• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROJECT I. GMP, SSOP & HACCP

5.4 IDENTIFIKASI PENYEBAB PERMASALAHAN

Penyebab variasi Aw produk finish goods dicari melalui teknik brainstorming untuk mengidentifikasi permasalahan yang hasilnya dapat dilihat pada diagram sebab- akibat (Gambar 15). Identifikasi permasalahan dimaksudkan untuk mengenali sumber permasalahan. Brainstorming dilakukan dengan asisten manager produksi, supervisor produksi dan karyawan maintenance engineering.

55 Dari hasil brainstorming tersebut, dilanjutkan dengan pembuatan diagram sebab akibat. Untuk membuat diagram sebab akibat, pertama-tama ditentukan dahulu akibat (effect) yang merupakan “kepala ikan” pada sisi sebelah kanan kertas. Akibat yang dimaksudkan disini adalah variasi Aw produk finish goods bumbu penyedap rasa. Setelah dilakukan brainstorming kembali dengan pihak produksi, Faktor penyebab masalah ini digolongkan ke dalam tiga faktor utama sebagai “tulang besar” yaitu mesin, metode dan lingkungan.

56

Variasi Aw Produk Finish Goods Bumbu Penyedap Rasa

Metode

Mesin

Lingkungan

tekanan Torsi Sampling Pengecekan Jumlah sampel Pengukuran Pengawasan Waktu Pengecekan Frekuensi Temperatur & RH Takaran sampel Bed Dryer Pengecekan Blower Temperatur Bextruder Breakdown/stop Mespack Temperatur RH Dehumidifier Temperatur RH RMS Breakdown/stop Mixing Room Packing Hall Packing Hall Parameter Filling Material Handling Unloading Mixing Mixer Control Panel Aw

Waktu tunggu bahan Sensor

Boiler

Aliran uap panas

Kondisi penyimpanan Lama penyimpanan

Produk Semi Finish Goods

Penyimpanan

Waktu Tunggu Bahan

Pengontrol Temperatur/RH

area produksi

Mixing Room RMS

Gambar 12. Diagram Sebab Akibat Penyebab Variasi Aw Produk Finish Goods Bumbu Penyedap Rasa

57 1. Mesin

Mesin merupakan faktor yang paling berpengaruh secara langsung terhadap variasi aktivitas air (Aw) produk bumbu penyedap rasa Royco All in one. Dalam proses produksi bumbu penyedap rasa terdapat lima tahap, yaitu pencampuran (Mixing), granulasi (granulating) , pengeringan (Drying), pengayakan (Sieving) dan pengemasan (filling).

Mesin/ peralatan yang berpengaruh terhadap variasi Aw adalah mixer, bextruder, dryer, dehumidifier, mespack dan pengatur temperatur/RH area produksi. Pemeliharaan dan pengecekan kondisi mesin/peralatan selama proses produksi berlangsung merupakan salah satu faktor yang juga mempengaruhi variasi Aw. Mixer berpengaruh terhadap homogenitas produk yang dihasilkan, waktu mixing dan temperatur bahan selama proses mixing berlangsung perlu diperhatikan. Mixer yang digunakan dalam proses sudah terdapat pengatur waktu mixing, namun mesin ini tidak dilengkapi panel yang menunjukkan suhu aktual bahan di dalam mesin. Setelah proses mixing selesai, bahan dikeluarkan dari mixer dan ditampung ke dalam bin stainlees steel berkapasitas 350 kg atau satu batch produksi.

Bahan yang sudah ditampung di dalam bin akan ditransfer secara manual menuju conveyor belt chain untuk dialirkan menuju bextruder. Lama unloading,kondisi temperatur/RH area mixing room dan setting kecepatan mesin bextruder akan mempengaruhi keluaran ukuran partikel dan temperatur produk yang dihasilkan. Standar lama unloading selama proses adalah maksimum satu jam dan pengaturan kecepatan mesin bextruder selalu dikontrol dan didokumentasikan ke dalam checksheet selama proses produksi berlangsung untuk mencegah terjadinya breakdown, Kondisi bextruder yang sering terjadi breakdown akan mengakibatkan waktu tunggu bahan selama unloading akan menjadi lebih lama dan mempengaruhi variasi suhu keluaran bahan yang dihasilkan.

