• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRAKTEK SEWA-MENYEWA KEBUN KELAPA SAWIT DITINJAU DARI FIQH MUAMALAH (Studi Kasus di Nagari Bawan Kecamatan Ampek Nagari Kabupaten Agam)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PRAKTEK SEWA-MENYEWA KEBUN KELAPA SAWIT DITINJAU DARI FIQH MUAMALAH (Studi Kasus di Nagari Bawan Kecamatan Ampek Nagari Kabupaten Agam)"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

PRAKTEK SEWA-MENYEWA KEBUN KELAPA SAWIT DITINJAU DARI FIQH MUAMALAH (Studi Kasus di Nagari

Bawan Kecamatan Ampek Nagari Kabupaten Agam)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum(SH) Pada Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) Fakultas Syari’ah

Oleh:

Rozi Asandi Nim. 1217046

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH (MUAMALAH) FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA

ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

TAHUN 1442 H/ 2021 M

(2)

i

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi yang berjudul “PRAKTEK SEWA-MENYEWA KEBUN KELAPA SAWIT DITINJAU DARI FIQH MUAMALAH (Studi Kasus di Nagari Bawan Kecamatan Ampek Nagari Kabupaten Agam”. yang disusun oleh ROZI ASANDI NIM 1217046, Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (muamalah) Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi telah dilakukan bimbingan secara maksimal dan untuk selanjutnya disetujui untuk diajukan ke sidang munaqasah skripsi.

Bukittinggi 1 Juli 2021 Dosen Pembimbing

Dr. Aidil Alfin M. Ag NIP.197205201999031007

Mengetahui

Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

Fakultas Syariah IAIN Bukittinggi

Dr. Beni Firdaus S. Hi, MA NIP.1979071420011005

(3)

ii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Rozi Asandi

NIM : 1217046

Tempat / Tanggal Lahir : Agam, 01 Agustus 1997 Program Studi : Hukum Ekonomi Syariah

Fakultas : Syariah

Judul Skripsi : Praktek Sewa-Menyewa Kebun Kelapa Sawit Ditinjau Dari Fiqh Muamalah (Studi Kasus Di

Nagari Bawan Kecamatan Ampek Nagari

Kabupten Agam).

Menyatakan dengan ini sesungguhnya bahwa karya ilmiah (Skripsi) penulis dengan judul diatas adalah benar asli karya penulis, apabila di kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan karya sendiri, maka penulis bersedia diproses sesuai hukum yang berlaku dan gelar kesarjanaan dicopot hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sesungguhnya untuk dipergunakan sebagimana mestinya.

Bukittinggi, 1 Juli 2021 yang menyatakan

Rozi Asandi NIM. 1217.046

(4)

iii ABSTRAK

skripsi ini berjudul: “Praktek Sewa-Menyewa Kebun Kelapa Sawit Ditinjau Dari Fiqh Muamalah (Studi Kasus Di Nagari Bawan Kecamatan Ampek Nagari Kabupaten Agam)”, skripsi ini ditulis oleh Rozi Asandi, Nim 1217046, Fakultas Syariah Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi 1442 H/ 2021 M. Maksud dari judul ini adalah bagaimana persepsi masyarakat terhadap praktek sewa-menyewa kebun kelapa sawit di Nagari Bawan Kecamatan Ampek Nagari Kabupaten Agam serta bagaimana praktek sewa-menyewa kebun kelapa sawit di Nagari Bawan ditinjau dari Fiqh Muamlah.

Latar Belakang penulis melakukan penelitian ini adalah melihat masalah praktek sewa-menyewa kebun kelapa sawit yang dilakukan sebagian masyarakat di Nagari bawan tidak sesuai dengan prinsip Sewa-menyewa dalam Islam yang mana sewa-menyewa yang dilakukan sebagian masyarakat Nagari bawan bahwa yang dijadikan objek Sewa adalah kebun dan buah kelapa sawit, maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti sesuai dengan judul diatas.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research), yang bersifat kualitatif. dikatakan bersifat kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan bercorak kualitatif, diukur dengan menggunakan alat-alat ukur yang sesuai dengan jenis penelitian kualitatif. sumber data dalam penelitian ini adalah hasil wawancara dengan beberapa pemilik kebun dan penyewa kebun kelapa sawit yang ada di Nagari bawan. Dalam mengumpulkan data lapangan, metode yang penulis gunakan adalah melalui observasi dan wawancara dengan beberapa narasumber. setelah semua data dan informasi terkumpul melalui wawancara, maka selanjutnya data tersebut dianalisa dengan mengunakan metode Analisa kualitatif.

Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa praktek sewa-menyewa kebun kelapa sawit di Nagari bawan kecamatan Ampek Nagari tidak sesuai prinsip syariat islam. karena menurut persepsi penyewa kebun kelapa sawit di Nagari bawan, boleh dilakukan, mereka beragapan sewa-menyewa tersebut dilakukan atas dasar kemauan mereka sendiri (keridhoan kedua belah pihak) tanpa paksaan.

Adapun dalam pelaksanaannya sewa-menyewa kebun kelapa sawit di Nagari bawan belum memenuhi syarat sah sewa-menyewa, karena yang dijadikan objek sewa adalah kebun dan buah kelapa sawit untuk diambil buahnya. didalam islam sewa-menyewa hanya boleh mengambil manfaat bukan mengambil hasilnya.

dalam pandangan fiqh muamalah tidak dibolehkan sewa-menyewa seperti ini, dan ulama fiqh pun melarang sewa-menyewa kebun untuk diambil buahnya.

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, Tuhan yang maha Esa, karena atas berkat dan rahmatnya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. sholawat beserta salam disampaikan agar tercurah buat Nabi Muhammad SAW. penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah IAIN Bukitinggi.

Penghargaan dan cinta terbesar penulis tunjukan kepada Ayahanda Mansur dan Ibunda Syamsimar (almh), yang telah memberikan cinta kasih, mengasuh, mendidik, dan memberikan motivasi dalam mencapai cita-cita penulis. hal ini juga penulis sampaikan kepada Ayunda Yusni, Ayunda Dewi, kakanda Doni, Kakanda Roja, Ayunda Vera, Kakanda Novi, Kakanda Jufri, Ayunda Elvi Dan Adinda Naila yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan Pendidikan ini.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkulihan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, Ibu Dr. Ridha Ahida, M.Hum beserta bapak wakil Rektor, Bapak Dr. Asyari, M.Si, bapak Dr. Novi Hendri M.Ag, dan bapak Dr. Miswardi M.Hum yang telah memberikan fasilitas kepada penulis selama menjalani Pendidikan di IAIN Bukittinggi.

2. Dekan Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, bapak Dr. Ismail Novel M.Ag, beserta bapak-bapak wakil Dekan bapak Dr. Nofiardi,

(6)

v

M.Ag, Bapak Dr. busyro, M.Ag, bapak Fajrul wadi,S.Ag, M,Hum, serta ketua program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah), bapak Dr. Beni Firdaus, S.Hi, MA,

3. Pembimbing skripsi penulis, bapak Dr. Aidil Alfin, M.Ag, yang telah menyediakan waktu , tenaga dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyesunan skripsi ini.

4. Pimpinan beserta staf Perpustakaan yang telah mengizinkan penulis untuk mengakses buku-buku dan referensi yang dibutuhkan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. tidak lupa penulis juga mengucapakan terima kasih kepada bapak Wali Nagari Bawan, beserta staf dan seluruh masyarakat Nagari Bawan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk penelitian disana.

5. Seluruh pihak yang telah membantu, baik moril maupun materil, teman-teman kuliah yang seperjuangan, dan siapa saja yang telah ikut andil dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT, tuhan yang maha pengasih, berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang hukum ekonomi Syariah (muamalah),

Bukittinggi, 1 Juli 2020

Penulis

Rozi Asandi NIM.1217046

(7)

vi

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGGUJI ... ii

PERNYATAAN ORISALITAS ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah………...1

B. Rumusan Masalah….………...7

C. Tujuan Penelitian………...8

D. Manfaat Penelitian ………..8

E. Penjelasan Judul………...8

F. Tinjauan Pustaka ………...10

G. Metode Penelitian………..12

H. Sistematika Penulisan………15

BAB II KONSEP IJARAH DALAM ISLAM………17

A. Pengertian Ijarah (Sewa-Menyewa) ………..17

(8)

vii

B. Dasar Hukum Ijarah (Sewa-Menyewa) ……….19

C. Rukun Dan Syarat Ijarah (Sewa-Menyewa) ……….24

D. Macam-Macam Ijarah (Sewa-Menyewa)………..38

E. Berakhirnya Akad Ijarah………43

F. Manfaat Dan Hikmah Ijarah (Sewa-Menyewa) ………46

BAB III PANDANGAN FIQH MUAMALAH TERHADAP SEWA MENYEWA KELAPA SAWIT DI NAGARI BAWAN………….49

A. Monografi Nagari Bawan……….49

B. Pelaksanaan sewa-menyewa kebun Kelapa Sawit diNagari Bawan Kec.Ampek Nagari Kab.agam……….59

C. Persepsi Masyarakat Terhadap Sewa Menyewa Kebun Kelapa Sawit DiNagari Bawan………66

D. sewe-menyewa kebun kelapa sawit ditinjau dari fiqh muamalah..67

BAB IV PENUTUP………70

A. Kesimpulan………70

B. Kritik dan Saran-saran………70 DAFTAR KEPUSTAKAAN

LAMPIRAN-LAMPRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah sebuah Agama rahmat dari Allah, sejak diturunkan ditengah-tengah umat, Islam telah mengatur tentang hukum-hukum baik yang berhubungan dengan manusia dengan Allah maupun manusia dengan manusia seperti interaksi sosial, (Muamalah).

