• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP IJARAH DALAM ISLAM

B. Dasar Hukum Ijarah (Sewa-Menyewa)

3. Ijma’ ulama

pada zaman sahabat ulama’telah sepakat akan kebolehan (jawaz) akad ijarah, hal ini disadari pada kebutuhan masyarakat akan jasa-jasa terentu seperti halnyakebutuhan akan barang-barang. ketika akan jual beli diperbolehkan, maka terdapat suatu kewajiban untuk membolehkan akad ijarah atas manfaat/jasa. karena pada hakikatnya, akad ijarah juga merupakan akad jual beli namun pada objeknya manfaat/jasa. dengan adanya ijma’, akan memperkuat keabsahan akad ijarah.31

Semua ahli fiqh sepakat akan kebolehan ijarah, dikarenakan kebutuhan akan kemanfaatan dari ijarah. Tidak ada ulama pun yang membantah kesepakatan ijma’ ulama. Akibat hukum dari ijarah yang shahih adalah tetapnya hak milik atas uang sewa atau upah bagi musta’jir (yang menyewakan). oleh sebab itu akad ijarah adalah akad mu’awada, yang disebut jual beli manfaat.32

C. Rukun Dan Syarat Ijarah (Sewa-Menyewa) 1. Rukun ijarah (sewa -menyewa)

Menurut ulama hanafiyah bahwa rukun ijarah (sewa-menyewa) hanya terdiri dari ijab dan qabul, baik dengan lafadh ijarah atau lafadz yang menunjukan makna yang sama. Sedangkan menurut jumhur ulama

30 Hadis Shahih Bukhari Muslim Hal 297-298

31 Dimyaudin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), Hal 97

32 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2010), Hal 329

25

rukun ijarah terdiri dari mu’ajir (yang menyewa), musta’jir (penyewa), manfaat, dan shighah (ijab dan qabul).33berikut adalah penjelasanya yaitu:

a. Pelaku akad (al-mu’jir dan al-musta’jir)

al-mu’jir, yaitu orang yang menyewakan dirinya atau pekerja (pemberi jasa), sedangkan orang yang dimaksud al musta’jir adalah orang yang menyewa (penyewa). Sighat akad dari kedua belah pihak, yakni perikatan atau perjanjian yang diperoleh melalaui transaksi ijarah (sewa-menyewa).34

kedua pelaku transaksi diisyaratkan berakal dan mumayyiz (mengerti harga, takaran dan timbangan). seandainya salah satu dari keduanya merupakan orang gila atau anak kecil yang belum mumayyiz, maka taransaksi ijarah diangap tidak sah dan batal.35 meskipun demikian, orang kafir sah melakukan akad ijarah dengan seorang muslim, seperti yang dipraktekan oleh Ali tentang ijarah dalam bentuk tanggungan dengan kta lain ijarah hanya sah dilakukan oleh orang yang diperkenankan membelanjakan hartanya karena ijarah merupakan akad yang berorientasi pada keuntungan seperti halnya jual beli.

33 Qomarul Huda, Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: teras 2011), Hal 80

34 Hamzah Ya’kub, Kode Etik Dagang Menurut Islam (Bandung: Diponegoro, 1992 Hal 171

35 Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya, Al-Faili Ringkasan Fiqh Sunnah Sayyid Sabiq (Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2009), Hal Hal 803

Persyaratan berikutnya adalah mu’jir mampu menyerahkan manfaat barang, karena itu tidak sah hukumnya menyewakan barabg ghasaban kepada orang yang tidak mampu mengambil alih barang tersebut setelah kesepakatan akad. begitu pula, tidak sah menyewakan tanah gersang untuk bercocok tanamanan, yaitu tanah yang tidak bisa menyerap air, baik air hujan musiman atau lelehan salju dari bukit.36

b. Shighat akad (ijab dan qabul)

Ijab dan qabul adalah suatu ungkapan antara kedua belah pihak dalam transaksi sewa-menyewa suatu barang atau benda. Ijab adalah permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang yang berakad dengan menggambarkan keinginannya dalam melakukan akad. Qabul adalah kata yang keluar dari pihak lain yang sudah adanya ijab untuk menerangkan persetujuannya.37

Sewa-menyewa akan menjadi sah apabila ada akad baik dalam bentuk lisan atau pun lisan yang menunjukan adanya persetujuan antara kedua belah pihak dalam melakukan sewa-menyewa.

