis produksi. Hubungan antara kapital dan output
(COR) tersebut secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :
K
Y = k ...(3)
Dimana K adalah jumlah kapital yang digunakan, Y adalah tingkat output agregat,
k adalah rasio kapital output yang tetap (fixed capital output ratio). Hal diatas
menjelaskan bahwa untuk menghasilkan tingkat output Yt pada periode waktu t,
membutuhkan jumlah kapital sebesar Kt yang besarnya sama dengan k.Yt. Dari
hal diatas, persamaan tersebut dapat ditulis kembali menjadi :
Kt = k . Yt ... ...(4)
Kt-1 = k . Yt-1 ...(5)
Karena investasi bersih (net investment ) pada kurun waktu t :
It = Kt - Kt-1
= k (Yt – Yt-1)
= k. Δ Yt ...(6)
Persamaan diatas menunjukkan bahwa investasi netto adalah sama dengan
koefisien akselerator (k) dikali dengan perubahan dalam output agregat selama
kurun waktu t (Yt). Oleh karena k diasumsikan konstan, maka investasi netto
dengan sendirinya menjadi fungsi dari perubahan di dalam output agregat. Kalau
output agregat meningkat, maka investasi netto akan positif. Jika output agregat
meningkat dengan jumlah yang semakin besar, maka investasi netto akan
c. Teori Neoklasik
Teori Neoklasik tentang investasi merupakan teori tentang akumulasi
capital optimal. Stok kapital yang diinginkan ditentukan oleh output dan harga
dari jasa kapital relatif terhadap harga output. Harga jasa kapital pada gilirannya
bergantung pada harga barang-barang modal, tingkat bunga, dan perlakuan pajak
atas pendapatan perusahaan. Menurut teori ini, perubahan di dalam output atau
harga dari jasa capital relatif terhadap harga output akan mengubah atau
mempengaruhi, baik stok capital maupun investasi yang diinginkan.
e. Teori q dari Tobin
Teori ini menyatakan bahwa stok kapital dan investasi yang diinginkan
berhubungan positif dengan q, yaitu rasio antara nilai pasar (market value) dari
modal terpasang perusahaan dengan biaya penggantian (replacement cost) modal
terpasang perusahaan. Teori investasi q Tobin dapat dinyatakan :
I = I (q) ... ...(7)
Dimana kalau q meningkat, maka I akan meningkat pula. Selanjutnya hubungan q
dengan nilai pasar dari perusahaan dan biaya penggantian dari aset
perusahaan, dinyatakan :
Nilai Pasar dari modal terpasang
q =
Nilai Pasar dari Modal terpasangBiaya Penggunaan dari modal terpasang
...(8)
2.1.1. Sektor Pertanian
Mengutip pernyataan Gunnar Mirdal dalam Todaro (2003) yang
menyatakan bahwa dalam sektor pertanianlah ditentukan berhasil atau tidaknya
menghendaki pembangunan yang lancar dan berkesinambungan maka negara itu
harus memulainya dari sektor pertanian khususnya. Intisari yang terkandung
dalam masalah kemiskinan yang terus meluas, ketimpangan distribusi pendapatan
yang semakin parah , laju pertumbuhan penduduk yang semakin cepat, serta terus
melonjaknya tingkat pengangguran pada awalnya tercipta dari stagnasi serta
terlalu seringnya kemunduran kehidupan perekonomian di sektor pertanian.
Secara tradisional, peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi hanya
dipandang pasif dan sebagai unsur penunjang semata.
Berdasarkan pengalaman historis dari negara-negara barat, apa yang
disebut sebagai pembangunan ekonomi identik dengan transformasi struktural
yang cepat terhadap perekonomian, yakni perekonomian yang bertumpu pada
kegiatan pertanian menjadi industri modern dan pelayanan masyarakat yang lebih
kompleks. Dengan demikian, peran utama pertanian hanya dianggap sebagai
sumber tenaga kerja dan bahan-bahan pangan yang murah berkembangnya
sektor-sektor industri yang dinobatkan sebagai “sektor-sektor” dinamis dalam strategi
pembangunan ekonomi secara keseluruhan.
Dewasa ini, nampak jelas bahwa para pakar ilmu ekonomi pembangunan
mulai kurang berminat untuk memberikan perhatian yang besar pada upaya
industrialisasi secara cepat. Nampaknya mereka mulai menyadari bahwa daerah
pedesaan umumnya, dan sektor pertanian khususnya ternyata tidak bersifat pasif,
tetapi jauh lebih penting dari sekedar penunjang dalam proses pembangunan
ekonomi secara keseluruhan. Keduanya harus ditempatkan pada kedudukan
dinamis, dan bahkan sangat menentukan dalam strategi-strategi pembangunan
secara keseluruhan.
Suatu strategi pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas
pertanian dan ketenagakerjaan paling tidak memerlukan tiga unsur pelengkap
dasar, yakni : (1) percepatan pertumbuhan output melalui serangkaian
penyesuaian teknologi, institusional, dan insentif harga yang khusus dirancang
untuk meningkatkan produktivitas para petani kecil, (2) peningkatan permintaan
domestik terhadap output pertanian yang dihasilkan dari strategi pembangunan
perkotaan yang beroirentasi pada upaya pembinaan ketenagakerjaan, (3)
diversifikasi kegiatan pembangunan daerah yang bersifat padat karya, yaitu non
pertanian, yang secara langsung dan tidak langsung akan menunjang dan
ditunjang oleh masyarakat pertanian. Karena itu, pada skala yang lebih luas,
pembangunan sektor pertanian kini diyakini sebagai intisari pembangunan
nasional secara keseluruhan oleh banyak pihak.
