• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Regulasi dan Analisis Kritis Regulasi

Dalam dokumen EVALUASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN LAHAN PE (Halaman 38-45)

BAB 4 IDENTIFIKASI DAN ANALISA REGULASI

4.1. Identifikasi Regulasi dan Analisis Kritis Regulasi

Antisipasi Pemerintah Indonesia dalam rangka mempertahankan produksi pertanian pangan lokal tercermin dengan dikeluarkannya kebijakan-kebijakan, program-program, dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pertanian dan pangan. Salah satu kebijakan yang sangat mendasar dengan program pangan dan pertanian adalah lahan. Pada tahun 2009 diterbitkan Undang-undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang diikuti oleh peraturan turunan lainnya, yaitu:

1. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

2. Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

3. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan

4. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Menurut Undang-undang No. 41 Tahun 2009, beberapa hal penting yang menjadi dasar dari peraturan ini, yaitu:

1. Ruang Lingkup LP2B. Ruang lingkup LP2B berdasarkan pasal 4, UU No. 41 Tahun 2009 terdiri dari:

a. Perencanaan dan Penetapan

b. Pengembangan c. Penelitian d. Pemanfaatan e. Pembinaan f. Pengendalian g. Pengawasan h. Sistem Informasi

i. Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

j. Pembiayaan

k. Peranserta Masyarakat

2. Perlindungan dan Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

b. Disamping itu, penetapan dan perlindungan LP2B dapat dilakukan pada Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan atau diluar Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan baik yang berada di kawasan perdesaan dan/atau kawasan perkotaan di wilayah kabupaten/kota (Pasal 7 ayat 1, UU No. 41/2009).

c. Lahan Pertanian Pangan yang Dilindungi. Perlindungan LP2B dilakukan pada Lahan Pertanian Pangan dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang berada di dalam atau di luar kawasan pertanian pangan (Pasal 6, UU No. 41/2009).

3. Perencanaan LP2B. Perencanaan LP2B terdiri dari:

a. Dilakukan pada Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan, dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Pasal 9 ayat 2, UU No. 41/2009).

b. Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan diawali dengan penyusunan usulan perencanaan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota (Pasal 14 ayat 1, UU No. 41/2009)

c. Perencanaan usulan Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan

berdasarkan: inventarisasi; identifikasi; dan penelitian (Pasal 14 ayat 2, UU No. 41/2009).

d. Usulan perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) disebarkan kepada masyarakat untuk mendapatkan tanggapan dan saran perbaikan (Pasal 15 ayat 1, UU No. 41/2009).

e. Tanggapan dan saran perbaikan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) menjadi pertimbangan perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Pasal 15 ayat 2, UU No. 41/2009).

f. Usulan perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dapat diajukan oleh masyarakat untuk dimusyawarahkan dan dipertimbangkan bersama pemerintah desa, kecamatan, dan kabupaten/kota (Pasal 15 ayat 3, UU No. 41/2009).

4. Penetapan LP2B. Penetapan perlindungan LP2B dilakukan pada kawasan pangan pertanian berkelanjutan; Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di dalam dan di luar Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan di dalam dan di luar Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Pasal 18, UU No. 41/2009). Adapun uraian dari masing-masing

a. Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan merupakan bagian dari

penetapan rencana tata ruang Kawasan Perdesaan di wilayah kabupaten dalam rencana tata ruang kabupaten sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan (Pasal 19 ayat 1, UU No. 41/2009).

b. Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan merupakan bagian dari

penetapan dalam bentuk rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan (Pasal 20 ayat 1, UU No. 41/2009).

c. Penetapan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 18 huruf c merupakan bagian dari penetapan dalam bentuk rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan

d. Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan Nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Pasal 23 ayat 1, UU No. 41/2009).

e. Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan provinsi/kabupaten/kota

diatur dalam Peraturan Daerah mengenai rencana tata ruang wilayah provinsi/kabupaten/kota (Pasal 23 ayat 2 dan 3, UU No. 41/2009).

