• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identitas Budaya Etnis Minangkabau

URAIAN TEORITIS

II.3 Identitas Budaya

II.3.3 Identitas Budaya Etnis Minangkabau

Dalam masyarakat Minangkabau dikenal pepatah adat yang dijadikan sebagai falsafah hidup dan menjadi identitas budaya tersendiri bagi orang Minangkabau. Bila dipelajari dengan seksama pepatah-pepatah adat Minang, serta fakta-fakta yang hidup dalam masyarakat seperti masalah perkawinan, sistem

kekerabatan, kedudukan tanah pusaka tinggi, peranan mamak dan penghulu, kita dapat membaca konsep-konsep hidup dan kehidupan yang ada dalam pikiran nenek-moyang orang Minang.

Salah satu tujuan adat pada umumnya, adat Minang pada khususnya adalah membentuk individu yang berbudi luhur, manusia yang berbudaya, manusia yang beradab. Adat ini jugalah yang telah diteruskan secara turun temurun dari generasi ke generasi oleh masyarakat Minangkabau sehingga menjadi ciri budaya dari orang Minang. Ciri budaya ini jugalah yang kemudian memiliki peran tertentu dalam komunikasi antarbudaya dalam interaksi orang Minang dengan orang lain yang berbeda latar belakang budaya.

Adapun sifat-sifat ideal yang menurut falsafah adat Minang (dikutip dari http://adat-budaya-minang.blogspot.com) diantaranya sebagai berikut:

a. Hiduik Baraka, baukue jo bajangka (Hidup berpikir, berukur dan berjangka) Dalam menjalankan hidup dan kehidupan orang Minang dituntut untuk selalu memakai akalnya. Berukur dan berjangka artinya harus mempunyai rencana yang jelas dan perkiraan yang tepat. Kelebihan manusia dari binatang adalah tiga alat vital yang mempunyai kekuatan besar bila dipakai secara tepat dalam menjalankan hidupnya. Ketiga alat tersebut adalah otak, otot dan hati.

Pengertian peningkatan sumber daya manusia tidak lain dari mengupayakan sinergi ketiga kekuatan itu untuk memperbaiki hidup dan kehidupannya. Dengan mempergunakan akal pikiran dengan baik, manusia antara lain akan selalu waspada dalam hidup, seperti dalam pepatah berikut:

Dalam mulo akhie mambayang (Dalam awal akhir terbayang) Dalam baiak kanalah buruak (Dalam yang baik ingatlah yang buruk) Dalam galak tangieh kok tibo (Dalam tawa tangis menghadang) Hati gadang hutang kok tumbuah (Hati ria hutang tumbuh)

Dengan berpikir jauh kedepan kita dapat meramalkan apa yang bakal terjadi, sehingga tetap selalu waspada. Seperti disebutkan dalam pepatah berikut:

Alun rabah lah ka ujuang (Belum rebah sudah ke ujung) Alun pai lah babaliak (Belum pergi sudah kembali) Alun di bali lah bajua (Belum dibeli sudah dijual) Alun dimakan lah taraso (Belum dimakan sudah terasa)

Didalam merencanakan sesuatu pekerjaan, dipikirkan lebih dahulu sematang-matangnya dan secermat-cermatnya. Dengan kata lain, disusun rencana yang mantap dan terinci.

Dihawai sahabih raso (Diraba sehabis rasa)

Dikaruak sahabih gauang (Dikeruk sehabis lobang)

Dalam melaksanakan sesuatu pekerjaan, perlu dilakukan sesuai dengan urutan prioritas yang sudah direncanakan, seperti kata pepatah:

Mangaji dari alif (Mengaji dari alif) Babilang dari aso (Berhitung dari satu)

Dalam melakukan sesuatu, haruslah mempunyai alasan yang masuk akal dan bisa dipertanggungjawabkan. Jangan asal berbuat tanpa berpikir.

Mancancang balandasan (Mencincang pakai landasan) Malompek basitumpu (Melompat pakai tumpuan)

Dalam melaksanakan suatu tugas bersama, atau dalam suatu organisasi kita tak mungkin berjalan sendiri-sendiri. Salah satu kelemahan orang Minang adalah kebanyakan mereka memiliki sikap Excessive Individualisme, susah diatur, merasa lebih super dari orang lain atau lebih sering dikenal dengan istilah pantang taimpik.

