• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identitas Informan ….…

Identitas petani yang diuraikan berikut menggambarkan keragaman petani responden dari beberapa aspek petani alih fungsi lahan tanaman jeruk menjadi perkebunan kelapa sawit Desa Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah,melalui survey metode pengumpulan data dengan kuesioner diperoleh umur,kondisi responden , nama, jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, sebagai berikut :

5.1.1 Umur Petani

Umur sangat mempengaruhi aktivitas pengalaman dan produktivitas kinerja seseorang karena dikaitkan langsung dengan kekuatan fisik dan mental, sehingga berhubungan erat dengan pengambilan keputusan. informan yang berumur lebih tua relatif cenderung mempunyai pengalaman usahatani yang lebih baik dibandingkan dengan informan yang berumur lebih muda. umur informan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Umur Petani Alih fungsi Lahan Tanaman jeruk ke kelapa sawit di Desa Tabolang kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah.

No Umur Jumlah Persentase (%)

1 26 – 35 2 20

2 36 – 45 3 30

3 46 – 55 5 50

Jumlah 10 100,00

Sumber : Data Primer Telah diolah, 2020

35 Tabel 6 diketahui bahwa umur informan pada usia 26-35 sebanyak 2 orang dengan persentase paling rendah yaitu 20% dimana petani yang masih kurang produktif, dibanding dengan petani yang berumur 36-45 sebanyak 3 orang dengan persentase 30% yang di mana fase mulai produktif ,dan yang berumur 46-55 sebanyak 5 orang dengan persentase lebih tinggi yaitu 50% dan paling banyak atau semakin produktif karena merupakan informan yang paling mendominasi di mana dapat dilihat dari angka yang paling tinggi.

5.1.2 Pendidikan

Dimana dalam teori sumber daya manusia menunjukkan, bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, cenderung semakin tinggi produktivitasnya.

Logikanya semakin tinggi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, cenderung semakin inovatif, yang akan membawa dampak positif pada pembangunan sektor pertanian, dengan produktivitas hasil pertanian yang semakin tinggi,serta cara bertindak dalam keputusan seseorang dalam menjalankan pekerjaanya. Untuk mengetahui pendidikan formal responden dapat di lihat di tabel 7.

Tabel 7 Pendidikan Petani Alih Fungsi Lahan Tanaman Jeruk ke Tanaman Kelapa Sawit di Desa Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah.

No Pendidikan Jumlah Persentase (%)

1 Tidak sekolah 3 30,00

2 SD 4 40,00

3 SMP 2 20,00

4 SMA 1 10,00

Jumlah 10 100,00

Sumber : Data Primer Telah diolah, 2020.

36 Tabel 7 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden SD sebanyak 4 orang (40,00%), dan SMP sebanyak 2 orang (20,00%), dan SMA sebanyak 1 orang (10,00%), dan yang TIDAK SEKOLAH sebanyak 3 orang (30,00%). Hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat penerapan petani responden dalam melakukan usahatani kelapa sawit. Pendidikan yang ditempuh petani kebanyakan hanya sampai di tingkat SD disebabkan akan faktor ekonomi petani. Petani yang memiliki pendidikan hanya sampai SD sangat berpengaruh terhadap kreativitas serta pengetahuan didunia pendidikan yang kurang, maka petani yang memiliki pendidikan rendah biasanya sulit untuk menyentuh teknologi baru atau sulit untuk mengambil keputusan, beda halnya dengan petani yang memiliki pendidikan tinggi, petani tersebut dapat mengolah teknologi yang ada untuk lahan yang tidak produktif lagi sehingga dapat meningkatkan produksi dan keuntungan petani.

Pendidikan merupakan identitas suatu masyarakat.Apabila pendidikan yang ditempuh oleh masyarakat atau petani tinggi, dapat diartikan lingkungan masyarakat mampu dengan mudah menerima pengetahuan baru.Terkait teknologi dan perubahan-perubahan di dunia pertanian.