Proses pengeringan menjadi salah satu faktor penting dalam menurunkan Aw produk, karena pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam bahan pangan sampai sangat rendah sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan dan memperpanjang daya simpannya. Pada proses pengeringan bumbu penyedap rasa ini menggunakan pengeringan sistem kontinyu dengan pemanasan langsung, mesin pengering yang digunakan adalah fluidized bed dryer dimana pada kondisi aktual bahan diangkut dengan plat bergetar kemudian dihembuskan dengan udara panas/ steam dari pipa blower bagian bawah yang berasal dari suplai aliran boiler yang berada di luar pabrik. Standar temperatur pengeringan berkisar antara 95-1050C yang diatur untuk setiap blower di dalam dryer. Suplai steam dari boiler dan setting temperatur panel blower pada dryer sangat mempengaruhi kinerja mesin tersebut. Apabila suplai steam boiler tidak stabil, maka hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kestabilan temperatur proses pengeringan. Pada kondisi aktual, temperatur proses pengeringan menjadi salah satu parameter penting yang dikontrol dan diamati setiap batch. Operator melakukan perubahan setting parameter suhu jika hasil pengecekan Aw semi finish goods setelah proses pengeringan di luar spesifikasi standar. Tidak adanya panel suhu yang menunjukkan kondisi temperatur aktual bahan di dalam mesin selama proses pengeringan berlangsung menjadi salah satu hambatan operator dalam mengontrol

58 kondisi proses, karena dokumentasi suhu panel yang dilakukan hanya berdasarkan panel sensor suhu yang terpasang di setiap bagian pipa blower yang terletak di luar pabrik. Setelah melalui tahap pengeringan, produk dilewatkan secara langsung ke dalam dehumidifier yang ditempatkan pada satu line proses pengeringan. Dehumidifier ini berfungsi untuk proses cooling atau pendinginan bahan secara cepat sebelum bahan masuk ke dalam Siever untuk proses pengayakan. Temperatur aliran steam dehumidifier yang tidak stabil mengakibatkan temperatur pendinginan bahan yang bervariasi.

Produk yang telah melalui proses pengayakan dikemas ke dalam pengemas plastik, kemudian diletakkan dan disusun di atas pallet. Pallet berisi produk semi finish goods kemudian ditransfer menuju packing hall untuk disimpan sementara dan dilakukan pengecekan Aw 30 menit setelah melalui proses pengeringan. Selama penyimpanan yang perlu diperhatikan adalah kondisi pengatur temperatur/RH di area packing hall. Packing Hall dilengkapi dengan dua AC split dan dua AC window, sertaarea ini tidak dilengkapi pengatur RH khusus atau dehumidifier. Pengaturan RH pada area ini menggunakan Outdoor dari AC. Kondisi temperatur dan RH yang tidak stabil selama proses penyimpanan menyebabkan variasi Aw pada setiap pallet berisi produk. Standar lama maksimum penyimpanan adalah maksimum 48 jam, QC in line akan melakukan pengecekan ulang jika produk sudah lewat dari masa penyimpanan 18 jam. Namun pengecekan ulang terkadang tidak dilakukan karena ketidakdisiplinan QC in line dalam melakukan pengecekan.

Selanjutnya, pada tahap akhir proses yaitu proses filling, lama proses filling mempengaruhi kondisi bahan akibat waktu tunggu bahan yang cukup lama di dalam hopper mespack sehingga kemungkinan dapat mempengaruhi variasi Aw pada produk selama proses tersebut berlangsung.

2. Lingkungan

Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi Aw adalah kondisi lingkungan. Aktivitas air atau Aw dapat ditentukan pada saat terjadi kondisi kesetimbangan dengan air dan udara atau disebut kelembaban relatif keseimbangan (Equilibrium Relative Humidity atau ERH), sehingga Aw dapat ditentukan dari hubungannya dengan ERH. Pada kondisi terjadi kesetimbangan antara air dalam bahan pangan dengan air di lingkungan, maka tidak akan terjadi perpindahan air dari bahan pangan ke udara dan sebaliknya.

