• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II BAHTSUL MASAIL DAN MAJLIS SYAWIR SEBAGAI SEBUAH

E. Ijtihad Kolektif

diselenggarakan di Indonesia. Diantara majlis dan forum ilmiah tersebut adalah bahtsul masail di komunitas nahdliyyin, dan masjlis tarjih di komunitas Muhammadiyyah. Bahkan pelaksanaan forum dan majlis ilmiah yang bernama bahtsul masail tidak hanya dilakukan oleh komunitas nahdliyyin di tingkatan struktural, namun juga dilakukan oleh kalangan nahdliyyin di tingkatan kultural. Pelaksanaan bahtsul masail oleh kalangan kultural dari nahdliyyin tersebut selama ini banyak dilakukan oleh pesantren-pesantren, terutama pondok pesantren salaf di Indonesia.

Salah satu pesantren yang melaksanakan penalaran hukum Islam melalui ijtihad kolektif dalam forum atau majlis ilmiah adalah Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Jetis Desa Gentan Kecamatan Susukan Kabupaten

Semarang.Pesantren ini mengaplikasikan Ijtihad kolektif tersebut ke dalam 2 buah metode. Metode yang pertama adalah Bahtsul Masail. Dalam metode ini para santri diberikan sebuah permasalahan kontemporer yang dihadapi oleh umat Islam. Kemudian para santri dituntut untuk memberikan sebuah dalil yang bersumber dari kitab-kitab fiqh yang mempunyai illatul hukmi yang sama dengan kasus masalah tersebut. Dalil-dalil tersebut kemudian didiskusikan oleh para santri untuk disepakati dalil manakah yang lebih tepat atau medekati kasus hukum diatas.

Metode yang kedua adalah Majlis Syawir. Dalam metode ini para santri mencari sebuah illatul hukmi yang terdapat dalam sebuah teks kitab fathul qarib. Kemudian setelah mendapatkan illatul hukmi tersebut maka mereka berdiskusi untuk mencari masalah-masalah hukum kontemporer apa saja yang bisa menggunakan dalil pada teks kitab tersebut.

Dalam penerapannya, kedua metode diatas mempunyai keunggulan masing-masing, yang mana keunggulan yang satu mengisi kelemahan metode yang lain. Metode tersebut telah banyak menelurkan solusi hukum untuk menjawab problematika kontemporer yang menjadi dinamika umat Islam. Kedua metode tersebut sangatlah tepat dan relevan apabila diaplikasikan oleh para cendikiawan baik dari kalangan santri maupun akademisi di negara Indonesia. Metode ini juga berfungsi sebagai solusi untuk menjawab minimnya mujtahid yang muncul pada era modern ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat ditarik permasalahan sebagai berikut

1. Bagaimana metode penalaran hukum Islam yang digunakan dalam Bahtsul Masail?

2. Bagaimana metode penalaran hukum Islam yang digunakan dalam Majlis Syawir?

3. Bagaimana relevansi Bahtsul Masail dan Majlis Syawir di Indonesia ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui penalaran hukum Islam dengan metode Bahtsul Masail. 2. Mengetahui penalaran hukum Islam dengan metode Majlis Syawir.

3. Mengetahui relevansi metode-metode tersebut dalam menjawab problematika kontemporer umat Islam di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a.

Hasil penelitian dapat memberikan masukan berharga berupa konsep dan metode penalaran hukum Islam dalam mememecahkan sebuah kasus hukum.

b. Hasil penelitian dapat dijadikan sumber bahan yang penting bagi parapeneliti di kajian hukum Islam, khususnya kajian yuridis hukum Islam dengan tinjauan ushul fiqih.

c. Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi ilmu bagi peneliti,seluruh pembaca pada umumnya, dan bagi mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga pada khususnya.

2. Manfaat Praktis

Memberikan informasi mengenai bahtsul masail dan majlis syawir sebagai salah satu metode ijtihad kolektif dalam menjawab dan memecahkan problematika kontemporer umat Islam. Hal ini diharapkan mampu membantu para mahasiswa dan para akademisi dalam mengatasi berbagaipermasalahan umat Islam yang terjadi dengan efektif dan bermakna.