Contoh persyaratan ijab dan qabul misalnya mu’jir mengucapakan “aku sewakan benda ini kepadamu selama setahun dengan uang sewa sekian”, lalu penyewa berkata “aku terima”, atau

36 Wahbah Zuhaili, Fiqh Iman Syafi’i 2, (Jakarta: Al-Mahira, 2008), Hal 40

37 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Jakarta: PT. raja grafindo persada), Hal 101

27

“aku sewa”. menurut pendapat ashah, ijarah sah dengan ucapan,

“aku menyewakan manfaat barang ini kepadamu”, dan tidak sah dengan redaksi, “aku jual manfaat ini barang ini kepadamu”, karena istilah “jual beli” digunakan untuk mengalihkan hak kepemilikan atas barang, tidak berlaku dalam pengalihan manfaat. sebaiknya jual beli pun tidak sah dengan redaksi ijarah. 38

c. Ujrah (upah atau imbalan)

Imbalan yang diterima seseorang atas pekerjaanya dalam bentuk materi, pihak penyewa dan yang menyewakan mengadakan kesepakatan mengenai harga sewa dimana antar keduanya terjadi penawaran. Pada dasarnya ujrah diberikan pada saat terjadinya akad sebagaimana dalam transaksi jual beli.

Tetapi pada waktu akad para pihak dapat mengadakan kesepakatan boleh diadakan dengan mendahulukan imbalan dan mengakhirkan imbalan.

syarat-syarat upah adalah:

1. sudah jelas/ sudah diketahui

2. uang sewa harus diserahakan bersamaan dengan penerimaan barang yang disewa, jika lengkap manfaat yang disewa, maka uang sewanya juaga harus lengkap.

d. Manfaah/manfaat

38 Wahbah Zuhaili, Fiqh Iman Syafi’i 2, (Jakarta: Al-Mahira, 2008), Hal 41

Barang yang disewakan benar-benar berharga dan tidak hilang zat yang disewakan. Iman taqiyuddin menjelaskan bahwa tidak boleh menyewakan barang atau benda yang tidak bermanfaat atau terlarang sebab termasuk barang yang batal. 39 Unsur yang penting dalam transaksi ini yaitu kedua belah pihak cakap dalam bertindak dan mampu membedakan yang baik dan yang buruk (berakal). Imam asy-syafi’I dan hambali menambahkan satu syarat lagi yaitu dewasa (baliqh).

Perjanjian sewa-menyewa yang dilakukan orang belum berkemampuan untuk membedakan mana yang baik dan yang buruk.

syarat-syarat sah manfaat yang mengharuskan adanya upah yaitu

1. Hendaknya manfaat bisa ditaksir atau dihargai seperti menyewa hewan untuk dinaiki, atau menyewa rumah untuk tempat tinggal.

2. Hendaknya manfaat bisa dimanfaatkan oleh orang yang menyewa.

2. Syarat-syarat ijarah (sewa-menyewa) a. Syarat syarat ijarah

1) Syarat wujud (syarth al-in’iqad)

39 Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, Khifatul Akhyar, Jilid 2 Terjemah, Achmad Zaidun & A Ma’ruf Asrori (Surabaya: PT Bina Ilmu 1997), Hal 4000

29

Syarat terjadinya akad berkaitan dengan aqid, akad dan objek akad. Syarat yang berkaitan dengan aqid adalah berakal, dan mumayyiz.40 yang terkait dengan dua orang yang berakad.

menurut ulama syafiyah dan hanaballah diisyartkan telah baliq dan berakal.41

2) Syarat berlaku/ kelangsungan akad (syarth an-nafaaz)