Manusia merupakan makhluk sosial yang saling berinteraksi antara satu dengan lainnya, dari interaksi tersebut maka timbulah hubungan timbal balik dan akan tercapai sebuah tatanan kehidupan komplit akan memerlukan aturan Hukum yang mengatur hubungan antar sesama Manusia, hal ini dikenal dengan istilah Fiqh Muamalah. 1

Ruang lingkup Fiqh Muamalah terdiri dari Jual Beli, (gadai) Rahan, hiwalah (pengalihan utang-piutang), wakalah (perwakilan), (perkongsian) syirkah, Ijarah (sewa-menyewa) dan lain-lain.2

Muamalah adalah persoalan yang senantiasa actual ditengah-tengah Masyarakat. Muamalah berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, pengetahuan dan kebutuhan manusia itu sendiri, dengan demikian persoalan Muamalah merupakan suatu hal yang pokok dan menjadi tujuan penting agama Islam dalam upaya memperbaiki kehidupan manusia. Atas dasar

1 Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia ,2001), Hal 15

2 Abdul Rahman Ghazali Dkk, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana 2010), Hal 6

(10)

itulah Hukum Muamalah hanya dalam bentuk global dan umum dengan mengemukan prinsip dan norma sesama manusia.3

Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam bermuamalah adalah Ijarah (sewa menyewa). Ijarah secara etimologis berasal dari kata ajru yang berarti ‘iwadhu (penganti) oleh karena itu, tsawab (pahala) disebut juga dengan ajru (upah). Dalam syariat Islam sewa-menyewa dinamakan ijarah yaitu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan kompensasi. 4

Ijarah menurut syara’ juga diartikan memberikan sesuatu kepada yang lain untuk diambil manfaatnya dan pihak penerima tersebut membayar imbalan sebagai atas barang yang dipakai dan diambil manfaatnya. Contoh sewa-menyewa rumah untuk ditempati (kontrak). 5

Jika dilihat makna ijarah sebagai pemberian imbalan atas suatu manfaat maka secara garis besar ijarah itu terdiri atas, Pemberian imbalan karena manfaat dari suatu ‘ain seperti rumah, pakaian, dan lainnya. jenis ini mengarah pada sewa-menyewa.6

Hukum sewa-menyewa boleh. Sewa-menyewa sangat dianjurkan dalam Islam karena mengandung unsur tolong-menolong dalam kebaikan antar sesama manusia. Sewa-menyewa disahkan syariat berdasarkan Al- Qur’an, Hadis, dan Ijma’.7

3 Hamzah Yakub, Kode Etik Dagang Menurut Islam II, (Bandung: CV. Diponegoro, 1992), Hal 13

4 Hendi Suhendi , Fiqh Muamalah, (jakarta; Rajagrafindo Persada, 2002), Hal 157

5 A.Zainudin.Al-Islam 2 Muamalah Dan Akhlak, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), Hal.117

6 Rahmat Syafe’i ,Fiqh Muamalah, (Jakarta: Pustaka Setia, 2001), Hal121

7 E-Book Gunawan Fahmi Dkk Senerai Penelitian Pendidikan Hukum Dan Ekonomi, (Jogjakarta: Cv. Budi Utama, 2018), Hal 67

(11)

3

Dalam firman Allah yang terdapat dalam surat.Al-Qasas ayat 26:

َتۡسٱ ِتَبَأَٰيَ اَمُهٰ ىَد ۡحِإ ۡتَلاَق ۡ َتۡسٱ ِنَم َۡيَۡخ َّنِإ ُۖ

ُهۡرِج

ۡ ُينِمَ ۡلۡٱ ُّيِوَقۡلٱ َتۡرَج ٢٦

Artinya:“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".

(Q.S. Al-Qasas:26)”

Dalam Surat At-Thalaq ayat 6 dijelaskan:

َّنُهوُّرأاَضُت َلََو ۡمُكِد ۡجُو نِ م مُتنَكَس ُثۡيَح ۡنِم َّنُهوُنِكۡسَأ ۡيَلَع ْاوُقِ يَضُتِل

َّنُك نِإَو َّۚ

َّنِه ْوُأ

لَۡحَ ِتَٰل ْاوُقِفنَأَف

َّنِهۡيَلَع َّٰتَّح َنۡعَضَي ََّّۚنُهَلَۡحَ

ۡنِإَف َنۡعَضۡرَأ ۡمُكَل

َف َ َّنُهوُتا َروُجُأ

ُۖفوُرۡعَِبِ مُكَنۡ يَ ب ْاوُرَِتَ ۡ أَو َّنُه نِإَو

ُۡتۡرَساَعَ ت ُعِضُۡتَُسَف

أۥُهَل ٰىَرۡخُأ

٦

Artinya: “Tempatkan mereka (para istri) dimana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahlkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil maka berikanlah kepada mereka nafkah hanya sampai mereka melahirkan kandunganya, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu maka berikanlah imbalanya kepada mereka; dan musyawarahkanlah diantara kamu (segala sesuatu) dengan baik;

dan jika kamu menemui kesulitan, maka permpuan lain boleh menyusukanm (anak itu) untuknya. (Q.S. At-Thalak:6).”

Hadist tentang ijarah (sewa-menyewa).

Dari Hadist Riwayat Ahmad Dan Abu Daud Dari Sa’d Ibnu Abi Waqqash Ia berkata:

(12)

َل ْوُس َر ْنَا ٍص اَق َو ُنْبِا ِدْعَس ْنَع و ِهْي َلَع ُالله ا ئَلَص ُالله

مَلَس َ

: َل اَق ُل ْوُس َر ىَهَنَف ِعَّذلا َنِم ىِف ا َوَّسلا ىَلَع اَمِب َض ْر َ ْلْا ى ِرْكُن اَنُك

ُهاللّ ىَّلَص ِ هاللّ

اودمحاا هور( ٍق َر َو ْوَا ٍبَهَذِب اَهْي ِرْكُن ْنَا َان َرْمَأا َو َكِلاَذ ْنَع َمَّلَس َو ِهْيَلَع )ىدودوب

Artinya: “Dari sa’d ibn abi waqas bahwa dia berkata: Dahulu kami menyewa tanah dengan jalan membayar dari tanaman yang tumbuh di sana. lalu Rasulullah melarang cara yang demikian dan memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang mas atau perak”. (HR. Ahmad, dan Abu Daud, dan nasa’i)”.8

Mengenai ijarah ini juga sudah mendapatkan Ijma’ ulama berupa kebolehan seorang Muslim membuat dan melaksanakan akad ijarah atau perjanjian sewa-menyewa. Tentu saja kontra prestasi berupa uang sewa.

Harus di sesuaikan dengan kepatutan yang ada dalam masyarakat.9

Kompensasi dalam sewa-menyewa ini telah diatur dalam Islam, bahwasannya bentuk kompensasi dari sewa-menyewa ini diisyaratkan adalah bentuk harta yang bernilai jelas, konkrit atau dengan menyebutkan kriterianya. Kompensasi dari sewa-menyewa harus dijelaskan ukuran dan standarnya. Jika menyewakan sesuatu apakah kompensasi dibayarkan perhari, perbulan, atau pertahun. sehingga jelas takaran sewa menyewa tersebut.