Harus diingat bahwa tanpa pembangunan daerah pedesaan/pertanian yang
integratif, pertumbuhan industri tidak akan berjalan dengan lancar, dan kalaupun
bisa berjalan, pertumbuhan industri tersebut akan menciptakan berbagai
ketimpangan internal yang sangat parah dalam perekonomian yang bersangkutan
Pada gilirannya, segenap ketimpangan tersebut akan memperparah
masalah-masalah kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan pengangguran (Todaro, 2003).
Menurut Analisa klasik dari Kuznets (1964) dalam Tambunan.T (2003),
pertanian di negara-negara sedang berkembang (NSB) merupakan suatu sektor
ekonomi yang sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap
Pertama, ekspansi dari sektor-sektor ekonomi non pertanian sangat bergantung
pada produk-produk dari sektor pertanian, bukan saja untuk kelangsungan
pertumbuhan suplai makanan, tetapi juga untuk penyediaan bahan-bahan baku
untuk keperluan kegiatan produksi di sektor-sektor non pertanian tersebut,
terutama industri pengolahan, seperti industri-industri makanan dan minuman,
tekstil dan pakaian jadi, barang-barang dari kulit, dan farmasi.
Hal ini kemudian disebut sebagai kontribusi produk. Kedua, karena
kuatnya bias agraris dari ekonomi selama bertahap - tahap awal pembangunan,
maka populasi di sektor pertanian (daerah pedesaan) membentuk suatu bagian
yang sangat besar dari pasar (permintaan) domestik terhadap produk-produk dari
industri dan sektor lain di dalam negeri, baik untuk barang-barang produsen
maupun barang-barang konsumen. Yang kemudian disebut sebagai kontribusi
Pasar. Ketiga, karena relatif pentingnya pertanian (dilihat dari sumbangan
outputnya terhadap pembentukan PDB dan andilnya terhadap penyerapan ternaga
kerja) tanpa bisa dihindari menurun dengan pertumbuhan atau semakin tingginya
tingkat pembangunan ekonomi, sektor ini dilihat sebagai suatu sumber modal
untuk investasi di dalam ekonomi. Jadi pembangunan ekonomi melibatkan
transfer surplus modal dari sektor pertanian ke sektor-sektor non pertanian. Hal ini
disebut sebagai kontribusi faktor-faktor produksi. Keempat,sektor pertanian
mampu berperan sebagai salah satu sumber penting bagi surplus neraca
perdagangan atau neraca pembayaran (sumber devisa), baik lewat ekspor
hasil-hasil pertanian atau peningkatan produksi komoditi-komoditi pertanian
menggantikan impor (substitusi impor). Hal ini disebut sebagai kontribusi
terhadap pendapatan devisa adalah lewat pertumbuhan ekspor dan/atau
pengurangan impor negara tersebut atas komoditi-komoditi pertanian. Tentu,
kontribusi sektor pertanian terhadap ekspor juga bisa bersifat tidak langsung,
misalnya lewat peningkatan ekspor atau pengurangan impor produk-produk
berbasis pertanian, seperti makanan dan minuman, tekstil, dan produk–produknya.
2.1.2. Investasi Pertanian
Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian
nasional. Setidaknya ada empat hal yang dapat dijadikan alasan. Pertama,
Indonesia merupakan negara berkembang yang masih relatif tertinggal dalam
penguasaan Iptek muktahir serta masih menghadapi kendala keterbatasan modal,
jelas belum memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) pada
sektor ekonomi yang berbasis Iptek dan padat modal. Oleh karena itu
pembangunan ekonomi Indonesia sudah selayaknya dititikberatkan pada
pembangunan sektor-sektor ekonomi yang berbasis pada sumberdaya alam, padat
tenaga kerja, dan berorientasi pada pasar domestik.
Dalam hal ini, sektor pertanianlah yang paling memenuhi persyaratan.
Kedua, menurut proyeksi penduduk yang dilakukan oleh BPS penduduk Indonesia
diperkirakan sekitar 228-248 juta jiwa pada tahun 2008-2015. Kondisi ini
merupakan tantangan berat sekaligus potensi yang sangat besar, baik dilihat dari
sisi penawaran produk (produksi) maupun dari sisi permintaan produk (pasar)
khususnya yang terkait dengan kebutuhan pangan.
Selain itu ketersedian sumber daya alam berupa lahan dengan kondisi
agroklimat yang cukup potensial untuk dieksplorasi dan dikembangkan sebagai
untuk menanamkan modalnya. Ketiga, sektor pertanian tetap merupakan salah
satu sumber pertumbuhanoutput nasional yang penting. Keempat, sektor pertanian
memiliki karakteristik yang unik khususnya dalam hal ketahanan sektor ini
terhadap guncangan struktural dari perekonomian makro.