Oleh karena itu, setiap area produksi dilengkapi mesin pendingin (AC) untuk mengendalikan temperatur ruangan, kecuali ruang pengeringan (Drying room). Pada mixing room dan packing hall dilengkapi dengan outdoor dari AC yang secara aktual digunakan sebagai pengatur RH ruangan dan pada Raw Material Storage tidak dilengkapi dengan pengatur RH, karena bahan-bahan yang disimpan didalamnya adalah bahan yang tidak memerlukan kondisi khusus dan perputaran penggunaan bahan tersebut cepat. Standar temperatur dan kelembaban untuk setiap ruangan berbeda. Berikut adalah tabel checklist standar temperatur dan RH untuk setiap area produksi:

59 Tabel 1. Standar temperatur dan RH area produksi pabrik lion

PT Unilever Indonesia Tbk

Standard RMS Mixing Room Packing Hall

Temperature < 250C < 250C <250C

RH < 50% < 50% < 45-50%

Sumber : Lion factory, PT Unilever IndonesiaTbk.

Pada tabel checklist tersebut terdapat kesalahan standar RH terutama pada area packing hall, kondisi RH aktual selama proses produksi berlangsung adalah selalu di atas 40%. Setelah dilakukan verifikasi standar, RH area packing hall seharusnya adalah max.40%. Temperatur dan RH yang juga tidak stabil di area packing hall selama produk semi finish goods disimpan hingga proses filling berlangsung juga menjadi salah satu faktor penyebab variasi Aw produk finish goods bumbu penyedap rasa.

3. Metode

Beberapa metode yang dapat menyebabkan terjadinya variasi Aw produk Royco All in One diantaranya metode penyimpanan, metode pengecekan Aw, material handling di setiap proses dan Pengukuran Temperatur/RH di area produksi. Metode penyimpanan sangat berhubungan dengan kondisi ruangan, dimana temperatur dan RH ruang penyimpanan perlu diperhatikan. Apabila temperatur dan RH fluktuatif, maka kondisi Aw produk juga akan berubah menyesuaikan kondisi lingkungannya. Pada kondisi aktual tidak ada ruang penyimpanan khusus, karena tempat penyimpanan produk dan proses filling berada di dalam satu area packing hall. Oleh karena itu, metode pengecekan temperatur dan RH juga sebaiknya dilakukan secara teratur di setiap shift.

Pada material handling di beberapa proses juga perlu diperhatikan, terutama beberapa titik proses dimana bahan kontak langsung dengan udara luar cukup lama diantaranya persiapan raw material sebelum proses mixing, unloading bahan, transfer material menuju bucket pada saat proses filling.

Pengecekan Aw merupakan metode yang perlu diperhatikan selama proses produksi. Pengecekan Aw dilakukan dua kali yaitu pada saat 30 menit setelah produk dikeringkan dan pengecekan kedua dilakukan 18 jam setelah produk disimpan. Teknik sampling, takaran pengukuran sampel dan kondisi area pada saat pengukuran menjadi faktor yang mempengaruhi metode pengecekan Aw. Pada kondisi aktual, lamanya pengukuran Aw setiap sampel menjadi hambatan QC in line untuk melakukan pengecekan ulangan Aw setiap batchnya karena keterbatasan fasilitas Awmeter di pabrik ini.

Selain itu metode pengecekan temperatur/RH di setiap area produksi pada kondisi aktual tidak dilakukan. Indikator Temperatur/RH sebagai alat untuk mempermudah pengecekan hanya tersedia satu di area packing hall. Pengecekan kondisi ini terhambat karena masih terbatasnya penyediaan alat pengukur di pabrik ini.