5.1.3 Tanggungan Keluarga

Penggambaran tentang jumlah anggota keluarga petani bertujuan untuk melihat seberapa besar tanggungan keluarga tersebut. Keluarga petani terdiri dari petani itu sendiri sebagai kepala keluarga, istri, anak dan tanggungan lain yang berstatus tinggal bersama dalam satu keluarga. Sebagian besar petani menggunakan tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga sendiri yang secara tidak langsung merupakan tanggung jawab kepala keluarga untuk memenuhi kebutuhan

37 keluarganya. Hal ini akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga, karena di satu sisi sumber pendapatan yang meningkat keterbatasan kepemilikan sumber daya, dan di sisi lain anggota keluarga yang ditanggung jumlahnya besar berimplikasi pada besarnya pula biaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Tabel 8 Tanggungan Keluarga Petani Alih Fungsi Lahan Tanaman Jeruk ke Tanaman kelapa Sawit di Desa Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah.

No Tanggungan Keluarga Jumlah Persentase (%)

1

Sumber : Data Primer Telah diolah, 2020.

Tabel 8 menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga petani responden terbanyak berada pada antara 5-6 sebanyak 5 orang dengan persentase (40,00%) kemudian tanggungan keluarga 2-3 sebanyak 3 orang dengan persentase (30,00 %) dan kemudian 1-2 sebanyak 2 orang dengan persentase paling rendah (20,00%).Semakin banyak tanggungan keluarga yang dimiliki petani semakin banyak pula pengeluaran yang dibutuhkan dan semakin sedikit jumlah tanggungan petani maka semakin sedikit biaya yang dikeluarkan sehingga petani dapat lebih mengembangkan usahatani yang dimilikinya serta terpenuhinya kebutuhan keluarganya. Untuk petani yang memiliki banyak tanggungan keluarga maka akan berusaha keras untuk menambah pendapatan melalui usaha tani kelapa sawit sehingga dapat memenuhi semua kebutuhan.

5.1.4 Pengalaman Usaha Tani

Pengalaman usahatani disini yang dimaksud adalah lamanya seorang petani responden dalam menekuni usaha taninya.Semakin lama petani menggeluti usaha

38 taninya, maka semakin banyak pengalaman yang dimilikinya.Dengan pengalaman yang cukup besar akan berkembang suatu keterampilan dan keahlian dalam menentukan cara yang lebih tepat untuk usahatani secara efektif dan efisien.

Tabel 9 Pengalaman Petani Alih Fungsi Lahan Tanaman Jeruk ke Tanaman Kelapa Sawit di Desa Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah.

No Pengalaman Usahatani Jumlah Persentase (%)

1 10 – 16 2 20,00

2 17 – 23 3 30,00

3 24 – 30 5 40,00

Jumlah 10 100,00

Sumber : Data Primer Telah diolah, 2020.

Tabel 9 menunjukkan bahwa pengalaman petani responden terendah adalah 10 - 16 tahun sebanyak 2 orang dengan persentase (20,00%) dan 17 – 23 tahun sebanyak 3 orang dengan persentase (30,00%) pengalaman usahatani tertinggi yaitu 24 – 30 tahun sebanyak 5 orang dengan persentase (50,00%). Hal ini menunjukkan bahwa umumnya responden berpengalaman dalam berusahatani kelapa sawit. Pengalaman berusahatani sangat erat hubungannya dengan keinginan peningkatan kesejahteraan petani dalam melaksanakan usahatani kelapa sawit serta keinginan petani mengetahui informasi tentang peningkatan produksi dan pendapatan kelapa sawit yang lebih meningkat untuk menambah tingkat kesejahteraan petani.

Petani belajar dengan mengamati pengalaman petani lain atau mendapat pengetahuan dari petani-petani yang sudah memiliki pengalaman usahatani yang lama itu sangat penting, karena merupakan cara yang lebih baik mengambil keputusan daripada melakukan tindakan sendiri.