Untuk kelangsungan akad ijarah diisyaratkan terpenuhinya hak milik atau wilayah. Apabila sipelaku (aqid) tidak mempunyai hak kepemilikan atau kekuasaan, maka akadnya tidak bisa dilangsungkan dan menurut hanfiyah dan malikiyah statusnya maufuq (ditanguhkan). menuggu persetujuan sipemilik barang akan tetapi, menurut syafi’iyah dan hanabillah hukumnya batal seperti halnya jual beli

3) Syarat sah (syarth as-shihah)

Syarat sah ijarah harus dipenuhi beberapa syarat yang berkaitan dengan aqid (pelaku akad), mauqud alaih (objek), ujrah (sewa atau upah), dan akadnya sendiri.

a) Kerelaan kedua pelaku akad

Syarat ini diterapakan sebagaimana diterapakan dalam akad jual beli seperti firman allah dalam QS. Anisa ayat 29

40 Ahmad Wardi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2010), Hal 110

41Abdul Rahman I Doi, Fiqh Muamlah Syariah III (Jakarta: Raja Granfindo Persada, 1996), Hal 279

ۡمَأ ْاأوُلُك ۡ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”

b) Hendaknya objek akad (yaitu manfaat) diketahui sifatnya guna menghindari perselisihan

Jika manfaat itu tidak jelas dan menyebabkan perselisihan, maka akadnya tidak sah karena ketidak jelasan mengahalagi penyerahan dan penerimaan sehingga tidak tercapai maksud akad tersebut.

Kejelasan objek akad (manfaat) terwujud dengan penjelasan tempat manfaat, masa waktu,

1) Penjelasan tempat manfaat

Adalah mengetahui barang yang disewakan. Jika ada orang berkata “saya sewakan salah satu dari rumah ini atau salah satu kendaraan atau salah satu pekerjaan ini” maka hukum akad ini tidak sah, karena adanya ketidak jelasan barang yang disewakan.

Menurut ulama hanafiyah yang masyhur yaitu perkataan abu hanifah dan abu yusuf, tidak boleh seseorang menyewa sungai kering atau tempat tertentu

31

untuk mengalirkan guna untuk mengairi tanah. Karena ukuran banyak sedikitnya air yang dialirkan ke sungai tersebut adalah berbeda. Air dalam jumlah banyak dapat mebahayakan sungai tersebut. Sesuatu yang berbahaya tentu saja dikecualikan dalam akad secara tidak langsung.

Sedangkan jumlah sedikit air tidak memiliki ukuran yang tepat. Dengan demikian, tempat akad tersebut statusnya tidak sah.

2) Penjelasan masa dan waktu

Adalah unsur yang penting dalam penyewaan apartemen, rumah, tokoh, dan penyewaan perempuan untuk menyusui. Hal ini objek akad menjadi tiadak jelas kadarnya kecuali dengan penentuan waktu tersebut. Oleh karena itu, tidak menyebutkan masa waktu akann menyebabkan terjadinya pertikaian.

Ijarah hukumnya sah baik dalam waktu Panjang, maupun pendek. Ini adalah pendapat mayoritas ulama, termasuk ulama syafi’iah dalam pendapat yang sahih.

Mereka mengatakan bahwa akad ijarah adalah sah dalam waktu yang diperkirakan bahwa barang tersebut masih eksis menurut pandangan para ahli, masa penyewaan tidak ada batas terlamanya karena tidak ada ketentuan dalam syar’i.

Ulama hanafiyah tidak mensyaratkan penentuan masa pemulaan ijarah. jika akad ijarah tidak disebutkan masa pemulaan penyewaan, maka waktu yang mengikuti akad adalah diangap waktu pemulaan, yaitu bulan akad setelah terjadi.

Sedangkan ulama syafi’iyah berpendapat bahwa penentuan masa awal adalah syarat yang harus disebutkan dalam akad. Karena dengan tidak ada penentuan menyebabkan ketidak jelasan waktu sehingga pun objek akad ijarah menjadi tidak jelas.

