• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Intimacy dalam Berpacaran Ditinjau dari Status Identitas pada Mahasiswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Intimacy dalam Berpacaran Ditinjau dari Status Identitas pada Mahasiswa"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN INTIMACY DALAM BERPACARAN DITINJAU DARI STATUS IDENTITAS PADA MAHASISWA

SKRIPSI

Guna Memenuhi Persyaratan Sarjana Psikologi

Oleh:

MAERI 041301040

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

Maeri dan Eka Ervika

Memasuki periode dewasa awal, individu memiliki tugas perkembangan yang berbeda dengan periode sebelumnya. Salah satu tugas perkembangan pada masa ini adalah membangun hubungan dengan lawan jenis dan kemudian menikah. Salah satu kelompok individu yang berada pada masa ini yaitu mahasiswa. Keintiman (intimacy) dengan lawan jenis tidak terbentuk begitu saja. Keintiman dipengaruhi oleh berhasil tidaknya sesorang dalam mencapai status identitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan keintiman dalam berpacaran ditinjau dari status identitas pada mahasiswa.

Subjek dalam penelitian ini adalah 100 orang mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Sampel yang memenuhi kategori penelitian sebanyak 86 orang. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah simple random sampling. Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel tergantung yaitu keintiman dan variabel bebas yaitu status identitas. Keintiman diukur melalui skala yang disusun oleh penulis berdasarkan kategori intimacy menurut Olforsky (1993). Status identitas juga diukur melalui skala yang disusun oleh peneliti berdasarkan krisis dan komitmen yang terjadi pada area berpacaran sesuai dengan teori Marcia (1993). Koefisisen reliabilitas Skala keintiman yang digunakan dalam penelitian sebesar rxx’ = 0.911, sedangkan koefisisen reliabilitas skala status identitas yang juga digunakan dalam penelitian, kriteria krisis sebesar rxx’ =0.781 dan komitmen sebesar rxx’ =0.889.

Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan keintiman dalam berpacaran ditinjau dari status identitas pada mahasiswa (ρ = 0,0001). Status identitas memberikan pengaruh sebesar 27% terhadap keintiman.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada yang Maha mengetahui, Maha pemberi petunjuk dan pedoman, dan Maha pemilik dari semua yang ada di langit dan di bumi yaitu ALLAH SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah : “Perbedaan Intimacy dalam Berpacaran Ditinjau dari Status Identitas pada Mahasiswa”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat dalam memenuhi persyaratan ujian Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Tidak dapat disangkal butuh usaha yang keras, kegigihan, dan kesabaran untuk menyelesaikannya.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp. A(K) selaku Ketua Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

(4)

3. Ibu Lili Garliah, M. Si dan Ibu Elvi Andriani M. Si selaku dosen penguji. Terima kasih karena Ibu telah bersedia meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji saya.

4. Ibu Etty yang membantu penulis dalam menyelesaikan Bab III dan membuat skala. Makasih banyak atas kesediaannya ya.

5. Orang tua tercinta, kepada ayahanda tercinta Alm. H. Jawahir atas dukungan dan cintamu yang selalu hidup dalam jiwa penulis dan kepada ibunda tercinta Hj. Rukini yang selalu memberi dukungan dan doa kepada penulis dan juga menjadi satu-satunya alasan penulis untuk segera menyelesaikan kuliah. Semua ini karena penulis ingin membahagiakan Ibu. Skripsi ini hadiah terindah buat Ibu yang dapat penulis berikan. Penulis berharap dapat membahagiakan dan membuat Ibu selalu tersenyum sesuai janji penulis.

6. Kakak dan Abang penulis, Maratun, Riad Horem, Joko, Subakir, Suwarti, Sudarsih, Agus Heriadi, Darsono, Yayah, Nugroho, Dedek, Semedi, Isworo, Welas, Kamaluddin, Asih dan Fendi yang telah memberi bantuan kepada penulis baik berupa materi maupun bantuan yang lainnya dan doa yang selalu mengiringi setiap langkah penulis. Terima kasih semuanya. 7. Teman-teman dari kelompok cinta, Erni, Ika, Juli, Elok dan Koko yang

(5)

8. Desti Natalina, sahabat karib penulis yang menjadi teman belanja, yang mengingatkan penulis selalu dan menjadikan penulis lebih dewasa dalam menghadapi banyak hal, memberikan kebahagiaan kepada penulis, mengingatkan penulis akan kebaikan. Semoga desti juga dimudahkan dalam segala urusan..

9. Cahyanti, sahabat penulis yang berhati mulia. Terima kasih karena selalu mengingatkan dalam kebaikan dan mendoakan hal-hal yang baik untuk penulis.

10.Teman-teman sekelompok Labsos Onyak, Novri, Zuraidah, Destia, Desti dan Putri yang telah memberi dukungan semenjak penulis seminar dan juga menjadi teman dekat penulis sampai saat ini. Makasih buat perhatian dan semangatnya.

11.Mas Arie, makasih buat semua perhatian, semangat dan doa yang mas berikan buat penulis. Semoga Allah selalu memberikan dan menunjukkan hal-hal yang baik buat kita. Amin.

12.Misbah, Yunita dan Anita yang telah setia menjadi teman-teman penulis. Walaupun akhir-akhir ini kita jarang berkumpul tapi dihati penulis kalian masih sahabat penulis. Terima kasih atas segala pengertiannya.

13.Wahyu, Ipur dan Ial yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(6)

15.Wawa ’02, Novri ’02 yang telah membimbing penulis dan menyediakan waktunya untuk mengajari penulis memahami bagaimana cara untuk menyelesaikan skripsi dengan penuh kesabaran.

16.Ade perpus yang baik hati, yang sering membantu penulis ketika sedang kerepotan, meminjamkan buku dan berbagi kue lebaran kepada penulis. 17.Bonny, Ayu, Adri, Adit, Iboy, Ika, Hari, Dinah, Cindy, Kiki, Imam dan

Vina. Terima kasih buat dukungan dari keponakan-keponakan penulis. Semoga keluarga kita semakin bahagia, harmonis dan saling mendoakan untuk keberhasilan satu dan yang lain.

18.Pak Sugiman di Jogja, Senia di UNPAD, yang telah membantu mencarikan dan mengirimkan buku untuk penulis. Makasih banyak untuk segala bantuannya.

19.Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu., terima kasih atas semuanya.

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan Psikologi Perkembangan.

Medan, 11 Juni 2008

(7)

ABSTRAK

Maeri dan Eka Ervika

Memasuki periode dewasa awal, individu memiliki tugas perkembangan yang berbeda dengan periode sebelumnya. Salah satu tugas perkembangan pada masa ini adalah membangun hubungan dengan lawan jenis dan kemudian menikah. Salah satu kelompok individu yang berada pada masa ini yaitu mahasiswa. Keintiman (intimacy) dengan lawan jenis tidak terbentuk begitu saja. Keintiman dipengaruhi oleh berhasil tidaknya sesorang dalam mencapai status identitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan keintiman dalam berpacaran ditinjau dari status identitas pada mahasiswa.

Subjek dalam penelitian ini adalah 100 orang mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Sampel yang memenuhi kategori penelitian sebanyak 86 orang. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah simple random sampling. Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel tergantung yaitu keintiman dan variabel bebas yaitu status identitas. Keintiman diukur melalui skala yang disusun oleh penulis berdasarkan kategori intimacy menurut Olforsky (1993). Status identitas juga diukur melalui skala yang disusun oleh peneliti berdasarkan krisis dan komitmen yang terjadi pada area berpacaran sesuai dengan teori Marcia (1993). Koefisisen reliabilitas Skala keintiman yang digunakan dalam penelitian sebesar rxx’ = 0.911, sedangkan koefisisen reliabilitas skala status identitas yang juga digunakan dalam penelitian, kriteria krisis sebesar rxx’ =0.781 dan komitmen sebesar rxx’ =0.889.

Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan keintiman dalam berpacaran ditinjau dari status identitas pada mahasiswa (ρ = 0,0001). Status identitas memberikan pengaruh sebesar 27% terhadap keintiman.

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan mahluk yang tidak pernah berhenti berubah. Semenjak pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam kemampuan fisik maupun kemampuan psikologis. Perkembangan kehidupan manusia terjadi secara bertahap, dan setiap tahap perkembangan tersebut memiliki karakteristik, tugas-tugas perkembangan serta risiko-risiko yang harus dihadapi. Setiap periode perkembangan dalam kehidupan manusia memiliki peranan yang sangat penting. Pemenuhan tugas-tugas perkembangan pada tahap awal perkembangan akan mempengaruhi perkembangan pada rentang kehidupan selanjutnya (Hurlock, 1999).

Memasuki periode dewasa awal, individu memiliki tugas perkembangan yang berbeda dengan periode sebelumnya. Salah satu tugas perkembangan pada masa ini adalah membangun hubungan dengan lawan jenis dan kemudian menikah. Salah satu kelompok individu yang berada pada masa ini yaitu mahasiswa.

(9)

mahasiswa mengalami perkembangan psikososial dan salah satunya adalah dengan membentuk hubungan intim dengan lawan jenis (Papalia, 2003). Masalah ini berkaitan dengan tugas perkembangannya yang berada pada masa dewasa awal di mana sebagian besar mahasiswa berada pada rentang umur dari 18/19 tahun sampai 24/25 tahun (Winkel,1997).

