• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ikan Karang

Dalam dokumen STUDI BASELINE EKOLOGI (Halaman 27-38)

Untuk mengetahui ga mbaran umu m tentang jenis-jenis ikan karang, metode RRI juga diterapkan pada penelitian ini, dimana titik-titik stasiunnya sa ma dengan titik-titik stasiun RRI untuk terumbu karang. Seorang pengamat yang melakukan penga matan dengan berenang selama sekitar 5 menit mencatat semua jenis ikan y ang berhasil dijumpainy a dalam kurun w aktu tersebut.

Sedangkan pada setiap titik transek per manen, metode y ang digunakan y aitu metode Underwater Fish Visual Census (UVC), dimana ikan-ikan y ang dijumpai pada jarak 2,5 m di sebelah kiri dan sebelah kanan garis transek sepanjang 70 m dicatat jenis dan jumlahny a. S ehingga luas bidang y ang tera mati per transeknya yaitu (5 x 70 ) = 350 m2.

Identif ikasi jenis ikan karang mengacu kepada Matsuda, et al. (1984), Kuiter (1992) dan Lieske dan My ers (1994). Khusus untuk ikan kerapu (grouper) digunakan acuan dari Randall and H eemstra (1991) dan Heemstra dan Randall (1993).

Spesies ikan y ang didata dikelompokkan ke dala m 3 kelompok utama (ENG LISH, et al., 1997), yaitu :

a. Ikan-ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan

biasa ditangkap untuk konsumsi. Biasany a mereka menjadikan terumbu karang sebagai te mpat pemijahan dan sarang/daerah asuhan. Ikan-ikan target ini diw akili oleh famili Serranidae (ikan kerapu), Lutjanidae (ikan kakap), Lethrinidae (ikan lenca m), Nemipteridae (ikan kurisi), Caesionidae (ikan ekor kuning), S iganidae (ikan baronang), Haemulidae (ikan bibir tebal), S caridae (ikan kakak tua) dan Acanthuridae (ikan pakol);

b. Ikan-ikan ind ikator, y aitu jenis ikan karang y ang

khas mendia mi daerah terumbu karang dan menjadi indikator kesuburan ekosistem daerah tersebut. Ikan-ikan indikator diwakili oleh famili Chaetodontidae (ikan kepe-kepe);

c. Ikan-ikan major, merupakan jenis ikan berukuran

kecil, u mumny a 5–25 cm, dengan karakteristik pewarnaan y ang beraga m sehingga dikenal sebagai ikan hias. K elompok ini umu mny a ditemukan meli mpah, baik dalam jumlah individu maupun jenisny a, serta cenderung bersifat teritorial.

Ikan-ikan ini sepanjang hidupnya berada di terumbu karang, diw akili oleh famili Pomacentr idae (ikan betok laut), Apogonidae (ikan serinding), Labridae (ikan sapu-sapu), dan Blenniidae (ikan peniru).

BAB III. HASIL

A. S

I S T E M

I

N F OR MA S I

G

E O G R A F I S

Interpretasi citra berdasarkan hasil y ang diperoleh setelah pengecekan di lapangan dengan mengerjakan 41 stasiun RRI dan 7 stasiun transek per manen maka diperoleh hasil seperti yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas mangrove dan terumbu karang di

wilay ah studi.

No. Jenis tutupan Luas (km2)

1. Mangrove 19,95

2. Terumbu karang 76,80

‰ Fringing reef 29,35

‰ Patch reef 47,45

B. K

A R A N G

Penelitian karang dilakukan di beberapa lokasi di hampir sepanjang P. Waigeo bagian selatan. Cuaca y ang kurang baik, dengan angin yang kencang dan ombak y ang tinggi merupakan kendala utama dalam penelitian in. Walaupun begitu, berhasil dilakukan pengamatan kar ang dengan metode RRI di 41 stasiun, dan pengamatan karang dengan metode LIT di 7 stasiun transek per manen.