E. Penegasan Istilah

1. Definisi Bahtsul Masail

Bahtsu dari segi bahasa berarti membahas. Sedangkan masail adalah jama‟ dari kata mas‟alah yang berarti masalah atau problematika. Definisi bahtsul masail secara istilah adalah “salah satu forum diskusi keagamaan untuk merespon dan memberikan solusi atas problematika aktual yang muncul dalam kehidupan masyarakat”. Melalui forum bahtsul masail, para ulama‟, cendikiawan dan santri selalu aktif mengagendakan pembahasan tentang problematika aktual dengan berusaha secara optimal untuk memecahkan kebuntuan hukum Islam akibat perkembangan sosial masyarakat yang terus menerus tanpa mengenal batas, sementara secara tekstual tidak terdapat landasannya dalam al-Qur‟an dan al-Hadis, atau ada landasannya namun pengungkapannya secara tidak jelas (LTN NU,

2007:XVII). Yang dimaksud bahtsul masail disini adalah forum diskusi yang diselenggarakan oleh Lajnah Bahtsul Masail (LBM) Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin dalam membahas serta menganalisa permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, baik itu yang menjadi isu lokal, nasional, maupun internasional.

2. Majlis Syawir

Majlis merupakan bahasa arab yang artinya tempat duduk.Sedangkan syawir sendiri artinya adalah bermusyawarah. Majlis Syawir dalam terminologi yang dibuat oleh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin adalah salah satu forum diamana para santri mencari sebuah illatul hukmi yang terdapat dalam sebuah teks kitab fathul qaribkemudian mencocokkan dengan problematika kontemporer yang ada.

F. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan penelusuran peneliti, kajian dan hasil penelitian mengenai bahtsul masail baik itu berupa penelitian, buku maupun yang lainnya belum lah terlalu banyak. Diantara hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti adalah jurnal yang ditulis oleh Sukron Ma‟mun. Dalam jurnalnya yang berjudul “Ilhaq Dalam Bahtsul Masail NU: Antara Ijtihad Dan Ikhtiyath” tersebut, Sukron Ma‟mun (2011: 67) menyatakan pada penelitian yang diangkat olehnya lebih kepada mengkaji terhadap penggunaan metode lhaq yang digunakan dalam bahtsul masail ormas Nahdlatul Ulama‟. Ilhaq merupakan salah satu metode ushul fiqih dalam penetapan hukum Islam. Metode ilhaq sering luput dari tinjauan para

pengkaji ushul fiqih, dan ternyata ini merupakan metode yang sering digunakan dalam bahtsul masail yang diselenggarakan oleh organisasi Nahdlatul Ulama (NU).

Sedangkan dalam bentuk skripsi, penelitian tentang bahtsul masail pernah dilakukan Izul Anwar, mahasiswa Fakultas Syariah Jurusan Perbandingan Madzhab Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam skripsinya yang berjudul “Studi Perbandingan Penetapan Hukum Dalam Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama Dan Bahtsul Masail Rifa‟iyyah”, Izzul Anwar (2010:19) meneliti tentang metode bahtsul masail yang dilakukan oleh Nahdlatul Ulama dan bahtsul masail yang dilakukan oleh aliran Rifa‟iyyah. Dalam skripsinya, peneliti mengungkap tentang persamaan dan perbedaan antara metode bahtsul masail di dalam organisasi NU dan aliran Rifa‟iyyah.

Persamaan antara metode bahtsul masail di kalangan NU dan aliran Rifa‟iyyah adalah sama-sama menganut faham ahlussunnah wal jama‟ah. Baik NU maupun aliran Rifa‟iyyah sama-sama mengakui dan menggunakan pendapat para mujtahid dan para fuqaha yang tercantum dalam kitab kuning. Metode dan prosedur yang mereka gunakan dalam penetapan hukum pun juga sama, karena keduanya condong kepada madzhab Syafi‟yyah. Sedangkan perbedaan bahtsul masail antara NU dan aliran Rifa‟iyyah adalah adanya dominasi dalam penggunaan kitab-kitab aliran Rifa‟iyyah dalam penetapan hukum yang dilakukan oleh aliran Rifa‟iyyah. Sedangkan dalam bahtsul masail NU tidak ada dominasi dalam penggunaan kitab-kitab yang digunakan sebagai sebuah referensi kecuali berdasarkan tingkatan mujtahid atau fuqaha‟.