Dalam struktur organisasi di saat sekarang ini, baik organisasi pemerintah, angkatan bersenjata, organisasi sosial, maupun organisasi perusahaan mempunyai struktur piramida, lancip ke atas. Struktur organisasi yang seperti ini, memaksa orang-orang dalam formasi yang bertingkat-tingkat. Ada yang disebut bawahan dan atasan, ada yang memerintah dan ada yang harus menjalankan perintah. Orang Minang kebanyakan belum dapat menyesuaikan diri dengan pola kemasyarakatan yang baru ini. Apalagi bila dalam organisasi itu hanya balego awak samo awak. Dalam kondisi yang demikian, akan berlaku pameo Iyo kan nan kato beliau, tapi lakukan nan diawak. Inilah agaknya salah satu sebab kenapa saat sekarang ini orang-orang Minang sudah jarang yang menonjol dipentas nasional. Kalau pun ada, maka yang duduk menjadi bawahannya, mungkin bukanlah orang Minang. Sementara itu, dalam ajaran adat Minang ada pepatah yang berbunyi sebagai berikut:

Bajalan ba nan tuo (Berjalan dengan yang tua) Balayie ba nakhodo (Berlayar bernakhoda)

Bakato ba nan pandai (Berkata dengan yang pandai)

Pepatah di atas mengisyaratkan bahwa pola organisasi modern sekarang ini, sudah dipahami oleh nenek moyang orang Minang dari dahulu. Nenek

moyang orang Minang bertahun yang lalu sudah memiliki cita-cita tentang apa yang ingin dicapainya dalam hidup ini, dan sudah tahu pula cara apa yang harus ditempuh untuk mencapai cita-cita itu. Seperti pada pepatah berikut:

Nak kayo kuek mancari (Ingin kaya, berkerja keraslah) Nak tuah bertabur urai (Ingin tuah, bertabur hartalah) Nak mulie tapeki janji (Ingin mulia, tepati janji) Nak namo tinggakan jaso (Ingin nama, berjasalah) Nak pandai kuek baraja (Ingin pandai, rajin belajar)

Salah satu syarat untuk bisa diterima dalam pergaulan ialah bila kita dapat membaca perasaan oang lain secara tepat. Dalam zaman modern hal ini kita kenal dengan empathi, yaitu dengan mencoba mengandaikan kita sendiri dalam posisi orang lain. Bila kita berhasil menempatkan diri dalam posisi orang lain, maka tidak mungkin kita akan memaksakan keinginan kita kepada orang lain. Dengan cara ini banyak konflik batin yang dapat dihindari. Pepatah Minang mengajarkan, elok dek awak, katuju dek urang. Segala sesuatu yang menurut pikiran sendiri adalah baik, belum tentu dianggap baik pula oleh orang lain. Sudut pandang yang dipakai mungkin berbeda, sehingga pendapatpun berbeda.

Sebelum ilmu manajemen berkembang di tanah air sejak tahun 1950-an yang lalu, nenek moyang orang Minang telah lama meyakini bahwa perencanaan yang matang adalah salah satu unsur yang sangat penting untuk terlaksananya suatu pekerjaan. Pepatah berikut meyakini kita akan kebenarannya.

Balabieh ancak-ancak (Berlebihan berarti ria) Bakurang sio-sio (Kurang berarti sia-sia)

Diagak mangko diagieh (Dihitung dulu baru dibagi) Dibaliek mangko dibalah (Dibalik dulu baru dibelah)

Bayang-bayang sepanjang badan (Bayang-bayang sepanjang badan) Nan babarieh nan dipahek (Yang digaris yang dipahat)

Nan baukue nan dikabuang (Yang diukur yang dipotong)

Jalan nan luruih nan ditampuah (Jalan yang lurus yang ditempuh) Labuah pasa nan dituruik (Jalan yang lazim yang diikuti)

Di garieh makanan pahat (Di garis makanan pahat) Di aie lapehkan tubo (Di air lepaskan racun)

Tantang sakik lakek ubek (Di tempat yang sakit yang diberi obat) Luruih manantang barieh adat (Lurus menentang baris adat) b. Baso basi-malu jo sopan

Adat Minang mengutamakan sopan santun dalam pergaulan. Budi pekerti yang tinggi menjadi salah satu ukuran martabat seseorang. Etika menjadi salah satu sifat yang harus dimiliki oleh setiap individu Minang. Adat Minang menyebutkan sebagai berikut:

Nan kuriak iyolah kundi (Yang burik adalah kundi) Nan merah iyolah sago (Yang merah adalah saga) Nan baiak iyolah budi (Yang baik adalah budi) Nan indah iyolah baso (Yang indah adalah bahasa) Kuek rumah dek basandi (Kuat rumah karena pondasi) Rusak sandi rumah binaso (Rusak pondasi rumah binasa) Kuek bangso karano budi (Kuat bangsa karena budi)

Rusak budi bangso binaso (Rusak budi bangsa binasa)

Adat Minang sejak berabad yang lalu telah memastikan, bila moralitas suatu bangsa sudah rusak, maka dapat dipastikan suatu waktu kelak bangsa itu akan binasa. Akan hancur lebur ditelan sejarah. Adat Minang juga mengatur dengan jelas tata kesopanan dalam pergaulan. Pepatah menyebutkan sebagai berikut:

Nan tuo dihormati (Yang tua dihormati) Nan ketek disayangi (Yang kecil disayangi)

Samo gadang bawo bakawan (Sebaya dibawa berkawan) Ibu jo bapak diutamakan (Ibu dan ayah diutamakan)

Budi pekerti adalah salah satu sifat yang dinilai tinggi oleh adat Minang. Begitu pula rasa malu dan sopan santun, termasuk sifat-sifat yang diwajibkan dipunyai oleh orang-orang Minang. Pepatah Minang memperingatkan:

Dek ribuik rabahlah padi (Karena ribut rebahlah padi)

Di cupak Datuak Tumangguang (Di cupak Datuk Tumangguang) Hiduik kok tak babudi (Hidup kalau tak berbudi)

Duduak tagak kamari cangguang (Duduk berdiri serba canggung) Rarak kalikih dek binalu (Gugur pepaya karena benalu)

Tumbuah sarumpun ditapi tabek (Tumbuh serumpun di pinggir tebat) Kalau habih raso jo malu (Kalau tidak punya rasa malu)

Bak kayu lungga pangabek (Seperti kayu longgar pengikat)

Kehidupan yang aman dan damai, menjadi idaman adat Minangkabau. Karena itu selalu diupayakan menghindari kemungkinan timbulnya perselisihan

dalam pergaulan. Budi pekerti yang baik, sopan santun atau basa basi dalam pergaulan sehari-hari diyakini akan menjauhkan kita dari kemungkinan timbulnya sengketa. Budi perkerti yang baik akan selalu dikenang orang. Pepatah menyebutkan sebagai berikut:

Pucuak pauah sadang tajelo (Pucuk pauh sedang terjela) Panjuluak bungo linggundi (Penjuluk bunga linggundi) Nak jauah silang sangketo (Supaya jauh silang sengketa) Pahaluih baso jo basi (Perhalus basa basi/budi pekerti) Pulau pandan jauah di tangah (Pulau pandan jauh di tengah) Di baliak pulau angso duo (Di balik pulau angsa dua)

Hancua badan di kanduang tanah (Hancur badan dikandung tanah) Budi baiak takana juo (Budi baik dikenang juga)

Nak urang koto ilalang (Anak orang koto Hilalang) Nak lalu ka pakan baso (Mau lewat ke pekan Baso)

Malu jo sopan kok lah ilang (Malu dan sopan kalau sudah hilang) Habihlah raso jo pareso (Habislah rasa dan periksa)

c. Tenggang Rasa

Perasaan manusia halus dan sangat peka. Tersinggung sedikit maka akan membuat orang lain merasa terluka. Pergaulan yang baik, adalah pergaulan yang dapat menjaga perasaan orang lain. Karena itu adat Minang mengajarkan supaya selalu berhati-hati dalam pergaulan, baik dalam ucapan, tingkah laku maupun perbuatan jangan sampai menyinggung perasaan orang lain. Tenggang rasa salah satu sifat yang dianjurkan adat. Pepatah memperingatkan sebagai berikut:

Bajalan paliharo kaki (Berjalan perlihara kaki) Bakato paliharo lidah (Berkata pelihara lidah)

Kaki tataruang inai padahannyo (Kaki tersandung inai imbuhannya) Lidah tataruang ameh padahannyo (Lidah tersandung emas imbuhannya) Bajalan salngkah madok suruik (Berjalan selangkah, lihat ke belakang) Kato sapatah dipikia an (Kata sepatah dipikirkan)

Nan elok dek awak katuju dek urang (Baik bagi kita, disukai orang lain) Lamak dek awak lamak dek urang (Enak bagi kita, enak bagi orang lain) Sakik dek awak sakik dek urang (Sakit bagi kita, sakit bagi orang lain) d. Setia (Loyal)