Pantai di Pulau Waigeo umu mny a terjal, dimana pinggiran pantai berupa batuan y ang diatasny a ditumbuhi

oleh se mak belukar, mangrove ataupun pohon kelapa. Tana man anggrek sering dijumpai mene mpel pada bagian dinding batuan y ang langsung menghadap ke arah laut. P ada beberapa lokasi juga dijumpai pantai berpasir putih. Rataan terumbu bagian atas umu mnya landai dan tidak terlalu lebar dengan dasar berupa pasir, pasir lumpuran ataupun pecahan karang mati. Semakin ke arah dala m, sudut kemiringanny a semakin curam.

Hasil pengamatan terumbu karang y ang dilakukan dengan menggunakan metode RRI di masing- masing stasiun penelitian bisa dilihat pada Lampiran 3. D ari 41 stasiun RRI tersebut, terdapat 5 stasiun yang dikategorikan baik (tutupan karang hidup 50% -74%), 11 stasiun dikategorikan cukup (tutupan karang hidup 25% - 49%), dan 25 stasiun y ang dikategorikan kurang (tutupan karang hidup <25 % ). S tasiun dengan kategori sangat baik (tutupan karang hidup 75% -1 00% tidak dijump ai sela ma pengamatan berlangsung. Selain itu, dari 41 stasiun pengamatan tersebut, terdapat 5 stasiun y ang sama sekali tidak dijumpai karang hidup, yaitu pada stasiun RJAR07, RJAR11, RJA R15, RJAR32 dan RJA R33.

Kondisi terumbu karang berdasarkan per sentase tutupan karang hidup di masing- masing stasiun RRI di P ulau Waigeo bagian selatan, Kabupaten Raja A mpat bis a dilihat pada Gambar 4a., dan Gambar 4b.

Dengan tidak mengikutkan 5 stasiun y ang me miliki persentase tutupan karang hidup 0%, maka dari 36 stasiun RRI tersebut diperoleh rerata (=means) persentase tutupan untuk masing- masing kategori biota dan substrat seperti dala m Gambar 5. T erutama untuk kategori karang hidup

(yang terdiri dari Acropora dan N on Acropora) diperoleh rerata persentase tutupan y ang sangat rendah y aitu sebesar 24,33% dengan kesalahan baku (SE=Standard Error) sebesar 3,19% (G ambar 5). Dengan demikian, kondisi terumbu karang di lokasi ini bisa dikategorikan “kurang”.

Penggunaan bahan peledak dan rendahny a kualitas perairan ditandai dengan tingginya sedimentasi pada beberapa stasiun penelitian di daerah ini mungkin me mberikan sumbangan yang berarti kenapa per sentase tutupan karang hidup di daerah ini rendah.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, pada beberapa lokasi dijumpai adany a kerusakan karang y ang mirip dengan kerusakan akibat penggunaan bom atau bahan peledak. Menurut penduduk sekitar, penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak kadang terjadi di daerah ini. Dulu teknik ini hany a dilakukan oleh nelay an dari luar Papua, tetapi kini juga digunakan oleh nelay an sete mpat dikarenakan mereka telah menguasai pembuatannya.

Selain itu, penebangan hutan dijumpai di beberapa lokasi di P. Waigeo. P enebangan hutan di darat y ang tidak terkendali, secara tak langsung juga akan me mpengaruhi kualitas perairan di sekitar pantai, terutama pada daerah dekat muara sungai. Hutan yang gundul akan meny ebabkan per mukaan tanah mudah terbaw a air, lalu masuk ke sungai dan terbawa aliran sungai hingga ke laut. A liran sungai y ang me mbaw a endapan lumpur tersebut akan mencemari perairan sekitarny a dan pada akhirnya akan menurunkan kualitas perairan.

Gambar 4a. K ondisi teru mbu karang berdasarkan persentase

tutupan karang hidup di masing- masing stasiun RRI di sisi barat Pulau Waigeo bagian selatan, Kabupaten Raja A mpat.

