• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI BASELINE EKOLOGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI BASELINE EKOLOGI"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

Coral Reef Information and Training Centre (CRITC) - LIPI

Jl. Raden Saleh No. 43, Jakarta 10330 Indonesia

STUDI BASELINE EKOLOGI

KABUPATEN RAJA AMPAT

(2006)

(2)

STUDI BASELINE EKOLOGI

KABUPATEN RAJA AMPAT

(2006)

CRITC- Jakarta

(3)

S

TUDI

B

ASELINE

E

KOLOGI

K

ABUPATEN

R

AJA

A

MPAT

T

AHUN

2006

D

ISUSUN OLEH

:

G

IYANTO

S

ASANTI

R.S

UHARTI

W

ILLEM

F

REDERIK

L

EATEMIA

A

GUS

B

UDIYANTO

A

BDULLAH

S

ALATALOHI

R

OBERT

A

LIK

Y

ANCE

H

EHUAT

A

BU

D.

R

AZAK

H

AMID

Y

ASSER

A

RAFAT

A

BDUL

L

ATIF

(4)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR GAMBAR ...v

DAFTAR TABEL ...vii

DAFTAR LAMPIRAN ...viii

RINGKASAN EKSEKUTIF...ix A.PENDAHULUAN...IX B.HASIL...XI C.SARAN...XIII BAB I. PENDAHULUAN ...1 A.LATAR BELAKANG...1 B.TUJUAN PENELITIAN...3

C.RUANG LINGKUP PENELITIAN...3

BAB II. METODE PENELITIAN ...5

A.LOKASI PENELITIAN...5

B.WAKTU PENELITIAN...8

C.PELAKSANA PENELITIAN...8

D.METODE PENARIKAN SAMPEL DAN ANALISA DATA...9

BAB III. HASIL ...16

A.SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS...16

B.KARANG...16

C.MEGA BENTOS...22

D.IKAN KARANG...24

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN...31

A.KESIMPULAN...31

B.SARAN...31

DAFTAR PUSTAKA...33

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Raja Ampat. ...5

Gambar 2a. Lokasi penelitian pada stasiun RRI di sisi barat P.

Waigeo bagian selatan (Kecamatan Waigeo Selatan). ...7

Gambar 2b. Lokasi penelitian pada stasiun RRI di sisi timur P.

Waigeo bagian selatan (Kecamatan Waigeo Timur)...7

Gambar 3. Lokasi penelitian pada stasiun transek permanen di

Kecamatan Waigeo Selatan dan Waigeo Timur...8

Gambar 4a. Kondisi terumbu karang berdasarkan persentase

tutupan karang hidup di masing-masing stasiun RRI di sisi barat Pulau Waigeo bagian selatan, Kabupaten Raja Ampat...19

Gambar 4b. Kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup di masing-masing stasiun RRI di sisi timur Pulau Waigeo bagian selatan, Kabupaten Raja Ampat...19

Gambar 5. Histogram persentase tutupan (rerata + kesalahan

baku) untuk masing-masing kategori biota dan substrat di lokasi penelitian Raja Ampat dengan metode RRI (n= 37 stasiun)...20

Gambar 6. Histogram persentase tutupan untuk masing-masing

kategori biota dan substrat di masing-masing stasiun transek permanen, dengan metode LIT. ...21

Gambar 7. Persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat di masing-masing stasiun transek permanen di P. Waigeo sebelah selatan, Kabupaten Raja Ampat dengan metode LIT. ...22

(6)

Gambar 8. Kelimpahan masing-masing mega bentos yang

diamati di P. Waigeo sebelah selatan, Kabupaten Raja Ampat. ...23

Gambar 9a. Perbandingan kelimpahan antara ikan major, ikan

target dan ikan indikator pada masing-masing stasiun pengamatan di sisi barat P. Waigeo bagian selatan, dengan metode RRI. ...24

Gambar 9b. Perbandingan kelimpahan antara ikan major, ikan

target dan ikan indikator pada masing-masing stasiun pengamatan di sisi timur P. Waigeo bagian selatan, dengan metode RRI. ...25

Gambar 10. Perbandingan kelimpahan antara ikan major, ikan target

dan ikan indikator pada masing-masing stasiun transek permanen di P. Waigeo bagian selatan, dengan metode UVC. ...27