Aturan tentang sewa-menyewa dalam dalam Islam telah dijelasakan dalam kitab Fiqh Islam Wa Adillatuhu Wahbah Az-Zuhaili berpendapat:

8 Imam nasaiy, sunan nasaiy. (Dar. al fikr Beirut) hal 274

9E-Book Abdul Ghofur Anshari, Hukum Perjanjian Islam Diindonesia, (Yogyakarta:

Gajah Mada University, 2018), Hal 71

(13)

5

ترثم زخلَ ن تسبا ةرجا حصت لاف ادصق نىع ءفىتسا ةعفنلما نوكىلَاو لَو ه

زهنبل وا اهف وصزخلَ ةنثلا

Artinya: “Diisyaratkan dalam manfaatnya tidak ada maksud mengambil barang dengan sengaja. maka tidak sah menyewa kebun untuk diambil buanya, atau kambing untuk diambil bulunya atau susunya.” 10

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat kita pahami tidak boleh mengambil manfaat sewa dari apa yang disewakan, apalagi mengambil hasilnya. Adapun praktek sewa-menyewa kebun kelapa sawit sedikit berbeda dengan ketentuan dalam Ijarah sewa-menyewa dalam Islam.

Namun meski telah diatur dalam Islam bagaimana praktek sewa-menyewa yang sesungguhnya dalam Islam, tetap saja muncul beberapa kasus praktek sewa-menyewa, kelihatannya seolah-olah bertentangan dengan prinsip sewa-menyewa dalam Islam.

Hal ini seperti yang penulis temukan di keNagarian Bawan, sebagian besar penduduk Bertani atau berkebun kelapa sawit sebagai sumber mata pencarian. Dalam kegiatan ini sebagian penduduk menyewakan kebun kelapa sawit sebagai penunjang aktifitas Ekonomi dan Pendidikan anak.

Dalam pelaksanaanya sewa-menyewa kebun kelapa sawit ini dilakukan dengan perjanjian-perjanjian yang disepakati kedua belah pihak, seperti biaya sewa, dan waktu berakahirnya. bentuk perjanjiannya tertulis dan ada tidak tertulis. Didalam transaksi atau kesepakatan tanpa ada unsur

10 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa adillatuhu, Jilid 5, (Jakarta: Gema Insani ,2011) Hal 409

(14)

paksaan dari pihak mana pun perjanjian ini ril datang dari kedua belah pihak.

Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan pada hari Senin, 21 juli 2020 pada beberapa orang adalah pemilik dan penyewa kebun di ke Nagarian bawan. Adapun praktek sewa-menyewa kebun ini dilakukan secara langsung antara pemilik dan penyewa tanpa perantara. Perjanjian yang dilakukan secara tertulis, dan ada masa berakhir sewanya yang disepakati. besar uang sewa yang diberikan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dan berapa luasnya kebunnya.

Adapun biaya sewa yang dilakukan pertahunnya dari berapa orang yang penulis wawancarai adalah yang pertama yaitu bapak Johan yang memiliki luas 1 hektar kebun kelapa sawit yang sudah berumur lebih kurang 5 tahun dan sudah siap untuk dipanen dengan biaya sewa 20 selama 2 tahun.

Lalu yang ke dua ibuk Ena yang memiliki 2 hektar kebun kelapa sawit yng sudah berumur lebih kurang lima tahun dan telah siap untuk dipanen dengan biaya sewa 30 selama 4 tahun. Selanjutnya bapak Buyung memiliki 1,5 Hektar kebun kelapa yang mana biaya sewanya adalah 25 juta selam 3 tahun.

Praktek Sewa-menyewa yang dilakukan ini adalah atas dasar suka sama suka dan tidak ada paksaan dari yang lainya (ridho sama ridho). dan kebun yang disewakan ini adalah milik sepenuhnya bukan milik bersama.

(15)

7

Setelah selesai melaksanakan akad-akad atau perjanjian diatas maka pihak penyewa boleh mengambil dan memanfaatkan hasil kebun kelapa sawit tersebut sampai batas yang waktu yang disepakati.11 Saat perjanjian sewa menyewa sudah disepakati oleh pihak penyewa dan yang menyewakan (pemilik kebun), maka sejak saat itu pihak penyewa dapat memanen hasil kebun kelapa sawit tersebut sampai waktu sewa menyewa berakhir. Artinya yang menjadi objek sewa tersebut bukan saja tanah/kebun tersebut tapi juga pohon atau buah kelapa sawit yang sudah ada di dalam kebun tersebut.

Berdasarkan Latar Belakang masalah diatas penulis tertarik untuk menulis lebih lanjut bagaimana sebenarnya Praktek Sewa-menyewa kebun kelapa sawit di Nagari Bawan. disisi lain apakah Praktek sewa-menyewa yang dilakukan ini apakah sudah sesuai dengan prinsip sewa-menyewa dalam Islam. dan dalam transaksi ini apakah tidak ada yang dirugikan dengan judul “PRAKTEK SEWA-MENYEWA KEBUN KELAPA SAWIT DITIJAU DARI FIQH MUAMALAH (Studi Kasus di Nagari Bawan Kec. Ampek Nagari Kab.Agam

)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis paparkan diatas maka yang menjadi Rumusan Masalah dalam pembahasan ini adalah:

1. Bagaimana Persepsi Masyarakat Terhadap Praktek Sewa-Menyewa Kebun Kelapa Sawit di Nagari Bawan

11 Hasil Wawancara Pribadi Dengan, (Pemilik Dan Penyewa Kebun) Pada Tangal 21 Juli 2020

(16)

2. Bagaimana Praktek (Ijarah) Sewa-Menyewa Kebun Kelapa Sawit di Nagari Bawan Ditinjau Dari Fiqh Muamalah

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian Adapun tujuan penulisan Skripsi ini :

1. Untuk Mengetahui Bagaimana Persepsi Masyarakat Terhadap Praktek Sewa-Menyewa Kebun Kelapa Sawit di Nagari Bawan

2. Untuk Mengetahui Bagaimana Praktek (Ijarah) Sewa-Menyewa Kebun Kelapa Sawit di Nagari Bawan Ditinjau Dari Fiqh Muamalah

Adapun kegunaan penelitian ini adalah :

1. Untuk memenuhi salah satu persayaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada prodi Hukum Ekonomi Syariah

2. Untuk merealisasikan tujuan Tri Darma Perguruan Tinggi

3. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis terhadap permasalah sewa-menyewa dalam Fiqh Muamalah.

4. Sebagai sumbagan pemikiran masyarakat muslim secara umum.

D. Penjelasan Judul

Untuk menghindari keracuan dan kesalahan dalam memahami judul ini maka perlu penulis jelaskan maksud dari kata-kata yang ada didalamnya.

Praktek : Adalah suatu pelaksanaan secara langsung atau nyata12

12 Kamus Besar Bahasa Indonesia

(17)

9

Sewa menyewa : Adalah suatu perjanjian atau kesepakatan dimana sipenyewa harus membayarkan imbalan berupa uang tunai atau sejenis yang bisa dimanfaatkan oleh pemilik lahan pemilik kebun tersebut. 13

Kelapa sawit : Adalah tumbuhan industri atau perkebunan sebagai penghasil minyak masak, industri, maupun bahan bakar, pohon kelapa sawit terdiri dari spesies yaitu elaeis guineesis dan elaeis oleifera yang digunakan untukpertanian komersial dalam pengeluaran minyak kelapa sawit.

Kebun : Adalah sebidang lahan, biasanya tempat terbuka, yang mendapat perlakuan tertentu oleh manusia, khusus sebagai tempat tumbuh tanaman.14

Fiqh muamalah : Adalah ilmu-ilmu hukum syara’ yang bersifat amaliyah yang digali adalah dari dalil yang terperinci mengenai hubungan manusia dengan manusia lainya terkait transaksi ekonomi.15

Jadi secara keseluruhan yang penulis maksud dari judul penelitian ini adalah bagaimana kedudukan hukum praktek sewa-menyewa dengan menjadikan pohon kelapa sawit sebagai objek ditinjau dari fiqh muamalah.

13 Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam Diindonesia, (Yogyakarta: University Gajah Mada ,2018) Hal 69

14 Kamus Besar Bahasa Indonesia

15 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2008), Hal.19

(18)

E. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian yang sudah pernah dilakukan disekitar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang dilakukan tidak merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian penelitian yang telah ada. Untuk menghindari adanya dugaan plagiasi,berikut ini penulis akan memaparkan beberapa penelitian terdahulu yang memiliki kemiripan dengan penelitian yang akan penulis lakukan. Ada beberapa penelitian yang membahas tentang praktek sewa-menyewa, ijarah didalam hukum islam dan fiqh muamalah.