Mahasiswa bukan hanya dituntut untuk sekedar menjalin hubungan dengan lawan jenis. Akan tetapi, mahasiswa juga dituntut untuk mengembangkan keintiman (intimacy) dalam hubungannya tersebut. Keintiman dengan lawan jenis ini akan membantu mahasiswa untuk memenuhi tugas perkembangannya dalam rangka persiapan untuk hidup berumah tangga. Sebelum berumah tangga mahasiswa akan memilih pasangan yang paling tepat untuk dijadikan pendamping. Biasanya mereka yang menikah adalah mereka yang telah melalui tahap-tahap berpacaran. Melalui pacaran, seseorang mendapat ilmu untuk memasuki dunia pernikahan. Pengertian pacaran itu sendiri menurut Reiss (dalam Duval & Miller, 1985) adalah hubungan antara pria dan wanita yang diwarnai dengan keintiman. Keduanya terlibat perasaan cinta dan saling mengakui pasangan sebagai pacar.

(10)

berpacaran dalam kaitan menjalin hubungan dengan lawan jenis untuk persiapan tugas perkembangan dewasa awal dalam hidup berumah tangga.

Kematangan yang dimiliki mahasiswa dalam menjalin keintiman dengan lawan jenis tidak dapat terjadi bergitu saja. Menurut Erikson (1999), pencapaian keintiman harus terlebih dahulu melewati pencapaian identitas. Pendapat ini juga diperkuat oleh penelitian Fitch dan Adams (dalam Adams, 2005) yang meneliti hubungan antara identitas dan keintiman. Mereka menemukan bahwa terdapat hubungan antara status identitas yang baik (identity achievement) dengan level keintiman yang lebih tinggi.

Olforsky (dalam Marcia, Waterman, Matteson, Archer & Olforsky., 1993) mendefinisikan kemampuan keintiman sebagai kemampuan untuk membentuk dan mempertahankan hubungan yang intim atau akrab, yang biasanya terlihat dalam bentuk kedekatan, penghargaan terhadap individualitas, keterbukaan, komunikasi, tanggung jawab, hubungan timbal balik, komitmen dan seksualitas.

Perilaku mahasiswa akan berubah ketika menjalin hubungan yang intim dengan lawan jenis. Mereka akan lebih sering berinteraksi dengan pasangannya, menghabiskan waktu lebih banyak untuk bersama-sama, saling terbuka dan juga saling memahami satu sama lain (Berscheid, Burgess & Huston dalam Fieldman, 1995).

(11)

keintiman dengan lawan jenis. Akibatnya hanya mampu menjalin hubungan yang bersifat dangkal. Akhirnya, banyak yang suka berganti-ganti pasangan. Ada yang baru sebulan jadian, tiba-tiba putus dan seminggu kemudian sudah mendapatkan gandengan baru. Semuanya dilakukan karena alasan tertentu (Mulamawitri, 2003). Keintiman yang berbeda-beda juga terlihat dari wawancara yang dilakukan dengan YR (21 tahun), Mahasiswa semester 6 Jurusan Manajemen Fakultas UISU mengatakan bahwa,

”aku baru enam bulan pacaran. Dia pacarku yang keberapa ya? Aku lupa. Aku sering ganti pacar. Dalam setahun bisa empat kali ganti. Alasannya karena aku mencari pacar yang benar-benar pas dengan aku. Kalau dia gak mau dengerin yang aku bilang, aku paling males. Kali ini aku udah enam bulan pacaran, tapi kayaknya aku gak cocok juga ma dia. Dia kurang perhatian, kurang terbuka. Banyak banget rahasianya. Aku males pula jalanin hubungan yang seperti ini. Aku kemaren suka ma dia karena dia kayaknya orangnya lembut, baek gitu. Trus, dia lagi popular banget di kampus. Banyak teman aku yang suka ma dia, rupanya dia maunya jadi pacar aku. Ya udah, jadianlah kami. Eh, gak taunya kelembutan payah juga. Lemah lembut kali juga anaknya. Jadi ya, aku gak taulah. Kalau emang masih kayak gini terus mendingan putus aja. Akupun gak yakin ma pacarku kali ini, salah pilih juga mungkin. Tapi kan masih banyak yang lain. Hehehe.” (wawancara personal, 06 Februari 2008).

Berbeda dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan Y.R yang mengatakan tentang hubungannya yang tidak terlalu baik dengan pasangannya. Seorang mahasiswi Jl (22 tahun) semester lima Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi UISU mengatakan bahwa,

(12)

sendiri. Kalo dibicarainkan bisa dicari solusinya. Rencana masa depan? Hehe,ya ada dunk. Secara kitakan udah empat tahun pacaran. Cuma masalahnya pacar aku belum kerja. Jadi aku belum berani kenalin ma keluarga.. tapi jujur aja untuk saat ini kami udah buat komitmen sih, pokoknya kalau dia da kerja nanti, terus aku udah selesai kuliah, ya udah,apalagi. hehe.” (Komunikasi personal, November 2007)

Berdasarkan hasil wawancara dengan YR yang mengatakan hubungannya tidak berjalan dengan baik karena merasa hubungan yang sedang dijalaninya tidak terdapat keterbukaan dari pasangan dan merasa pasangannya kurang memberi perhatian kepadanya. YR juga kurang yakin terhadap pilihannya. Hubungan Jl yang berlangsung lama terlihat keintiman di dalamnya. Keintiman yang terlihat dari lamanya mereka berpacaran, telah memiliki komitmen dalam hubungan yang sedang dijalani dan adanya keterbukaan dalam hubungan tersebut sehingga permasalahan yang terjadi dalam hubungan mereka diselesaikan secara bersama-sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Reis (1990) yang mengatakan bahwa keintiman diperlukan untuk mendirikan sebuah hubungan yang berlangsung lama

Menurut Erikson (dalam Newman, 2006), seseorang harus mencapai status identitas yang baik sebelum seseorang mampu untuk membuat komitmen terhadap diri sendiri untuk berbagi identitas dengan orang lain. Dewasa awal yang tidak mengenal dengan jelas dirinya terancam ketika memasuki suatu hubungan jangka panjang dengan orang lain, komitmen, atau keterikatan atau juga mereka memiliki ketegantungan yang berlebihan kepada pasangannya sebagai sumber identitas olehnya.

(13)

mempertanyakan kembali, mengkaji dan mendalami berbagai hal mengenai masalah yang menimpanya. Seiring dengan eksplorasi maka mahasiswa melakukan suatu komitmen yaitu penentuan sikap atau pilihan yang pasti terhadap suatu permasalahan. Akan tetapi, di satu pihak mahasiswa begitu penuh harap, terbuka, bangga, tetapi dilain pihak mahasiswa dipenuhi ketakutan, keraguan, kecemasan, tidak yakin dirinya mampu atau tidak, tidak mengetahui tujuan hidupnya, tidak mengetahui akan menjadi apa dikemudian hari dan sebagainya. Mahasiswa sering dipenuhi konflik dan tantangan tentang masa depan. (Aryatmi dalam Kartono, 1985).

Erikson (dalam Kroger, 2001) mendefinisikan keintiman mengacu pada perasaan saling percaya dan saling berbagi dalam suatu hubungan. Keintiman dapat terjadi karena kita telah mengenal diri kita dan merasa cukup aman dengan identitas yang kita miliki. Ketika kita mengenali diri kita, mengetahui pilihan apa yang kita ambil, dalam hal memilih pasangan juga sama halnya. Seperti pada kasus YR yang tidak meyakini pilihannya sendiri dan hanya memilih pasangan berdasarkan penilaian teman-temannya. Hal ini mengindikasikan YR belum mengenali dengan benar pilihan yang akan diambilnya dan belum memiliki identitas diri yang baik. Individu yang bertanggung jawab dan mandiri akan memiliki keintiman yang lebih baik karena bertanggung jawab terhadap pilihan yang diambil serta memiliki kesadaran yang jelas mengenai dirinya.

(14)

kekurangan kita. Rice (dalam Suparmi & Setiono, 2000) menyatakan bahwa salah satu faktor yang penting sekali bagi pembentukan keintiman adalah identitas diri. Hal ini sesuai dengan teori psikososial dari Erikson yang mengatakan bahwa kesuksesan suatu tahap perkembangan dipengaruhi oleh kesuksesan tahap perkembangan sebelumnya. Tahap perkembangan individu yang berada pada masa dewasa awal yaitu keintiman dengan keterasingan. Di mana perkembangan keintiman dipengaruhi oleh berhasil tidaknya seseorang mencapai perkembangan identitas pada tahap sebelumnya.

Marcia (1993), mengelompokkan identitas diri ke dalam empat kategori yaitu diffusion, foreclosure, moratorium dan achievement. Pengelompokan ini didasarkan atas krisis dan komitmen yang terbentuk. Pengertian dari krisis itu sendiri adalah sebuah periode pembuatan keputusan ketika pilihan-pilihan, kepercayaan-kepercayaan, dan pengidentifikasian yang telah ada sebelumnya dipertanyakan oleh individu dan informasi atau pengalaman yang berhubungan terhadap pilihannya untuk dilakukan pencarian. Krisis juga menggambarkan sejumlah pencarian untuk meninjau kembali atau mendefinisikan ulang mengenai dirinya.. Komitmen adalah keadaan di mana seseorang telah memiliki sejumlah pilihan-pilihan, kepercayaan dan nilai-nilai yang spesifik. Komitmen juga memperlihatkan suatu tanggung jawab pribadi terhadap apa yang mereka lakukan.