60 Menentukan Penyebab Masalah Terbesar Menggunakan Why-Why Analysis dan Diagram Pareto Melalui Pendekatan proses di Setiap Area Produksi

Analisis selanjutnya menggunakan pendekatan proses produksi dengan pengamatan 30 batch mulai dari Raw Material Storage, mixing & granulating, drying & Sieving, intermediate storage & Filling. Dari setiap bagian tersebut akan dilihat titik-titik yang berpotensi menyebabkan variasi Aw pada produk finish goods bumbu penyedap rasa, lalu dilanjutkan dengan tindakan-tindakan korektif maupun preventif yang dapat diaplikasikan secara langsung maupun dalam bentuk saran- saran yang bermanfaat.

1. Raw Material Storage

Pengamatan temperatur dan kelembaban dilakukan di RMS.

Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui apakah kondisi RMS sudah memenuhi standar yang telah ditentukan, sehingga tidak akan mempengaruhi bahan-bahan yang disimpan di dalamnya.

RMS tidak dilengkapi dengan sistem pengontrolan udara, karena bahan-bahan yang disimpan di dalamnya adalah bahan yang tidak memerlukan kondisi khusus dan perputaran penggunaan bahan tersebut cepat. Suhu dan kelembaban relatif yang diterapkan di RMS adalah 20-25°C dan RH max.50%. Pengukuran temperatur dan RH dilakukan setiap batch selama proses produksi berlangsung dari shift pagi hingga siang. Hasil pengukuran temperatur dan RH dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14

Gambar 13. Pengamatan Temperatur 30 batch selama proses produksi di area raw material storage

0 3 6 9 12 15 18 21 24 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 Tem p e ratu r (o C) Batch Temperatur

61 Gambar 14. Pengamatan RH 30 batch selama proses produksi di area

raw material storage

Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa temperatur cukup stabil namun RH sangat fluktuatif. Hasil yang diperoleh kurang sesuai karena seharusnya pergerakan RH diikuti dengan pergerakan temperatur.

Perubahan RH yang tidak stabil ini cukup mempengaruhi keadaan bahan yang tersimpan di dalamnya. Pengaruh RH akan semakin tinggi apabila kemasan bahan baku yang tersimpan di dalamnya sudah tidak baik. Pada kondisi aktual Raw Material Storage hanya dilengkapi Air Conditioner sebagai pengatur udara dan tidak dilengkapi pengatur RH atau Dehumidifier.

Pergerakan bahan dan pekerja yang cukup mobile ke dalam area RMS dan pada kondisi aktual pembatas antara RMS dan area produksi lainnya hanya dilapisi plastik curtain. Banyaknya celah udara dari plastik curtain akan sangat mempengaruhi keadaan RMS sehingga temperatur dan kelembabannya fluktuatif. Perilaku pekerja juga sesekali menyalahgunakan RMS, semakin banyak orang yang berada dalam RMS maka akan menaikkan kelembabannya dan akan membuat kelembaban relatif menjadi semakin naik dan akan mempengaruhi bahan-bahan yang berada didalamnya.

Setelah itu, dilakukan analisis lebih lanjut untuk menentukan solusi permasalahan yang ada dengan why-why analisis agar dapat ditentukan saran tindakan pengendalian dengan tepat. Hasil why-why analisis yang dilakukan dapat dilihat pada lampiran 10.

2. Mixing Room

Pada area mixing room terdapat dua proses yaitu proses pencampuran atau mixing dan granulating. Urutan pencampuran bahan dan waktu yang digunakan saat pencampuran akan mempengaruhi terhadap rasa dan lamanya proses produksi. Waktu yang dibutuhkan pada proses mixing adalah 7 menit dan sudah diatur pada panel mesin. Urutan pemasukan bahan-bahan dimulai dari bahan yang berjumlah lebih banyak terlebih dahulu, dilanjutkan bahan dengan jumlah yang sedikit. Hal ini untuk mencegah bahan dengan jumlah sedikit

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 R H ( % ) Batch RH (%)

62 tersebut tidak tercampur dengan baik atau tertinggal di bagian bawah mesin. Pengamatan terhadap temperatur bahan setelah keluar dari mesin mixer dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengukuran temperatur bahan saat keluar dari mixer