Mengingat pentingnya peranan sektor pertanian dalam perekonomian
nasional tersebut sudah seharusnya kebijakan kebijakan negara berupa kebijakan
fiskal, kebijakan moneter, serta kebijakan perdagangan tidak mengabaikan potensi
sektor pertanian. Bahkan dalam beberapa kesempatan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menyampaikan pentingnya sektor pertanian dengan menempatkan
revitalisasi pertanian sebagai satu dari strategi tiga jalur (triple trackstrategy)
untuk memulihkan dan membangun kembali ekonomi Indonesia.
Salah satu tantangan utama dalam menggerakan kinerja dan
memanfaatkan sektor pertanian ini adalah modal atau investasi. Pengembangan
investasi di sektor pertanian diperlukan untuk dapat memacu pertumbuhan
ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan petani, serta
pengembangan wilayah khususnya wilayah perdesaan (Indra, 2008).
Menurut Soetrisno dan Kalangi (2006) menyatakan bahwa sektor
pertanian hanya akan mampu mengangkat kesejahteraan petani kalau
produktivitas pertanian ditingkatkan.
Produktivitas bukan semata pada output fisik/ satuan input, akan
tetapipada nilai tambah. Untuk itu diperluaskan beberapa hal, yaitu: (1)
peningkatan kepadatan investasi per satuan luas atau unit usaha pertanian, (2)
mengadakan restrukturisasi usaha pertanian menuju skala yang kompetitif dan
dan kelompok/koperasi/ perusahaan, (3) kembalikan pola pertanian dengan model
kesatuan yang terkait dengan industri pengolahan dan ekspor, dan (4) perlu
adanya reorientasi kebijakan bahwa tujuan pembangunan pertanian adalah
kesejahteraan petani Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris.
Oleh karena itu, mayoritas penduduknya bergantung pada sektor pertanian.
Sehingga untuk pengembangan pertanian secara menyeluruh tentu dibutuhkan
jumlah investasi yang besar. Tanpa adanya investasi yang besar dalam
pengembangan infrastruktur penunjang serta peningkatan kualitas produk
pertanian maka akan sulit bagi Indonesia untuk bersaing dengan negara lain di
sektor ini.
2.1.3. Identifikasi Penyebab Investasi Pertanian Terhambat
Perkembangan investasi untuk sektor pertanian memiliki kecenderungan
yang terus menurun. Terdapat beberapa hal yang dapat menjadi penyebab
ketidaktertarikan investor untuk menanamkan modalnya ke sektor petanian,
diantaranya:
Pertama, sektor pertanian memiliki risiko dan ketidakpastian yang sangat tinggi
dibanding sektor lain. Terlebih lagi dengan adanya climate change yang
menyebabkan kemungkinan terjadinya fluktuasi produksi menyebabkan
ketidakpastian dan risiko yang dihadapi semakin tinggi.
Kedua, pada kasus pertanian di Indonesia, minimnya sarana pendukung yang
tersedia menjadi salah satu faktor yang membuat investasi pada pertanian semakin
tidak menarik. Seperti yang telah banyak diketahui, saat ini sarana pertanian
seperti irigasi misalnya yang ada di daerah adalah peninggalan masa orde baru
pertanian berada di daerah, dan infrastruktur sepeti jalan yang ada pada beberapa
jalur misalkan pada jalur pantura kurang baik sehingga besarnya kemungkinan
terjadi kerusakan barang semakin tinggi.
Ketiga, masih sulitnya birokrasi yang ada apabila hendak mendirikan usaha
pertanian yang memiliki skala ekonomi yang cukup besar sehingga menjadi
kurang menarik.
Keempat, masih tidak stabilnya iklim investasi di Indonesia. Hal ini berlaku
secara keseluruhan, baik sektor pertanian maupun nonpertanian.
Kelima, masih tidak stabilnya iklim politik dan pada beberapa komoditi pertanian
yang menjadi komoditi politik.
Keenam, masih maraknya pungutan-pungutan liar di Indonesia sehingga semakin
meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan. Masih terdapatnya tumpang tindih
kebijakan antar departemen atau kementrian yang ada dan kurangnya koordinasi
antar instansi pemerintahan sehingga menimbulkan kebingungan pada investor
Ketujuh, adanya otanomi daerah yang terkadang kebijakannya tumpang tindih
dengan kebijakan pemerintah pusat.
Kedelapan,
Sektor pertanian adalah sektor yang memiliki peran penting dalam
meningkatkan perekonomian, terutama perekonomian pedesaan. Saat ini tren
investasi pertanian memiliki tren yang mengalami penurunan. Karena pentingnya
peran investasi untuk mengembangkan sektor pertanian, diperlukan berbagai
kebijakan untuk membangkitkan iklim investasi dibidang pertanian.
anggapan bahwa investasi sektor pertanian tidak menarik
Hal yang paling utama untuk meningkatkan minat investasi bidang
pertanian adalah mensinergiskan kebijakan dalam pemerintahan, baik antara
departemen/kementrian di pemerintah pusat maupun dengan pemerintah daerah.
Dengan adanya kesinergisan kebijakan, maka investor mendapatkan suatu
kepastian kebijakan investasi sehingga mereka dapat lebih mudah untuk
mengambil keputusan investasi.