(15)

yang sedang mengalami krisis tetapi belum memiliki komitmen. Status identitas achivement ditandai oleh adanya komitmen, yang terbentuk melalui krisis yang dilalui.

(16)

memiliki kesadaran diri dan komitmen yang jelas terhadap sejumlah pilihan yang telah diambilnya. Individu pada status ini dapat meyakini pilihan yang diambilnya. Dalam hal memilih pasangan, mereka bertanggung jawab terhadap pasangan yang dipilih sehingga hubungan yang dijalani dapat bertahan lebih lama.

Individu yang memiliki identitas achievement dan moratorium memiliki keintiman yang lebih baik dari pada individu yang memiliki status identitas foreclosure dan diffusion. Gembeck & Patherick (2006) menyatakan bahwa mahasiswa yang mempunyai identitas achievement bersikap lebih terbuka dalam suatu hubungan, dan dapat menjalin hubungan yang intim dalam jangka waktu yang lebih lama dibanding status identitas yang lainnya. Fitch dan Adam (1983) dalam penelitiannya terhadap 78 orang individu menunjukkan bahwa identitas mempunyai peranan yang penting dalam perkembangan keintiman. Mahasiswa yang berhasil mencapai status identitas akan memiliki kemampuan keintiman yang lebih baik karena mampu menjalin hubungan yang lebih dekat, dan lebih bersifat terbuka terhadap pasangan.

Bertolak dari latar belakang masalah tersebut di atas, peneliti ingin mengetahui bagaimana perbedaan keintiman dalam berpacaran ditinjau dari status identitas pada mahasiswa.

B. Rumusan Masalah

(17)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan keintiman dalam berpacaran ditinjau dari status identitas pada mahasiswa.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dan wacana dalam pengetahuan ilmu psikologi, khususnya dalam bidang psikologi perkembangan

b. Memberikan informasi tambahan dalam melakukan penelitian-penelitian sejenis di bidang psikologi perkembangan.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah informasi mengenai pentingnya keintiman pada masa dewasa awal yang dapat dijalin melalui proses berpacaran yang nantinya bertujuan sebagai persiapan untuk hidup berumah tangga.

(18)

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut : Bab I Pendahuluan

Bab ini akan dijelaskan latar belakang penelitian tentang perbedaan keintiman dalam berpacaran ditinjau dari status identitas pada mahasiswa, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori

Bab ini akan dijelaskan mengenai pengertian keintiman, kriteria keintiman, kategori keintiman, komponen keintiman, dan faktor-faktor yang mempengaruhi keintiman. Serta penjelasan mengenai pengertian identitas, pembentukan identitas, status identitas, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan identitas, pengertian dewasa awal, tugas perkembangan dewasa awal, teori mahasiswa, perbedaan keintiman dalam berpacaran ditinjau dari status identitas pada mahasiswa dan hipotesa penelitian.

Bab III Metodologi Penelitian

Bab ini akan membahas mengenai identifikasi variabel-variabel penelitian, definisi operasional dari masing-masing variabel penelitian, karakteristik sampel dan teknik pengambilan sampel, prosedur pelaksanaan penelitian, metode pengumpulan data serta metode analisis data.

Bab IV Analisa data dan interpretasi

(19)

Bab V Kesimpulan, diskusi dan saran

(20)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Keintiman

1. Pengertian Keintiman

Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson (dalam Kroger, 2001) mendefinisikan keintiman mengacu pada perasaan saling percaya, terbuka dan saling berbagi dalam suatu hubungan. Keintiman dapat terjadi karena kita telah mengenal diri kita dan merasa cukup aman dengan identitas yang kita miliki (Erikson dalam Shaffer, 2005). Menurut Erikson (dalam Marcia, dkk. 1993) individu yang memiliki kemampuan keintiman akan mampu berkomitmen pada pilihan yang telah diambilnya walaupun untuk mempertahankannya membutuhkan pengorbanan dan banyak perundingan.

Olforsky (dalam Marcia, dkk., 1993) mendefinisikan kemampuan keintiman sebagai kemampuan untuk membentuk dan mempertahankan hubungan yang intim atau akrab, yang biasanya terlihat dalam bentuk kedekatan, penghargaan terhadap individualitas, keterbukaan, komunikasi, tanggungjawab, hubungan timbal balik, komitmen dan seksualitas. Seksualitas disini tidak mengacu pada hubungan seks, tetapi lebih kepada kepuasan yang dirasakan individu dalam berinteraksi dengan orang lain.

(21)

sebebas mungkin dalam pertukaran perasaan, pikiran dan tindakan. Keintiman secara umum ditandai oleh perasaan penerimaan, kedekatan, komitmen dan kepercayaan antara kedua belah pihak.

Keintiman menunjukkan bukti bahwa individu terhubung dan dekat dengan orang yang dicintainya. Keintiman merupakan emosi yang membuat individu merasa lebih dekat satu sama lain, emosi-emosi tersebut seperti menghargai, afeksi dan saling memberikan dukungan. Merasakan keintiman dimana dua orang individu berbagi banyak informasi personal (Lefrancois, 1993).

Stenberg (dalam Carrol, 2005) menyatakan bahwa keintiman melibatkan perasaan yang dekat, terikat dan saling berhubungan. Menurut Fieldman (1995), keintiman adalah proses dimana seseorang mengkomunikasikan perasaan-perasaan dan informasi yang penting mengenai dirinya kepada orang lain melalui sebuah proses keterbukaan diri.

Newman (2006) mendefinisikan keintiman sebagai kemampuan untuk memberi dukungan, terbuka dan mempunyai hubungan yang dekat dengan orang lain tanpa takut kehilangan identitas diri dalam prosesnya.

(22)

2.Kriteria Keintiman

Orlofsky (dalam Marcia,dkk., 1993) mengidentifikasikan tiga kriteria utama untuk menentukan keintiman yaitu :

(1) Tingkat dimana individu terlibat dalam persahabatan dengan pria dan wanita. Apakah individu memiliki hubungan dengan lawan jenis dan apakah hubungan yang terjalin dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Hal ini dapat terlihat melalui banyaknya waktu yang dihabiskan bersama-sama untuk saling mengenal pasangan lebih dalam, menerima kelebihan dan kekurangan yang dimiliki pasangan, dan kedekatan emosional mereka dalam suatu hubungan yang sedang dijalani.

(2) Apakah individu tersebut terlibat atau sudah terlibat dalam komitmen yang dibangun melalui hubungan, bertahan dalam suatu hubungan seperti pada pasangan yang berpacaran. Hal ini dapat terlihat dari pembicaran mengenai kelanjutan suatu hubungan di masa depan seperti ke jenjang pernikahan, dan komitmen yang terdapat dalam suatu hubungan yang membuat hubungan tersebut dapat bertahan ketika terdapat permasalahan dalam hubungan tersebut. Komitmen yang dapat digunakan untuk mendiskusikan dan memecahkan masalah yang terjadi dalam suatu hubungan.

(23)

kejujuran, perhatian, empati atau menerima dan mamahami perbedaan yang ada, sikap dan perilaku seksual.

3. Kategori Keintiman

Olforsky (dalam Marcia, dkk., 1993) membagi keintiman ke dalam lima kategori. Penelitian ini berfokus pada dua kutub yang berlawanan yaitu intimate versus isolated. Hal ini sesuai dengan tahap perkembangan dewasa awal yaitu

keintiman dengan keterasingan Adapun kelima kategori keintiman tersebut yaitu : 1. Isolated

Individu pada status ini tidak memiliki hubungan yang dekat dengan teman sebaya, kenalan yang mereka miliki bersifat formal dan klise.Individu pada status ini jarang berpacaran dan bukan berarti bahwa mereka akan berpacaran dengan orang yang sama untuk waktu yang lama. Individu ini menyadari mereka jarang berpacaran sebagai sebuah keinginan untuk menghindari keterikatan atau dikarenakan kesibukan mereka. Sebaliknya, mereka ingin berpacaran lebih akan tetapi mereka tidak nyaman dengan apa yang mereka jalani atau melihat diri mereka sebagai seseorang yang sangat tidak menarik atau tidak ada orang lain yang tertarik pada mereka.

(24)

2. Stereotyped

Individu ini memiliki teman-teman dan hubungan pacaran dengan lawan jenis akan tetapi belum memiliki komitmen yang kuat. Individu ini kurang terbuka atau kurang memiliki keterlibatan dan komunikasi yang dangkal dan bersifat konvensional.

Individu ini sering memiliki pacar, akan tetapi mereka jarang terlihat dengan orang yang dama dalam waktu lebih dari beberapa bulan. Mereka suka bermain-main, tidak mau terlibat terlalu dalam dan berkencan dengan beberapa orang dalam waktu yang bersamaan. Jarang menghabiskan waktu dengan berbicara dan mengenal satu sama lain. Individu ini secara seksual terhambat dan tidak matang, berganti-ganti pasangan dan melakukan aktivitas seksual sebagai suatu kegembiraan. Penekanan dalam hubungan berdasarkan apa yang mereka dapatkan dari orang lain dari pada menguntungkan satu sama lain. Secara umum, individu pada status ini dikarakteristikkan memiliki hubungan yang dangkal dan kurang memiliki kesadaran diri.

3. Pseudointimate

(25)

lainnya yang sedang dijalani memiliki komunikasi yang kurang terbuka dan kurang memiliki keterlibatan emosi.