39 5.1.5 Luas Lahan

Luas lahan adalah jumlah seluruh lahan sawit yang diusahakan petani luas lahan terpengaruh suatu produksi dan pendapatan petani. Petani yang memiliki status lahan milik sendiri mempunyai kebebasan dalam menggunakan dan memanfaatkan lahan pertaniannya,sedangkan beda dengan petani yang status lahan sakap yang tidak mempunyai kebebasan dengan menggunakan atau memanfaatkan lahan tersebut karena harus bagi hasil dengan pemilik lahan tersebut..Adapun data mengenai luas lahan petani kelapa sawit di Desa Tabolang yang diambil sebagai responden adalah sebagai berikut ini. Klasifikasi luas lahan responden yang mengikuti dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Jumlah Luas Lahan Alih Fungsi Lahan Tanaman Jeruk ke Tanaman Kelapa Sawit di Desa Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah.

No Luas lahan Jumlah Persentase (%)

1 1,00 - 1,50 5 50,00

2 1,51- 2,00 3 30,00

3 2,01 - 2,50 2 20,00

Jumlah 10 100,00

Sumber : Data Primer Telah diolah, 2020

Tabel 10 ini menjelaskan bahwa luas lahan yang paling banyak dimiliki petani Kelapa sawit di Desa Tabolang rata-rata 1,00 – 1,50 Ha sebanyak 5 orang dengan persentase 50,00%. dan yang mempunyai luas lahan 1,51 – 2,00 Ha sebanyak 3 orang dengan persentase 30,00%. Sedangkan yang paling sedikit memiliki luas lahan 2,01 – 2,50 Ha sebanyak 2 orang dengan persentase 20,00%.

Hal ini menunjukkan bahwa petani di Desa Tabolang memiliki lahan pertanian sendiri untuk melakukan usahatani Kelapa sawit dan luas lahan yang lumayan besar

40 dapat mempengaruhi tingkat produktivitas usahatani kelapa sawit sehingga menghasilkan pendapatan yang cukup maksimal.

5.2. Dampak yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Jeruk Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit

Alih fungsi lahan pertanian tanaman jeruk menjadi lahan perkebunan kelapa sawit menjadi hal yang berdampak positif di kalangan petani di Desa Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah.Hal ini tidak bisa di pungkiri, karena menjadi petani kelapa sawit sangatlah menjanjikan. Setiap saat harga tandan buah segar (TBS) terus naik, kondisi ini sangat menguntungkan petani. Persoalan alih fungsi lahan tanaman jeruk menjadi tanaman kelapa sawit disebabkan pula oleh tingginya harga pupuk, serangan hama penyakit, serta harga jeruk yang fluktuatif setiap memasuki masa panen, cenderung harganya menurun. Adapun faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan dari tanaman jeruk menjadi kelapa sawit sebagai berikut :

1. Dampak Eksternal

Dampak Eksternal. Merupakan dampak yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi.terkait hal ini dapat diasumsikan bahwa faktor eksternal yang melandasi terjadi alih fungsi lahan ke perkebunan kelapa sawit faktor tingginya tingkat kebutuhan yang harus dipenuhi oleh masyarakat, sehingga dengan gambaran informasi dari luar tentang output dari lahan perkebunan sawit, menjadikan pemikiran mereka untuk mengalihfungsikan lahan, menjadi lahan perkebunan sawit, terkait perihal salah satu informan menyatakan :

41

‘‘Dahulu waktu saya menanam jeruk,penghasilan yang saya dapat hanya sedikit atau pas-pasan lalu tidak cukup juga untuk keperluan atau kebutuhan keluarga,baik kebutuhan makanan atau keperluan yang lainnya,sehingga saya berpikiran untuk mengganti tanaman kelapa sawit saja( Bapak AM 28, 12,2019)’’

Berdasarkan hasil wawancara diatas, terdapat kesamaan dengan informan terkait 1.