Pendapat abu hanifah dari abu yusuf. Jika ijarah dilaksanakan satu bulan atau beberapa bulan atau beberapa tahun yang diketahui di awal bulan, maka perhitungan bulan itu menggunakan penampakan bulan sabit (sebagai tanda awal bulan) dan jika ijarah terjadi pada sebagian bulan, maka perhitungannya dengan hari karena tidak mungkin menggunakan perhitungan kemunculan bulan sabit. Begitu juga akad yang menggunakan perhitungan bulan dan tahun. Jika akad terjadi diawal bulan maka seluruh bulan dalam setahun dihitung dengan penampakan bulan sabit karena ini adalah hokum asalnya, akan tetapi, jika akad itu dilakukan

33

diengah bulan, maka perhitungannya seluruh hari ini menggunakan hari ini.

c) Hendaknya objek akad dapat diserahkan secara nyata (hakiki) maupun syara’

Menurut kesepakatan fuqaha, akad ijarah tidak dibolehkan terhadap sesuatu yang tidak dapat diserahkan baik secara nyata (hakiki). Seperti menyewa onta yang lepas dan orang bisu untu bicara. Maupun secara syara’seperti menyewa wanita haid untuk membersihkan masjid, seorang dokter mencabut gigi sehat. Penyihir mengajarkan sihir.

Menurut abu hanifah, zufar, dan ulama hanabillah tidak dibolehkan menyewakan Sesuatu yang dimiliki Bersama selain kepada mitranya, seperti menyewa bagian seseorang dan rumah milik Bersama kepada bukan mitranya, seperti menyewa bagian seseorang dari rumah milik Bersama kepada bukan mitranya, baik bagian orang tersebut jelas, maupun tidak jelas, karena sesuatu yang menjadi milik Bersama tidak bisa diserahkan. sebab penyerahan barang seperti ini adalah dengan menyerahkan seluruh barang itu adalah milik mitra.

Dalam rangka milik Bersama setiap bagiannya adalah milik Bersama dan bagian mitra bukan termasuk objek akad

iaarah diatas sehingga secara syara’ tidak mungkin diserahkan42.

4) Syarat mengikatnya akad ijarah (syarth lazim)

Agar akad ijarah itu mengikat, diperlukan dua syarat:

a) Benda yang disewakan harus terhindar dari cacat yang menyebabkan terhalangnya pemanfaatan atas benda yang disewa itu apabila terdapat suatu cacat yang demikian sifatnya, maka orang yang menyewa (musta’jir) boeleh memilih antara meneruskan ijarah dengan pengurangan uang sewa dan membatalkanya.43 Untuk kasus demikian, uang sewa yang telah disepakati dalam aqad dikalkulasikan sesuai dengan kadar manfaat yang telah digunakan dan manfaat yang tersisa.44

b) Tidak terdapat udzur (alasan) yang dapat membatalkan aqad ijarah. misalnya udzur pada salah seorang yang melakukan akad, atau pada sesuatu yang disewakan. Apabila terdapat udzur, baik pada pelaku maupun pada maqud ‘alaih, maka pelaku berhak membatalkan aqad.

Hanafiah membagi udzur yang menyebabkan fasakh kepada tiga bagian:

42Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Waadilatuhu Jilid 5, (Jakarta: darul hak 2011), Hal 390-392

43 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat (Jakarta: Amzah 2010), Hal 327

44 Wahbah Zuhaili, Alfiqhu Asy-Syaf’i Al Muyassar (Jakarta: Almahira 2010), Hal 57

35

(1) Udzur dari sisi musta’jir (penyewa). Misalnya musta’jir pailit (muflis) atau pindah domisili.

(2) Udzur dari segi mu’jir (orang yang menyewakan).

Misalnya mu’jir memiliki utang yang sangat banyak yang tidak ada jalan lain untuk membayarnya kecuali dengan menjual barang yang sdisewakan dan hasil penjualnnya digunakan untuk melunasi utang tersebut.