Pemerintah juga perlu melakukan upaya pendekatan kepada investor untuk
menanamkan modalnya dibidang pertanian. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
memberikan kemudahan untuk investasi misalkan bantuan untuk merampingkan
jalur birokrasi, memberikan jaminan kestabilan politik dan keamanan investasi,
serta perbaikan infrastruktur sehingga dapat meminimalisasi risiko dan
ketidakpastian yang dihadapi.
Pengembangan permodalan dalam upaya peningkatan kesejahteraan petani
untuk mengatasi keterbatasan permodalan dan lemahnya kelembagaan petani.
Kementerian Pertanian mengembangkan fasilitas pembiayaan dalam bentuk skim
kredit program dengan subsidi bunga dan penjaminan, serta melaksanakan
kegiatan pemberdayaan petani. Skim kredit program yang telah dikembangkan
adalah Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang kemudian berubah menjadi Kredit
Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E), Kredit Pengembangan Energi Nabati dan
Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP), Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS), dan
Kredit Usaha Rakyat (KUR). KKP-E, KPEN-RP, KUPS adalah skim kredit
program dengan subsidi bunga, sementara KUR adalah skim kredit program
Dana kredit sepenuhnya berasal dari Bank Pelaksana. Tingkat realisasi
penyerapan skim kredit program KKP-E tersebut rata-rata masih rendah, berkisar
20% per tahun dari total komitmen bank pelaksana sebesar Rp. 8,779 triliun.
Komitmen bank dan realisasi serapan KPEN-RP secara kumulatif (2007 -2011)
per Oktober 2011 sebesar Rp. 1,818 triliun. Sedangkan komitmen bank dan
realisasi serapan KUPS secara kumulatif (2009-2011) per Oktober 2011 sebesar
Rp. 391,543 miliar.
Tabel 4. Komitmen Bank, Realisasi Serapan, Cakupan Komoditas Kredit Program Tahun 2011 (per Oktober 2011)
No Skim
Kredit Cakupan Komoditas
Komitmen Bank (Rp.triliun Realisasi (Rp.triliun) % Terhadap Komitmen Bank
1 KKP-E
Tan. Pangan, Kortikultura, Perkebunan, Peternakan,
pengadaan pangan
8,779 1,589 18,1
2 KPEN-RP Sawit, Kakao, Karet 38,603*) 1,818 4,7
3 KUPS Pembibitan Sapi 3,882 *) 0,392 10,1
4 KUR Semua usaha produktif
semua sector 20,000 3,993**) 16,4
Keterangan :
*) Komitmen bank untuk KPEN-RP th. 2007-2014 dan KUPS tahun 2009-2014 **) Realisasi KUR untuk sektor pertanian. Realisasi KUR untuk semua sektor usaha Rp. 24,404 triliun.
Dari hasil evaluasi, rendahnya tingkat serapan kredit program tersebut
disebabkan antara lain: 1) usaha pertanian dianggap perbankan mempunyai risiko
[image:42.595.110.517.334.580.2]sertifikat lahan yang dipersyaratkan perbankan, 3) perbankan menerapkan prinsip
kehati-hatian mengingat risiko sepenuhnya ditanggung perbankan (kecuali KUR)
dan 4) khusus calon debitur KPEN-RP masalah status lahan belum bersertifikat
dan sebagain provinsi/kabupaten/kota belum memiliki RTRWP/RTRWK, 5)
untuk KUR sektor pertanian sudah disediakan penjaminan sebesar 80 % namun
suku bunga yang dibebankan petani cukup tinggi untuk KUR mikro (<Rp. 20 juta)
maksimum 22% dan KUR ritel (>Rp.20 juta) maksimum 14 % per tahun.
Menyadari bahwa mayoritas petani memiliki skala usaha yang kecil, akses
terbatas dan posisi tawar yang lemah di pasar, Kementerian Pertanian melakukan
kegiatan pemberdayaan kelembagaan petani antara lain melalui Lembaga Mandiri
yang mengakar di Masyarakat (LM3) dan Kelompok Tani/Gabungan Kelompok
Tani (Gapoktan). Sejak pelaksanaan kegiatan LM3 tahun 2007, Kementerian
Pertanian setiap tahunnya telah melakukan kegiatan pemberdayaan petani
rata-rata untuk 1.300 LM3.
Pada tahun 2011 kegiatan pemberdayaan dilaksanakan pada 1.033 LM3.
Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) merupakan program
terobosan Kementerian Pertanian untuk mengentaskan masyarakat dari
kemiskinan dan pengangguran di perdesaan serta meningkatkan kemampuan dan
keterampilan anggota Gapoktan sebagai pelaku usaha agribisnis. Pada tahun 2011,
dari target 10.000 desa, kegiatan PUAP berhasil dilaksanakan di 9.096
Desa/Gapoktan (Laporan Kinerja Kementan 2011).
Investasi rumah tangga petani mencakup komoditas perkebunan utama
(kelapa sawit, karet, kakao), peternakan (pembibitan sapi potong dan sapi perah)
berupa pembukaan kebun baru dengan rata-rata 1,67 ha untuk kelapa sawit, 1.10
ha untuk karet dan 0,91 ha untuk kakao, yang umumnya dilakukan pada tahun
1997.