Dampak eksternal sebagai berikut :

‘‘Waktu saya masih menanam buah jeruk,awalnya baik-baik saja dan hasilnya cukup untuk kebutuhan keluarga.Dan seiring berjalannya waktu harga buah jeruk menurun drastis,sehingga saya kesulitan untuk memenuhi kebutuhan keluarga,dan juga karena menunggu waktu panennya begitu lama jadi saya berpikiran untuk mengganti saja tanaman Jeruk ini menjadi tanaman kelapa sawit,setelah saya menanam sawit Alhamdulillah sangat memuaskan bagi saya dan keluarga dan penjualannya juga sangat mudah.

(BapakAN 28,12,2019)’’

Berdasarkan hasil wawancara diatas maka, dapat diasumsikan dampak eksternal, yang meliputi ekonomi dan demografi, menyebabkan pengalih fungsian tanaman jeruk masyarakat ke perkebunan sawit, dengan dalih hasil dan pendapatan yang melimpah, agar dapat memenuhi tingkat kebutuhan sehari- hari masyarakat, dalam pendekatan lain Sadono dan Sukimo, mengemukakan perubahan tingkat ekonomi dilandasi perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku pada tiap tahun, baik dari segi pendapatan. Dalam penerapanya peran pemerintah pun juga sangat diperlukan, mengingat segala aturan dalam berkegiatan ekonomi diatur oleh pemerintah yang mana bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat.

2. Dampak Internal Secara Sosial

Dampak Internal ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan. Dalam perjalanan ekonomi, selalunya disandarkan oleh pertambahan jumlah penduduk, atau dalam contoh kecil, ialah bertambahnya angka lahir dan pernikahan pada suatu daerah, dari hal

42 ini akan menimbulkan gejalah pertumbuhan ekonomi yang sangat berdinamika di kalangan keluarga atau kalangan masyarakat. Berikut ini tanggapan informan terkait damoak internal pengalih fungsian lahan:

‘‘Ya, beberapa tahun terakhir sejak saya jadi petani sawit penggunaan lahan memang sangat baik dan saya merasakan perubahan di sektor pendapatan itu sehingga saya mampu memenuhi kebutuhan keluarga dengan hasil panen sawit, tetapi untuk gangguan tanaman sawit ini yaitu hama babi hutan. (Bapak SH 28,12.2019).’’

Di kesempatan lain informan juga menyebutkan hal yang sama, sebagai berikut:

‘‘Sejak saya beralih fungsi lahan tanaman kelapa sawit penggunaan lahan yang sangat baik dikarenakan kondisi lahan yang miring atau pegunungan sawit itu dapat tumbuh lebih subur dan perawatan yang tidak berlebihan karena pohon sawit itu besar dan tinggi,sehingga rumput yang lain tidak mengganggu pertumbuhan tanaman kelapa sawit,dan pembeli juga mudah untuk ditemukan seperti perusahaan. Semenjak saya tanam sawit saya sangat bersyukur karena pendapatan yang saya dapat sangat memuaskan.(Bapak SH, 28,12, 2019)’’

Berdasarkan hasil interpretasi informan kunci diatas dapat diasumsikan bahwa petani sangat terbantu dengan kehadiran pohon jenis sawit ini, ini dibuktikan dengan tanggapan informan yang menyatakan untuk memberi nafkah kepada istri dan anak kini semakin tidak susah, dan pemanfaatan lahan kosong dari petani dapat dipergunakan seproduktif mungkin, sehingga untuk perolehan hasil dari tanaman ini sangat signifikan keuntunganya. Dan proses jual beli kepada konsumen yakni dalam hal ini perusahaan sangat memudahkan petani untuk menjual hasil dari tani mereka.