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Luas mangrove dan terumbu karang di wilayah studi. ...16 Tabel 2. Kelimpahan mega bentos di lokasi pengamatan (jumlah

individu per ha)...23

Tabel 3. Jenis-jenis ikan karang yang memiliki nilai frekuensi relatif kehadiran > 30% (berdasarkan jumlah 39 stasiun RRI). ...26

Tabel 4. Jenis-jenis ikan karang di P. Waigeo bagian selatan,

Kabupaten Raja Ampat, yang memiliki kelimpahan >500 individu/ha. ...28

Tabel 5. Kelimpahan ikan karang untuk masing-masing suku yang dijumpai di lokasi transek permanen. ...29

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Posisi stasiun untuk karang dan ikan karang dengan

metode RRI...35

Lampiran 2. Posisi stasiun transek permanen untuk karang, mega

bentos dan ikan karang. ...37

Lampiran 3. Hasil pengamatan terumbu karang dengan metode

RRI ...38

Lampiran 4. Daftar karang batu yang dijumpai di lokasi penelitian

di P. Waigeo bagian selatan, Kabupaten Raja Ampat. ...40

Lampiran 5. Daftar ikan karang yang dijumpai di lokasi penelitian

(9)

RINGKASAN EKSEKUTIF

A.

P

END A HU LU AN

Program COREMAP telah memasuki fase II, dari tiga f ase yang direncanakan akan ber langsung selama 15 tahun y aitu fase I (Inisiasi), fase II (Akselerasi) dan fase III (Penguatan K ele mbagaan). Pada fase II ini terdapat penambahan lokasi untuk wilay ah y ang sumber pendanaanny a dari WB (World Bank). Salah satuny a adalah Kabupaten Raja A mpat y ang secara ad ministratif masuk ke dala m Propinsi Ir ian Jay a Barat.

Kabupaten Raja Ampat y ang merupakan kabupaten baru hasil pe mekaran dari Kabupaten S orong, res mi menjadi daerah otonom pada 12 A pril 2003. Ibukotanya berada di kota Waisai, y ang terletak di P. Waigeo.

Dilihat dari sumberday a perairannya, K abupaten Raja A mpat y ang sekitar 85 persen dari luas wilay ahnya merupakan laut, memiliki potensi sumberday a yang cukup andal bila dikelola dengan baik. Seiring dengan berjalannya waktu dan pesatny a pembangunan di segala bidang serta krisis ekonomi y ang berkelanjutan telah me mberikan tekanan yang lebih besar terhadap lingkungan sekitarny a, khususnya lingkungan perairanny a. Hal ini juga dialami oleh kabupaten Raja A mpat.

Sebagai lokasi baru COREMAP, studi baseline ekologi (ecological baseline study) sangatlah diperlukan untuk mendapatkan data dasar ekologi di lokasi tersebut, terutama kondisi ekosistem ter umbu karangny a. Data-data

(10)

yang diperoleh diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi para stakeholder dalam mengelola ekosistem terumbu karang secara lestari. Selain itu, dalam studi ini juga dibuat beberapa tr ansek per manen di masing-masing lokasi baru tersebut sehingga bisa dipantau di masa mendatang. Adanya data dasar dan data hasil pemantauan pada masa mendatang sebagai data pembanding, dapat dijadikan bahan evaluasi y ang penting bagi keberhasilan CO REMAP.

Lokasi penelitian dilakukan di beberapa lokasi y ang telah terpilih untuk kegiatan COREMAP F ase II K abupaten Raja A mpat, tepatnya di P. Waigeo bagian selatan.

Kegiatan penelitian lapangan berlangsung pada Juli 2006 dengan melibatkan staf CRITC ( Coral Reef Infor mation and Training Centre) Jakarta dibantu oleh para peneliti dari CRITC Raja Amp at dan Akademi P erikanan S orong.

Dalam penelitian ini, sebelum dilakukan penarikan sampel, perta ma-tama ditentukan terlebih dahulu peta sebaran terumbu karang di perairan tersebut berdasarkan peta se mentara (tentative) y ang diperoleh dari hasil interpretasi data citra digital Landsat 7 E nhanced T hematic Mapper Plus (Landsat ETM+). Kemudian dipilih secara acak titik-titik penelitian (stasiun) sebagai sampel. S ampel yang terambil diharapkan cukup mew akili untuk mengga mbarkan tentang kondisi perairan di lokasi tersebut.