Individu pada status ini menjalin hubungan yang cenderung dangkal. Mereka jarang membagi permasalahan pribadi mereka atau perasaan yang terdalam dengan orang lain. Rasa tanggung jawab yang mereka miliki sangat terbatas. Mereka hanya bersedia untuk menceritakan hal-hal yang baik. Mereka juga hanya mau mendengarkan permasalahan yang dimiliki orang lain apabila waktunya tepat untuk mereka. Pendekatan mereka terhadap suatu hubungan adalah suatu objek yang menyediakan status, kehormatan, materi atau lainnya. Ketika ditanya alasan mereka menikah atau bertunangan, mereka tidak mengetahuinya tetapi menggunakan alasan waktu yang akan menjawabnya.

Secara umum individu ini dikarakteristikkan dengan memiliki hubungan yang dangkal, kurang memiliki kesadaran diri. Mereka tidak terbuka terhadap nilai-nilai dan memiliki hubungan yang tidak jujur.

4. Preintimate

Individu ini memiliki satu atau lebih teman dekat tetapi belum memiliki hubungan dengan lawan jenis yang bertahan lama. Hubungan yang mereka jalani dikarakteristikkan dengan komunikasi yang terbuka, kasih sayang, perhatian dan menghormati pasangan.

(26)

hubungan dengan teman-teman mereka. Mereka secara umum berpengalaman secara seksual tetapi mengalami konflik pada area ini. Individu ini memiliki permasalahan dengan komitmen, menginginkan hubungan yang dekat tetapi perasaan mereka belum siap menerima kelekatan yang terjadi. Individu ini sangat menghormati pasangannya, mempersepsikan mereka dalam cara-cara yang realistik.

Individu ini secara umum memiliki kesadaran diri yang baik dan benar-benar tertarik kepada orang lain. Mereka memberi kesan bahwa mereka mampu memiliki hubungan cinta yang lama dan berkeinginan untuk mewujudkannya di masa depan.

5. Intimate

Individu membentuk dan memelihara satu atau lebih hubungan cinta yang mendalam dan lama serta telah memiliki komitmen. Hubungan ini dikarakteristikkan dengan komunikasi yang terbuka, saling memberikan kasih sayang dan perhatian, saling bertanggung jawab, menghormati diri sendiri dan pasangan.

(27)

kelemahan dan kelebihan pasangan dengan cara yang realistik. Mereka menikmati aktivitas yang dilakukan dengan orang lain, akan tetapi mereka juga memiliki hobi sendiri dan kegiatan yang dilakukan sendiri dan peduli terhadap kebutuhan mereka sendiri. Mereka tidak bergantung, cemburu atau memanipulasi pasangan secara berlebihan. Individu ini secara umum dikarakteristikkan dengan individu yang memiliki kesadaran diri yang baik, benar-benar tertarik kepada orang lain.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keintiman

Keintiman tidak terjadi begitu saja, akan tetapi terdapat faktor-faktor yang dapat mendukung dan menghambat terbentuknya keintiman. Beberapa faktor yang dapat menghalangi terjalinnya keintiman (Cox, 1978) adalah :

1. Pengalaman masa lalu

Adanya peristiwa yang bagi sebagian orang merupakan peristiwa traumatis, seperti meninggalnya orang tua, perceraian dan sebagainya. Akibatnya, orang-orang yang demikian dapat menghindar untuk berhubungan secara dekat dengan orang lain untuk mencintai orang lain. Ketakutan ini dapat menghalangi terjalinnya keintiman.

2. Kecemasan akan identitas diri

(28)

3. Ketakutan akan terungkapnya kelemahan

Ada orang yang menghindar menjalin hubungan dekat dengan orang lain karena merasa takut kelemahan-kelemahan dan kesalahan-kesalahan mereka akan terungkap.

4. Membawa kekesalan atau dendam masa lalu ke masa kini

Mengungkapkan kembali peristiwa di masa lalu yang kurang berkenan, atau harapan-harapan di masa lalu yang tidak tercapai merupakan hal-hal yang dapat menghalangi terjalinnya keintiman.

5. Konflik masa kecil yang tidak terselesaikan

Konflik yang sering menimbulkan perasaan kompetitif, bersaing, iri dan sebagainya sehingga dapat mengganggu terjalinnya keintiman dengan baik.

6. Ketakutan akan mengungkapkan perasaan negatif

Ada orang yang mengalami ketakutan untuk mengungkapkan perasaan negatif seperti amarah, dendam, permusuhan dan sebagainya karena mereka merasa takut akan ditolak atau memperoleh penilaian yang kurang baik.

7. Harapan-harapan terhadap peran suami istri

(29)

8. Pandangan tentang seks

Mereka yang sejak kecil mendapatkan penjelasan yang negatif tentang seks, dapat mempengaruhi pandangan mereka terhadap seks ketika mereka telah menikah. Sedangkan dalam pernikahan, seks merupakan hal yang penting karena merupakan salah satu cara yang tepat untuk mengurangi ketegangan dan menjalin keintiman.

B. Identitas

1. Pengertian Identitas

Identitas versus kebingungan identitas merupakan fase kelima dalam delapan fase perkembangan Erikson, yang terjadi pada kira-kira bersamaan dengan masa remaja. Inilah saatnya remaja mengetahui siapa dirinya, bagaimana dirinya, dan ke mana ia menuju dalam kehidupannya (dalam Santrock, 1995).

(30)

Identitas menurut Shaffer (2005) adalah pendefinisian diri yang matang, sebuah perasaan tentang siapa diri kita, kemana tujuan hidup kita dan bagaimana kita menyocokkan diri ke dalam masyarakat. Kaplan (2000) mendefinisikan identitas sebagai perasaan yang kita miliki ketika kita mengenal siapa diri kita yang sebenarnya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai pengertian identitas yaitu perasaan mengenai diri, menerima keadaan diri dan pandangan mengenai tujuan hidup, nilai-nilai dan kepercayaan yang kita pegang.

2. Pembentukan Identitas

Pembentukan identitas diri membuat individu mulai mempertanyakan kembali tentang dirinya, meninjau dan mengevaluasi perubahan perasaan-perasaan dan penampilan yang terjadi dan mempertanyakan kembali bagaimana hubungan yang dilakukan dengan orangtua dan oranglain (Gardner, 2002).

Proses pembentukan identitas diri merupakan suatu proses yang berkepanjangan. Pembentukan identitas muncul sejak timbulnya kelekatan, perkembangan perasaan diri dan munculnya kemandirian pada masa bayi, dan mencapai fase akhirnya dengan tinjauan dan integrasi kehidupan pada masa lanjut usia. Pembentukan identitas tidak dimulai atau berakhir pada masa remaja (Santrock, 1995).

(31)

agama dan politik dan area interpersonal yang meliputi peran jenis kelamin, hubungan berpacaran dan hubungan persahabatan. Sejumlah pencarian dan komitmen yang dimiliki pada area interpersonal merupakan aspek yang penting dalam perkembangan identitas yang secara khusus berhubungan dengan pembentukan keintiman dalam hubungan berpacaran. Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas dapat dilihat melalui kehadiran dari krisis dan komitmen.

3. Krisis

Krisis didefinisikan sebagai sebuah periode pembuatan keputusan ketika pilihan-pilihan, kepercayaan-kepercayaan, dan pengidentifikasian yang telah ada sebelumnya dipertanyakan oleh individu dan informasi atau pengalaman yang berhubungan terhadap pilihannya untuk dilakukan pencarian. Krisis juga menggambarkan sejumlah pencarian untuk meninjau kembali atau mendefinisikan ulang mengenai dirinya.

Masa ini biasanya ditandai dengan kebingungan, kecemasan dan ketidakkonsistenan dan sebuah usaha aktif untuk bekerja melalui konflik (dalam Kroger, 2001). Adapun kriteria yang digunakan untuk menggambarkan terjadinya krisis yaitu :

1. Kemampuan Mengetahui

(32)

berarti bahwa mereka melewati gambaran yang lebih spesifik tentang alternatif yang mereka pertimbangkan sebagai orang dewasa atau sudah mereka pertimbangkan sebelumnya. Kemampuan ini dapat dilihat dari keluasan dan kedalaman pengetahuan dalam menyelidiki berbagai pilihan yang tersedia.

2. Aktivitas Yang Bertujuan Untuk Mengumpulkan Informasi

Aktivitas yang dilakukan orang dewasa untuk mendapatkan informasi dan memperdalam pengetahuan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu keputusan diantara berbagai alternatif yang ada.

3. Mempertimbangkan Alternatif Elemen Identitas yang Potensial

Bukti dari sejumlah eksplorasi yang dilakukan. Hal ini terlihat dari keputusan penting yang akan diambil seseorang yang mencerminkan eksplorasi yang dilakukan. Mengenai cara yang dilakukan seseorang dalam mempertimbangkan alternatif pilihan yang tersedia dalam rangka

mendapatkan komitmen yang jelas dalam hidupnya. 4. Bentuk-Bentuk Emosi

(33)

sesuai dengan seseorang di situasi yang sekarang, prospek untuk menemukan pilihan yang baru lebih cenderung menghasilkan kecemasan daripada semangat.

4. Komitmen

Komitmen didefinisikan sebagai pilihan yang relatif stabil pada sejumlah pilihan dan ide-ide yang diambil. Komitmen juga menggambarkan keadaan di mana seseorang telah memiliki sejumlah pilihan-pilihan, kepercayaan dan nilai-nilai yang spesifik. Komitmen juga memperlihatkan suatu tanggung jawab pribadi terhadap apa yang mereka lakukan.