1. Skripsi dengam judul. Tinjauan hukum islam terhadap sewa-menyewa pohon manga.yang ditulis oleh saudari Dwi Rianti dengan rumusan masalah “bagaimana tinjauan hukum islam terhadap akad dalam sewa- menyewa pohon mangga.?”. Dan yang menjadi kesimpulannya bahwa akad yang dilakukan dalam sewa-menyewa pohon mangga tidak sesuai dengan prinsip ijarah,karena tidak terpenuhi salah satu rukun dan syaratnya. 16

Bahwasanya skripsi yang ditulis saudari Dwi Rianti dengan judul “tinjauan hukum islam terhadap sewa-menyewa pohon mangga”

16Dwi rianti, tinjauan hukum islam terhadap sewa-menyewa pohon mangga (Skripsi:

IAIN ponorogo 2018)

(19)

11

tidak sama dengan skripsi yang saya bahas dengan judul “praktek sewa- menyewa kebun kelapa sawit ditinjau dari fiqh muamalah”

2. Skripsi dengan judul kosep ijarah dalam islam dan penerapannya di ptp nusantara VII pir sinabang kabupaten lahat. Yang ditulis saudari Peni dengan rumusan masalah”bagaimana bentuk kerja sama dalam perkebunan karet di ptp nusantara VII di sinabing dan kaitanya dengan ijarah dalam ajaran islam ?” Dan yang menjadi kesimpulannya bahwa kerja sama dalam perkebunan karet dilakukan dengan sistem upah yang diberikan pada petani penggarap dan bagi hasil dalam bentuk tunjangan /bonus apabila penjualan dari hasil perkebunan karet mendapatkan keuntungan lebih. 17

Bahwa skripsi yang ditulis saudari Peni dengan judul “konsep ijarah dalam islam dan penerapan di ptp nusantara VII pir sinabing kabupaten laha”tidak sma dengan skripsi yang saya bahas dengan judul

“praktek sewa-menyewa kebun kelapa sawit ditinjau dari fiqh muamalah.”

3. Skripsi dengan judul tinjuan hukum tentang praktek sewa-menyewa tanah dengan system pembayaran hasil panen. Yang ditulis oleh saudara Rendi Aditia dengan rumusan masalah “bagaimana tinjuan hukum tentang praktek sewa-menyewa tanah dengan system pembayaran hasil

17 Peni,Konsep Ijrah Dalam Islam Dan Penerapannya Di PTP Nusantara VII Pir Sinabing Kabupaten Lahat, (Skripsi: Bukitinggi, 2003), Hal.76

(20)

panen?” dan yang menjadi kesimpulanya adalah akad yang dilakukan tidak jelas dan tidak ada kesepakatan kedua belah pihak dan system pembayaran dilakukan setelah panen dan merugikan pihak penyewa, pembayaran tidak jelas tidak sesuai prinsip islam. 18

Bahwa skripsi yang ditulis oleh saudara Rendi Adtia dengan judul “tinjauan hukum islam tentang praktek sewa menyewa tanah dengan sistem pembayran hasil panen ” tidak sama dengan skripsi yang saya bahas dengan judul “praktek sewa-menyewa kebun kelapa sawit ditinjau dari fiqh muamalah”

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research).19 yang bersifat kualitatif disebut kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan bercorak deskriptif yang mengambarkan tentang persepsi masyarakat terhadap transaksi sewa-menyewa kebun kelapa sawit ditinjau dari fiqh muamalah. penelitian dilakukan pendekatan sosiologi secara lansung dan mengadakan pengamatan data yang akan dianalisis.

2. Sumber Data

18 Rendi aditia, tinjauan hukum islam tentang praktek sewa-menyewa tanah dengan system pembayaran hasil panen (Skripsi: uin raden lampung ,2018)

19 Herman Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian Buku Panduan Mahasiswa (Jakarta:

Gramedia Pustaka Ulama) Hal 10

(21)

13

Sumber data dalam penelitian ini adalah pemilik dan penyewa kebun kelapa sawit. Dalam penelitian kualitatif ini sumber data sebagai narasumber atau pemilik dan penyewa kebun kelapa sawit.

3. Teknik Pengumpulan Data

untuk mendapatkan data yang akurat dan terarah, maka penulis menggunakan teknik snowball sampling yaitu:

a. Observasi yaitu pengamatan dan pencatan ynag sistematis terhadap gejala gejala yang diteliti.

Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data apabila sesuai dengan tujuan penelitian, direncanakan dan dicatat secara sistematis serta dapat dikontrol keandalan (realibilitas) dan kesahihannya.

Observasi yang penulis lakukan secara langsung kelapangan ditempat kediaman penulis yang melakukan sewa-menyewa kebun kelapa sawit.

b. Wawancara atau tanya jawab lisan antara penyewa dan pemilik kebun

Wawancara merupakan salah satu cara untuk mendapatkan informasi secara lisan dari responden atau keterangan dengan tanya jawab, antara pihak penyewa dan pihak pemilik kebun dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi demi menyempurnakan data.

(22)

4. Teknik Pengolahan Data

Setelah penulis mengumpulkan data data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, maka selanjutnya data tersebut akan dianalisa untuk kevalidtan data. Data yang bersifat kuantitatif yang diperoleh dari hasil wawancara, cara pengolahan dan penganalisaan menggunakan langkah langkah sebagai berikut :

a. Seleksi data yang terkumpul.

b. Mengklasifikasi berdasarkan permaslahan dan sub-sub masalah.

c. Mengadakan interprestasi dan analisa data sehinga penulis bisa mengambil kesimpulan.

d. Sitematisasi data (sistemaizing).

Yaitu menepatkan data menurut kerangka sistematika bahasan berdasarkan urutan masalah

5. Teknik Analisis Data

Analisa data adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mencari, menyusun, secara sistematis, sehingga mudah dipahami dan bisa dibuat kesimpulan pada data yang didapat.

Jadi setelah data dikumpulkan dari lapangan secara lengkap, kemudian data tersebut diolah dan dianalisa dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Editing

(23)

15

Editing merupakan kegiatan yang dilaksanakan setelah peneliti selesai menghimpun data dilapangan. Adapun kegiatan ini dilakukan karena kenyataan bahwa data yang terhimpun karena belum memenuhi harapan peneliti. Maka dilakukan proseses editing untuk mengolah data obsevasi dan wawancara yang penulis lakukan.20

b. Interpretasi data

Setelah data tersebut diolah kemudian data tersebut dianalisa dengan cara deduktif yaitu penulis didalam mengambil kesimpulan dengan menggambarkan data-data umum yang ada kaitannya dengan tulisan ini sehinggga smapai kepada kesimpulan yang khusus

Dalam hal ini penulis menganalis setara menjelaskan yang berhubungan dengan kegiatan masyarakat atau orang-orang yang terlibat didalam kegiatan sewa-menyewa kebun kelapa sawit

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dan pemahan dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi masing-masing pembahasan menjadi beberapa bab untuk lebih jelasnya sebagai berikut:

BAB I : Merupakan Pendahuluan, yang berisikan Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah yang akan dibahas, Tujuan dan

20 E- book Burhan bugun, metode penelitian kuantitatif (Jakarta: kencana, 2017), hal 175

(24)

Kegunaan Penelitian, Penjelasan Judul, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Berisikan Tentang Pengertian Ijarah (sewa-menyewa), dasar Hukum Ijarah (sewa-menyewa), Rukun dan Syarat- syarat, Macam-macam, Berakahirnya Akad, Manfaat dan Hikmah Ijarah (sewa-menyewa).

BAB III : Merupakan hasil penelitian yang mencakup tentang Monografi Nagari Bawan dan Persepsi masyarakat tentang sewa-menyewa kebun kelapa sawit, padangan Fiqh Muamalah terhadap sewa menyewa kebun kelapa sawit dan Padangan Ulama Fiqh terhadap sewa menyewa kebun kelapa sawit Di Nagari Bawan Kec.Ampek Nagari Kab.Agam.

BAB IV :Merupakan penutup yang berisikan Kesimpulan dan Saran- saran.

(25)

17 BAB II

KONSEP IJARAH DALAM ISLAM

A. Pengertian Ijarah (Sewa-Menyewa)

Secara terminology kata al-ijarah berasal dari kata ajru yang berarti

‘iwadhu (penganti) oleh karena itu, tsawab (pahala) disebut juga dengan ajru (upah). Dalam pengertian syara’ al-ijarah adalah salah satu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.21

Sedangakan dalam kontek KUHPerdata Al- ijarah disebut sebagai sewa-menyewa. sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu mengikatkan untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama waktu tertentu dan dengan membayarkan sejumlah harga sesuai dengan kesepakatan bersama. 22

Menurut kompilasi hukum ekonomi Syari’ah ijarah adalah sewa- menyewa barang dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran sejumlah uang.23 Menurut Bahasa ijarah adalah upah atau ganti rugi atau imbalan.

menurut syari’at ijarah adalah akad atas dasar manfaat dengan timbal balik imbalan. Ijarah menurut syara’ juga berarti memberikan sesuatu kepada orang lain untuk diambil manfaatnya dan penerima barang tersebut

21 Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010), Hal 283

22 Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam Diindonesia, (Yogyakarta: University Gajah Mada, 2018), Hal 69

23 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah Fiqh Muamalah Edisi Pertama, (Jakarta: Kencana, 2013), Hal 245

(26)

membayar imbalan sebagai atas barang yang digunakan dan diambil manfaatnya.