Investasi tersebut didorong oleh harga komoditas yang tinggi sebagai
akibat krisris ekonomi yang menyebabkan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah
melonjak tajam. Investasi untuk peternakan berupa pembelian sapi produk,
pembangunan kandang dan kebun rumput, dengan rata-rata 3 ekor untuk
pembibitan sapi potong dan 4 ekor untuk sapi perah. Sementara itu, investasi
untuk pompa air dan traktor tangan masing-masing adalah 1 unit.
2.1.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Investasi
Pendapatan nasional bisa naik atau turun karena perubahan investasi.
Kondisi ini tergantung pada perubahan teknologi, penurunan tingkat bunga,
pertumbuhan penduduk, dan faktor-faktor dinamis lainnya (Samuelson dalam
Makmun, 2003)
Sementara itu, lingkungan domestik masih belum mampu menciptakan
iklim investasi yang sehat. Beberapa faktor domestik yang mengahambat iklim
investasi belum mengalami perbaikan yang berarti. Faktor-faktor tersebut antara
lain adalah sebgain berikut (BKPM,2004):
1) Prosedur yang panjang dan berbelit.
2) Tumpang tindihnya kebijakan pusat dan daerah di bidang investasi serta
kebijakan antar sektor.
3) Kurangnya kepastian hukum dengan berlarutnya perumusan RUU Penanama
Modal
5) Stabilitas keamanan secara nasional relatife membaik
6) Kurangnya insentif investasi, termasuk insentif perpajakan dalam menarik
penanaman modal di Indonesia.
Faktor penghambat utama investasi adalah kebutuhan modal yang besar
untuk memulai atau perluasan usaha, baik perusahaan besar maupun petani.
Meningkatnya harga input, upah tenaga kerja serta kondisi lingkungan dan iklim
yang kurang kondusif menghambat perkembangan usaha. Bagi perusahan besar,
otonomi daerah cukup menambah beban finansial dalam bentuk pembayaran
retribusi yang terlalu besar. Untuk sapi potong faktor penghambat utamanya
adalah rendahnya harga jual sapi akhir-akhir ini.
2.1.5. Tingkat Bunga dan Investasi
Peningkatan permintaan terhadap dana pinjaman akan mendongkrak
tingkat bunga equilibrium. Tingkat bunga yang lebih tinggi akan mengurangi arus
modal neto. Permintaan investasi juga bisa berubah karena pemerintah mendorong
atau membatasi investasi melalui undang-undang pajak. Sebagai contoh,
anggaplah pemerintah menaikkan pajak pendapatan perorangan dan menggunakan
peneriman tambahan tersebut untuk mengurangi pajak bagi orang-orang yang
menginvestasikan dananya ke modal baru. Perubahan dalam undang-undang pajak
seperti itu membuat banyak proyek investasi lebih menguntungkan dan, seperti
inovasi teknologi, meningkatkan permintaan akan barang- barang investasi
2.1.6. Investasi dan GDP
Investasi merupakan unsur GDP yang paling sering berubah. Ketika
pengeluaran atas barang dan jasa turun selama resesi, sebagian besar dari
penurunan itu, berkaitan dengan anjloknya pengeluaran investasi. Para ekonomi
mempelajari investasi untuk memahami fluktuasi dalam output barang dan jasa
perekonomian dengan lebih baik.
Model GDP seperti model IS-LM didasarkan pada fungsi investasi
sederhana yang mengaitkan investasi dengan tingkat bunga riil; I= I (r). Fungsi ini
mnenyatakan bahwa tingkat bunga riil menurunkan investasi. Ada tiga jenis
pengeluaran investasi, yaitu investasi tetap bisnis, investasi residensial dan
investasi persediaan.
Investasi tetap bisnis mencakup peralatan dan struktur yang dibeli
perusahaan untuk proses produksi. Investasi residensial, mencakup rumah baru
yang orang beli untuk tempat tinggal dan yang dibeli tuan tanah untuk disewakan.
Investasi persediaan mencakup barang-barang yang disimpan perusahaan di
gudang, termasuk bahan-bahan persediaan, barang dalam proses, dan barang jadi.
Kebijakan Pemerintah kedepan, investasi oleh perusahaan besar baik
PMDN dan PMA, maupun rakyat perlu ditempatkan dalam upaya peningkatan
PDRB pertanian, produksi pertanian, pendapatan petani dan penyediaan
kesempatan kerja. Namun undang-undang mengenai penanaman modal jangan
sampai lebih mengutamakan investasi PMA tanpa diimbangi investasi PMDN dan
rakyat yang memadai.
Hal ini perlu ditekankan jangan sampai lebih banyak Sumber Daya Alam
rakyat/petani kehilangan kesempatan untuk berusaha, utamanya di bidang
perkebunan.
2.1.7. Investasi dan Penentuan Tingkat Upah
Faktor produksi sering diklasifikasikan menjadi empat, yaitu tanah, tenaga
kerja, modal dan kewirausahaan. Pengklasifikasian terhadap keempat faktor
produksi tersebut atas perbedaan elastisitas penawaran parsial, karakteristik yang
terkandung pada setiap faktor produksi, dan imbalan yang diterima
masing-masing pemilik faktor produksi. Secara historis, pembedaan ini bersesuaian
dengan berkembangnya bargaining position antara tiga kelompok masyarakat,
kapitalis, tuan tanah, dan tenaga kerja.