Batch T Mixer (0C) Batch T Mixer (0C)

1 28,5 16 26,5 2 29,5 17 29,5 3 24,5 18 21,5 4 16,5 19 15,5 5 14,5 20 14,5 6 27,5 21 31,5 7 29,5 22 29,5 8 28,5 23 33,5 9 14,5 24 29,5 10 11,5 25 32,5 11 31,5 26 29,5 12 31,5 27 29,5 13 21,5 28 28,5 14 22,5 29 30,5 15 21,5 30 31,5

Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa temperatur produk yang keluar dari mixer sangat bervariasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi variasi temperatur bahan ini diantaranya adalah kondisi waktu tunggu bahan sebelum proses mixing dan ekspos aliran AC yang berada di dekat mixer.

Produk setelah keluar dari mixer ditampung ke dalam bin. Bin berisi bahan dipindahkan menuju conveyor dan ditransfer secara manual dengan sekop stainlees steel menuju conveyor yang terhubung dengan hopper pada bextruder. Lama maksimum bahan berada di dalam bin adalah 1 jam. Kondisi area mixing room menjadi faktor yang perlu diperhatikan selama proses transfer manual ke bextruder. Semakin lama proses transfer, maka temperatur bahan di dalam bin akan semakin menurun. Pengamatan terhadap temperatur bahan selama unloading dapat dilihat pada Tabel 3.

63 Tabel 3. Pengukuran Temperatur Bahan Selama Unloading

Batch T Unloading (0C) Batch T Unloading (0C)

Awal Akhir Awal Akhir

1 28,5 26,5 16 25,5 26,5 2 28,5 20,5 17 22,5 19,5 3 13,5 6,5 18 15,5 8,5 4 14,5 10,5 19 12,5 11,5 5 13,5 8,5 20 10,5 10,5 6 27,5 22,5 21 28,5 25,5 7 26,5 21,5 22 29,5 24,5 8 20,5 14,5 23 29,5 27,5 9 11,5 4,5 24 25,5 24,5 10 11,5 8,5 25 26,5 26,5 11 27,5 25,5 26 25,5 25,5 12 17,5 14,5 27 24,5 25,5 13 13,5 7,5 28 25,5 25,5 14 16,5 14,5 29 27,5 25,5 15 17,5 10,5 30 27,5 26,5

Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa temperatur bahan yang menurun cukup signifikan selama unloading.. Lama waktu transfer dan kontak bahan terhadap udara sangat bervariasi, hal ini dapat mempengaruhi temperatur dan kelembaban bahan yang ada pada bin. Kondisi ini juga dipengaruhi temperatur dan RH area mixing room pada saat unloading berlangsung. Temperatur dan RH pada area mixing room yang fluktuatif mempengaruhi kondisi bahan secara langsung selama unloading.

Bahan yang masuk ke dalam mesin bextruder diatur kecepatan pembentukannya selama proses produksi berlangsung, kecepatan mesin yang bervariasi untuk setiap batch, menyebabkan temperatur dan ukuran partikel bahan yang keluar dari mesin bextruder bervariasi. Kontrol proses pembentukan granule selama produksi berlangsung telah dilakukan oleh operator. Setting parameter 5-arm rotor, 4-arm rotor dan rotary table pada bextruder menjadi parameter penting dalam mengendalikan ukuran partikel granule yang keluar dari bextruder. Selain itu temperatur bahan selama proses pembentukan juga harus dikontrol selama proses berlangsung, jika kondisi suhu bahan melebihi standar > 60 0C akibat torsi terlalu tinggi akan berpotensi menyebabkan mesin breakdown dan keluaran bahan akan terhambat. Pengamatan terhadap temperatur bahan setelah keluar dari bextruder dapat dilihat pada Tabel 4.