Ijarah menurut fatwa DSN-MUI ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa /upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.24

Pengertian ijarah menurut ulama fiqh adalah:

1. Menurut Ulama malikiyah

ِتَلَْوُقْ نَمْلا ِضْعَ بَو ْيِم َد َلْۡا ِةَعَفْ نَم ىَلَع ِدِق اَعتلا ُةَيِم

Artinya: “nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang dapat dipindahkan.”

2. Menurut Ulama hanafi’yah

ةَعَفْ نَم ُدْيِفَي ٌدْقُعُةَراَجِلإَا ِْينَعْلا ْنِم ةَدْوُصْقَم ةَمْوُلْعَم

ضَوِعِب ِةَرَج ْأَتْسُمْلا

Artinya: “Ijarah adalah suatu perjanjian yang mempunyai faedah, memiliki manfaat yang diketahui dan disengaja dari benda yang disewakan denga nada imbalan pengganti”

3. Menurut Ulama syafi’iyah

ضَوِعِب ِةَح َبَ ِلإْاَو ِلَذَبلِل ةَلِباَق ةَدْوُصْقَم ةَمْوُلْعَم ةَعَفْ نَم ىَلَع ٌدْقَع ُةَراَجِْلإ

َا

مْوُلْعَم

Artinya: “Ijarah adalah suatu perjanjian atas manfaat yang diketahui disengaja, yang bias diserahkan kepada pihak lain secara mubah dengan upah yang diketahui”25

4. Menurut ulama hanabilah

24 Fatwa DSN-MUI no.09 /DSN -MUI/IV /2000

25 Abdur Rahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘Ala, Al-Madhahib, Al-Arba’ah (Beirut: Dar Al- Kutub Al-Ilmiyah, 2003), Hal 89

(27)

19

ضَوِعِب ةَمْوُلْعَم ةَدُم ا ئْ يَش ف ا ئْ يَش ُذَخْؤُ ت ةَمْوُلْعَم ُ ةَحاَبُم ةَعَفْ نَم ىَلَع ٌدْقَعُةرَاَجِلإ

َا

مْوُلْعَم

Artinya: “Ijarah adalah suatu perjanjian atas manfaat yang mubah, yang diketahui, yang diambil secara berangsur-angsur dalam masa yang diketahui dengan upah yang diketahui.”

.

5. Menurut sayyid sabiq

Al-Ijarah adalah suatu jenis akad atau transaksi untuk mengambil manfaat dengan jalan memberi penggantian.

6. Menurut amir syarifuddin

Al-ijarah secara secara sederhana dapat diartikan dengan akad atau transaksi manfaat atau jasa degan imbalan tertentu. Bila yang menjadi objek transaksi adalah manfaat atau jasa dari suatu benda disebut ijarah al ‘ain, seperti sewa menyewa rumah untuk ditempati.

Bila yang menjadi objek transaksi manfaat atau jasa dari tenaga sesorang disebut ijarah ad dzimah.26

7. Menurut hasbi ash-shiddiqie

Ijarah adalah akad yang objeknya adalah penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat. 27

B. Dasar Hukum Ijarah (Sewa-Menyewa)

26 Abdul Rahman, Ghufron Ihsan, Dkk, Fiqh Muamalah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group 2010), Hal 277

27 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Grafindo Persada 2010), Hal 94-95

(28)

Jumhur ulama sepakat bahwa ijarah merupakan akad yang diperbolehkan oleh syara’, alasan jumhur ulama membolehkan akad ijarah berdasarkan sumber hukum baik alqur’an, hadis, ijma’ maupun qiyas yaitu:

1. Al-quran

Surat Al-Baqarah ayat 233

ِ ۡينَلۡوَح َّنُهَدَٰلۡوَأ َنۡعِضۡرُ ي ُتَٰدِلَٰو ۡلٱ َو۞

ىَلَعَو َّۚ

َةَعاَضَّرلٱ َّمِتُي نَأ َداَرَأ ۡنَمِل ُِۖ ۡينَلِماَك

َّلَِإ ٌس ۡفَ ن ُفَّلَكُت َلَ َِّۚفوُرۡعَمۡلٱِب َّنُُتَُوۡسِكَو َّنُهُ قۡزِر ۥُهَل ِدوُلۡوَمۡلٱ َّرأاَضُت َلَ َّۚاَهَعۡسُو

دوُلۡوَم َلََو اَهِدَلَوِب ُۢ

ُةَدِلَٰو ۥُهَّل

َّۚۦِهِدَلَوِب ىَلَعَو ِثِراَو ۡلٱ ُل ۡث ِم

َكِلَٰذ ۡنِإَف اَداَرَأ لَاَصِف

ضاَرَ ت نَع اَمُه ۡ نِ م

رُواَشَتَو َلاَف

َحاَنُج اَمِهۡيَلَع ۡنِإَو

ُّۡتدَرَأ ْاأوُعِضَۡتُۡسَت نَأ

ُكَدَٰلۡوَأ ۡم

ََّللَّٱ َّنَأ ْاأوُمَلۡعٱَو ََّللَّٱ ْاوُقَّ تٱَو ِفوُرۡعَمۡلٱِب مُتۡ يَ تاَء أاَّم مُتۡمَّلَس اَذِإ ۡمُكۡيَلَع َحاَنُج َلا َف يِۡصَب َنوُلَمۡعَ ت اَِبِ

٢٣٣

Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma´ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.

Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan, (Qs: al-baqarah 233).

Menurut tafsir ibnu katsir, tafsir ayat diats adalah bahwa ketika seseorang mempercayakan anaknya untuk disusui orang lain, hendanya ia memberikan upah yang layak. Ayat ini juga menegaskan agar

(29)

21

kehadiran seorang anak tidak sampai membawa mudarat bagi kedua orang tuanya.

Misalnya, jika memang siibu tidak kuasa untuk menyusui karena faktor kesehatan atau yang lain, hendanya ia mencari solusi, diantaranya dengan menyusukan anaknya kepada orang lain dengan membayar sejumlah uang sebagai imbalan jasa. 28

Surat at- thalak ayat 6

وُّرأاَضُت َلََو ۡمُكِد ۡجُو نِ م مُتنَكَس ُثۡيَح ۡنِم َّنُهوُنِكۡسَأ نِإَو َّۚ

َّنِهۡيَلَع ْاوُقِ يَضُتِل َّنُه

لَۡحَ ِتَٰلْوُأ َّنُك ْاوُقِفنَأَف

َّنِهۡيَلَع َّٰتَّح َنۡعَضَي ََّّۚنُهَلَۡحَ

ۡنِإَف َنۡعَضۡرَأ ۡمُكَل

َف َ َّنُهوُتا

َّنُهَروُجُأ ُۖفوُرۡعَِبِ مُكَنۡ يَ ب ْاوُرَِتَ ۡ

أَو نِإَو

ُۡتۡرَساَعَ ت ُعِضُۡتَُسَف

أۥُهَل َرۡخُأ ٰى ٦

Artinya: “tempatkan mereka (para istri) dimana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahlkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka.

Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil maka berikanlah kepada mereka nafkah hanya sampai mereka melahirkan kandunganya, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu maka berikanlah imbalanya kepada mereka; dan musyawarahkanlah diantara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan, maka permpuan lain boleh menyusukanm (anak itu) untuknya. (Q.S. At-Thalak:6).”

Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada bekas suami untuk mengeluarkan biaya-biaya yang diperlukan bekas istrinya untuk memmungkinkan menyelenggrakan susuan yang baik bagi anak yang diperoleh dari bekas suaminya itu.

28 Muhammad Nasi Bar-Rifa’i Hal 388

(30)

uang yang diterima bekas istri itu dinamakan upah, karena hubungan perkawinan mereka telah terputus, sehingga diantara bekas suami dan bekas istri itu adalah orang lain yang tiada hubungan hak dan kewajiban suami istri lagi.

Yang masih ada adalah kewajiban, bekas suami sebagai ayah anaknya, untuk mengeluarkan nafkah bagi anaknya itu sampai umur baligh (berakal). Dengan demikian nafkah yang diperlukan untuk menyusui anak tersebut, meskipun menyusui kepada ibunya sendiri, harus dikeluarkan oleh ayah anak itu, yang dapat dinamakan upah sebagai imbangan susun itu.