Kekuatan pasarlah yang kemudian menentukan berapa besar imbalan yang
akan diterima masing-masing. Tenaga kerja akan mendapatkan upah, tuan tanah
mendapatkan sewa tanah, pemilik modal mendapatkan tingkat bunga (Makmun
dan Yasin, 2003).
Pandangan ekonomi kapitalis terhadap tenaga kerja tidak terlepas dari
konsep faktor produksi atau input. Perkembangan iklim usaha menentukan
adanya penyesuaian perlakuan terhadap tenaga kerja. Pada awalnya ada
kecenderungan tenaga kerja dianggap sebagai suatu faktor produksi lainnya yang
memberikan kontribusi relatif tetap terhadap produksi. Pandangan ini yang
menghasilkan sistem pengupahan tetap terhadap tenaga kerja sebagaimana input
tanah mendapatkan sewa tetap dan modal mendapatkan bunga.
Adanya ketidakstabilan sifat dan karakter tenaga kerja, mendorong
perusahaan untuk memberikan perlakuan lain terhadap tenaga kerja. Jika tanah
Namun demikian, hal ini tidak cukup menjadikan alasan bagi aliran ekonomi
utama (mainstream economy) untuk melakukan pembedaan analisis terhadap
faktor produksi lain.
Jika kemudian tenaga kerja dibedakan dengan entrepeuner (wirausaha)
adalah lebih didasarkan atas perbedaan karakteristik intrinsik yang ada pada kedua
faktor produksi tersebut. Entrepreuner dipandang sebagai tenaga kerja yang
berani mengambil resiko, sehingga ia berhak mendapatkan imbalan sesuai dengan
resiko yang diambil dan nilainya belum tentu tetap.
Tenga kerja dipandang sebagai suatu faktor produksi yang mampu untuk
meningkatkan daya guna faktor produksi lainnya (mengolah tanah, memanfaatkan
modal, dan sebagainya) sehingga perusahaan memandang tenaga kerja sebagai
investasi dan perusahaan memberikan pendidikan kepada karyawannya sebagai
wujud kapitalisasi tenaga kerja.
2.2. Tenaga Kerja Pertanian
2.2.1. Definisi Tenaga Kerja
Tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang
sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain (seperti : bersekolah
dan mengurus rumah tangga); walaupun sedang tidak bekerja mereka dianggap
secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. Secara praktis,
pengertian tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk usia kerja (Simanjuntak,
1985).
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tetang ketenagakerjaan,
yang disebut sebagai tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Sumarsono (2003) menyatakan tenaga
kerja sebagai semua orang yang bersedia untuk bekerja.
Pengertian tenaga kerja tersebut meliputi mereka yang bekerja untuk
dirinya sendiri ataupun keluarga yang tidak menerima bayaran berupa upah; atau
mereka yang bersedia bekerja dan mampu untuk bekerja namun tidak ada
kesempatan kerja sehingga terpaksa menganggur. Dumairy (1996) mendefinisikan
tenaga kerja adalah penduduk yang berusia dalam batas usia kerja.
Sedangkan Badan Pusat Statistik mendefinisikan tenaga kerja (manpower)
sebagai seluruh penduduk dalam usia kerja (15 tahun keatas) yang berpotensi
memproduksi barang dan jasa. Sitanggang dan Nachrowi (2004) memberikan
ciri-ciri tenaga kerja yang antara lain :
1. Tenaga kerja umumnya tersedia di pasar tenaga kerja dan biasanya siap untuk
digunakan dalam suatu proses produksi barang dan jasa. Kemudian perusahaan
atau penerima tenaga kerja meminta tenaga kerja dari pasar tenaga kerja.
Apabila tenaga kerja tersebut telah bekerja, maka mereka akan menerima
imbalan berupa upah atau gaji.
2. Tenaga kerja yang terampil merupakan potensi sumber daya manusia (SDM)
yang sangat dibutuhkan pada setiap perusahaan untuk mencapai tujuan. Jumlah
penduduk dan angkatan kerja yang besar di satu sisi merupakan potensi SDM
yang dapat diandalkan, tetapi disisi lain juga merupakan masalah besar yang
berdampak pada berbagai sektor
Tenaga kerja (manpower) terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan
kerja. Angkatan kerja (labor force) terdiri dari : golongan yang bekerja dan
Tenaga Kerja = Angkatan Kerja + Bukan Angkatan Kerja
bukan angkatan kerja terdiri dari : golongan yang bersekolah, golongan yang
mengurus rumah tangga dan golongan lain-lain atau penerima pendapatan. Ketiga
kelompok bukan angkatan kerja sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk
bekerja sehingga kelompok ini dinamakan potensial labor force (Simanjuntak,
[image:50.595.89.509.268.626.2]1985).