64 Tabel 4. Pengukuran Temperatur Bahan Setelah Keluar dari Bextruder

Batch T Bextruder (0C) Batch T Bextruder (0C)

Awal Akhir Awal Akhir

Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah

1 48,5 46,5 36,5 33,5 16 40,5 37,5 40,5 36,5 2 41,5 38,5 25,5 19,5 17 35,5 33,5 32,5 30,5 3 38,5 35,5 23,5 18,5 18 27,5 26,5 40,5 37,5 4 23,5 20,5 19,5 14,5 19 23,5 23,5 22,5 20,5 5 15,5 10,5 10,5 8,5 20 25,5 22,5 14,5 11,5 6 45,5 33,5 39,5 31,5 21 45,5 40,5 41,5 34,5 7 45,5 33,5 39,5 31,5 22 44,5 41,5 42,5 37,5 8 25,5 15,5 20,5 10,5 23 42,5 39,5 42,5 38,5 9 18,5 16,5 13,5 11,5 24 43,5 37,5 37,5 36,5 10 13,5 12,5 9,5 7,5 25 41,5 36,5 44,5 39,5 11 49,5 46,5 41,5 40,5 26 44,5 40,5 42,5 38,5 12 30,5 24,5 23,5 20,5 27 44,5 40,5 42,5 38,5 13 24,5 21,5 25,5 20,5 28 45,5 39,5 45,5 40,5 14 15,5 13,5 15,5 6,5 29 44,5 37,5 46,5 42,5 15 14,5 9,5 17,5 10,5 30 47,5 41,5 46,5 40,5

Dari hasil pengamatan, temperatur keluaran bahan produk dari bextruder sangat bervariasi pada saat awal dan akhir proses antar batch. Variasi temperatur keluaran bahan ini disebabkan pengaruh kecepatan mesin bextruder, dan kondisi penurunan temperatur bahan selama unloading.

Selama proses granulasi perlu diperhatikan kondisi temperatur dan RH area mixing room. Karena dalam proses ini, banyak sekali titik titik potensial bahan terekspos dengan udara luar. Pengamatan terhadap temperatur dan RH area mixing room selama proses granulating dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16

Gambar 15. Pengamatan Temperatur 30 batch selama proses produksi di area mixing room

65 Gambar 16. Pengamatan RH 30 batch selama proses produksi di area

mixing room

Dari hasil pengamatan, temperatur area mixing room cukup stabil antar batch produksi. Standar temperatur dan RH area ini adalah berkisar antara 20- 250C dengan RH maksimum 50%. Temperatur dan RH masih dalam kisaran standar, namun RH area mixing room yang fluktuatif akan mempengaruhi kondisi bahan selama proses produksi di area ini sebelum bahan masuk ke dalam tahap proses selanjutnya.

Setelah itu, dilakukan analisis lebih lanjut untuk menentukan solusi permasalahan yang ada dengan why-why analisis agar dapat ditentukan saran tindakan pengendalian dengan tepat. Hasil why-why analisis yang dilakukan dapat dilihat pada lampiran 11.

3. Drying Room

Proses Drying pada produk dilakukan pada mesin fluidized bed dryer, bahan yang sudah keluar dari mesin bextruder langsung dialirkan oleh conveyor menuju dryer. Dalam proses pengeringan ini, bahan dihembuskan udara kering dari blower blower yang terdapat di dalam dryer. temperatur setiap blower diatur dan didokumentasi setiap batch untuk mempermudah monitoring proses pengeringan. Namun, pada kondisi aktual tidak ada indikator temperatur yang menunjukkan temperatur di dalam mesin, karena dokumentasi hanya sebatas pada suhu steam setiap blower yang dihembuskan dari boiler yang berada dari luar pabrik sebelum masuk ke dalam dryer. Kapasitas setiap blower berbeda, blower A mempunyai kapasitas yang lebih kecil daripada blower B dan C, karena aliran steam blower A hanya mengeskpos ke dalam satu pipa, sedangkan blower B dan C memiliki kapasitas lebih besar karena aliran steam blower tersebut terbagi ke dalam tiga pipa.