Masa dewasa berbeda dari masa remaja dimana masa dewasa adalah waktu untuk pelaksanaan keputusan yang dibuat pada tahap perkembangan sebelumnya. Komitmen pada masa sekolah dan masa mahasiswa fokus pada reward yang diasumsikan baik interinsik maupun eksterinsik dari segala macam komitmen. Sebaliknya, pada masa dewasa, orang dewasa hidup dengan reward dan pengorbanan yang sebenarnya yang dihasilkan dari mempraktekkan tujuan, nilai dan kepercayaan ke dalam kehidupan nyata. Adapun kriteria yang digunakan untuk menggambarkan komitmen yaitu :

1. Kemampuan Mengetahui

(34)

2. Aktivitas yang Ditujukan untuk Memperoleh Informasi

Aktivitas yang ditujukan untuk melaksanakan elemen identitas yang sudah dipilih. Hal ini dikarenakan masa dewasa adalah suatu tahap di mana tujuan, nilai dan kepercayaan diharapkan, standard yang lebih tinggi untuk aktivitas harus diterapkan di sini dari pada tahap sebelumnya. Aktivitas ini berupa segala macam bentuk persiapan untuk menjalankan peran-peran kehidupan di masa akan datang pada elemen identitas seseorang.

3. Bentuk-Bentuk Emosi

Di antara orang dewasa, sifat emosional diasosiasikan dengan komitmen yang dapat bervariasi dari sifat yang antusias kepada realita kegembiraan akan antisipasi yang sering ditemukan pada remaja akan digantikan oleh satu perasaan yang lebih tenang karena sudah menemukan perhatian utama.

4. Identifikasi dengan Orang yang Penting

(35)

dibangun atau komitmen yang berkembang pertama kali pada satu area yang tidak menjadi sumber bagi perhatian personal.

5. Proyeksi dari Masa Depan Seseorang

Kemampuan untuk memproyeksikan gambaran diri sendiri (karakteristik pribadi) pada masa depan dan menggambarkan bermacam aktivitas (rencana) yang akan dilakukan pada lima sampai 10 tahun mendatang. 6. Ketahanan Terhadap Godaan

Orang dewasa dengan komitmen identitas harusnya menjadi yang paling bertahan terhadap usaha yang berasal dari luar untuk melemahkan tujuan, nilai dan kepercayaan yang sudah mereka ekspresikan karena mereka diperkirakan akan bertindak sesuai dengan elemen identitas yang sudah mereka bangun.

5. Status Identitas

Status identitas menggambarkan terbentuknya identitas diri seseorang. Berdasarkan kehadiran krisis dan komitmen, Marcia (1993) membagi status identitas menjadi empat, yaitu :

1. Diffuse

Identity diffusion menggambarkan individu yang belum mengalami krisis

(36)

Individu yang memiliki identitas ini tidak hanya belum memutuskan pilihan-pilihan pekerjaan dan ideologis, tetapi juga cenderung memperlihatkan minat yang kecil dalam sejumlah masalah. Erikson menyatakan bahwa individu pada status ini tidak bertanggung jawab, impulsive, spontan, tidak mempunyai tujuan yang jelas mengenai karirnya,

tidak memiliki ketertarikan yang khusus, dan tidak memiliki nilai-nilai yang dapat mengarahkan pilihan hidupnya (dalam Kroger, 2001). Individu pada status identitas ini juga terlihat kurang memiliki tujuan dan merasa kebingungan. Mereka merasakan kesulitan untuk merencanakan suatu keputusan. Mereka sering menunjukkan ketergantungan yang berlebihan kepada teman sebaya (Kaplan, 2000).

2. Foreclosure

Identity foreclosure merupakan individu yang telah membuat suatu

komitmen tetapi belum mengalami krisis. Status ini juga menggambarkan seseorang yang mengadopsi tujuan, nilai-nilai dan kepercayaan dari orangtua atau figur otoritas lainnya tanpa memikirkannya secara kritis. 3. Moratorium

Identity moratorium merupakan individu yang sedang aktif melakukan

(37)

kebingungan dan mengalami konflik dengan orangtua atau figure otoritas lainnya. Mereka sering terlihat menyendiri, memikirkan dan mempertimbangkan pilihan yang telah diambilnya (Kaplan, 2000).

4. Achievement

Identity achievement adalah ketika individu telah mengalami suatu

pencarian dan sudah membuat suatu komitmen. Adapun komitmen yang diambil pada masa ini berdasarkan sejumlah pencarian yang dilakukan. Individu pada status identitas ini mencapai kedewasaan dengan perasaan yang jelas mengenai siapa dirinya, kepercayaan-kepercayaan yang penting dan arah hidup yang jelas tujuannya.

Marcia (1993) mengatakan bahwa individu yang berada pada status identitas ini lebih mandiri, dapat memberikan respon yang baik terhadap kondisi stress, mempunyai cita-cita yang lebih realistik dan harga diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga status identitas lainnya.

Ke empat status identitas di atas, tidak saling berhubungan satu dengan yang lain. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu maka status identitas akan mengalami kemajuan dari tingkatan yang paling rendah menuju yang paling tinggi dan status identitas achievement sebagai hasil akhirnya (Adams, 2005).

(38)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai status identitas adalah suatu kesadaran dan penerimaan diri secara berkesinambungan antara masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Identitas diri diperoleh melalui kehadiran krisis dan komitmen dalam area ideologi yang merefleksikan pendekatan individu dalam konteks umum yaitu pada pekerjaan, agama dan politik dan area interpersonal yang meliputi peran jenis kelamin, hubungan berpacaran dan hubungan persahabatan.

Tabel 1.Status Identitas Menurut Marcia Status identitas Krisis Komitmen Identity diffusion

- -

Identity foreclosure

- +

Identity moratorium

+ -

Identity achievement

+ +

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Identitas

Santrock (1995) membagi atas tiga faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya identitas, yaitu :

1. Pengaruh Keluarga

(39)

memperbolehkan perilaku-perilaku tertentu akan meningkatkan perkembangan identitas dari pada dibatasi dalam beberapa perilaku.

2. Pengaruh Kebudayaan dan Etnis

Erikson secara khusus tertarik terhadap peran kebudayaan dalam perkembangan identitas, yang menekankan bagaimana di seluruh dunia kelompok-kelompok etnis minoritas berjuang untuk mempertahankan identitas kebudayaan mereka saat bercampur dengan kebudayaan mayoritas. Etnis dan harapan dari lingkungan etnis tempat tinggal individu akan mempengaruhi pencapaian identitas.

3. Jenis Kelamin

Teori klasik Erikson mengusulkan perbedaan-perbedaan jenis kelamin dalam perkembangan identitas. Studi-studi terbaru memperlihatkan bahwa ketika kaum perempuan mengebangkan minat pekerjaan yang lebih kuat, perbedaan-perbedaan jenis kelamin dalam identitas beralih menjadi persamaan-persamaan. Ikatan relasi dan emosi lebih sentral dalam perkembangan identitas kaum perempuan dari ada kaum laki-laki,dan bahwa perkembangan identitas kaum perempuan dewasa ini lebih kompleks dari pada perkembangan identitas kaum laki-laki.

C. Dewasa Awal

1. Pengertian Dewasa Awal

(40)

berasal dari bentuk lampau partisipel dari kata kerja adultus yang berarti “telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna” atau “telah menjadi dewasa”. Oleh karena itu, orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock,1999).

Dalam perkembangan psikososial, dewasa awal ditandai dengan adanya penemuan keintiman dengan keterasingan. Keintiman dapat terjadi karena kita telah mengenal diri kita dan merasa cukup aman dengan identitas yang kita miliki ( Erikson dalam Shaffer, 2005). Pada masa dewasa awal inilah individu membuat komitmen personal yang dalam dengan orang lain, yakni dengan membentuk keluarga. Apabila individu pada masa ini tidak mampu melakukannya, maka akan merasa kesepian dan krisis keterasingan.

Setiap kebudayaan membuat perbedaan usia dimana seseorang mencapai status dewasa secara resmi. Pada sebagian kebudayaan kuno, status ini tercapai apabila pertumbuhan pubertas sudah selesai atau hampir selesai dan apabila organ kelamin anak telah berkembang dan mampu bereproduksi. Saat ini, usia 18 tahun merupakan usia dimana seseorang dianggap dewasa secara syah. Dengan meningkatnya lamanya hidup atau panjangnya usia rata-rata orang maka masa dewasa sekarang mencakup waktu yang paling lama dalam rentang hidup.

(41)

periode yang menunjukkan pada perubahan-perubahan tersebut, bersama dengan masalah-masalah penyesuaian diri dan tekanan-tekanan yang timbul akibat perubahan tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas, Hurlock (1999) membagi masa dewasa dibagi kedalam tiga fase, yaitu :

1. Fase dewasa awal : usia 18 tahun sampai 40 tahun 2. Fase dewasa madya : usia 40 tahun sampai 60 tahun 3. Fase dewasa akhir : usia 60 tahun sampai kematian

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa masa dewasa awal yaitu masa yang ditandai dengan tercapainya perkembangan fisik yang optimal, mencapai kemandirian dan masa membangun hubungan yang baru dengan orang lain dalam rangka membentuk keluarga yang berusia 18 sampai 40 tahun.

2. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal

Harapan masyarakat untuk orang-orang dewasa awal cukup jelas digariskan dan telah diketahui oleh mereka bahkan sebelum mereka mencapai kedewasaan secara hukum. Memasuki masa dewasa, mereka benar-benar telah mengetahui harapan-harapan yang ditujukan masyarakat kepada mereka.

(42)

mengelola rumah tangga, mengambil tanggung jawab sebagai warga negara dan mencari kelompok sosial yang menyenangkan.

Tingkat penguasaan tugas-tugas ini pada tahun-tahun awal masa dewasa akan mempengaruhi tingkat keberhasilan mereka ketika mencapai puncak keberhasilan pada waktu setengah baya. Tingkat penguasaan ini juga akan menentukan kebahagiaan mereka saat itu maupun selama tahun-tahun terakhir kehidupan mereka.

D. Mahasiswa

Mahasiswa merupakan responden yang digunakan dalam penelitian ini, oleh karena itu akan dikemukakan teori tentang mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa adalah individu yang telah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas dan Memasuki Perguruan Tinggi. Masa mahasiswa meliputi rentang umur dari 18/19 tahun sampai 24/25 tahun (Winkel,1997). Menurut Hurlock (1999) masa ini termasuk ke dalam masa dewasa awal. Masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun. Rentang umur mahasiswa ini masih dapat dibagi-bagi atas periode 18/19 tahun sampai 20/21 tahun, yaitu mahasiswa dari semester I s/d semester IV; dalam periode waktu 21/22 tahun sampai 24/25 tahun, yaitu mahasiswa dari semester V s/d semester VIII (Winkel,1997).

(43)

yang intim dengan lawan jenis (Papalia, 2003). Ditambahkan Antorucci (dalam Kail & Cavanaugh, 1999) bahwa salah satu kelompok yang tidak lepas dari masalah percintaan adalah individu yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal. Membentuk hubungan intim juga merupakan salah satu tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh individu yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal (Erikson dalam Papalia, 2003), sehingga mahasiswa tidak merasa terasing dan terpisah dalam tahap perkembangan psikososial dewasa.

E. Perbedaan Keintiman Dalam Berpacaran Ditinjau Dari Status Identitas Pada Mahasiswa

Menurut teori psikososial Erikson, individu bergerak melalui delapan tahapan dalam perkembangan kepribadian yang dikarakteristikkan dengan adanya krisis dan komitmen. Tahap pertama pada masa kanak-kanak kepercayaan dengan ketidakpercayaan, otonomi dengan rasa malu dan keragu-raguan, insiatif dengan perasaan bersalah, ketekunan dengan rasa rendah diri dan identitas dengan kebingungan identitas. Tiga tahapan yang tersisa dikarakteristikkan dengan perkembangan kepribadian orang dewasa yang dinamai dengan keintiman dengan keterasingan, bangkit dengan mandeg dan integritas dengan kekecewaan.

(44)

Identitas menggambarkan transisi yang terjadi dari masa kanak-kanak ke

masa dewasa. Berdasarkan teori perkembangan identitas, Marcia (1993) membagi empat status identitas berdasarkan kehadiran dari krisis atau komitmen yang terjadi pada area ideologi yang merefleksikan pendekatan individu dalam konteks umum yaitu pada pekerjaan, agama dan politik dan area interpersonal yang meliputi peran jenis kelamin, hubungan berpacaran dan hubungan persahabatan. Penelitian ini berfokus pada area interpersonal tepatnya keintiman dalam hubungan berpacaran. Melalui pacaran, dewasa awal mendapat bekal untuk memasuki dunia pernikahan.

(45)

Empat status identitas yang disebutkan Marcia yang pertama yaitu identity diffusion menggambarkan individu yang belum mengalami krisis (yaitu mereka yang belum menjajaki pilihan-pilihan yang bermakna) atau membuat komitmen apapun. Individu pada status ini terlihat apatis, kurang terarah dan kurang memiliki ketertarikan. Kedua, identity foreclosure merupakan individu yang telah membuat suatu komitmen tetapi belum melakukan pencarian (exploration). Ketiga, identity moratorium merupakan individu yang sedang aktif melakukan pencarian, tanpa memiliki komitmen dan ke empat, Identity achievement ketika individu telah mengalami suatu pencarian dan sudah membuat suatu komitmen. Adapun komitmen yang diambil pada masa ini berdasarkan sejumlah pencarian yang dilakukan.

Tahap penemuan identitas merupakan periode yang berkembang pada masa remaja. Akan tetapi, identitas tidak hanya berkembang pada masa remaja. Pembentukan identitas merupakan proses yang berkepanjangan. Walaupun perkembangan identitas yang utama pada masa remaja, Erikson (dalam Adams, 2005) mengatakan bahwa pada masa remaja belum mampu untuk mengungkapkan dan mengekspresikan keintiman. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkannya bahwa seseorang tidak akan mampu untuk mengembangkan keintiman sebelum mereka mencapai status identitas yang baik. Kegagalan untuk mencapai keintiman sering menghasilkan rasa takut untuk berkomitmen yang merupakan elemen penting dalam hubungan yang intim.

(46)

status identitas diffusion. Kegagalan ini nantinya akan menghambat seseorang untuk mencapai tahap perkembangan psikososial yang berikutnya yaitu keintiman dengan keterasingan. Keempat status identitas yang ada akan mempunyai dampak yang berbeda terhadap keintiman.

Hodgson (dalam Marcia, dkk., 1993) mengatakan bahwa pada wanita, keintiman berkembang sebelum identitas berkembang dengan jelas, bahkan pada area interpersonal. Kenyataannya sebagian besar dari wanita yang memiliki status identitas yang rendah memiliki kemampuan keintiman yang baik. Wanita pada umumnya lebih baik dalam keintiman daripada identitas.

Erikson (dalam Marcia, dkk., 1993) menjelaskan bahwa wanita cenderung untuk mendefenisikan identitasnya melalui sejumlah pencarian yang selektif terhadap pasangan prianya. Sangat sulit bagi wanita untuk mencapai status identitas achievement tanpa menjalin sebuah hubungan dengan orang lain.

Hodgson dan Fisher (dalam Adams, 2005) mengatakan bahwa pria mengembangkan identitas terlebih dahulu dari pada wanita. Alasan penundaan terbentuknya identitas pada wanita adalah dikarenakan wanita terlebih dahulu mengembangkan keintiman setelah itu mencapai identitas dirinya. Identitas merupakan faktor yang penting dalam perkembangan keintiman seorang pria, tetapi pada wanita hal ini tidak terjadi.

(47)

dari pada mahasiswa yang memiliki status identitas foreclosure dan diffuse (Kaplan, 2000). Gembeck & Patherick (2006) menyatakan bahwa mahasiswa yang mempunyai pencapaian identitas (achievement identity) bersikap lebih terbuka dalam suatu hubungan, dan dapat menjalin hubungan yang intim dalam jangka waktu yang lebih lama dibanding status identitas yang lainnya.

F. Hipotesa Penelitian

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian, karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data dan pengambilan keputusan hasil penelitian. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian komparatif. Selanjutnya dalam bab ini akan dibahas mengenai : identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, subjek penelitian, prosedur penelitian dan analisis data (Hadi, 2000).

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Identifikasi variable-variabel dalam penelitian, terdiri dari : Variabel Tergantung : Keintiman

(49)

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Keintiman

(50)

digunakan untuk mendiskusikan dan memecahkan masalah yang terjadi dalam suatu hubungan dan dari kedalaman atau kualitas hubungan persahabatan dan cinta atau pacaran yang dilihat dari karakteristik suatu hubungan yang di dalamnya terdapat keterbukaan yang meliputi keterbukaan diri mengenai kehidupannya, mengenai apa yang dirasakan, apa yang terjadi dalam suatu hubungan atau mengenai informasi lainnya, kejujuran yaitu dengan berkata yang sebenarnya kepada pasangan, empati yaitu memahami keadaan pasangan dan menerima segala perbedaan yang ada, saling memberikan perhatian yaitu berusaha untuk memberikan perasaan yang positif kepada pasangan, dan sikap dan perilaku seksual dalam hubungan tersebut.

Skor total yang tinggi dalam skala keintiman mengindikasikan bahwa individu tersebut memiliki keintiman yang tinggi, dan skor yang rendah mengindikasikan bahwa individu tersebut memiliki keintiman yang rendah.

2. Status Identitas

Status identitas seseorang adalah bagaimana seseorang dalam menentukan pilihan, kepercayaan dan nilai-nilai yang diambilnya dalam bidang ideologi dan interpersonal yang diperoleh melaui sejumlah krisis dan apakah telah mencapai komitmen terhadap bidang-bidang tersebut.

(51)

dan komitmen yang dialami yaitu diffusion yaitu individu yang belum mengalami krisis dan belum memiliki komitmen. Foreclosure adalah individu yang sudah memiliki komitmen tanpa mengalami krisis sebelumnya. Moratorium yaitu individu yang sudah mengalami krisis akan tetapi belum memiliki komitmen dalam hidupnya dan achievement yaitu individu yang telah mengalami krisis dan telah memiliki komitmen.

Adapun pengertian krisis adalah suatu masa di mana seseorang melakukan sejumlah pencarian dengan cara mempertanyakan, mengkaji dan mencari tahu pilihan yang akan diambilnya. Kriteria yang digunakan untuk mengukur ada tidaknya krisis yaitu :

1. Kemampuan Mengetahui

Kemampuan untuk mengetahui secara luas dan mendalam dalam menyelidiki berbagai pilihan yang tersedia.