Pada saat penelitian dilakukan cuaca sedang tidak baik. Angin bertiup kencang dan ombak besar sehingga menjadi kendala utama dalam penelitian ini. Cuaca y ang

(11)

jelek tersebut juga mengakibatkan kerusakan ke mudi kapal induk yang dijadikan basecamp sela ma penelitian berlangsung. Walaupun begitu, berhasil dilakukan penelitian di 41 stasiun penelitian RRI (untuk pengamatan karang dan ikan karang) dan 7 stasiun transek per manen (untuk pengamatan karang dengan metode LIT, pengamatan mega bentos dengan metode RCB dan pengamatan ikan karang dengan metode UVC).

B.

H

A S I L

Dari data y ang diperoleh di lapangan, kemudian dilakukan analisa data. Hasilnya adalah sebagai berikut:

ˆ

Luas tutupan mangrove di lokasi penelitian y aitu 19,95 km2, sedangkan luas tutupan teru mbu karang y aitu 76,80 km2.

ˆ

Dari total 41 stasiun pengamatan RRI (Rapid Reef Resources Inventory) yang dilakukan di P. Waigeo bagian selatan, Kabupaten Raja A mpat terdapat 5 stasiun yang sama sekali tidak diju mpai karang hidup. Dari 36 stasiun RRI y ang dijumpai karang hidup diperoleh rerata persentase tutupan karang hidup y ang sangat rendah y aitu sebesar 24,33% dengan kesalahan baku (SE=S tandard Error) sebesar 3,19%. Dengan demikian, kondisi terumbu karang di lokasi ini bisa dikategorikan “kurang”.

ˆ

Pengamatan terumbu karang dengan metode LIT di 7 stasiun transek permanen me nunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di 1 stasiun transek permanen tersebut

(12)

masuk dala m kategori ”baik” (tutupan karang hidup 50% -74%), 1 stasiun dikategorikan ”cukup” (tutupan karang hidup 25% - 49%), dan 5 stasiun dikategorikan “kur ang” (persentase tutupan karang hidupnya <25%).

ˆ

Secara keseluruhan, dari hasil RRI, LIT maupun pengamatan visual secara bebas y ang dilakukan di P. Waigeo bagian selatan, K abupaten Raja A mpat, berhasil dijumpai sekitar 125 jenis karang batu yang ter masuk dala m 16 suku.

ˆ

Dari hasil RCB (Reef Check Benthos) yang dilakukan di 7 stasiun transek per manen di P. Waigeo bagian selatan, Kabupaten Raja A mpat diperoleh kelimpahan CMR sebany ak 1469 individu/ha, Diadem a setosum sebany ak 153 individu/ha, Drupella sebany ak 2837 individu/ha, K ima berukuran sebany ak 194 individu/ha, Tripang sebanyak 20 individu/ha. Sedangkan Acanthaster planci, lobster, Pencil sea urchindan Trochus niloticus tidak dijumpai selama pengamatan berlangsung.

ˆ

Berdasarkan hasil pengamatan baik dengan metode RRI maupun UV C yang dilakukan di P. Waigeo bagian selatan, K abupaten Raja A mpat diperoleh 224 jenis ikan karang yang termasuk dalam 32 suku.

ˆ

Dari hasil U VC yang dilakukan di 7 stasiun di P. Waigeo bagian selatan, Kabupaten Raja A mpat diperoleh keli mpahan ikan karang sebany ak 23057 individu/ha, dengan perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator sekitar 38:19:1.

(13)

ˆ

Kelimpahan beberapa jenis ikan ekonomis penting y ang diperoleh dari UVC di lokasi transek per manen seperti ikan kakap (ter mas uk kedalam suku Lutjanidae) y aitu 457 individu/ha, ikan kerapu (ter masuk dalam suku Serranidae) 86 individu/ha dan ikan ekor kuning (ter masuk dala m suku Caesionidae) 3098 individu/ha. Ikan kepe-kepe (Butterfly fish; suku Chaetodontidae) yang merupakan ikan indikator untuk menilai kesehatan terumbu karang memiliki kelimpahan 396 individu/ha. Selama penelitian ber langsung, tidak dijumpai seekor pun ikan Napoleon (Cheilinus undulatus).

C.