Gambar 2. Komposisi Penduduk dan Tenaga Kerja. Penduduk
Tenaga Kerja Bukan Tenaga Kerja
Angkatan Kerja
Bukan Angkatan Kerja
Menganggur Bekerja
Sekolah Mengurus
Rumah Tangga
Penerima Pendapatan
Setengah Pengangguran
Bekerja Penuh
Kentara Tidak Kentara
Produktivitas Rendah
Penghasilan Rendah
Tenaga kerja dalam pertanian di Indonesia dibedakan ke dalam persoalan
tenaga kerja dalam usahatani kecil-kecilan (usahatani pertanian rakyat) dan
persoalan tenaga kerja dalam perusahaan pertanian yang besar-besar yaitu
perkebunan, kehutanan, peternakan dan sebagainya.
Pembedaan ini penting karena apa yang dikenal sebagai tenaga kerja
dalam usahatani tidaklah sama pengertiannya secara ekonomis dengan pengertian
tenaga kerja dalam perusahaan-perusahaan dalam perkebunan. Dalam usaha tani
sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri atas
ayah sebagai kepala keluarga, isteri, dan anak-anak petani. Anak-anak berumur 12
tahun misalnya sudah sudah dapat merupakan tenaga kerja yang produktif bagi
usaha tani. Mereka dapat membantu mengatur pengairan, mengangkut bibit atau
pupuk ke sawah atau membantu penggarapan sawah.
Selain itu anak-anak petani dapat menggembala kambing atau sapi, itik
atau menangkap ikan dan lain-lain yang menyumbang pada produksi pertanian
keluarga. Tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani ini merupakan
sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah
dinilai dalam uang. Memang usahatani dapat sekali-sekali membayar tenaga kerja
tambahan misalnya dalam tahap penggarapan tanah baik dalam bentuk pekerjaan
ternak maupun tenaga kerja langsung.
Bahwa peranan kerja yang berasal dari keluarga petani sendiri memang
peranan yang penting tidaklah hanya khusus kita dapati di Indonesia saja. Juga di
negara-negara yang sudah maju pertaniannya, isteri dan anak-anak petani juga
ikut aktif menyumbang pada kegiatan produksi. Kalau seorang petani mengalami
tolong pada tetangga dan familinya dengan pengertian ia akan kembali
menolongnya pada kesempatan yang lain.
Dengan cara begini tidak ada upah uang yang harus dibayar dan ini dapat
menekan ongkos tenaga kerja. Sifat tolong menolong ini ada pada petani dimana
saja, dalam satu desa atau lebih. Kaslan Tohir menunjukkan bahwa di Indonesia
tolong menolong ini lebih banyak terdapat pada tanaman padi daripada palawija.
Ini berarti bahwa tolong menolong memang benar-benar lebih banyak terdapat
pada tanaman daripada palawija. Ini berarti bahwa tolong menolong memang
benar-benar banyak terdapat pada pekerjaan dimana dimungkinkan pengembalian
pekerjaan yang sama pada tanaman yang sama.
Petani yang menanam tembakau misalnya walaupun memerlukan lebih
banyak tenaga kerja tidak dapat mengharapkan bantuan tenaga secara gratis.
Pertama-tama ia akan mengerahkan tenaga kerja keluarga sendiri
sebanyak-banyaknya, baru setelah itu belum cukup maka diupahnya tenaga kerja tambahan
dari luar keluarga. Tenaga kerja dari luar dapat berupa tenaga kerja harian atau
borongan tergantung pada keperluan. Tenaga kerja untuk penggarapan sawah
biasanya diatur secara borongan.
2.2.2. Penawaran Tenaga Kerja.
Penawaran tenaga kerja merupakan suatu hubungan antara tingkat upah
dengan jumlah tenaga kerja. Menurut Ananta (1990) penawaran terhadap pekerja
adalah hubungan antara tingkat upah dengan jumlah satuan pekerja yang disetujui
oleh pensuplai untuk ditawarkan. Jumlah satuan pekerja yang ditawarkan
tergantung pada beberapa faktor yang antara lain : banyaknya jumlah penduduk,
Ht
E2
E3
E4 En
ditawarkan oleh angkatan kerja. Simanjuntak (1985) mendefinisikan penawaran
tenaga kerja merupakan jumlah usaha atau jasa kerja yang tersedia dalam
masyarakat untuk menghasilkan barang dan jasa.
Menurut Arfida (2003) penawaran tenaga kerja adalah menggambarkan
hubungan antara tingkat upah dengan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan.
Penawaran tenaga kerja dalam jangka pendek merupakan suatu penawaran
tenaga kerja bagi pasar dimana jumlah tenaga kerja keseluruhan yang ditawarkan
bagi suatu perekonomian dapat dilihat sebagai hasil pilihan jam kerja dan pilihan
partisipasi oleh individu. Sedangkan penawaran tenaga kerja dalam jangka
panjang merupakan konsep penyesuaian yang lebih lengkap terhadap
perubahan-perubahan kendala.
[image:53.595.143.521.403.592.2]Upah
Gambar 3. Penawaran Tenaga Kerja.