Salah satu peneliti yang pernah meneliti bahtsul masail adalah Jaih Mubarok. Jaih Mubarok (2002:179) dalam bukunya Metodologi Ijtihad Hukum Islam mengungkapkan bahwa bahtsul masail merupakan salah satu metode pengambilan keputusan hukum yang ditetapkan dalam NU. Dengan metode ini keputusan bahtsul masail dibuat dalam bermadzhab kepada salah satu dari empat madzhab yang disepakati dan mengutamakan bermadzhab secara qauli. Oleh karena itu prosedur pengambilan hukum tersebut secara garis besar banyak merujuk kepada pendapat individu para tokoh madzhab dalam kitab-kitab mereka.

Di kalangan bahtsul masail NU, istinbath hukum dalam bahtsul masail merupakan alternatif terakhir, yaitu ia dapat dilakukan apabila suatu masalah atau pertanyaan tidak terdapat jawabannya dalam kitab-kitab standard. Dengan demikian tidak ada peluang untuk melakukan pemilihan pendapat dan tidak memungkinkan para ulama‟ untuk melakukan ilhaq karena tidak ada mulhaq bih

dan wajh ilhaq. Dalam hal ini pun kemudian istinbath dilakukan secara kolektif

dengan mengaplikasikan kaidah ushul dan kaidah fiqih (Mubarok, 2002:179). Peneliti sendiri pernah melakukan penelitian secara kolektif dalam penelitian kompetitif kolektif yang pernah diadakan STAIN Salatiga tahun 2013. Dalam penelitian terdahulu bersama 2 peneliti lain, peneliti mengambil judul “Bahtsul Masail Sebagai Metode Ijtihad Kolektif Dalam Menjawab Problematika Kontemporer Umat Islam (Studi Kasus di Pondok Pesantren Sirajuth Thalibin Brabo Tanggungharjo Grobogan)”. Dalam penelitian tersebut peneliti mengungkap tentang metode ijtihad kolektif dalam bahtsul masail. Ijtihad kolektif adalah metode ijtihad dimana para ilmuwan memusyawarahkan semua persoalan

yang terjadi, terutama hal-hal yang bercorak umum dan sangat penting bagi mayoritas manusia. Ijtihad kolektif bahkan dipandang sebagai metode yang lebih baik karena lebih mendekati kebenaran daripada pendapat perseorangan, walaupun seseorang itu memiliki kapasitas keilmuan yang sangat tinggi.

Di Indonesia sendiri pelaksanaan ijtihad kolektif telah sejak lama diterapkan dalam dunia pesantren dan ormas-ormas Islam. Salah satu ormas Islam yang melaksanakan ijtihad kolektif tersebut adalah Nahdlatul Ulama (NU). Ijtihad kolektif tersebut kemudian terkenal di Indonesia dengan istilah Bahtsul Masail. Bahtsul Masail sebagai sebuah metode ijtihad kolektif berupaya untuk menjawab problematika kontemporer yang berkembang di masyarakat Islam. Dengan mengadopsi metode-metode istinbat para ulama‟ salaf, para peserta bahtsul masail berupaya menganalisis masalah dan mencarikan solusi hukumnya.

Praktek pengambilan keputusan hukum dalam NU itu kemudian diadopsi oleh banyak pesantren yang berlatar belakang NU. Salah satu pesantren NU yang mengadakan forum bahtsul masail adalah Pondok Pesantren Sirojut Thalibin Brabo Tanggungharjo Grobogan. Pesantren ini telah melaksanakan bahtsul masail dalam waktu yang sangat lama. Bahkan kemudian telah menjadi tradisi sampai sekarang. Forum ini telah banyak menelurkan solusi hukum untuk menjawab problematika kontemporer yang menjadi dinamika masyarakat umat Islam.

Sedangkan penelitian yang sekarang ini peneliti mempunyai titik fokus pada kajian metode bahtsul masail yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin serta relevansi metode tersebut dalam menjawab problematika kontemporer umat Islam Indonesia. Dengan kajian tersebut diungkap bagaimana

bahtsul masail di pesantren tersebut ikut memberikan sebuah peran dan solusi dalam menjawab problematika kontemporer umat Islam. Dan kemudian juga diungkap bagaimana peran bahtsul masail dalam bidang pendidikan bagi para santri, ulama‟ dan masyarakat.