S

A R AN

Dari pengala man dan hasil yang diperoleh selama melakukan penelitian di lapangan ma ka dapat diberikan beberapa saran sebagai ber ikut:

ˆ

Hasil y ang diperoleh dalam penelitian ini mungkin tidak seluruhnya benar untuk mengga mbarkan kondisi perairan Kabupaten Raja A mpat secara keseluruhan mengingat penelitian kali ini difokuskan hany a pada P. Waigeo bagian selatan.

ˆ

Lokasi penelitian umu mny a merupakan laut terbuka yang pada saat mus im o mbak besar akan sangat sulit dilakukan penga matan. Penggunaan kapal penelitian yang berukuran besar (bukan kapal nelay an setempat yang umumny a berukuran kecil), pemilihan waktu penelitian y ang tepat y aitu disaat musim tenang, serta alokasi waktu penelitian yang cukup akan lebih

(14)

me mungkinkan untuk pengambilan titik stasiun yang lebih banyak sehingga sampel y ang terambil akan lebih mew akili daerah penelitian.

ˆ

Dengan meningkatny a kegiatan di darat di w ilay ah Kabupaten Raja A mpat, pasti akan membawa pengaruh terhadap ekosistem di perairan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penelitian kembali di daerah ini sangatlah penting dilakukan untuk mengetahui perubahan y ang terjadi sehingga hasilny a bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi para stakeholder dala m mengelola ekosistem terumbu karang secara lestari. Selain itu, data hasil pe mantauan tersebut juga bisa dipakai sebagai bahan evaluasi keberhasilan COREMAP.

(15)

BAB I. PENDAHULUAN

A.

L

A T A R

B

E L A KA N G

Program COREMAP telah me masuki fase II, dari tiga fase yang direncanakan akan berlangsung sela ma 15 tahun yaitu fase I (Inisiasi), fase II (Akselerasi) dan fase III (Penguatan Kele mbagaan). Pada fase II ini terdapat penambahan lokasi untuk wilay ah yang sumber pendanaanny a dari WB (World Bank). Salah satuny a adalah Kabupaten Raja A mpat y ang secara ad ministratif masuk ke dala m Propinsi Ir ian Jay a Barat.

Kabupaten Raja A mpat y ang merupakan kabupaten baru hasil pe mekaran dari Kabupaten Sorong, res mi menjadi daerah otonom pada 12 April 2003. Ibukotanya berada di kota Waisai, y ang terletak di P. Waigeo. K abupaten ini memiliki luas wilay ah 46.296 km2 dan pada tahun 2000 penduduknya sebanyak 27.071 jiw a (Wikipedia, 2006). Sekitar 85 persen dari luas wilay ahnya merupakan luas laut. S isanya, sekitar 6.000 kilometer persegi, merupakan daratan. Kabupaten ini memiliki 610 pulau. E mpat di antarany a, yakni Pulau Misool, Salawati, Batanta, dan Waigeo, merupakan pulau-pulau besar. D ari seluruh pulau, hanya 35 pulau y ang berpenghuni. P ulau lainny a tidak berpenghuni dan sebagian besar belum me miliki nama (K ompas, 2004).

Sebagai daerah kepulauan, satu-satuny a transportasi antarpulau dan penunjang kegiatan masy arakat Raja A mpat adalah angkutan laut. Untuk menjangkau Waisai,

(16)

ibu kota kabupaten, terlebih dahulu harus menuju kota S orong dengan menggunakan pesaw at udara. Setelah itu, dari S orong perjalanan ke Waisai dilanjutkan dengan transportasi laut. S arana yang tersedia adalah kapal motor sew aan yang berkapasitas sekitar 10 orang dngan biay a sekitar Rp 2 juta. D engan kapal motor tersebut, jarak Waisai – Sorong bisa ditempuh antara 2-3 jam.

Sebagian besar penduduk (80%) bekerja sebagai nelay an. Sesuai dengan kondisi geografisnya, selain pariwisata, Raja A mpat juga mengandalkan perikanan dan kelautan. Hampir semua w ilayah perairan pantai dan laut di Kepulauan Raja A mpat berpotensi untuk pengembangan perikanan tangkap dan budiday a. Komoditas unggulan perikanan tangkap antar a lain ikan tuna, cakalang, tenggiri, kerapu, napoleon wrasse, kakap merah, teripang, udang, dan lobster (Kompas, 2004).