2. Aktivitas Yang Bertujuan Untuk Mengumpulkan Informasi

Kegiatan yang dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam rangka memperluas dan memperdalam pengetahuan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu keputusan diantara berbagai pilihan yang tersedia.

3. Mempertimbangkan Alternatif Elemen Identitas yang Potensial

(52)

4. Bentuk-bentuk Emosi

Emosi yang dihasilkan ketika dewasa awal berusaha memilih nilai-nilai yang baru untuk menggantikan tujuan atau nilai-nilai yang telah dianut sebelumnya yang dianggap tidak sesuai dengan kondisi yang ada pada saat ini. Kondisi emosi biasanya berupa kecemasan.

Komitmen adalah masa dimana seseorang sudah dapat bertanggungawab terhadap pilihan yang diambilnya dan tindakan yang dilakukannya. Adapun kriteria yang digunakan untuk mengukur ada tidaknya komitmen yaitu :

1. Kemampuan Mengetahui

Kemampuan yang mendalam dan akurat mengenai satu tujuan yang sudah dipilih dan yang sudah diputuskan.

2. Aktivitas yang Ditujukan untuk Memperoleh Informasi

Aktivitas yang dilakukan untuk mendukung nilai, tujuan atau kepercayaan yang telah diambil.

3. Bentuk-Bentuk Emosi

(53)

4. Identifikasi dengan Orang yang Penting

Tokoh panutan menjadi sumber informasi penting untuk memberikan berbagai informasi mengenai keputusan yang telah diambil. Orang yang sering dijadikan tokoh panutan yaitu pasangan.

5. Proyeksi dari Masa Depan Seseorang

Kemampuan untuk memproyeksikan gambaran diri sendiri (karakteristik pribadi) pada masa depan dan menggambarkan berbagai aktivitas yang akan dilakukan pada masa yang akan datang.

6. Ketahanan Terhadap Godaan

Kemampuan untuk menghindari godaan-godaan yang berasal dari luar terhadap pilihan yang telah diambil.

Untuk skor krisis yang rendah dikategorikan krisis rendah jika skor krisis yang diperoleh individu berada di bawah skor total rata-rata kelompok dan skor krisis yang dikategorikan tinggi adalah jika skor krisis individu berada di atas skor rata-rata kelompok.

Untuk skor komitmen yang rendah dikategorikan komitmen rendah jika skor komitmen yang diperoleh individu berada di bawah skor total rata-rata kelompok dan skor komitmen yang dikategorikan tinggi adalah jika skor komitmen individu berada di atas skor rata-rata kelompok.

(54)

apabila skor krisis rendah dan skor komitmen tinggi maka subjek berada pada status identitas moratorium, apabila skor krisis tinggi dan skor komitmen rendah maka subjek berada pada status identitas foreclosure dan apabila skor krisis dan komitmen tinggi maka subjek

berada pada status identitas achievement.

C. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel 1. Populasi

Populasi sebuah penelitian adalah sejumlah individu yang paling sedikit mempunyai sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi yang ditentukan akan diambil wakil dari populasi yang disebut sampel penelitian. Populasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang sedang berpacaran. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 312 orang.

Adapun kriteria populasi dalam penelitian ini adalah : 1. Mahasiswa

(55)

keintiman dengan lawan jenis, berbagi dukungan satu sama lain, dan merefleksikan tugas perkembangannya pada masa ini (Gembeck & Patherick, 2006).

2. Dewasa Awal usia 18- 25 tahun

Masa mahasiswa meliputi rentang umur dari 18/19 tahun sampai 24/25 tahun (Winkel,1997). Menurut Hurlock (1999) masa ini termasuk ke dalam masa dewasa awal. Masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun. Rentang umur mahasiswa ini masih dapat dibagi-bagi atas periode 18/19 tahun sampai 20/21 tahun, yaitu mahasiswa dari semester I s/d semester IV; dalam periode waktu 21/22 tahun sampai 24/25 tahun, yaitu mahasiswa dari semester V s/d semester VIII (Winkel,1997).

3. Status

Status yang digunakan dalam penelitian ini adalah dewasa awal yang sedang berpacaran. Hal ini dilakukan agar subjek penelitian dapat mengetahui bagaimana keintiman yang terjadi dalam hubungan berpacaran dengan lawan jenisnya.

2. Sampel dan Metode Pengambilan Sampel

(56)

pengertian sampel adalah sebagian populasi yang digunakan untuk menentukan sifat-sifat serta ciri-ciri yang dikendalikan dari populasi.

Penelitian ini menggunakan probability technique sampling, yaitu dengan teknik sampel acak sederhana yaitu metode pengambilan sampel secara acak atau tanpa pandang bulu. Dalam tehnik sampel acak sederhana, semua individu dalam populasi, baik secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama, diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel penelitian (Hadi, 2000).

Teknik ini dilakukan dengan mendata jumlah mahasiswa angkatan 2004, 2005, 2006 dan 2007 yang sedang berada pada semester dua sampai semester delapan. Mahasiswa psikologi S-1 nantinya akan diberikan angket untuk mengetaui jumlah yang berpacaran. Kemudian hasilnya akan dirandom dengan menggunakan undian untuk mengisi skala yang akan diberikan tiap angkatan.. Jumlah sampel dalam penelitian ini minimal 60 orang. Hal ini sesuai dengan pendapat Azwar (2004) yang menyatakan bahwa sampel yang lebih dari 60 orang, secara statistika sudah cukup banyak dan representatif. Uji coba alat ukur penelitian dilakukan terhadap 100 orang mahasiswa.

D. Metode Pengumpulan Data

(57)

Skala adalah suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat ukur aspek afektif yang merupakan konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu (Azwar, 2004).

Azwar (2004) mengemukakan kebaikan-kebaikan skala dan alasan-alasan penggunaannya, yaitu :

1) Pertanyaan disusun untuk memancing jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan subjek sendiri yang tidak disadari.

2) Skala digunakan untuk mengungkap suatu atribut tunggal

3) Subjek tidak menyadari arah jawaban yang sesungguhnya diungkap melalui pertanyaan skala.

Alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah skala status identitas dan skala keintiman.

1. Skala Status Identitas

(58)

Tabel 2. Blue Print Skala Status Identitas Sebelum Uji Coba

No Krisis Komitmen Jlh

Kriteria F UF Kriteria F UF

Metode skala yang digunakan adalah metode rating yang dijumlahkan atau dikenal dengan metode Likert (Azwar, 2004). Pernyataan dalam skala ini terdiri dari pernyataan favorable (positif) dan unfavorable (negatif). Skala yang digunakan memiliki empat pilihan jawaban yaitu : SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai).

(59)

skor 3, SS (Sangat Sesuai) akan diberi skor 4. Subskala yang unfavorable penilaiannya adalah SS (Sangat Sesuai) akan diberi skor 1, S (Sesuai) akan diberi skor 2, TS (Tidak Sesuai) akan diberi skor 3, STS (Sangat Tidak Sesuai) akan diberi skor 4.

2. Skala keintiman

Skala ini disusun berdasarkan kriteria keintiman yang dikemukakan oleh Olforsky (dalam Marcia, dkk., 1993) menyebutkan bahwa terdapat tiga kriteria keintiman yaitu tingkat dimana individu terlibat dalam persahabatan dengan pria dan wanita. Apakah hubungan yang terjalin dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama, apakah individu tersebut terlibat atau sudah terlibat dalam komitmen yang dibangun melalui hubungan, bertahan dalam suatu hubungan seperti pada pasangan yang berpacaran, kedalaman atau kualitas dari hubungan persahabatan dan cinta atau pacaran. Kriteria ini berfokus pada tingkat dimana individu sudah mencapai kapasitas dalam suatu hubungan yang dikarakteristikkan dengan keterbukaan, kejujuran, perhatian, menerima dan mamahami perbedaan yang ada, sikap dan perilaku seksual.

(60)

Untuk subskala favorable penilaiannya adalah STS (Sangat Tidak Sesuai) akan diberi skor 1, TS (Tidak Sesuai) akan diberi skor 2 , S (Sesuai) diberi skor 3, SS (Sangat Sesuai) akan diberi skor 4. Subskala yang unfavorable penilaiannya adalah SS (Sangat Sesuai) akan diberi skor 1, S (Sesuai) akan diberi skor 2, TS (Tidak Sesuai) akan diberi skor 3, STS (Sangat Tidak Sesuai) akan diberi skor 4.

Skor pada masing-masing dimensi skala saling bebas satu sama lain. Skor pada masing-masing dimensi tidak berhubungan dengan skor pada dimensi lainnya dan hanya menggambarkan bagaimana skor pada dimensi tersebut. Semakin tinggi skor yang dicapai seseorang dalam tiap dimensi berarti semakin tinggi pula keintimannya dalam dimensi tersebut. Skor yang tinggi menggambarkan individu yang intimate dan sebaliknya skor yang rendah menggambarkan individu yang isolated .