5. Pengembangan LP2B. Pengembangan LP2B dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi (Pasal 27 ayat 1, UU No. 41/2009).

a. Intensifikasi Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan dengan (Pasal 28, UU No. 41/2009):

(i) peningkatan kesuburan tanah;

(ii) peningkatan kualitas benih/bibit; (iii) pendiversifikasian tanaman pangan;

(iv) pencegahan dan penanggulangan hama tanaman;

(v) pengembangan irigasi;

(vi) pemanfaatan teknologi pertanian; (vii) pengembangan inovasi pertanian; (viii) penyuluhan pertanian; dan/atau

(ix) jaminan akses permodalan.

b. Ekstensifikasi Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dapat dilakukan dengan (Pasal 29 ayat 1, UU No. 41/2009):

(i) pencetakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;

(ii) penetapan lahan pertanian pangan menjadi Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan; dan/atau

(iii) pengalihan fungsi lahan nonpertanian pangan menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Menurut Pasal 29 ayat 3, Pengalihan fungsi lahan non-pertanian dapat dilakukan terhadap Tanah Telantar dan tanah bekas kawasan hutan yang belum diberikan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

6. Penelitian LP2B. Penelian LP2B diterangkan sebagai berikut:

a. Penelitian dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota (Pasal 30 ayat 2, UU No. 41/2009), dan Lembaga penelitian dan/atau perguruan tinggi berperan serta dalam penelitian (Pasal 30 ayat 4, UU No. 41/2009).

b. Penelitian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sekurang-kurangnya meliputi (Pasal 30 ayat 3, UU No. 41/2009):

(i) pengembangan penganekaragaman pangan;

(ii) identifikasi dan pemetaan kesesuaian lahan;

(iii) pemetaan zonasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; (iv) inovasi pertanian;

(v) fungsi agroklimatologi dan hidrologi; (vi) fungsi ekosistem; dan

7. Pemanfaatan LP2B. Pemanfaatan LP2B terdiri dari:

a. Pemanfaatan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan dengan menjamin

konservasi tanah dan air (Pasal 33 ayat 1, UU No. 41/2009).

b. Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap pelaksanaan

konservasi tanah dan air, yang meliputi (Pasal 33 ayat 1, UU No. 41/2009):

(i) perlindungan sumber daya lahan dan air;

(ii) pelestarian sumber daya lahan dan air; (iii) pengelolaan kualitas lahan dan air; dan

(iv) pengendalian pencemaran.

c. Setiap orang yang memiliki hak atas tanah yang ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan berkewajiban (Pasal 34 ayat 1, UU No. 41/2009):

(i) memanfaatkan tanah sesuai peruntukan; dan

(ii) mencegah kerusakan irigasi.

d. Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berperan serta dalam:

4.

menjaga dan meningkatkan kesuburan tanah;

5.

mencegah kerusakan lahan; dan

6.

memelihara kelestarian lingkungan.

8. Pembinaan LP2B. Pembinaan LP2B wajib dilakukan oleh pemerintah yang meliputi (Pasal 35 ayat 1 dan 2, UU No. 41/2009):

a. Koordinasi Perlindungan

b. sosialisasi peraturan perundang-undangan c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi

d. pendidikan, pelatihan dan penyuluhan kepada masyarakat

e. penyebarluasan informasi Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;dan/atau

f. peningkatan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat

9. Pengendalian LP2B. Pengendalian LP2B terdiri dari:

a. Pengendalian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah melalui pemberian (Pasal 37, UU No. 41/2009):

(i) insentif; (ii) disinsentif;

(iii) mekanisme perizinan; (iv) proteksi; dan

(v) penyuluhan.

b. Insentif diberikan kepada petani berupa (Pasal 38, UU No. 41/2009):

(i) keringanan Pajak Bumi dan Bangunan;

(ii) pengembangan infrastruktur pertanian;

(iii) pembiayaan penelitian dan pengembangan benih dan varietas unggul;

(iv) kemudahan dalam mengakses informasi dan teknologi;

(v) penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian;

Catatan: Di dalam PP No. 12 Tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan LP2B, dijelaskan dalam Pasal 5–7 bahwa pemberian insentif untuk semua jenjang pemerintahan secara keseluruhan sama, kecuali untuk Pemerintah Pusat dan Provinsi tidak terdapat insentif tentang keringanan Pajak Bumi dan Bangunan. Selanjutnya, pasal demi pasal menjelaskan ke 7 komponen dari insentif tersebut. Pada PP No. 12/2012, dijelaskan:

(i) Pasal 30 menjelaskan tatacara pemberian insentif oleh pemerintah, yaitu Perencanaan, Pengusulan, dan Penetapan.