Gambar 4b . Kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup di masing-masing stasiun RRI di sisi timur P ulau Waigeo bagian selatan, Kabupaten Raja A mpat.

G am b a r 5. H i s t o g r a m p e r s e n t a s e t u t u p a n ( r e r a t a + ke sa l a ha n b a k u) un t u k m a s i n g - ma s i n g k a t e g o r i b i ot a da n s u bs t r a t d i l ok a s i p e n e l i t i a n R a j a A mp a t d e n ga n me t o de R RI ( n = 3 7 sta s i un ) .

Pengamatan terumbu karang dengan metode LIT di 7 stasiun transek permanen menunjukkan bahw a kondisi terumbu karang di 1 stasiun transek per manen tersebut masuk dalam kategori ”baik” (tutupan karang hidup 50% -74%), 1 stasiun dikategorikan ”cukup” (tutupan karang hidup 25% - 49%), dan 5 stasiun dikategorikan “kurang” (persentase tutupan karang hidupnya <25%). P ersentase tutupan untuk masing- mas ing kategori biota dan substratnya di masing- masing stasiun transek per manen yang dilakukan dengan metode LIT dita mpilkan pada G ambar 6, dan Gambar 7.

Secara keseluruhan, dari hasil RRI, LIT maupun pengamatan visual secara bebas y ang dilakukan di P. Waigeo bagian selatan, Kabupaten Raja A mpat, berhasil dijumpai sekitar 125 jenis karang batu y ang ter masuk dala m 16 suku (Lampiran 4).

G am b a r 6. H i s t o gr a m p e r s e n t a s e t ut u p a n u nt u k ma si n g m a s i n g k a t e g or i b i ota da n s u b s t r a t d i ma si n g -m a s i n g s t a s i u n t r a ns e k p e r -m a n e n , d e ng a n -m e t o d e L I T .

G am b a r 7 . P er se nt as e t u t u pa n u nt u k ma s i ng - ma s i n g k a t e g or i b i ot a d a n s ub s t r a t d i m a s i n g- m a s i n g st a si un t r a n s e k p e r ma n e n d i P . Wa i g e o s e b e l a h se l a t a n , Ka b up a t e n R a j a A mpa t de n g a n me t o d e L I T.

C. M

E GA

B

ENT O S

Seperti yang diuraikan di dala m bagian metode penarikan sampel dan analisa data, metode Reef Check Benthos (RCB) yang dilakukan pada lokasi transek per manen dala m penelitian ini mencatat hany a beberapa dari jenis mega bentos yang bernilai ekonomis penting ataupun yang bisa dijadikan indikator dalam menilai kondisi kesehatan terumbu karang.

Dari hasil RCB y ang dilakukan di masing- mas ing stasiun transek per manen, jumlah individu masing-masing mega bentos persatuan luas transek (2mx70m=140m2) dita mpilkan pada Ga mbar 8. Sedangkan keli mpahan dari

masing- masing mega bentos (jumlah individu per hektar) disajikan dala m Tabel 2.

Coral mushroom ( CMR) biasany a dijumpai pada perairan dengan tingkat sedimentasi y ang tinggi, biasany a dasar perairannya berupa pasir atau pasir lumpuran.

G am b a r 8. Kel i mpa ha n mas i n g- mas i n g me ga be nt o s y a ng di a ma t i di P . Wa i g e o se be l a h s e l a t a n, Ka b up a t e n Ra j a A mp a t .

Tabel 2. K elimpahan mega bentos di lokasi pengamatan (jumlah individu per ha).

MEGA BENTOS KELIMPAHAN (jml ind./ha)

Acanthaster planci 0

CMR 1469

Diadema setosum 153

Drupella 2837

Kima (Giant clam) 194

Tripang (Holothurian) 20

Lobster 0

Pencil sea urchin 0

Dalam dokumen STUDI BASELINE EKOLOGI (Halaman 27-38)

Dokumen terkait