Yang dimaksud dengan setia adalah teguh hati, merasa senasib dan menyatu dalam lingkungan kekerabatan. Sifat ini menjadi sumber dari lahirnya sifat setia kawan, cinta kampung halaman, cinta tanah air, dan cinta bangsa. Dari sini pula berawal sikap saling membantu, saling membela dan saling berkorban untuk sesama. Pepatah menyebutkan sebagai berikut:

Malompek samo patah (Melompat sama patah)

Manyarunduak samo bungkuak (Menyeruduk sama bungkuk) Tatungkuik samo makan tanah (tertelungkup sama makan tanah) Tatalantang samo minun aia (Tertelentang sama minum air) Tarandam samo basah (Terendam sama basah)

Rasok aia pulang ka aia (Resapan air kembali ke air)

Bila terjadi suatu konflik, dan orang Minang terpaksa harus memilih, maka orang Minang akan memihak pada dunsanaknya. Dalam kondisi semacam ini, orang Minang sama fanatiknya dengan orang Inggris, Right or wrong is my country. Kendatipun orang Minang barajo ka nan bana, dalam situasi harus memihak seperti ini, orang Minang akan melepaskan prinsipnya. Pepatah adat mengajarkan sebagai berikut:

Adat badunsanak, dunsanak patahankan (Adat bersaudara, saudara dipertahankan) Adat bakampuang, kampuang patahankan (Adat berkampung, kampung dipertahankan) Adat banagari, nagari patahankan

(Adat bernagari, nagari dipertahankan) Adat babangso, bangso patahankan (Adat berbangsa, bangsa dipertahankan) Parang ba suku samo dilipek

(Perang antar suku, sama disimpan) Parang samun samo dihadapi

(Perang terhadap penjahat, sama-sama dihadapi)

Dengan sifat setia dan loyal semacam ini, pengusaha Minang sebenarnya lebih dapat diandalkan menghadapi era globalisasi, karena kadar nasionalismenya tidak perlu diragukan.

e. Adil

Adil maksudnya mengambil langkah sikap yang tidak berat sebelah, dan berpegang teguh pada kebenaran. Bersikap adil semacam ini, sangat sulit dilaksanakan bila berhadapan dengan dunsanak sendiri. Satu dan lain hal karena adanya pepatah adat yang lain yang berbunyi Adat dunsanak, dunsanak dipatahankan. Adat Minang mengajarkan sebagai berikut.

Bakati samo barek (Manimbang sama berat) Maukua samo panjang (Mengukur sama panjang)

Tibo di mato indak dipiciangkan (Tiba di mata tidak ditutupkan) Tibo di paruik indak dikampihkan (Tiba di perut tidak dikempiskan) Tibo didado indak dibusuangkan (Tiba di dada tidak dibusungkan) Mandapek samo balabo (Mendapat sama beruntung)

Kahilangan samo marugi (Kehilangan sama merugi) Maukua samo panjang (Mengukur sama panjang) Mambilai samo laweh (Menyambung sama luas) Baragiah samo banyak (Berbagi sama banyak)

Gadang kayu gadang bahannyo (Besar kayu, besar bahannya/iuran) Ketek kayu ketek bahannyo (Kecil kayu, kecil bahannya/andilnya) Nan ado samo dimakan (Yang ada sama dimakan)

Nan indak samo dicari (Yang tidak ada, sama dicari) Hati gajah samo dilapah (Hati gajah sama disuap)

Hati tungau samo dicacah (Hati tungau, sama dicicip/dicercah) Gadang agiah batumpuak (Yang besar dibagi beronggok)

Ketek agiah bacacah (Yang kecil dibagai secercah)

(Kata-kata "di mata, di perut, di dada dalam hal ini artinya bila masalah itu menyangkut dunsanak sendiri).

f. Hemat Cermat

Pepatah adat menyebutkan sebagai berikut: Manusia

Nan buto pahambuih saluang (Yang buta peniup lesung) Nan pakak palapeh badia (Yang tuli pelepas bedil) Nan patah pangajuik ayam (Yang patah pengusir ayam) Nan lumpuah paunyi rumah (Yang lumpuh penunggu rumah)

Nan binguang kadisuruah-suruah (Yang dungu untuk suruh-suruhan) Nan buruak palawan karajo (Yang jelek penentang kerja)

Nan kuek paangkuik baban (Yang kuat pengangkat beban) Nan tinggi jadi panjuluak (Yang tinggi jadi galah)