Seiring dengan ber jalanny a waktu dan pesatny a pembangunan di segala bidang serta krisis ekonomi y ang berkelanjutan telah me mberikan tekanan yang lebih besar terhadap lingkungan sekitarny a, khususny a lingkungan perairannya. Hal ini juga diala mi oleh kabupaten Raja A mpat.

Sebagai lokasi baru COREMAP, studi baseline ekologi (ecological baseline study) sangatlah diperlukan untuk mendapatkan data dasar ekologi di lokasi tersebut, terutama kondisi ekosistem terumbu karangny a. Data-data yang diperoleh diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi para stakeholder dalam mengelola ekosistem terumbu karang secara lestari. S elain itu, dala m studi ini juga dibuat beberapa transek permanen di

(17)

masing- masing lokasi baru tersebut sehingga bisa dipantau di masa mendatang. Adanya data dasar dan data hasil pemantauan pada masa mendatang sebagai data pembanding, dapat dijadikan bahan evaluasi y ang penting bagi keberhasilan COREMAP.

B.

T

U JU A N

P

E N E L I T I A N

Tujuan dari studi baseline ekologi ini adalah sebagai berikut:

ˆ

Mendapatkan data dasar ekologi terutama kondisi ekosistem terumbu karang, ikan karang dan beberapa mega benthos di K abupaten Raja A mpat, khususnya di P. Waigeo bagian selatan.

ˆ

Membuat transek per manen di beberapa te mp at di Kabupaten Raja Ampat, khususnya di P . Waigeo bagian selatan, agar dapat dipantau kondisiny a di mas a mendatang.

C.

R

UAN G

L

I N G K U P

P

EN ELIT I AN

Ruang lingkup studi baseline ekologi ini meliputi e mpat tahapan y aitu:

1. Tahap p ersiapan, meliputi kegiatan administrasi,

koordinasi dengan tim penelitian baik yang berada di Jakarta maupun di daerah sete mpat, pengadaan dan mobilitas peralatan penelitian serta perancangan penelitian untuk memp erlancar pelaksanaan survey di lapangan. Selain itu, dala m tahapan ini juga dilakukan

(18)

persiapan peny ediaan peta dasar untuk lokasi penelitian yang akan dilakukan.

2. Tahap p engumpu lan d ata, y ang dilakukan langsung di

lapangan yang meliputi data tentang terumbu karang, ikan karang dan beberapa me ga bentos y ang memiliki nilai ekonomis penting dan bisa dijadikan indikator kesehatan terumbu karang.

3. Tahap analisa data, yang meliputi verifikasi data

lapangan dan pengolahan data sehingga data lapangan bisa disajikan dengan lebih infor matif.

4. Tahap p elaporan, yang meliputi pembuatan laporan

(19)

BAB II. METODE PENELITIAN

A.

L

OK A S I

P

EN ELIT I AN

Lokasi penelitian dilakukan di beberapa lokasi yang telah terpilih untuk kegiatan COREMAP Fase II yang berada dala m wilayah Kabupaten Raja A mpat, tepatny a pada hampir sepanjang Pulau Waigeo bagian selatan (G ambar 1).

Gamb ar 1 . P e t a l ok a s i p e n e l i ti a n di Ra j a Amp a t .

Dalam penelitian ini, sebelum dilakukan penarikan sampel, pertama-tama ditentukan terlebih dahulu peta sebaran terumbu karang di perairan tersebut berdasar kan peta se mentara (tentative) yang diperoleh dari hasil interpretasi data citra digital Landsat 7 Enhanced

(20)

T hematic Mapper Plus (Landsat ETM+). Kemudian dipilih secara acak titik-titik penelitian (stasiun) sebagai sampel. S ampel yang terambil diharapkan cukup mewakili untuk mengga mbarkan tentang kondisi perairan di lokasi tersebut. Pada saat pelaksanaan di lap angan, pengamatan tidak dapat dilakukan pada beberapa titik stasiun y ang telah ditentukan sebelu mnya dikarenakan kondisi cuaca yang kurang baik (angin bertiup kencang dan ombak besar). Cuaca yang kurang baik tersebut juga mengakibatkan kerusakan kemudi kapal induk yang dijadikan basecamp selama penelitian berlangsung. Walaupun begitu, berhasil dilakukan penelitian di 41 stasiun penelitian RRI dan 7 stasiun transek per manen.