Dalam pandangan ekonomi hal ini sangat sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Budiono yang menyatakan bahwa pertumbuhan pendudukan monitoring oleh peningkatan kapasitas produksi (output) yang sifatnya jangka panjang,yang artinya adalah sifatnya generating yang menghasilkan suatu kekuatan

43 untuk keberlangsungan ekonomi pada periode berikutnya. Bila dilihat dari sistem produktivitas pohon sawit, maka dapat dikatakan berjalan searah, dimana tingkat produktivitas pohon jenis ini sampai 35 tahun dapat menghasilkan buah.

3. Kebijakan Pemerintah

Kebijakan. Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian.

Kelemahan pada aspek regulasi atau peraturan itu sendiri terutama terkait dengan masalah kekuatan hukum, sanksi pelanggaran, dan akurasi objek lahan yang dilarang dikonversi serta baik dari hasil produktivitas alih fungsi lahan. Berikut ini hasil wawancara informan terkait faktor kebijakan:

‘‘Peran pemerintah selaku saya petani sawit, pemerintah sudah memberikan bantuan pupuk kepada kami dan proses pengalihan fungsi lahan kami dibantu dengan alat berat yang harga sewanya murah,tapi untuk aturan hukum seperti seperti penjualan sawit kami di dikenakan tarif pajak.tapi untuk untuk harga sawit langsung dari perusahaan. (Bapak RJ,28, 12, 2019)’’

Berdasarkan hasil interpretasi informan diatas dapat dilihat bahwa regulasi pemerintah dalam mengatur harga tidak ada,adapun kesempatan lain informan memberi tanggapan terkait peran pemerintah bagi petani sawit, sebagai berikut:

‘‘Sejak saya memulai alih fungsi lahan tanaman kelapa sawit 7 tahun yang lalu belum pernah mendengar pemerintah menegur perusahaan yang semena-mena menentukan harga, jika harga sawit turun kami menahan buah sawit sementara atau menyimpannya dan menunggu harga sawit kembali normal lalu kami jual. Yang kami harap untuk pemerintah agar mengeluarkan kebijakan penentuan harga sawit agar kami selaku petani tidak bingung dalam penjualan buah kelapa sawit.

(Bapak RH 28,12,2019).’’

44 Berdasarkan hasil interpretasi informan terkait kebijakan pemerintah, maka dapat diasumsikan bahwa masyarakat yang berprofesi sebagai petani sawit, mengalami kegelisahan, di sektor penentuan harga yang tidak memenuhi standar konsisten, dan tidak kredibilitas, sehingga para petani jenuh dengan perilaku perusahaan yang dalam menentukan harga semena-semena, dan berakibat pada petani sawit yang terkadang harus menahan hasil panennya menunggu kenaikan harga sawit.

Dalam perkembangan, sektor ekonomi merupakan hal yang tabu untuk di definisikan dan untuk direalisasikan, mengingat tingkat kebutuhan masyarakat sangat berdinamika, dalam pandangan para ahli terjadi regulasi teori, menurut, Sukiyah (1997) faktor–faktor penyebab perubahan pola perladangan adalah antara lain; faktor kebijakan pemerintah, faktor penduduk, faktor teknologi, faktor keadaan tanah, faktor bangsa pasar dan faktor kepercayaan.

Pandangan diatas menunjukkan bahwa terjadinya perubahan peningkatan ekonomi, dipengaruhi oleh peran pemerintah, dalam membuat regulasi kebijakan dan aturan, agar tidak terjadi kesalahan komunikasi antara konsumen dan produsen, sejatinya peran pemerintah berada pada tataran menjaga elektabilitas pertumbuhan ekonomi, yang mana dapat dilihat dari sektor aturan atau kebijakan di wilayah harga, dan penunjang infrastruktur.