Nan randah panyaruduak (Yang pendek penyeruduk) Nan pandai tampek batanyo (Yang pandai tempat bertanya) Nan cadiak bakeh baiyo (Yang cerdik tempat berunding) Nan kayo tampek batenggang (Yang kaya tempat minta tolong) Nan rancak palawan dunia (Yang cantik pelawan dunia) Tanah

Nan lereng tanami padi (Yang lereng tanami padi)

Nan tunggang tanami bambu (Yang tunggang tanami bambu) Nan gurun jadikan parak (Yang gurun jadikan kebun)

Nan bancah jadikan sawah (Yang basah jadikan sawah) Nan padek ka parumahan (Yang padat untuk perumahan)

Nan munggu jadikan pandam (Yang ketinggian jadikan kuburan) Nan gauang ka tabek ikan (Yang berlubuk jadikan tambak ikan) Nan padang tampek gubalo (Yang berpadang tempat gembala) Nan lacah kubangan kabau (Yang berlumpur kubangan kerbau) Nan rawan ranangan itiak (Yang berawa renangan itik)

Kayu

Nan kuek ka tunggak tuo (Yang kuat untuk tiang utama) Nan luruih ka rasuak paran (Yang lurus untuk sudut paran) Nan lantiak ka bubungan (Yang lentik untuk bubungan)

Nan bungkuak ka tangkai bajak (Yang bungkuk untuk tangkai bajak) Nan ketek ka tangkai sapu (Yang kecil untuk tangkai sapu)

Nan satampok ka papan tuai (Yang setapak tangan untuk ani-ani) Rantiangnyo ka pasak suntiang (Rantingnya untuk pasak sunting) Abunyo pamupuak padi (Abunya pemupuk padi)

Bambu

Nan panjang ka pambuluah (Yang panjang untuk pembuluh/saluran) Nan pendek ka parian (Yang pendek untuk perian/tempat air)

Nan rabuang ka panggulai (Yang rebung untuk digulai) Sagu

Sagunyo ka baka huma (sagunya untuk bekal ke dangau) Ruyuangnyo ka tangkai bajak (Ruyungnya untuk tangkai bajak)

Ijuaknyo ka atok rumah (Ijuknya untuk atap rumah) Pucuaknyo ka daun paisok (Pucuknya untuk daun rokok) Lidinyo ka jadi sapu (Lidinya untuk sapu)

g. Waspada

Sifat waspada dan siaga termasuk sifat yang dianjurkan adat Minang seperti berikut:

Maminteh sabalun anyuik (memintas sebelum hanyut) Malantai sabalun lapuak (Dibuat lantai baru sebelum lapuk) Ingek-ingek sabalun kanai (siaga sebelum kena/bahaya) Sio-sio nagari kalah (Sia-sia negeri akan kalah)

Sio-sio utang tumbuah (Sia-sia hutang timbul) Siang dicaliak-caliak (Siang dilihat-lihat/waspada) Malam didanga-danga (Malam didengar-dengar) h. Berani karena Benar

Agama Islam mengajarkan untuk mengamalkan "amal makruf, nahi mungkar" yang artinya menganjurkan orang supaya berbuat baik, dan mencegah orang berbuat kemungkaran. Mengajak orang berbuat baik adalah mudah. Tapi melarang orang berbuat mungkar, mengandung resiko sangat tinggi. Untuk bertindak menghadang kemungkaran seperti ini, memerlukan keberanian.

Adat Minang dengan tegas menyatakan bahwa orang Minang harus punya keberanian untuk menegakkan kebenaran. Berani karena benar. Pepatahnya adalah sebagai berikut:

Kok dialiah urang kato pusako (Kalau diubah orang adat Minang) Kok dirubah urang Kato Daulu (Kalau diubah orang Kata Dahulu) Jan cameh nyawo malayang (Jangan cemas jiwa melayang)

Jan takuik darah taserak (Jangan takut darah menyembur) Asalkan lai dalam kabanaran (Asalkan masih dalam kebenaran) Basilang tombak dalam perang (Bersilang tombak dalam perang) Sabalun aja bapantang mati (Sebelum ajal berpantang mati) Baribu sabab mandatang (Beribu alasan datang)

Namun mati hanyo sakali (Namun mati hanya sekali) Aso hilang duo tabilang (Esa hilang dua terbilang) Bapantang suruik di jalan (Berpantang mundur di jalan) Asa lai angok-angok ikan (Asal masih nafas-nafasan ikan) Asa lai jiwo-jiwo sipatuang (Asal masih jiwa-jiwanya capung) Namun nan bana disabuik juo (Namun yang benar disebut jua) Sakali kato rang lalu (Sekali orang berbicara lancang)