Dari 41 stasiun penelitian RRI y ang berhasil dilakukan, 24 stasiun berada di sisi barat P. Waigeo bagian selatan (G ambar 2a) dan 17 stasiun berada di sisi ti mur P ulau Waigeo bagian selatan (Gambar 2b). S edangkan dari 7 stasiun pengamatan yang dijadikan stasiun transek per manen, 6 stasiun berada di sisi barat P. Waigeo bagian selatan, dan hany a 1 stasiun y ang berada di sisi timur Pulau Waigeo bagian selatan (Gambar 3).

Posisi masing- masing stasiun, baik stasiun RRI maupun stasiun transek per manen bisa dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

(21)

G am b a r 2 a . L o ka si pe n e l i t i a n pa da s t a s iu n R RI di si si b a r a t P. W a i g e o b a g i a n s e l a t a n ( K e c a ma t a n Wa i ge o S e l a t a n) . Gamb ar 2b. L ok a s i p e n e l i t i a n p a da s t a s i un R R I di si s i t i mu r P . Wa i ge o ba g i a n s e l a t a n ( K e c a ma t a n W a i ge o T i mu r ) .

(22)

Gamb ar 3. Lokasi penelitian pada stasiun transek

per manen di Kecamatan Waigeo S elatan dan Waigeo Timur.

B.

W

A K T U

P

E N E L I T IA N

Kegiatan penelitian lapangan berlangsung pada Juli 2006.

C.

P

E L A K S A N A

P

E N E L I TI A N

Kegiatan penelitian lapangan ini melibatkan staf CRITC (Coral Reef Infor mation and Training Centre) Jakarta dibantu oleh para peneliti dari LIPI A mbon, CRITC Kabupaten Raja A mpat dan Akademi Perikanan S orong.

(23)

D.

M

E TO D E

P

E N A R I K A N

S

A M P E L D A N

A

N A L I S A

D

ATA

Penelitian Ecological Baseline Study ini melibatkan beberapa kelo mpok penelitian dan dibantu oleh personil untuk dokumentasi. Metode penarikan sampel dan analisa data y ang digunakan oleh masing-masing kelo mpok penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

1. S istem Informasi Geografis

Untuk keperluan pe mbuatan peta dasar sebar an ekosistem perairan dangkal, data citr a penginderaan jauh (indraja) digunakan sebagai data d asar. D ata citra indraja y ang dipakai dala m studi ini adalah citra digital Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper Plus (selanjutny a disebut Landsat ETM+) pada kanal sinar tampak dan kanal infra- merah dekat (band 1, 2, 3, 4 dan 5). Saluran ETM+ 7 tidak digunakan dala m studi ini karena studinya lebih ke mintakat perairan bukan mintakat daratan. Sedangkan saluran infra- merah dekat ETM+ 4 dan 5 tetap dipakai karena band 4 masih berguna untuk perairan dangkal dan band 5 berguna untuk pembedaan mintakat mangrove.

Citra y ang digunakan adalah citra dengan cakupan penuh (full scene) yaitu 185 km x 185 km persegi. Ukur an piksel, besarnya unit areal di per mukaan bumi yang diwakili oleh satu nilai digital citra, pada saluran m ulti-spectral (band 1, 2, 3, 4, 5, dan 7) adalah 30 m x 30 m persegi. A dapun citra y ang digunakan dalam studi ini adalah 2 scenes y aitu:

(24)

path-row 108-60 untuk sisi barat P.Waigeo bagian selatan dan 107-60 untuk sisi timur P. Waigeo bagian selatan.

Sebelum proses klasifikasi, batas-batas pulau, hutan mangrove dan juga batas terumbu baik Fringing reef maupun Patch reef didigitasi (on the screen digitizing). A gar diperoleh hasil digitasi dengan ketelitian me madai, digitasi dilakukan pada skala ta mpilan citra 1:25000. Digitasi batas pulau ini dilakukan pada citr a komposit warna se mu kombinasi band 4, 2,1. K ombinasi ini dipilih karena dapat me mberikan kontras w ilay ah darat dan laut y ang paling baik. Langkah awal adalah mendigitasi batas pulau. Setelah batas pulau diselesaikan, dengan cara y ang sama pada mintakat laut didigitasi batas terluar dari mintakat terumbu. Komposit citra yang digunakan adalah kombinasi band 3,2,1 dengan model perentangan kontras yang sama. S edangkan untuk digitasi batas sebaran mangrove, digunakan kombinasi citra lain yaitu kombinasi band 5,4,3. D engan kombinasi ini disertai teknik perentangan kontras model gam ma, mintakat pesisir yang ditumbuhi mangrove akan sangat mudah dibedakan dengan mintakat yang bervegetasi lain. Hasil interpretasi berupa peta sebaran mangrove dan terumbu karang y ang bersifat tentatif. P ada prakteknya pendigitasian ini men emui kendala ketika harus mendigit daerah yang tertutup awan. Terlebih lagi area studi kali ini merupakan daerah transisi atau persambungan antara citra. Suatu hal yang sulit ketika citra yang ada disatukan dulu (masking) baru didigitasi. Satu-satunya jalan adalah dengan mendigit