Dalam perkembangannya Pesantren tersebut juga menerapkan metode penalaran hukum Islam atau ijtihad kolektif yang lain. Metode tersebut adalah Majlis Syawir. Dalam metode ini para santri mencari sebuah illatul hukmi yang terdapat dalam sebuah teks kitab fathul qarib. Kemudian setelah mendapatkan illatul hukmi tersebut maka mereka berdiskusi untuk mencari masalah-masalah hukum kontemporer apa saja yang bisa menggunakan dalil pada teks kitab tersebut.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan

Untuk membantu memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian, peneliti akan menggunakan jenis penelitian secara kualitatif dan menggunakan beberapa pendekatan sebagai acuan dalam penulisan karya ilmiah ini. Secara jelasnya peneliti paparkan sebagai berikut:

a. Penelitian Kualitatif

Seperti halnya yang telah dijelaskan oleh Prof. DR. Lex J. Moleong, M.A. dari kutipan Bogdan dan Taylor (2011:4) bahwa, “metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

dapat diamati”. Dari pengertian tersebut, sudah barang tentu sesuai dengan judul penelitian yang telah ada ini, peneliti akan berada pada latar yang alamiah sehingga metode yang akan digunakan adalah dengan melakukan wawancara, observasi, catatan lapangan dan pemanfaatan dokumen pelakasanaan bahtsul masail dan majlis syawir di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Jetis.

b. Pendekatan

Pendekatan yang dipergunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:

1) Pendekatan Ushul Fiqih

Ushul fiqh menurut Abdul Wahhab Khallaf adalah “ilmu tentang kaedah, aturan dan pembahasan yang dijadikan sarana untuk memperoleh hukum syara‟ mengenai suatu perbuatan dan dalil

-dalilnya secara terperinci” (Mustofa & Wahid, 2009:68). Dengan

pendekatan secara ushul fiqih tersebut maka peneliti akan menggunakan ushul fiqih untuk menganalisis sumber data yang berkenaan dengan metode pengambilan hukum, sumber hukum dan produk hukum bahtsul masail dan majlis syawir.

2) Pendekatan Hermeneutika

Menurut Imam Suprayogo (2003:73), hermeneutika merupakan metode bahkan aliran dalam penelitian kualitatif, khususnya dalam memahami makna teks (kitab suci, buku, undang-undang, dan lain-lain) sebagai sebuah fenomena sosial budaya. Fungsi dari metode

hermeneutika adalah agar tidak terjadi distorsi pesan atau informasi antara teks, penulis teks, dan pembaca teks. Tujuan spesifikasinya adalah mengembangkan pengetahuan yang memberikan pemahaman dan penjelasan yang menyeluruh dan mendalam.

2. Kehadiran Peneliti dan Tempat Penelitian

Peneliti telah melaksanakan observasi dan wawancara langsung pada obyek kajian sehingga sudah barang tentu peneliti barada pada lapangan bersama nara sumber yang ada. Penelitian dilaksanakan di adalah Pondok Pesantren Roudlotut Tholibin Jetis Gentan Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang. Alasan peneliti memilih pondok pesantren tersebut untuk dijadikan obyek penelitian adalah karena pelaksanaan bahtsul masail di pesantren tersebut telah berjalan secara dinamis dalam jangka waktu yang lama. Peran yang diberikan pesantren tersebut melalui program pendidikannya di bahtsul masail telah memberikan manfaat terhadap berbagai pihak. Selain itu juga, pesantren tersebut mengagendakan majlis syawir yang sangat jarang ada di pesantren lain.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik penumpulan data merupakan langkah yang paling penting dalam sebuah penelitian, karena tujuan dari penelitian adalah untuk mendapatkan data. Dalam pelaksanaan penelitian ini, data akan diperoleh dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu:

a. Observasi Terlibat

Observasi terlibat adalah“teknik pengumpulan data dimana penyelidik mengadakan pengamatan secara langsung (tanpa alat) terhadap gejala-gejala subyek yang sedang diteliti, baik pengematan itu dilakukan di dalam situasi yang sebenarnya maupun dilakukan di dalam

situasi yang khusus diadakan” (Surachmad, 1972:155). Disini peneliti

langsung terjun mengikuti dan berinteraksi langsung di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Jetis Desa Gentan Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang. Peneliti juga secara langsung mengikuti kegiatan bahtsul masail dan majlis syawir yang dilaksanakan di pesantren tersebut. Peneliti sendiri juga merupakan orang yang terlibat dalam kegiatan tersebut dalam beberapa tahun. Dengan observasi terlibat ini peneliti dapat mengetahu secara langsung proses pelaksanaan bahtsul masail dan majlis syawir serta metode yang digunakan dalam forum tersebut.

b. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewe) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moelong, 2011:186 ). Peneliti telah melakukan wawancara dengan pengasuh pesantren dengan tujuan untuk mengetahui sejarah pesantren tersebut serta peran bahtsul masail dan majlis syawir bagi santri dan masyarakat. Peneliti juga melakukan wawancara dengan dewan astadidz di pesantren

untuk mengetahu sejauh mana pelaksanaan dan peran mereka terhadapa kegiatan bahtsul masail dan majlis syawir. Kelompok ketiga yang diwawancarai peneliti adalah pengurus pesantren. Wawancara tersebut dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara jelas mengenai profil dan program kerja Lajnah Bahtsul Masail (LBM) di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Jetis, serta pelaksanaan bahtsul masail dan majlis syawir di pesantren tersebut. Wawancara juga dilakukan dengan alumni pesantren untuk mengetahui manfaat metode tersebut bagi para alumni. c. Catatan Lapangan

Catatan lapangan merupakan catatan yang dibuat di lapangan pada saat melaksanakan penelitian yang berisikan informasi penting apa saja yang didapatkanpeneliti berdasarkan apa yang telah dilihat, didengar, dan dirasakan saat melaksanakan observasi lapangan tersebut. Catatan lapangan yang peneliti tulis adalah seputar pelaksanaan kegiatan bahtsul masail dan majlis syawir.

d. Penggunaan Dokumen

Dokumen dalam artian ini adalah setiap bahan tertulis ataupun film (foto) saat pelaksanaan penelitian sabagai bukti autentik dalam membantu penyusunan laporan penelitian setelah purna. Dokumen yang peneliti gunakan adalah dokumentasi hasil kegaiatan kegiatan bahtsul masail dan bahtsul masail yang pernah dilakukan oleh pesantren tersebut. Dokumen tersebut antara lain hasil produk hukum bahtsul masail dan majlis syawir,

foto-foto kegiatan, tata tertib kegiatan, hasil musyawarah LBM, dan yang lain sebagainya.

4. Analisis Data

Data yang terkumpul selanjutnya akan penulis analisa dengan menggunakan teknik analisa data dengan cara:

a. Reduksi Data

Reduksi adalah ”proses identifikasi satuan unit” (Moleong, 2011:288). Peneliti melakukan reduksi data dengan cara mengidentifikasi setiap data-data yang didapatkan, baik data melalui dokumen, wawancara maupun observasi. Identifikasi ini dilakkan peneliti untuk lebih dapat memahami dari setiap data yang didapatkan.

b. Kategorisasi

Kategorisasi adalah “upaya memilah-milah setiap satuan ke dalam

bagian-bagian yang memiliki kesamaan” (Moleong, 2011:288). Peneliti

melakukan kategorisasi dengan cara memilah setiap data-data yang didapatkan, baik data melalui dokumen, wawancara maupun observasi. Kategorisasi tersebut dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam menyatukan data-data tersebut nantinya.

c. Sintesisasi

Sintetsisasi adalah“mencari kaitan antara satu kategori dengan

kategori yang lainnya agar bertemu titik permasalahannya” (Moleong,

2011:289). Data yang telah dikategorikanoleh peneliti kemudian dicari titik temu antara yang satu dengan yang lainnya dan kemudian disatukan

ke dalam satu pembahasan yang sama sehingga dapat memberikan sebuah penjelasan yang utuh

5. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam rangka mendapatkan informasi yang faktual dan terperinci, maka penelitu menggunakan beberapa teknik pengecekan data yang diuraikan sebagai berikut:

a. Triangulasi

Triangulasi adalah“sebuah teknik pemeriksaan keabsahan data

yang memanfaatkan sesuatu yang lain” (Moleong, 2011:330). Artinya,

melalui teknik ini data pokok yang ada akan dibandingkan dengan data pendukung lainnya, baik berdasarkan sumber, metode, penyidik, dan teori. Dalam hal ini peneliti membandingkan antara data-data yang didapatkan peneliti melalui wawancara dengan dokumentasi serta hasil observasi lapangan. Selain itu peneliti juga membandingkan antara metode yang dilaksanakan dengan apa yang menjadi dasarnya dalam kitab kuning atau buku panduan pelaksanaan program tersebut.