(3) Udzur yang berkaitan dengan barang yang disewakan atau sesuatu yang disewakan.45

Segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan dan keadaan tetap utuh (tidak berubah), maka boleh menyewakannya jika manfaatnya itu ditentukan dengan salah satu perkara, dengan jangka waktu atau pekerjaan.46 Ijarah diisyaratkan demi memenuhi kebutuhan manusia. Mereka membutuhkan rumah untuk ditepati, sebagian dari mereka membutuhkan pelayanan sebagian yang lain, membutuhkan hewan tunggan untuk dikendarai dan membawa beban, membutuhkan tanah dan lahan untuk ditanami. 47

b. Syarat-syarat sah penyewa adalah:

45 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah 2010), Hal 327

46 Abu Syuja’ Al-Ashfahani, Fiqh Praktis Madhab Syafi’I, Matan Abu Syuja’, (Solo:

Kuttab Publisishing, 2016), Hal 186

47 Syech Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi, Ringkasan Fiqh Sunnah Sayyid Sabiq, (Jakarta: Pustaka Al Kausar, 2009), Hal 803

1. Kedua orang berakad saling ridho (saling rela). Apabila salah satu orang terpaksa maka akadnya tidak sah. Seperti firman Allah dalam QS. Anisa ayat 29: yang berbunyi

َنوُكَت نَأ أَّلَِإ ِلِطَٰب ۡلٱِب مُكَنۡ يَ ب مُكَلَٰوۡمَأ ْاأوُلُكَۡتَ َلَ ْاوُنَماَء َنيِذَّلٱ اَهُّ يَأَٰيَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”48

2. Manfaat suatu benda yang diakadkan diketahui secara sempurna sehingga dapat mencegah terjadinya perselisihan dikemudian hari. yang dapat mencegah terjadinya persengketaan diperoleh dengan beberapa hal, pertama melihat dari segi benda yang ingin disewakan, dengan menjelaskan apabila dapat dipastikan dengan jelas. Kedua menjelaskan masa sewanya, seperti sebulan setahun atau lebih banyak dari pada itu. Ketiga menjelaskan pekerjaan yang diinginkan.

3. Sesuatu yang diakadkan dapat diambil manfaatnya secara sempurna dan syar’i. diantara ulama ada yang mensyaratkan dan melarang menyewaan barang milik persekutuan kepada selain rekanan. Yang demikian itu, karena manfaat barang milik

48 Ahmad Wardi, Fiqh Muamalat (Jakarta: Hamzah ,2010), Hal 322

37

persekutuan tidak bisa diambil secara sempurna, ini adalah pendapat abu hanifah dan zuma.

sementara menurut fukaha, barang milik persekutuan boleh disewakan secara muthlak, baik kepada rekanan maupun maupun kepada orang lain, karena barang milik persekutuan memiliki manfaat. Penyerahan bisa didilakukan dengan pengosongan atau dengan pembagian manfaat, sebagimana halnya itu boleh dilakukan dalam jual beli. Penyewaan adalah salah satu jenis jual beli. Apabila pembagian manfaat tidak ditentukan, penyewaan batal.

4. Barang disewakan bisa diserahkan Bersama manfaat yang menyertainya. Tidak boleh menyewakan binatang yang lepas atau barang yang dirampas dan tidak mampu direbut kembali atau tidak bisa dimiliki lagi karena tidak bisa diserahkan. Tidak boleh juga menyewakan tanah yang tidak bisa ditanami atau tidak bisa menumbuhkan tanaman, atau binatang yang cacat untuk mengakat barang karena tidak ada manfaat yang menjadi objek akad.

5. Manfaat yang diakadkan hukumnya mubah, bukan haram dan bukan wajib. Tidak boleh melakukan penyewaan untuk perbuatan maksiat karena perbuatan maksiat wajib ditinggalkan. Siapa saja yang mengupah seseorang untuk membunuh orang lain secara zalim atau untuk membawakan khamar, atau menyewa rumah

untuk dijadikan tempat penjualan khamar, tempat penjualan khamar, tempat penjualan judi, atau gereja, maka penyewaan ini batal.