5.3 Dampak Alih Fungsi Lahan Tanaman Jeruk ke Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Kesejahteraan Masyarakat

Hasil penghitungan ekonomi antara petani jeruk dan petani kelapa sawit didapatkan bahwa keuntungan petani kelapa sawit lebih besar dibandingkan dengan petani jeruk. Hal ini disebabkan setelah panen selama 4 bulan petani sawit mampu

45 mengembalikan modal, terlebih lagi jika bibit sawit yang ditanami adalah bibit unggul. Dengan adanya perkebunan kelapa sawit di Desa Tabolang, dapat menyediakan lapangan kerja baru bagi sejumlah petani terutama buruh tani yang terkena alih fungsi lahan. Selain itu, dengan adanya perkebunan kelapa sawit di Desa Tabolang, dapat menyediakan lapangan kerja baru bagi sejumlah petani terutama buruh tani yang terkena alih fungsi lahan.

Pendapatan petani kelapa sawit rakyat yang jumlahnya relatif tinggi dibandingkan saat petani masih membudidayakan tanaman jeruk yang jumlahnya relatif rendah.Pada tabel 11 menjelaskan selisih pendapatan petani pada saat masih menjadi petani jeruk dan setelah menjadi petani kelapa sawit:

Tabel 11. Pendapatan Petani jeruk dan petani kelapa sawit No Uraian Pendapatan

Petani Jeruk

Pendapatan Petani Kelapa Sawit

Selisih Pendapatan

1 Rata-rata 1.147.878 5.109.453 3.342.924

2 Rata-rata/Ha 671.472,45 2.465.352,76 2.390.892 Jumlah 1.819.300,29 8.094.117,10 6.274.816,81 Sumber : Data Primer Telah diolah, 2020

Berdasarkan tabel diatas, tingkat pendapatan petani sebelum alih fungsi lahan memiliki pendapatan rata-rata sebesar Rp 1.147.878 dan setelah adanya alih fungsi lahan dari tanaman jeruk ke tanaman kelapa sawit terjadi peningkatan pendapatan rata rata sebesar Rp. 2.465.352,76, yang dalam persentase selisih senilai Rp. 3.342.924. Perbedaan pendapatan yang sangat signifikan menggambarkan dampak adanya alih fungsi lahan tanaman jeruk ke tanaman kelapa sawit membawa dampak yang positif terhadap peningkatan pendapatan

46 petani di Desa Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah. Adapun dampak alih fungsi lahan dari tanaman jeruk ke kelapa sawit:

Dampak alih fungsi lahan perkebunan jeruk ke tanaman kelapa sawit terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di Desa Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah, dapat dilihat adanya peningkatan pendapatan petani sebesar 444,90% setelah adanya alih fungsi lahan. Dampak adanya alih fungsi lahan terhadap kesejahteraan masyarakat berdampak positif pada sektor pendapatan petani, terjadinya peningkatan ekonomi masyarakat serta berkurangnya tingkat pengangguran. Hal ini juga tergambar dari hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap salah satu informan, yang menyatakan bahwa :

“ Setelah saya beralih fungsi ke perkebunan kelapa sawit pendapatan setiap bulannya mencapai 6.000.000 jt dan yang dulunya saya hanya mempunyai motor sekarang sudah mempunyai mobil dan anak-anak semua dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.(Bapak SM, 28,12, 2019)

Hampir semua responden menyatakan bahwa dampak alih fungsi lahan perkebunan jeruk menjadi kelapa sawit membawa dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.Dan pendapatan rata-rata yang diperoleh petani sebelum dan sesudah alih fungsi lahan ini dijelaskan dalam wawancara informan :.