Anggap angin lalu sajo (Anggaplah angina lalu saja) Duo kali kato rang lalu (Dua kali orang berbicara lancang) Anggap garah samo gadang (Anggaplah lelucon sesama teman) Tigo kali kato rang lalu (Tiga kali orang berbicara lancang) Jan takuik darah taserak (Jangan takut darah tersembur) i. Arif Bijaksana, tanggap dan sabar

Orang yang arif bijaksana adalah orang yang dapat memahami pandangan orang lain. Dapat mengerti apa yang tersurat dan yang tersirat. Tanggap artinya

mampu menangkis setiap bahaya yang bakal datang. Sabar artinya mampu menerima segala cobaan dengan hati yang lapang dan mampu mencari jalan keluar dengan pikiran yang jernih. Ketiga sifat ini termasuk yang dinilai tinggi dalam adat Minang, seperti kata pepatah berikut:

Tahu dikilek baliuang nan ka kaki (Tahu akan kilat beliung ke kaki) Kilek camin nan ka muka (Kilat cermin ke muka)

Tahu jo gabak di ulu tando ka ujan

(Tahu akan mendung di hulu tandakan hujan)

Cewang di langik tando ka paneh (Mega di langit tandakan panas) Ingek di rantiang ka mancucuak (Ingat ranting yang akan menusuk) Tahu didahan ka maimpok (Tahu dahan yang akan menimpa) Tahu diunak kamanyangkuik (Tahu duri yang akan mengait)

Pandai maminteh sabalun anyuik (Pandai memintas sebelum hanyut) Begitulah adat Minang menggambarkan orang-orang yang arif bijaksana dan tanggap terhadap masalah yang akan dihadapi. Orang-orang yang sabar diibaratkan oleh pepatah berikut:

Gunuang biaso timbunan kabuik (Gunung biasa timbunan kabut) Lurah biaso timbunan aia (Lurah biasa timbunan air)

Lakuak biaso timbunan sampah (Lekuk biasa timbunan sampah) Lauik biaso timbunan ombak (Laut biasatimbunan ombak) Nan hitam tahan tampo (Yang hitam tahan tempa/pukul) Nan putiah tahan sasah (Yang putih tahan cuci)

Dikikih bahabih basi (Dikikir berhabis besi) j. Rajin

Sifat yang lain yang biasa dipunyai orang Minang menurut adat adalah rajin seperti kata pepatah berikut ini:

Kok duduak marawuik ranjau (Kalau duduk meraut ranjau/jebakan) Tagak maninjau jarah (Berdiri mengintai mangsa/berburu)

Nan kayo kuek mancari (Yang kaya ulet mencari) Nan pandai kuek baraja (Yang pandai rajin belajar) k. Rendah Hati

Mungkin lebih dari separuh orang Minang hidup di rantau. Hidup dirantau artinya hidup sebagai minoritas dalam lingkungan mayoritas suku bangsa lain. Mereka hidup ditengah-tengah orang lain yang berbudaya lain. Bagaimana perantau Minang harus bersikap? Adat Minang memberi pedoman sebagai berikut:

Kok manyauak di hilie-hilie (Kalau menimba (air) di hilir-hilir) Kok mangecek dibawah-bawah (Kalau bicara bersahaja)

Tibo dikandang kambiang (Tiba di kandang kambing mengembek) Tibo dikandang kabau manguak (Tiba di kandang kerbau menguak) Dimano bumi dipijak (Di mana bumi dipijak)

Disinan langik dijunjuang (Di sana langit dijunjung) Disitu rantiang dipatah (Di situ ranting dipatah)

Ini berarti sebagai perantau yang hidup dalam lingkungan berbeda budaya, maka sebagai kelompok yang minoritas, orang Minang harus tahu diri dan pandai

menempatkan diri. Baris pertama diatas tidak berarti harus merasa rendah diri, tetapi justru berarti orang yang tahu diri sebagai pendatang. Bila dalam beberapa saat bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan, malah bisa menjadi orang teladan dan tokoh masyarakat di lingkungan baru. Pada saat itu dia tidak perlu lagi manyauak di hilie-hilie malah mungkin menjadi disauakkan dihulu-hulu, didahulukan selangkah, ditinggikan seranting, diangkat menjadi pemimpin bagaikan penghulu dilingkungannya.

Dokumen terkait