(ii) Kewajiban Petani penerima insentif:

- memanfaatkan lahan sesuai peruntukannya;

- menjaga dan meningkatkan kesuburan tanah;

- mencegah kerusakan lahan; dan

- memelihara kelestarian lingkungan

c. Disinsentif berupa pencabutan insentif dikenakan kepada petani yang tidak memenuhi kewajibannya (Pasal 42, UU No. 41/2009). Selanjutnya, mengenai mekanisme pencaputan insentif dijelaskan dalam PP No 12/2012, yaitu:

(i) Pasal 44, Pencabutan Insentif dilakukan Pemerintah, Pemerintah Provinsi,

dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam hal:

- Petani tidak memenuhi kewajiban perlindungan Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan;

- Petani tidak mentaati norma, standar, prosedur, dan kriteria pemberian insentif; dan/atau

- Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan telah dialihfungsikan.

(ii) Pasal 45, Pengenaan pencabutan Insentif dilakukan melalui tahap:

 pemberian peringatan pendahuluan;

 pengurangan pemberian Insentif; dan

 pencabutan Insentif.

10. Alih Fungsi LP2B. Alih fungsi LP2B adalah sebagai berikut:

a. Lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialihfungsikan (Pasal 44, UU No. 41/2009). Juga diperkuat oleh PP No. 1/2011 di dalam Pasal 35 ayat 1

b. Dalam hal untuk kepentingan umum, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dapat

dialihfungsikan, dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan (Pasal 44, UU No. 41/2009). Selanjutnya, dijelaskan dalam PP No. 1/2011 di dalam Pasal 35 ayat 2, dan Pasal 36 ayat 1 dan 2, yaitu:

 Pasal 35, ayat 2: Alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dalam rangka: a. pengadaan tanah untuk kepentingan umum; atau terjadi bencana

 Pasal 36, ayat 1-2: Ayat 1: Alih fungsi Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan yang dilakukan dalam rangka pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang meliputi: a. jalan umum; b. waduk; c. bendungan; d. irigasi; e. saluran air minum atau air bersih; f. drainase dan sanitasi; g. bangunan pengairan; h. pelabuhan; i. bandar udara; j. stasiun dan jalan

umum alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan juga dapat dilakukan untuk pengadaan tanah guna kepentingan umum lainnya yang ditentukan oleh undang-undang

c. Pemberian ganti rugi akibat dari LP2B berupa:

(i) Penyediaan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan yang dialihfungsikan untuk infrastruktur akibat bencana (Pasal 44 ayat 5, UU No. 41/2009). Selanjutnya diterangkan pada Pasal 46, ayat 1 dijelaskan bahwa: Penyediaan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang dialihfungsikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) huruf d dilakukan atas dasar kesesuaian lahan, dengan ketentuan sebagai berikut:

 paling sedikit tiga kali luas lahan dalam hal yang dialihfungsikan lahan beririgasi;

 paling sedikit dua kali luas lahan dalam hal yang dialihfungsikan lahan reklamasi rawa pasang surut dan nonpasang surut (lebak); dan

 paling sedikit satu kali luas lahan dalam hal yang dialihfungsikan lahan tidak beririgasi.

(ii) Pembebasan kepemilikan hak atas tanah yang dialihfungsikan dilakukan dengan pemberian ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 44 ayat 5, UU No. 41/2009). Selanjutnya dijelaskan pada PP No. 1/2011, Pasal 38, ayat 1-2 bahwa lahan pengganti disediakan oleh pihak yang mengalihfungsikan, sedangkan jika terjadi bencana, pemerintah wajib menyediakan lahan pengganti.

(iii) Selain ganti rugi kepada pemilik, pihak yang mengalihfungsikan wajib mengganti nilai investasi infrastruktur (Pasal 45, UU No. 41/2009). Hal ini dijelaskan pula di dalam PP No. 1/2011, pada Pasal 50, ayat 1-7.

(iv) Dalam hal terjadi keadaan memaksa yang mengakibatkan musnahnya

dan/atau rusaknya Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan secara

permanen, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah melakukan

penggantian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sesuai kebutuhan (Pasal 48, UU No. 41/2009). Selanjutnya pada PP 12/2012, Pasal 43 ayat 2, dijelaskan bahwa lahan pengganti adalah:

 Pembukaan lahan baru pada lahan cadangan P2B

 pengalihfungsian lahan dari bukan pertanian ke Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan terutama dari tanah terlantar dan/atau tanah bekas kawasan hutan; atau

 penetapan lahan pertanian pangan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

d. Segala bentuk perizinan yang mengakibatkan alih fungsi Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan batal demi hukum, kecuali untuk kepentingan umum (Pasal 50, UU No. 41/2009).