Upah yang diperoleh oleh peramal (kahin) dan dukun (‘arraf) dari keduanya pekerjaan tidak halal karena merupakan imbalan dari perbuatan haram dan merupakan bagian dari makanan harta manusia dengan cara yang bathil. Tidak boleh pula mengupah seseorang untuk mengerjakan sholat dan puasa karena ini merupakan pardu ain yang harus dikerjakan sendiri oleh orang yang berkewajiban.49

6. Upah atau sewa dalam ijarah harus jelas 50 D. Macam-Macam Ijarah (Sewa-Menyewa)

Praktek (sewa-menyewa) sering diartikan bahwa yang dijadikan objek sewa-menyewa adalah benda atau barang, padahal selain itu juga ada objek sewa-menyewa yang dibolehkan dalam syara’untuk dijadikan objek ijarah sewa-menyewa.

ulama fiqh membagi akad Ijarah yang dilihat dari segi objeknya kedalam dua macam:

1. Ijarah bil manfaat atau benda, (ijarah ‘ala al-manafi’) yaitu menyewa yang objeknya bersifat manfaat atau benda seperti:

49 Sayid Sabiq. Fiqh Sunnah Jilid V, (Jakarta, Pt Pustaka Abdi Bangsa 2018) Hal 117-118

50 Abdul Rahman, Ghufron Ihsan, Dkk, Fiqh Muamalah (Jakarta: Kencana Pranada Media Grup, 2010), Hal 280

39

menyewa rumah, menyewa toko, menyewa pakain, Sewa-menyewa kendaraan, Sewa-Sewa-menyewa perhiasan.

Dalam akad ijarah tidak dibolehkan menjadikan objeknya sebagai tempat yang dimanfaatkan untuk kepentingan yang dilarang oleh syara’. Para ulama berbeda pendapat kapan akad ijarah ini akan dinyatakan ada. Menurut ulama hanafiah dan malikiah, akad ijarah dapat ditetapakan sesuai dengan perkembangan manfaat yang dipakai.

Konsekuensi dari pendapat ini adalah bahwa sewa tidak dapat dimiliki oleh pemilik barang ketika akad itu berlangsung, melainkan harus dilihat dahulu perkembangan penggunaan manfaat tersebut.

Sementara itu ulama syafi’iah dan hanabillah berpendapat ijarah ini sudah tetap dengan sendirinya sejak akad ijarah terjadi. Karena akad ijarah memiliki sasaran manfaat dari benda yang disewakan, maka pada dasarnya penyewa berhak untuk memanfaatkan barang itu sesuai dengan keperluannya. Bahkan dapat meminjamkan atau menyewakan kepada pihak lain sepanjang tidak menganggu merusak barang yang disewakan.

Namun penjelasan akad ijarah ‘ala al-manafi adalah sebagai berikut:

a) Ijarah al- ‘ardh (akad sewa tanah) untuk ditanami atau didirikan bangunan. Akad sewa tersebut baru sah jika dijelaskan peruntukannya. Apabila akadnya untuk ditanami harus diterangakn

jenis tanamannya, kecuali jika pemilik tanah (mu’jir) memberi izin untuk ditanami tanaman apa saja.

b) Akad sewa pada binatang harus jelas peruntukanya, untuk angkutan atau kendaraan dan juga masa pengunaanya. Karena binatang dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam pekerjaan jadi untuk menghindari sengketa dikemudian hari harus disertai penjelasan pada waktu aqad.

2. Ijarah yang bersiafat pekerjan (ijarah ‘ala al-a’mal) yaitu sewa-menyewa yang bersifat pekerjaan atau jasa. Adalah cara mempekerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Adalah dengan cra mempekerjakan seseorang untuk melakukan pekerjaan.