Tabel 3.Blue Print Skala Keintiman Sebelum Uji Coba

No. Kriteria Favourable Unfavourable Jumlah

1. Tingkat keterlibatan dengan teman pria atau wanita

1, 16, 29, 46 6, 20, 32, 45, 57 9 2. Komitmen 7, 19, 39, 47 10, 25, 37, 48, 53 9 3. Kualitas hubungan

(61)

Peneliti akan melakukan uji coba pada kedua skala terhadap sejumlah responden, dengan tujuan memperoleh alat ukur yang valid dan reliabel. Hadi (2000) mengemukakan beberapa tujuan dari uji coba adalah sebagai berikut :

1. Menghindari pernyataan-pernyataan yang kurang jelas maksudnya

2. Menghindari penggunaan kata-kata yang terlalu asing, terlalu akademik, ataupun kata-kata yang menimbulkan kecurigaan.

3. Memperbaiki pernyataan-pernyataan yang biasa dilewati atau hanya menimbulkan jawaban-jawaban dangkal.

4. Menambah aitem yang sangat perlu ataupun meniadakan aitem yang ternyata tidak relevan dengan tujuan penelitian.

F. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas

Menurut Sukadji (2000), validitas merupakan derajat yang menyatakan suatu tes mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas suatu tes tidak begitu saja melekat pada tes itu sendiri, tetapi tergantung penggunaan dan subjeknya.

(62)

2. Reliabilitas

Reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda (Hadi, 2000). Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien reliabilitas merupakan indikator konsistensi butir-butir pernyataan tes dalam menjalankan fungsi ukurnya bersama-sama. Reliabilitas alat ukur ini mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2004).

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal, yang mana prosedurnya menggunakan tes yang dikenakan hanya satu kali saja pada sekelompok subjek. Pendekatan ini bertujuan melihat konsistensi antar aitem dalam tes itu sendiri. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis dan berefisiensi tinggi (Azwar, 2004). Untuk Koefisien reliabilitas dihitung dengan menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach. Untuk menguji reliabilitas ini menggunakan bantuan program SPSS versi 12.0.

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap Persiapan

Dalam rangka pelaksanaan penelitian ini ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan oleh peneliti, antara lain :

(63)

Peneliti mempersiapkan instrumen sebagai alat yang digunakan untuk pengambilan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala keintiman dan skala status identitas model Likert.

b. Penentuan sampel

Dalam penelitian ini subjek yang dijadikan sampel penelitian adalah mahasiswa yang berusia 18-25 tahun di Fakultas Psikologi USU angkatan 2002, 2003, 2004, 2005, 2006 dan 2007.

c. Pengambilan data

Skala keintiman dan status identitas ini diberikan kepada sampel pada saat uji coba. Setelah itu data yang didapat diolah dengan SPSS versi 12.0 untuk mendapatkan aitem yang memenuhi kriteria reliabilitas dan validitas. Skala tersebut kemudian direvisi. Skala revisi diberikan kepada sampel yang bukan termasuk sampel uji coba.

2. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian untuk memperoleh data yang sesungguhnya dilakukan setelah diperoleh alat ukur yang telah diuji terlebih dahulu validitas dan reliabilitasnya. Pengambilan data dilakukan pada mahasiswa Fakultas Psikologi USU S1 yang berusia 18 sampai dengan 25 tahun yang berada pada angkatan 2002, 2003, 2004, 2005, 2006, 2007.

(64)

daftar populasi mahasiswa yang berpacaran. Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 orang.

3. Tahap Pengolahan Data a. Hasil Uji Coba

Uji coba terhadap keintiman dan status identitas dilaksanakan pada tanggal 30 April 2008 sampai dengan 3 Mei 2008. Uji coba dilakukan pada mahasiswa UISU Medan yang berusia 18 sampai dengan 25 tahun.

Total skala yang disebarkan berjumlah 135 skala dan yang kembali sejumlah 100 skala. Pada saat uji coba skala setiap subjek diberikan dua buah skala sekaligus. Penyebaran skala dan tes hasil belajar dilakukan oleh peneliti dengan bantuan dari mahasiswa UISU.

1. Hasil uji coba Skala Status Identitas

Jumlah aitem yang diujicobakan sebanyak 64 aitem yang terdiri dari 26 aitem krisis dan 38 aitem komitmen. Aitem krisis diterima sebanyak 12 aitem yang memenuhi indeks diskriminasi rix ≥ 0,275 dengan reliabilitas sebesar 0.781. Sebanyak 14 aitem yang dinyatakan gugur yaitu aitem nomor 3, 5, 11, 18, 25, 26, 32, 33, 35, 37, 43, 52, 56 dan 57. Indeks diskriminasi (rix) bergerak dari – 2.76 sampai dengan 0,591 (N = 26). Sedangkan indeks aitem yang memiliki daya beda tinggi bergerak dari 0,341 sampai dengan 0,534 (N=12).

(65)

dinyatakan gugur yaitu aitem nomor 1, 6, 7, 13, 15, 16, 17, 20, 21, 24, 34, 36, 40 dan 49. Indeks diskriminasi (rix) bergerak dari –3.13 sampai dengan 0.592 (N = 38). Sedangkan indeks aitem yang memiliki daya beda tinggi bergerak dari 0,283 sampai dengan 0,705 (N=24). Distribusi aitem-aitem krisis dan komitmen yang memiliki daya beda tinggi disajikan dalam tabel 4.

Tabel 4. Distribusi Aitem-aitem Skala Status Identitas yang Digunakan dalam Penelitian

No Krisis Komitmen Jlh

Kriteria F UF Kriteria F UF

4. Bentuk-bentuk emosi Identifikasi dengan orang yang penting

(66)

Tabel 5. Distribusi Aitem-aitem Skala Status Identitas yang Digunakan dalam Penelitian Setelah Penomoran Ulang

No Krisis Komitmen Jlh

Kriteria F UF Kriteria F UF

4. Bentuk-bentuk emosi - - Identifikasi dengan orang yang penting

2. Hasil uji coba Skala Keintiman

(67)

Tabel 6. Distribusi Aitem-aitem Skala Keintiman yang Digunakan dalam Penelitian

No. Kriteria Favourable Unfavourable Jumlah

1. Tingkat keterlibatan dengan teman pria atau wanita

1, 29 6, 20, 32, 45, 57 7

2. Komitmen 7, 19, 39 25, 37, 48, 53 7

3. Kualitas hubungan

a. Keterbukaan 2, 23, 31 28, 41, 44 6

Selanjutnya dilakukan penomoran ulang bagi aitem-aitem yang diikutsertakan dalam skala untuk penelitian. Distribusi aitem-aitem keintiman yang digunakan dalam penelitian setelah penomoran ulang disajikan pada tabel 7.

Tabel 7. Distribusi Aitem-aitem Skala Keintiman yang Digunakan dalam Penelitian Setelah Penomoran Ulang

No. Kriteria Favourable Unfavourable Jumlah

1. Tingkat keterlibatan dengan teman pria atau wanita

1, 28 4, 13, 19, 25, 31 7

2. Komitmen 5, 11, 21 12, 24, 34, 35 7

3. Kualitas hubungan

a. Keterbukaan 2, 22, 30 18, 27, 29 6

H. Metode Analisa Data

(68)

universal, artinya dapat digunakan hampir pada semua bidang penelitian (Hadi, 2000).

Sebelum dilakukan analisa statistik, data hasil penelitian akan dikenakan uji asumsi terlebih dahulu. Adapun uji asumsi yang digunakan adalah :

1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian kedua variable terdistribusi secara normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan metode statistik Kolmogorov-Smirnov. Data dikatakan terdistribusi normal jika harga p>0.05 (Hadi, 2000). Adapun maksud dari uji normalitas ini adalah untuk mengetahui apakah distribusi pada penelitian variabel tergantung telah menyebar secara normal.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah subjek yang digunakan dalam penelitian ini homogen atau tidak. Uji homogenitas pada penelitian ini, dianalisa dengan menggunakan Anova melalui Levene.’s Test.

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode Anava satu arah. Alasan penggunaan metode ini adalah untuk melihat perbedaan yang signifikan pada keintiman dalam berpacaran ditinjau dari status identitas yang dimilikinya.

Gambar

Tabel 2. Blue Print Skala Status Identitas Sebelum Uji Coba
Tabel 4. Distribusi Aitem-aitem Skala Status Identitas yang Digunakan dalam Penelitian
Tabel 5. Distribusi Aitem-aitem Skala Status Identitas yang Digunakan dalam Penelitian Setelah Penomoran Ulang
Tabel 6. Distribusi Aitem-aitem Skala Keintiman yang Digunakan dalam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Aspek-aspek yang diungkapkan oleh Martaniah (2000) dan Eriyani (1993) terlihat tidak sejajar karena aspek yang diajukan oleh keduanya lebih berfokus pada sikap

Hal ini berarti tidak ada perbedaan tingkat perkembangan penalaran moral ditinjau dari status identitas pada mahasiswa Fakultas Hukum UNS angkatan 2012.. Hal-hal

Bagaimana individu menginterpretasikan pengalaman yang mereka miliki merupakan kunci yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis yang dimiliki, dapat disimpulkan bahwa

Merupakan pengungkapan informasi diri kepada orang lain melalui perilaku nyata yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, serta kebiasaan yang menunjukan keterbukaan diri

Penelitian ini mengambil 138 subjek dengan kriteria emerging adults laki- laki dan perempuan yang berada pada usia emerging adulthood (18 – 25 tahun), sedang berada dalam

Bila individu percaya bahwa dirinya tidak mempunyai kemampuan untuk menghadapi tantangan yang dihadapi dalam hidupnya, maka individu tersebut akan merasa semakin

Karakteristik pada fase ini menyebabkannya memiliki mean skor penalaran moral yang lebih rendah dibandingkan mean skor penalaran moral moratorium, foreclosure,

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Perbedaan Tingkat