(25)

secara terpisah dan hasil digitny a disatukan setelah file tersimpan dalam format vektor (.shp) .

Keterbatasan lain dengan klasifikasi citra ini adalah keterbatasan kema mpuan energi elektromagnetik dala m hal penetrasiny a pada perairan. O leh karena itu untuk keperluan interpretasi obyek bawah air seperti kali ini hany a menggunakan band 1, 2, 3, dan 4 sebagai masukan dala m proses penyusunan komposit citr a. Ini didasari beber apa referensi yang mengatakan bahw a band-band itulah y ang ma mpu mene mbus kedala m air. Pada perairan agak jernih sa mpai jernih (seperti di daerah studi) band 4 dapat menembus sampai kedala man 0,5 meter. Band 3 dapat menembus sampai kedala man sekitar 5 meter. Band 2 lebih dalam lagi yaitu mencapai 15 meter, dan band 1 dapat mencapai 25 meter bahkan bisa diatas 30 meteran. Ini berarti bahw a obyek, apapun itu, yang berada di kedala man lebih dari 25 meter, sangat sulit diidentifikasi.

2. Karan g

Untuk mengetahui secara u mum kondisi terumbu karang seperti persentase tutupan biota dan substrat di terumbu karang pada setiap stasiun penelitian digunakan metode Rapid Reef Resources Inventory (RRI) (Long et al., 2004). Dengan metode ini, di setiap titik penga matan yang telah ditentukan sebelumny a, seorang pengamat berenang sela ma sekitar 5 menit dan menga mati biota dan substrat y ang ada di sekitarnya. Kemudian pengamat me mperkirakan persentase tutupan dari masing- masing biota dan substrat yang dilihatny a

(26)

sela ma kurun waktu tersebut dan mencatatny a ke kertas tahan air yang dibaw anya.

Pada beberapa stasiun penelitian dipasang transek per manen di kedalaman antara 3-5 m y ang diharapkan bisa dipantau di masa mendatang. P ada lokasi transek per manen, data dia mbil dengan menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT) mengikuti English et al., (1997), dengan beberapa modifikasi. Panjang garis transek 10 m dan diulang sebany ak 3 kali. Teknis pelaksanaan di lapanganny a yaitu seorang penyelam me letakkan pita berukuran sepanjang 70 m s ejajar garis pantai dimana posisi pantai ada di sebelah kiri peny elam. Kemudian LIT ditentukan pada garis transek 0-10 m, 30-40 m dan 60-70 m. S emua biota dan substrat y ang berada tepat di garis tersebut dicatat dengan ketelitian hingga centi meter .

Dari data hasil LIT tersebut bisa dihitung nilai persentase tutupan untuk masing- masing kategori biota dan substrat y ang berada di baw ah garis transek.

3. Mega Ben tos

Untuk mengetahui keli mpahan beberapa mega bentos terutama y ang me miliki nilai ekonomis penting dan bisa dijadikan indikator dari kesehatan terumbu karang, dilakukan pengamatan kelimpahan megabenthos dengan metode Reef Check Benthos (RCB) pada setiap stasiun transek per manen dimana posisi stasiunny a sama dengan stasiun untuk terumbu karang dengan metode LIT. Dengan dilakukanny a

(27)

pengamatan mega bentos ini pada setiap stasiun transek per manen, diharapkan di waktu-waktu mendatang bisa dilakukan pemantauan kembali pada posisi stasiun yang sama sehingga bisa dibandingkan kondisinya.