Sumber : Simanjuntak, 1985
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penawaran tenaga kerja
adalah tingkat upah, Pertambahan tingkat upah akan mengakibatkan pertambahan
jam kerja bila substitution effect lebih besar daripada income effect (Simanjuntak,
o A Cl C2 C3 C4
B
Waktu
D S1
E1
E2
E3
E1
S2
E4
E5
1985). Pada gambar 3 terlihat bahwa besarnya penyediaan waktu bekerja
sehubungan dengan peningkatan tingkat upah (bila substitution effect lebih besar
daripada income effect) akan mendorong tenaga kerja untuk mengurangi waktu
senggangnya dan menambah jam kerja, ini dapat dilihat pada pergeseran titik dari
posisi E1 ke E2 dan ke E3 sehingga waktu untuk bekerja bertambah dari HD1 ke
HD2 ke HD3. Namun bila substitution effect lebih kecil daripada income effect
kenaikan tingkat upah juga dapat mengakibatkan pengurangan waktu bekerja,
yakni dengan perubahan upah dari dari BC3 menjadi BC4 yang menyebabkan
waktu untuk bekerja berkurang dari HD3 ke HD4 .
Upah
[image:54.595.135.500.362.515.2]H Jumlah jam kerja
Gambar 4. Fungsi Penawaran Tenaga Kerja.
Dalam gambar 4, dijelaskan bahwa pada awalnya jumlah jam kerja akan
bertambah saat terjadi kenaikan tingkat upah yang ditunjukan oleh titik E1 E2.
Namun ketika telah mencapai jumlah waktu bekerja sebesar HD jam, tenaga kerja
akan mengurangi jam kerja ketika tingkat upah mengalami kenaikan (seperti yang
Kemudian terjadi penurunan jam kerja sehubungan dengan pertambahan
tingkat upah seperti yang ditunjukkan pada titik E4 atau pada penggal grafik S2
dan S3. Penurunan jam kerja pada saat terjadi kenaikan upah dinamakan
backward-bending.
2.2.3. Tingkat Partisipasi Kerja (TPK)
Tingkat partisipasi kerja (TPK) atau Labor Force Participation Rate
(LFPR) adalah perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan jumlah
penduduk dalam usia kerja dalam kelompok yang sama. Dalam bentuk persamaan
matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :
��� =�����ℎ��
�����ℎ�� � 100
Semakin besar TPK maka semakin besar angkatan kerja dalam kelompok yang
sama dan sebaliknya semakin besar jumlah yang masih bersekolah dan mengurus
rumah tangga maka semakin besar jumlah yang bukan angkatan kerja dan
akibatnya semakin kecil TPK. Menurut Simanjuntak (1985) terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi besar kecilnya TPK diantaranya :
1. Jumlah penduduk yang bersekolah
Jumlah angkatan kerja dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang bersekolah dan
mengurus rumah tangga. Semakin sedikit jumlah penduduk yang tergolong
angkatan kerja maka semakin rendah tingkat partisipasi kerja
2. Umur
Tingkat partisipasi kerja mula-mula meningkat sesuai dengan pertambahan
umur, kemudian menurun lagi menjelang usia pensiun (usia tua). Peningkatan
dipengaruhi oleh dua hal. Pertama, semakin tinggi tingkat umur maka semakin
kecil proporsi penduduk yang bersekolah sehingga tingkat partisipasi kerja
pada kelompok umur dewasa lebih besar dari kelompok umur yang lebih muda.
Kedua, semakin tua seseorang maka tanggung jawabnya terhadap keluarga
menjadi semakin besar sehingga tingkat partisipasi kerja menjadi lebih besar.
3. Tingkat upah
Tingkat upah mempengaruhi penyediaan tenaga kerja melalui dua daya yang
berlawanan. Kenaikan tingkat upah disatu pihak akan meningkatkan
pendapatan (income effect) yang cenderung mengurangi tingkat partisipasi
kerja. Dan dipihak lain peningkatan upah membuat harga waktu senggang
relatif lebih mahal, sehingga pekerjaan menjadi lebih menarik untuk
menggantikan waktu senggang (substitution effect). Daya subsitusi dari
kenaikan upah akan mendorong kenaikan partisipasi kerja.
4. Tingkat pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin banyak waktu yang
disediakan untuk bekerja, sehingga akan meningkatkan partisipasi kerja.
5. Kegiatan ekonomi
Program pembangunan disatu pihak, menuntut keterlibatan banyak orang.
Dilain pihak program pembangunan membutuhkan harapan-harapan baru,
harapan untuk dapat ikut menikmati hasil pembangunan tersebut, maka tingkat
partisipasi kerja akan semakin besar.
2.2.4. Permintaan Tenaga Kerja
Pertambahan permintaan tenaga kerja tergantung pada pertambahan
D
VMPP1
Dalam siatem ekonomi pasar diasumsikan bahwa seorang pengusaha tidak dapat
mempengaruhi harga.
Disatu pihak, perusahaan bertindak sebagai price taker yaitu perusahaan
tidak dapat merubah harga dengan menurunkan maupun menaikan output yang
diproduksi. Dipihak lain pengusaha dapat menjual berapa saja produksinya
dengan harga yang berlaku. Dalam hal memaksimumkan laba, pengusaha hanya
dapat mengatur jumlah karyawan yang dapat dipekerjakannya (Simanjuntak,
1985).
Dalam hal meminta tambahan tenaga kerja suatu perusahaan akan
memperkirakan tambahan output yang akan diperoleh sehubungan dengan
penambahan tenaga kerja tersebut atau yang disebut dengan ����(marginal
physical of labor). Selanjutnya pengusaha akan menghitung jumlah uang yang
akan diperoleh pengusaha dengan tambahan output marginal ter