11. Pengawasan LP2B. Pengawasan LP2B terdiri dari:

(iii) pemanfaatan;

(iv) pembinaan; dan

(v) pengendalian.

b. Pengawasan meliputi (Pasal 55, UU No. 41/2009):

(i) pelaporan

(ii) pemantauan; dan

(iii) evaluasi

12. Sistem Informasi LP2B. Sistem Informasi LP2B terdiri dari:

a. Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota menyelenggarakan Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang dapat diakses oleh masyarakat (Pasal 58 ayat 1, UU No. 41/2009).

b. Sistem informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sekurang-kurangnya memuat data lahan tentang (Pasal 58 ayat 3, UU No. 41/2009):

(i) Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan;

(ii) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;

(iii) Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan

(iv) Tanah Telantar dan subyek haknya.

c. Di dalam PP No. 25 Tahun 2012, Pasal 5 ayat 1-5 dijelaskan bahwa:

(i) Bupati/walikota bertanggung jawab untuk melakukan inventarisasi Data Dasar pertanian pangan berkelanjutan.

(ii) Hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada gubernur.

(iii) Gubernur melakukan kompilasi dan verifikasi Data Dasar pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk disampaikan kepada Menteri.

(iv) Menteri/pimpinan lembaga terkait menyampaikan kompilasi dan verifikasi

Data Dasar Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan kepada Menteri.

(v) Inventarisasi Data Dasar yang disampaikan oleh menteri/pimpinan

lembaga terkait atau gubernur disampaikan melalui Pusat Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

13. Perlindungan dan Pemberdayaan Petani LP2B. Perlindungan dan Pemberdayaan Petani LP2B terdiri dari:

a. Pada UU No. 41 Tahun 2009, Pasal 61 dijelaskan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melindungi dan memberdayakan petani, kelompok petani, koperasi petani, serta asosiasi petani.

b. Pasal 62 ayat 1 menjelaskan bahwa perlindungan petani berupa pemberian jaminan:

(i) harga komoditas pangan pokok yang menguntungkan;

(ii) memperoleh sarana produksi dan prasarana pertanian; (iii) pemasaran hasil pertanian pangan pokok.

(iv) pengutamaan hasil pertanian pangan dalam negeri untuk memenuhi

kebutuhan pangan nasional; dan/atau (v) ganti rugi akibat gagal panen.

d. Pasal 63 dijelaskan yang dimaksud dengan pemberdayaan petani meliputi:

(i) penguatan kelembagaan petani;

(ii) penyuluhan dan pelatihan untuk peningkatan kualitas sumber daya

manusia;

(iii) pemberian fasilitas sumber pembiayaan/permodalan; (iv) pemberian bantuan kredit kepemilikan lahan pertanian;

(v) pembentukan Bank Bagi Petani;

(vi) pemberian fasilitas pendidikan dan kesehatan rumah tangga petani; dan/atau

(vii) pemberian fasilitas untuk mengakses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi.

14. Pembiayaan LP2B. Pembiayaan LP2B terdiri dari:

a. Pada UU No. 41 Tahun 2009, Pasal 66 ayat 1 dijelaskan bahwa Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi, serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota. Pada ayat 2 dijelaskan juga bahwa Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan selain bersumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh dari dana tanggung jawab sosial dan lingkungan dari badan usaha. b. Pada PP No. 30 Tahun 2012, Pasal 5 dijelaskan bahwa kegiatan LP2B yang

dibiayai meliputi:

(i) perencanaan dan penetapan;

(ii) pengembangan; (iii) penelitian; (iv) pemanfaatan; (v) pembinaan; (vi) pengendalian; (vii) pengawasan;

(viii) sistem informasi; dan

(ix) perlindungan dan pemberdayaan Petani.

15. Peran Serta Masyarakat LP2B. Peran Serta Masyarakat LP2B terdiri dari:

a. Pada UU No. 41 Tahun 2009, Pasal 67 ayat 3 dijelaskan bahwa peran serta dapat

dilakukan dalam tahapan:

(i) perencanaan;

(ii) pengembangan;

(iii) penelitian;

(iv) pengawasan;

(v) pemberdayaan petani; dan/atau

(vi) pembiayaan.

Dalam dokumen EVALUASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN LAHAN PE (Halaman 38-45)

Dokumen terkait