b. Uraian Rinci

Dalam teknik ini penelititelah melaporkan hasil penelitiannya sehingga urainnya itu dilakukan seteliti dan secermat mungkin.

c. Auditing

Auditing adalah “proses pemeriksaan kebergantungan dan

informasi yang didapatkan peneliti baik berbentuk catatan ataupun data lainnya dimanfaatkan dalam proses auditing.

6. Tahap-tahap Penelitian

Pada tahapan ini peneliti membaginya dalam tiga tahap yaitu: a. Tahap Pra-lapangan

Dalam tahap pertama ini ada lima hal yang telah dilengkapi oleh peneliti, yaitu:

1. Menyusun rancangan penelitian. 2. Mengurus perizinan.

3. Menjajaki dan menilai lapangan. 4. Memilih dan memanfaatkan informan. 5. Menyiapkan perlengkapan penelitian. b. Tahap Pekerjaan Lapangan

Uraian tentang tahap pekerjaan lapangan dibagi atas tiga bagian, yaitu:

1. Memahami latar penelitian. 2. Adaptasi peneliti dilapangan.

3. Berperan serta sambil mengumpulkan data. c. Tahap Pasca Lapangan

Pada bagian ini akan dibahas prinsip pokok, tetapi tidak akan dirinci bagaimana cara analisis data itu dilakukan. Dalam penelitian kali ini peneliti secara langsung melakukan analisisnya dalam setiap bab tanpa menyiakan secara khusus bab yang dilakukan untuk menganalisis. Hal ini

dilakukan karena peneliti ingin menyajikan dua pokok pembahasan dalam babnya sendiri-sendiri.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penelitian yang peneliti susun mencakup subtansi sebagai berikut:

Bab I adalah Pendahuluan. Dalam bab ini peneliti menguraikan tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Penegasan Istilah, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan Penelitian.

Bab II mengemukakan tentang Bahtsul Masail dan Majlis Syawir sebagai metode penalaran hukum Islam. Dalam bab ini peneliti menguraikan tentang Tinjauan Umum Ijtihad, Landasan Normatif Yuridis Ijtihad, Syarat Ijtihad, Ruang Lingkup Ijtihad, Tingkatan Mujtahid, serta Bahtsul Masail dan Majlis Syawir Sebagai Metode Ijtihad Kolektif.

Bab III menjelaskan tentang Paparan Data dan Temuan Penelitian pelaksanaan Bahtsul Masail dan Majlis Syawir di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin. Yang dibahas dalam bab ini yaitu Gambaran Umum tentang Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Jetis Desa Gentan Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang, Latar Belakang Pelaksanaan Bahtsul Masail dan Majlis Syawir di pesantren tersebut, Metode Bahtsul Masail dan Majlis Syawir, dan Contoh Produk Hukum dari kedua metode tersebut.

Bab IV menguraikan tentang relevansi metode bahtsul masail dan majlis syawir di Indonesia. Dalam bab ini menjelaskan tentang peran bahtsul masail dan masjllis syawir Di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin serta relevansinya di Indonesia terutama dalam menjawab berbagai problematika kontemporer. Selain itu juga diuraikan bagaimana metode yang digunakan oleh pondok pesantren tersebut serta hasil dari kajian yang ada dapat diadopsi di pesantren lain atau kalangan akademisi dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum.

Bab V adalah Penutup. Dalam bab terakhir ini adalah membahas tentang kesimpulan penelitian yang telah dilakukan dan saran-saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pengembangan Bahtsul Masail dan Majlis Syawir sebagai sebuah metode ijtihad dan penutup sebagai kesempurnaan dalam skripsi ini.

BAB II

BAHTSUL MASAIL DAN MAJLIS SYAWIR SEBAGAI SEBUAH METODE PENALARAN HUKUM ISLAM

A. Definisi Ijtihad

Kata ijtihad merupakan mashdaryang berasal dari kata fiil madhiijtahada dan fiil mudhari‟yajtahidu.Kata ijtahada merupakan fiil tsulasi mazid yang

Dokumen terkait