Pada mesin dryer ini dilengkapi dengan dehumidifier yang berfungsi untuk mendinginkan temperatur bahan secara langsung saat setelah proses pengeringan sebelum bahan masuk ke dalam Siever . Pada kondisi aktual, sudah terdapat sensor suhu dehumidifier yang terhubung pada panel di area mixing

66 room untuk mempermudah monitoring kondisi dehumidifier. Namun,pada dehumidifier sering terjadi masalah karena kondisi temperatur udara yang terlalu rendah terekspos bahan yang terlalu panas sehingga uap air yang keluar dari bahan menjadi embun dan menyebabkan kondisi dehumidifier menjadi basah. Kondisi tersebut dapat menyebabkan kerak bahan pada dehumidifier.

Proses pengayakan dilakukan setelah bahan melewati dehumidifier untuk proses pendinginan. Siever yang digunakan adalah V-brow Siever dengan ukuran mesh 6,8 dan 40. Hasil ayakan yang diambil adalah produk yang lolos Mesh 8 dan tidak lolos Mesh 40. Keseluruhan produk setelah dilakukan pengayakan ditampung secara manual di dalam pengemas plastik khusus. Proses penampungan dan pengisian granule ke dalam pengemas yang dilakukan secara manual menyebabkan takaran pengisian granule yang bervariasi di setiap pengemas. Metode pengikatan pengemas yang dilakukan juga bervariasi, karena pada kondisi aktual pekerja yang berada di area drying room berbeda-beda setiap harinya. Oleh karena itu, sebaiknya perlu ditetapkan sebuah standar takaran pengisian dan pengikatan untuk setiap pengemas berisi produk semi finish goods.

Pengamatan keseluruhan proses pengeringan dan pengayakan dapat dilihat pada lampiran 12 . Berdasarkan hasil pengamatan, temperatur di setiap blower dan dehumidifier fluktuatif antar batch. Hal ini juga dibuktikan dengan kondisi temperatur bahan yang bervariasi setelah proses pengayakan.

Setelah produk diayak, pekerja pada area drying room segera menampung keluaran produk dari siever secara manual. Takaran pengisian produk di dalam pengemas maksimum ¾ dari tinggi pengemas. Pengemas yang sudah berisi produk kemudian diikat dan diletakkan di atas pallet. Pallet yang sudah berisi susunan tumpukan pengemas berisi produk semi finish goods akan ditransfer menuju area packing hall dengan menggunakan hand pallet. Setelah didiamkan selama 30 menit, QC in line melakukan pengecekan Aw produk semi finish goods yang berada di area packing hall. Jeda waktu pengecekan Aw 30 menit setelah pengeringan dikarenakan temperatur produk semi finish goods yang masih terlalu tinggi sehingga sampel yang dilakukan pengecekan dengan waktu jeda kurang dari 30 menit masih terlalu panas. Hasil pengecekan Aw semi finish goods 30 batch dapat dilihat pada tabel 5.

67 Tabel 5. Hasil Pengukuran Aw semi finish goods bumbu penyedap rasa

Batch Aw Batch Aw 1 0,2930 16 0,3029 2 0,3026 17 0,2387 3 0,2845 18 0,2290 4 0,2584 19 0,2225 5 0,2653 20 0,2417 6 0,2985 21 0,3011 7 0,3042 22 0,2905 8 0,2453 23 0,3014 9 0,2626 24 0,3066 10 0,2811 25 0,3078 11 0,2978 26 0,3011 12 0,2845 27 0,3412 13 0,2804 28 0,3364 14 0,2415 29 0,3257 15 0,2468 30 0,3107

Dari hasil pengecekan Aw pada pengamatan 30 batch, 7 batch diantaranya menghasilkan Aw di bawah spesifikasi standar dengan target Aw semi finish goods yang seharusnya adalah 0,30. Oleh karena itu dilakukan analisis lebih lanjut untuk menentukan solusi permasalahan yang ada dengan why-why analisis agar dapat ditentukan saran tindakan pengendalian dengan tepat. Hasil why-why analisis yang dilakukan dapat dilihat pada lampiran 13. 4. Packing Hall

Produk semi finish goods yang telah dikemas diletakkan dan disusun di atas pallet. Pola penyusunan pengemas di atas pallet dan material handling

Dokumen terkait