Al-ijarah yang seperti hal ini hukumnya boleh menurut ulama fiqh apabila, jenis pekerjaan itu jelas seperti buruh tani, tukang jahit, buruh bagunan, dan tuakang sepatu. Ijarah seperti ini dibagi dua yaitu:

a) Ijarah yang bersifat pribadi, seperti mengupah seorang pembantu rumah tangga.

b) Ijarah yang bersifat serikat yaitu, seseorang atau sekelompok orang yang menjual jasanya untuk kepentingan orang banyak, seperti buruh pabrik dan tukang jahit. 51

51 Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), Hal 132

41

Pada saat ini perkembangan dibidang muamalah begitu cepat , jenis sewa-menyewa yang dulunya terbatas hanya beberapa saja namun pada saat ini jenisnya telah beragam, diantaranya:

1. Sewa-menyewa tanah

Dalam hukum islam Sewa menyewa tanah dibolehkan, dengan menjelaskan tujuan dan kegunaaannya. apakah tanah tersebut digunakan untuk pertanian atau untuk bangunan. apabila tanah digunakan untuk pertanian maka harus dijelaskan apa yang ditanam, kecuali pemilik tanah mengizinkan penyewa untuk menanam apa saja yang dikehendaki.

Dibolehkan menyewa tanah dan disyaratkan menjelaskan kegunaan tanah yang disewa, menjelaskan jenis tanaman apa yang ditanam, kemudian dengan pembayaran yang jelas misalnya dengan uang, emas atau perak

jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi maka maka penyewaannya batal karena manfaat tanah berbeda seiring perbedaan pengunaannya untuk pembangunan atau pertanian, sebagimana umur tanaman juga berbeda satu sama lain. jika syarat-syarat tidak dipenuhi, maka ijarah dinyatakan batal fasikh (tidak sah).

2. sewa-menyewa binatang (hewan)

Dalam hukum islam sewa-menyewa binatang dibolehkan. dengan syarat menjelaskan kegunaan dan tujuan penyewaan binatang tersebut apakah untuk tunggangan atau angkutan, serta menjelaskan tentang barang apa yang diangkut diatasnya dan siapa yang menunganginya.

ketika binatang yang disewakan untuk angkutan dan tunggangan mati apabila sebelumnya ia memiliki cacat lalu mati maka penyewaannya batal. akan tetapi, apabila sebelumnya ia tidak memiliki cacat lalu mati maka maka penyewaannya tidak batal. pemilik binatang wajib mendatangkan binatang lainya. ia tidak memiliki hak untuk membtalkan hak karena penyewan berlaku pada manfaat dalam tanggungan dan ia mampu menunaikan apa yang menjadi kewajibanya berdasarkan akad.

3. sewa-menyewa rumah untuk ditepati

Dalam hukum islam Sewa-menyewa rumah untuk ditepati diperbolehkan. menyewakan untuk ditepati tinggal oleh penyewa atau sipenyewa menyuruh orang lain untuk menepatinya dengan cara meminjamkan atau menyewakan kembali, diperbolehkan dengan syarat rumah tersebut tidak boleh ditingali oleh orang yang dapat membahayakan bangunan atau merusak, seperti tuakang besi dan sejenisnya.

4. sewa-menyewa barang sewaan

sewa-menyewa barang sewann diboleh asalkan barang yang disewanya adalah binatang maka ia harus disewakan jenis pekerjaan yang sama atau pekerjaan yang mirip untuknya saat ia disewa pada kali pertama agar resikonya minim.

43

penyewa boleh menyewakan barang sewaan setelah ia menerimanya dengan sewa yang sama, lebih besar, atupun lebih kecil dari pada sewa yang tidak dibayarkanya. dan ia boleh mengambil persentase (komisi). 52 E. Berakhirnya Akad Ijarah

Ijarah adalah jenis akad lazim yaitu akad yang tidak membolehkan fasakh pada salah satu pihak, krena ijarah merupakan akad pertukaran kecuali apabila terdapat hal-hal yang mewajibkan faskh. Pada waktu proses perjanjian ijarah telah sempurna maka kesepakatan itu bersifat tetap

Ijarah adalah jenis akad lazim yaitu akad yang tidak membolehkan fasakh pada salah satu pihak, krena ijarah merupakan akad pertukaran kecuali apabila terdapat hal-hal yang mewajibkan faskh. Pada waktu proses perjanjian ijarah telah sempurna maka kesepakatan itu bersifat tetap

Dokumen terkait