Surat al-qasas ayat 26

ِتَبَأَٰيَ اَمُهٰ ىَد ۡحِإ ۡتَلاَق َتۡسٱ ۡ

َتۡسٱ ِنَم َۡيَۡخ َّنِإ ُۖ

ُهۡرِج

ۡ ُينِمَ ۡلۡٱ ُّيِوَقۡلٱ َتۡرَج

٢٦

Artinya: “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". (Q.S. Al-Qasas:26)”

Dari ayat diatas bahwa salah seorang anak nabi su’aib yang bernama shofuro mengusulkan kepada ayahnya agar nabi musa diangkat menjadi pekerja keluarganya. dan maka dari itu nabi musa bekerja selam 10 tahun dengan nabi syu’aib sebagi pengembala ternak dan hasil kerja kerasnya dijadikan sebagi mas kawin untuk menikahi shofuro.

Maksud dari ayat tersebut jika kita ingin mempekerjakan seseorang dikeluarga kita maka pilihlah ia yang kuat secara ilmu dan

(31)

23

kemampuan/skill dan perbuatan dan pilihlah ia yang bersifat jujur lagi dapat dipercaya atau baik akhlaknya.

2. Hadist

Hadist Riwayat Ahmad, Abu Daud Dari Sa’id I Abi Waqqash Ia Berkata:

ص اَق َو ُنْبِا ِدْعَس ْنَع مَلَس َ و ِهْي َلَع ُالله ا ئَلَص ُالله َلْوُسَر ْنَا

: َل اَق ىَهَ نَ ف ِعَّذلا َنِم ِفِ اَوَّسلا ىَلَع اَِبِ َضْر َْلَا ىِرْكُن اَنُك

ُ للَّا ىَّلَص ِ للَّا ُلْوُسَر َهْ ي ِرْكُن ْنَا َناَرْمَأاَو َكِلاَذ ْنَع َمَّلَسَو ِهْيَلَع قَرَوْوَا بَهَذِب ا

هور(

ىدودوب اودحَاا

)

Artinya: “dari sa’d ibn abi waqas bahwa dia berkata: Dahulu kami menyewa tanah dengan jalan membayar dari tanaman yang tumbuh di sana. lalu Rasulullah melarang cara yang demikian dan memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang mas atau perak”. (HR. Ahmad, dan Abu Daud, dan nasa’i)”.29

Hadist Riwayat bukhari shaihih muslim Bahwa Nabi saw Bersabda:

ِِبَِنلا ِجْوَز َةَشِئ اَع ْنَع ُالله َلْوُسَر َرَج أَتْساَو ْتَل اَق مَلَس َ و ِهْي َلَع ُالله ا ئَلَص

ُالله ا ئَلَص َو مَلَس َ و ِهْي َلَع

يً ِد اَه ِلْيِدلا ِنَِب ْنَم لاُجَر رْكَبوُبَا

َراَغ ُهاَدَعَوَو َمِهْيَ تَلِحاَر ِهْيَلِا اَعَ ف َدَف شْيَرُكِراَفُك ِنْبِد ىَلَعَوُهو ا تيِرِخ ث َلاَث َحْبُص َمِهْيَ تَلَح اَرِب ل اَيَل َثَلاَث َدْعَ ب رْوَ ث

Artinya: dari aisyah istri nabi saw dia berkata, rasulullah saw mengupah seorang laki-laki yang pintar sebagai petunjuk jalan, laki-laki itu berasal dari bani dil termasuk kafir quraisy, beliau berdua menyerahkan kendaraannya kepada laki-laki itu (sebagi upah), dan keduanya berjanji kepadanya

29 Imam nasaiy, sunan nasaiy. (Dar. al fikr Beirut) hal 274

(32)

akan bermalam digua tsur selama tiga malam pada pagi hari ketiga, keduanya menerima kendaraanya. 30

3. Ijma’ ulama

pada zaman sahabat ulama’telah sepakat akan kebolehan (jawaz) akad ijarah, hal ini disadari pada kebutuhan masyarakat akan jasa-jasa terentu seperti halnyakebutuhan akan barang-barang. ketika akan jual beli diperbolehkan, maka terdapat suatu kewajiban untuk membolehkan akad ijarah atas manfaat/jasa. karena pada hakikatnya, akad ijarah juga merupakan akad jual beli namun pada objeknya manfaat/jasa. dengan adanya ijma’, akan memperkuat keabsahan akad ijarah.31

Semua ahli fiqh sepakat akan kebolehan ijarah, dikarenakan kebutuhan akan kemanfaatan dari ijarah. Tidak ada ulama pun yang membantah kesepakatan ijma’ ulama. Akibat hukum dari ijarah yang shahih adalah tetapnya hak milik atas uang sewa atau upah bagi musta’jir (yang menyewakan). oleh sebab itu akad ijarah adalah akad mu’awada, yang disebut jual beli manfaat.32

C. Rukun Dan Syarat Ijarah (Sewa-Menyewa) 1. Rukun ijarah (sewa -menyewa)

Menurut ulama hanafiyah bahwa rukun ijarah (sewa-menyewa) hanya terdiri dari ijab dan qabul, baik dengan lafadh ijarah atau lafadz yang menunjukan makna yang sama. Sedangkan menurut jumhur ulama

30 Hadis Shahih Bukhari Muslim Hal 297-298

31 Dimyaudin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), Hal 97

32 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2010), Hal 329

(33)

25

rukun ijarah terdiri dari mu’ajir (yang menyewa), musta’jir (penyewa), manfaat, dan shighah (ijab dan qabul).33berikut adalah penjelasanya yaitu:

a. Pelaku akad (al-mu’jir dan al-musta’jir)

al-mu’jir, yaitu orang yang menyewakan dirinya atau pekerja (pemberi jasa), sedangkan orang yang dimaksud al musta’jir adalah orang yang menyewa (penyewa). Sighat akad dari kedua belah pihak, yakni perikatan atau perjanjian yang diperoleh melalaui transaksi ijarah (sewa-menyewa).34

kedua pelaku transaksi diisyaratkan berakal dan mumayyiz (mengerti harga, takaran dan timbangan). seandainya salah satu dari keduanya merupakan orang gila atau anak kecil yang belum mumayyiz, maka taransaksi ijarah diangap tidak sah dan batal.35 meskipun demikian, orang kafir sah melakukan akad ijarah dengan seorang muslim, seperti yang dipraktekan oleh Ali tentang ijarah dalam bentuk tanggungan dengan kta lain ijarah hanya sah dilakukan oleh orang yang diperkenankan membelanjakan hartanya karena ijarah merupakan akad yang berorientasi pada keuntungan seperti halnya jual beli.

33 Qomarul Huda, Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: teras 2011), Hal 80

34 Hamzah Ya’kub, Kode Etik Dagang Menurut Islam (Bandung: Diponegoro, 1992 Hal 171

35 Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya, Al-Faili Ringkasan Fiqh Sunnah Sayyid Sabiq (Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2009), Hal Hal 803

(34)

Persyaratan berikutnya adalah mu’jir mampu menyerahkan manfaat barang, karena itu tidak sah hukumnya menyewakan barabg ghasaban kepada orang yang tidak mampu mengambil alih barang tersebut setelah kesepakatan akad. begitu pula, tidak sah menyewakan tanah gersang untuk bercocok tanamanan, yaitu tanah yang tidak bisa menyerap air, baik air hujan musiman atau lelehan salju dari bukit.36

b. Shighat akad (ijab dan qabul)

Ijab dan qabul adalah suatu ungkapan antara kedua belah pihak dalam transaksi sewa-menyewa suatu barang atau benda. Ijab adalah permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang yang berakad dengan menggambarkan keinginannya dalam melakukan akad. Qabul adalah kata yang keluar dari pihak lain yang sudah adanya ijab untuk menerangkan persetujuannya.37

Sewa-menyewa akan menjadi sah apabila ada akad baik dalam bentuk lisan atau pun lisan yang menunjukan adanya persetujuan antara kedua belah pihak dalam melakukan sewa- menyewa.