“Waktu saya masih menanam jeruk kalau panen itu saya dapat 4,5 juta per 6 bulan,kalau di bagi per bulannya hanya 750 ,saya rasa tidak cukup untuk kebutuhan keluarga ,dan kemudian saya berpikir untuk menanam kelapa sawit dan ternyata memang pendapatan yang saya dapat cukup membantu untuk kebutuhan keluarga karena perbulan saya panen dan mendapatkan hasil itu paling banyak 4 jt perbulan saja. (Bapak WW 28,12,2019)

47 Berdasarkan hasil wawancara dengan responden ( SM dan WW) dimana pendapatan petani saat alih fungsi lahan sangat meningkat. Dari awal menanam jeruk hingga mengganti kelapa sawit.Dan dapat dilihat dari rata-rata produksi sebelum dan sesudah alih fungsi lahan jeruk ke kelapa sawit. Dari hasil wawancara bersama informan :

‘‘Sejak saya tanam pohon kelapa sawit saya mendapatkan hasil panen sebanyak 4 ton per bulan, dan ini memang sangat berbeda dengan tanaman jeruk karena di setiap panennya itu menunggu waktu setengah tahun atau 6 bulan. Dan lebih terasa mudahnya lagi hasil panen kelapa sawit di jemput sama perusahaan.

(Bapak IS 18,12,2019)’’

Dari hasil wawancara responden menandakan terjadi peningkatan pendapatan petani masyarakat di desa Tabolang, setelah adanya alih fungsi lahan yang dilakukan oleh petani. Dan proses perawatan yang lebih mudah harga yang lebih mahal.Wawancara dengan informan :

‘‘Peningkatan pendapatan yang sangat dirasakan kepada masyarakat karena kebutuhan ekonomi dapat terpenuhi secara produktif, dan bahkan banyak masyarakat rela membeli lahan yang mahal hanya untuk dijadikan perkebunan pohon kelapa sawit(Bapak MB 28,12,2019)’’

Berdasarkan hasil interpretasi informan terkait indikator dampak alih fungsi lahan, dapat diasumsikan bahwa petani mengalami perubahan peningkatan pendapatan, hasil panen yang berimbas pada peningkatan kesejahteraan petani, hal ini dibuktikan dengan semakin tingginya angka petani yang mengalihfungsikan lahan mereka menjadi lahan perkebunan kelapa sawit, dengan tingkat persentase pendapatan petani yang di atas 100% sejak menanam jeruk.

Hal ini sesuai dengan pendapat (Kusdianto,2011) bahwa terjadinya alih fungsi lahan sawah ke tanaman kelapa sawit disebabkan oleh berbagai hal yaitu

48 pendapatan usahatani kelapa sawit lebih tinggi dengan resiko lebih rendah, nilai jual/agunan kebun lebih tinggi, biaya produksi usahatani kelapa sawit lebih rendah, dan terbatasnya ketersediaan air.

Kemudian menurut (Ante Elizabeth, dkk, 2016), pertumbuhan ekonomi terjadi karena adanya kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara atau daerah untuk menyediakan semakin banyak jenis barang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologi suatu negara, dari beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa peningkatan pendapatan perkapita dari masyarakat dan kemampuan suatu negara menyediakan penunjang penyediaan barang akan berakibat pada pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

49

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan terdiri dari : (i) faktor eksternal, yang meliputi ekonomi dan demografi, menyebabkan pengalih fungsian tanaman jeruk masyarakat ke perkebunan sawit, dengan dalih hasil dan pendapatan yang melimpah, sehingga dapat memenuhi kebutuhan sehari- hari masyarakat, (ii) faktor internal, dimana petani sangat terbantu dengan kehadiran pohon jenis sawit ini, karena dapat memberikan nafkah kepada istri dan anak, sehingga untuk perolehan hasil dari tanaman ini sangat signifikan

1. Faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan terdiri dari : (i) faktor eksternal, yang meliputi ekonomi dan demografi, menyebabkan pengalih fungsian tanaman jeruk masyarakat ke perkebunan sawit, dengan dalih hasil dan pendapatan yang melimpah, sehingga dapat memenuhi kebutuhan sehari- hari masyarakat, (ii) faktor internal, dimana petani sangat terbantu dengan kehadiran pohon jenis sawit ini, karena dapat memberikan nafkah kepada istri dan anak, sehingga untuk perolehan hasil dari tanaman ini sangat signifikan

Dokumen terkait