Contoh persyaratan ijab dan qabul misalnya mu’jir mengucapakan “aku sewakan benda ini kepadamu selama setahun dengan uang sewa sekian”, lalu penyewa berkata “aku terima”, atau

36 Wahbah Zuhaili, Fiqh Iman Syafi’i 2, (Jakarta: Al-Mahira, 2008), Hal 40

37 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Jakarta: PT. raja grafindo persada), Hal 101

(35)

27

“aku sewa”. menurut pendapat ashah, ijarah sah dengan ucapan,

“aku menyewakan manfaat barang ini kepadamu”, dan tidak sah dengan redaksi, “aku jual manfaat ini barang ini kepadamu”, karena istilah “jual beli” digunakan untuk mengalihkan hak kepemilikan atas barang, tidak berlaku dalam pengalihan manfaat. sebaiknya jual beli pun tidak sah dengan redaksi ijarah. 38

c. Ujrah (upah atau imbalan)

Imbalan yang diterima seseorang atas pekerjaanya dalam bentuk materi, pihak penyewa dan yang menyewakan mengadakan kesepakatan mengenai harga sewa dimana antar keduanya terjadi penawaran. Pada dasarnya ujrah diberikan pada saat terjadinya akad sebagaimana dalam transaksi jual beli.

Tetapi pada waktu akad para pihak dapat mengadakan kesepakatan boleh diadakan dengan mendahulukan imbalan dan mengakhirkan imbalan.

syarat-syarat upah adalah:

1. sudah jelas/ sudah diketahui

2. uang sewa harus diserahakan bersamaan dengan penerimaan barang yang disewa, jika lengkap manfaat yang disewa, maka uang sewanya juaga harus lengkap.

d. Manfaah/manfaat

38 Wahbah Zuhaili, Fiqh Iman Syafi’i 2, (Jakarta: Al-Mahira, 2008), Hal 41

(36)

Barang yang disewakan benar-benar berharga dan tidak hilang zat yang disewakan. Iman taqiyuddin menjelaskan bahwa tidak boleh menyewakan barang atau benda yang tidak bermanfaat atau terlarang sebab termasuk barang yang batal. 39 Unsur yang penting dalam transaksi ini yaitu kedua belah pihak cakap dalam bertindak dan mampu membedakan yang baik dan yang buruk (berakal). Imam asy-syafi’I dan hambali menambahkan satu syarat lagi yaitu dewasa (baliqh).

Perjanjian sewa-menyewa yang dilakukan orang belum berkemampuan untuk membedakan mana yang baik dan yang buruk.

syarat-syarat sah manfaat yang mengharuskan adanya upah yaitu

1. Hendaknya manfaat bisa ditaksir atau dihargai seperti menyewa hewan untuk dinaiki, atau menyewa rumah untuk tempat tinggal.

2. Hendaknya manfaat bisa dimanfaatkan oleh orang yang menyewa.

2. Syarat-syarat ijarah (sewa-menyewa) a. Syarat syarat ijarah

1) Syarat wujud (syarth al-in’iqad)

39 Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, Khifatul Akhyar, Jilid 2 Terjemah, Achmad Zaidun & A Ma’ruf Asrori (Surabaya: PT Bina Ilmu 1997), Hal 4000

(37)

29

Syarat terjadinya akad berkaitan dengan aqid, akad dan objek akad. Syarat yang berkaitan dengan aqid adalah berakal, dan mumayyiz.40 yang terkait dengan dua orang yang berakad.

menurut ulama syafiyah dan hanaballah diisyartkan telah baliq dan berakal.41

2) Syarat berlaku/ kelangsungan akad (syarth an-nafaaz)

Untuk kelangsungan akad ijarah diisyaratkan terpenuhinya hak milik atau wilayah. Apabila sipelaku (aqid) tidak mempunyai hak kepemilikan atau kekuasaan, maka akadnya tidak bisa dilangsungkan dan menurut hanfiyah dan malikiyah statusnya maufuq (ditanguhkan). menuggu persetujuan sipemilik barang akan tetapi, menurut syafi’iyah dan hanabillah hukumnya batal seperti halnya jual beli

3) Syarat sah (syarth as-shihah)

Syarat sah ijarah harus dipenuhi beberapa syarat yang berkaitan dengan aqid (pelaku akad), mauqud alaih (objek), ujrah (sewa atau upah), dan akadnya sendiri.

a) Kerelaan kedua pelaku akad

Syarat ini diterapakan sebagaimana diterapakan dalam akad jual beli seperti firman allah dalam QS. Anisa ayat 29

40 Ahmad Wardi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2010), Hal 110

41Abdul Rahman I Doi, Fiqh Muamlah Syariah III (Jakarta: Raja Granfindo Persada, 1996), Hal 279

(38)

ۡمَأ ْاأوُلُك ۡ

َتَ َلَ ْاوُنَماَء َنيِذَّلٱ اَهُّ يَأَٰيَ

نَع ةَرَِٰت َنوُكَت نَأ أَّلَِإ ِلِطَٰب ۡلٱِب مُكَنۡ يَ ب مُكَلَٰو

ضاَرَ ت َّۚۡمُكنِ م ٖ

َلََو ْاأوُلُ ت ۡقَ ت َّۚۡمُكَسُفنَأ َّنِإ

ََّللَّٱ َناَك ۡمُكِب ِحَر مي ا ٖ

٢٩

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”

b) Hendaknya objek akad (yaitu manfaat) diketahui sifatnya guna menghindari perselisihan

Jika manfaat itu tidak jelas dan menyebabkan perselisihan, maka akadnya tidak sah karena ketidak jelasan mengahalagi penyerahan dan penerimaan sehingga tidak tercapai maksud akad tersebut.

Kejelasan objek akad (manfaat) terwujud dengan penjelasan tempat manfaat, masa waktu,

1) Penjelasan tempat manfaat

Adalah mengetahui barang yang disewakan. Jika ada orang berkata “saya sewakan salah satu dari rumah ini atau salah satu kendaraan atau salah satu pekerjaan ini” maka hukum akad ini tidak sah, karena adanya ketidak jelasan barang yang disewakan.

Menurut ulama hanafiyah yang masyhur yaitu perkataan abu hanifah dan abu yusuf, tidak boleh seseorang menyewa sungai kering atau tempat tertentu

(39)

31

untuk mengalirkan guna untuk mengairi tanah. Karena ukuran banyak sedikitnya air yang dialirkan ke sungai tersebut adalah berbeda. Air dalam jumlah banyak dapat mebahayakan sungai tersebut. Sesuatu yang berbahaya tentu saja dikecualikan dalam akad secara tidak langsung.

Sedangkan jumlah sedikit air tidak memiliki ukuran yang tepat. Dengan demikian, tempat akad tersebut statusnya tidak sah.

2) Penjelasan masa dan waktu

Adalah unsur yang penting dalam penyewaan apartemen, rumah, tokoh, dan penyewaan perempuan untuk menyusui. Hal ini objek akad menjadi tiadak jelas kadarnya kecuali dengan penentuan waktu tersebut. Oleh karena itu, tidak menyebutkan masa waktu akann menyebabkan terjadinya pertikaian.

Ijarah hukumnya sah baik dalam waktu Panjang, maupun pendek. Ini adalah pendapat mayoritas ulama, termasuk ulama syafi’iah dalam pendapat yang sahih.

Mereka mengatakan bahwa akad ijarah adalah sah dalam waktu yang diperkirakan bahwa barang tersebut masih eksis menurut pandangan para ahli, masa penyewaan tidak ada batas terlamanya karena tidak ada ketentuan dalam syar’i.

(40)

Ulama hanafiyah tidak mensyaratkan penentuan masa pemulaan ijarah. jika akad ijarah tidak disebutkan masa pemulaan penyewaan, maka waktu yang mengikuti akad adalah diangap waktu pemulaan, yaitu bulan akad setelah terjadi.

Sedangkan ulama syafi’iyah berpendapat bahwa penentuan masa awal adalah syarat yang harus disebutkan dalam akad. Karena dengan tidak ada penentuan menyebabkan ketidak jelasan waktu sehingga pun objek akad ijarah menjadi tidak jelas.

Pendapat abu hanifah dari abu yusuf. Jika ijarah dilaksanakan satu bulan atau beberapa bulan atau beberapa tahun yang diketahui di awal bulan, maka perhitungan bulan itu menggunakan penampakan bulan sabit (sebagai tanda awal bulan) dan jika ijarah terjadi pada sebagian bulan, maka perhitungannya dengan hari karena tidak mungkin menggunakan perhitungan kemunculan bulan sabit. Begitu juga akad yang menggunakan perhitungan bulan dan tahun. Jika akad terjadi diawal bulan maka seluruh bulan dalam setahun dihitung dengan penampakan bulan sabit karena ini adalah hokum asalnya, akan tetapi, jika akad itu dilakukan

(41)

33

diengah bulan, maka perhitungannya seluruh hari ini menggunakan hari ini.

c) Hendaknya objek akad dapat diserahkan secara nyata (hakiki) maupun syara’

Menurut kesepakatan fuqaha, akad ijarah tidak dibolehkan terhadap sesuatu yang tidak dapat diserahkan baik secara nyata (hakiki). Seperti menyewa onta yang lepas dan orang bisu untu bicara. Maupun secara syara’seperti menyewa wanita haid untuk membersihkan masjid, seorang dokter mencabut gigi sehat. Penyihir mengajarkan sihir.

Menurut abu hanifah, zufar, dan ulama hanabillah tidak dibolehkan menyewakan Sesuatu yang dimiliki Bersama selain kepada mitranya, seperti menyewa bagian seseorang dan rumah milik Bersama kepada bukan mitranya, seperti menyewa bagian seseorang dari rumah milik Bersama kepada bukan mitranya, baik bagian orang tersebut jelas, maupun tidak jelas, karena sesuatu yang menjadi milik Bersama tidak bisa diserahkan. sebab penyerahan barang seperti ini adalah dengan menyerahkan seluruh barang itu adalah milik mitra.

Dalam rangka milik Bersama setiap bagiannya adalah milik Bersama dan bagian mitra bukan termasuk objek akad

(42)

iaarah diatas sehingga secara syara’ tidak mungkin diserahkan42.

4) Syarat mengikatnya akad ijarah (syarth lazim)

Agar akad ijarah itu mengikat, diperlukan dua syarat:

a) Benda yang disewakan harus terhindar dari cacat yang menyebabkan terhalangnya pemanfaatan atas benda yang disewa itu apabila terdapat suatu cacat yang demikian sifatnya, maka orang yang menyewa (musta’jir) boeleh memilih antara meneruskan ijarah dengan pengurangan uang sewa dan membatalkanya.43 Untuk kasus demikian, uang sewa yang telah disepakati dalam aqad dikalkulasikan sesuai dengan kadar manfaat yang telah digunakan dan manfaat yang tersisa.44

b) Tidak terdapat udzur (alasan) yang dapat membatalkan aqad ijarah. misalnya udzur pada salah seorang yang melakukan akad, atau pada sesuatu yang disewakan. Apabila terdapat udzur, baik pada pelaku maupun pada maqud ‘alaih, maka pelaku berhak membatalkan aqad.

Hanafiah membagi udzur yang menyebabkan fasakh kepada tiga bagian:

42Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Waadilatuhu Jilid 5, (Jakarta: darul hak 2011), Hal 390-392

43 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat (Jakarta: Amzah 2010), Hal 327

44 Wahbah Zuhaili, Alfiqhu Asy-Syaf’i Al Muyassar (Jakarta: Almahira 2010), Hal 57

(43)

35

(1) Udzur dari sisi musta’jir (penyewa). Misalnya musta’jir pailit (muflis) atau pindah domisili.

(2) Udzur dari segi mu’jir (orang yang menyewakan).

Misalnya mu’jir memiliki utang yang sangat banyak yang tidak ada jalan lain untuk membayarnya kecuali dengan menjual barang yang sdisewakan dan hasil penjualnnya digunakan untuk melunasi utang tersebut.

(3) Udzur yang berkaitan dengan barang yang disewakan atau sesuatu yang disewakan.45

Segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan dan keadaan tetap utuh (tidak berubah), maka boleh menyewakannya jika manfaatnya itu ditentukan dengan salah satu perkara, dengan jangka waktu atau pekerjaan.46 Ijarah diisyaratkan demi memenuhi kebutuhan manusia. Mereka membutuhkan rumah untuk ditepati, sebagian dari mereka membutuhkan pelayanan sebagian yang lain, membutuhkan hewan tunggan untuk dikendarai dan membawa beban, membutuhkan tanah dan lahan untuk ditanami. 47

b. Syarat-syarat sah penyewa adalah:

45 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah 2010), Hal 327

46 Abu Syuja’ Al-Ashfahani, Fiqh Praktis Madhab Syafi’I, Matan Abu Syuja’, (Solo:

Kuttab Publisishing, 2016), Hal 186

47 Syech Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi, Ringkasan Fiqh Sunnah Sayyid Sabiq, (Jakarta: Pustaka Al Kausar, 2009), Hal 803

(44)

1. Kedua orang berakad saling ridho (saling rela). Apabila salah satu orang terpaksa maka akadnya tidak sah. Seperti firman Allah dalam QS. Anisa ayat 29: yang berbunyi

َنوُكَت نَأ أَّلَِإ ِلِطَٰب ۡلٱِب مُكَنۡ يَ ب مُكَلَٰوۡمَأ ْاأوُلُكَۡتَ َلَ ْاوُنَماَء َنيِذَّلٱ اَهُّ يَأَٰيَ

ةَرَِٰت

َرَ ت نَع َّۚۡمُكنِ م ضا َلََو ْاأوُلُ ت ۡقَ ت َّۚۡمُكَسُفنَأ َّنِإ

ََّللَّٱ َناَك ۡمُكِب ِحَر مي ا

٢٩

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”48

2. Manfaat suatu benda yang diakadkan diketahui secara sempurna sehingga dapat mencegah terjadinya perselisihan dikemudian hari. yang dapat mencegah terjadinya persengketaan diperoleh dengan beberapa hal, pertama melihat dari segi benda yang ingin disewakan, dengan menjelaskan apabila dapat dipastikan dengan jelas. Kedua menjelaskan masa sewanya, seperti sebulan setahun atau lebih banyak dari pada itu. Ketiga menjelaskan pekerjaan yang diinginkan.

3. Sesuatu yang diakadkan dapat diambil manfaatnya secara sempurna dan syar’i. diantara ulama ada yang mensyaratkan dan melarang menyewaan barang milik persekutuan kepada selain rekanan. Yang demikian itu, karena manfaat barang milik

48 Ahmad Wardi, Fiqh Muamalat (Jakarta: Hamzah ,2010), Hal 322

(45)

37

persekutuan tidak bisa diambil secara sempurna, ini adalah pendapat abu hanifah dan zuma.

sementara menurut fukaha, barang milik persekutuan boleh disewakan secara muthlak, baik kepada rekanan maupun maupun kepada orang lain, karena barang milik persekutuan memiliki manfaat. Penyerahan bisa didilakukan dengan pengosongan atau dengan pembagian manfaat, sebagimana halnya itu boleh dilakukan dalam jual beli. Penyewaan adalah salah satu jenis jual beli. Apabila pembagian manfaat tidak ditentukan, penyewaan batal.

4. Barang disewakan bisa diserahkan Bersama manfaat yang menyertainya. Tidak boleh menyewakan binatang yang lepas atau barang yang dirampas dan tidak mampu direbut kembali atau tidak bisa dimiliki lagi karena tidak bisa diserahkan. Tidak boleh juga menyewakan tanah yang tidak bisa ditanami atau tidak bisa menumbuhkan tanaman, atau binatang yang cacat untuk mengakat barang karena tidak ada manfaat yang menjadi objek akad.

5. Manfaat yang diakadkan hukumnya mubah, bukan haram dan bukan wajib. Tidak boleh melakukan penyewaan untuk perbuatan maksiat karena perbuatan maksiat wajib ditinggalkan. Siapa saja yang mengupah seseorang untuk membunuh orang lain secara zalim atau untuk membawakan khamar, atau menyewa rumah

Gambar

Tabel Topografis /Keadaan Lahan
Tabel Pembagian Wilayah Nagari Bawan
Tabel Berdasarkan Jumlah Penduduk Perjorong
Tabel Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Jika dibandingkan dengan nilai t tabel, maka t hitung (4,760) > t tabel (1,661) sehingga Ho ditolak.Dengan demikian dapat disimpulkan terdapat pengaruh

Pada penelitian yang dilakukan oleh (Nagla, 2011) tentang pengaruh swiss ball exercise terhadap beberapa variabel fisik dan fisiologis dalam tubuh yang dilakukan pada

Uji hipotesis III adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh penambahan Neural Mobilization pada Muscle Energy Technique terhadap peningkatan fleksibilitas

Perhitungan neraca kayu di suatu tempat pada tahun tertentu idealnya dihitung dengan memasukan seluruh input kayu yang masuk ke Pulau Jawa, baik melalui pelabuhan resmi

Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) implementasi Kebijakan Perencanaan Penataan Toko Modern Berjaringan Nasional kurang berjalan dengan baik disebabkan kurangnya sinergi EVR

Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penentuan delik aduan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bersifat sebagai delik aduan atau bukan didasarkan pada

Lampiran 8 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... Daftar Menu Makan ... Daftar Harga Koperasi ... Buku Induk Perpustakaan ... Jadwal Bedah Buku ... Daftar Obat UKS ...

Oleh karena itu, upaya meningkatan kreativitas melalui kegiatan bermain origami pada anak kelompok B di TK Pertiwi II Purwosuman Sidoharjo Sragen Tahun Pelajaran 2016/2017 dapat