Teknis di lapangan, pada stasiun transek per manen y ang telah ditentukan, tersebut diletakkan pita berukuran (roll meter) sepanjang 70 m sejajar garis pantai pada kedala man antar a 3-5 m. Semua meg a bentos y ang berada 1 m sebelah kiri dan kanan pita berukuran sepanjang 70 m tadi dicatat ju mlahny a, sehingga luas bidang yang teramati untuk setiap stasiunnya sebesar (2m x 70m) = 140 m2.

4. Ikan Karang

Untuk mengetahui ga mbaran umu m tentang jenis-jenis ikan karang, metode RRI juga diterapkan pada penelitian ini, dimana titik-titik stasiunnya sa ma dengan titik-titik stasiun RRI untuk terumbu karang. Seorang pengamat yang melakukan penga matan dengan berenang selama sekitar 5 menit mencatat semua jenis ikan y ang berhasil dijumpainy a dalam kurun w aktu tersebut.

Sedangkan pada setiap titik transek per manen, metode y ang digunakan y aitu metode Underwater Fish Visual Census (UVC), dimana ikan-ikan y ang dijumpai pada jarak 2,5 m di sebelah kiri dan sebelah kanan garis transek sepanjang 70 m dicatat jenis dan jumlahny a. S ehingga luas bidang y ang tera mati per transeknya yaitu (5 x 70 ) = 350 m2.

(28)

Identif ikasi jenis ikan karang mengacu kepada Matsuda, et al. (1984), Kuiter (1992) dan Lieske dan My ers (1994). Khusus untuk ikan kerapu (grouper) digunakan acuan dari Randall and H eemstra (1991) dan Heemstra dan Randall (1993).

Spesies ikan y ang didata dikelompokkan ke dala m 3 kelompok utama (ENG LISH, et al., 1997), yaitu :

a. Ikan-ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan

biasa ditangkap untuk konsumsi. Biasany a mereka menjadikan terumbu karang sebagai te mpat pemijahan dan sarang/daerah asuhan. Ikan-ikan target ini diw akili oleh famili Serranidae (ikan kerapu), Lutjanidae (ikan kakap), Lethrinidae (ikan lenca m), Nemipteridae (ikan kurisi), Caesionidae (ikan ekor kuning), S iganidae (ikan baronang), Haemulidae (ikan bibir tebal), S caridae (ikan kakak tua) dan Acanthuridae (ikan pakol);

b. Ikan-ikan ind ikator, y aitu jenis ikan karang y ang

khas mendia mi daerah terumbu karang dan menjadi indikator kesuburan ekosistem daerah tersebut. Ikan-ikan indikator diwakili oleh famili Chaetodontidae (ikan kepe-kepe);

c. Ikan-ikan major, merupakan jenis ikan berukuran

kecil, u mumny a 5–25 cm, dengan karakteristik pewarnaan y ang beraga m sehingga dikenal sebagai ikan hias. K elompok ini umu mny a ditemukan meli mpah, baik dalam jumlah individu maupun jenisny a, serta cenderung bersifat teritorial.

(29)

Ikan-ikan ini sepanjang hidupnya berada di terumbu karang, diw akili oleh famili Pomacentr idae (ikan betok laut), Apogonidae (ikan serinding), Labridae (ikan sapu-sapu), dan Blenniidae (ikan peniru).

(30)

BAB III. HASIL

A.

S

I S T E M

I

N F OR MA S I

G

E O G R A F I S

Interpretasi citra berdasarkan hasil y ang diperoleh setelah pengecekan di lapangan dengan mengerjakan 41 stasiun RRI dan 7 stasiun transek per manen maka diperoleh hasil seperti yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas mangrove dan terumbu karang di

wilay ah studi.

No. Jenis tutupan Luas (km2)

1. Mangrove 19,95

2. Terumbu karang 76,80

‰ Fringing reef 29,35

‰ Patch reef 47,45

B.

K

A R A N G

Penelitian karang dilakukan di beberapa lokasi di hampir sepanjang P. Waigeo bagian selatan. Cuaca y ang kurang baik, dengan angin yang kencang dan ombak y ang tinggi merupakan kendala utama dalam penelitian in. Walaupun begitu, berhasil dilakukan pengamatan kar ang dengan metode RRI di 41 stasiun, dan pengamatan karang dengan metode LIT di 7 stasiun transek per manen.

Pantai di Pulau Waigeo umu mny a terjal, dimana pinggiran pantai berupa batuan y ang diatasny a ditumbuhi

(31)

oleh se mak belukar, mangrove ataupun pohon kelapa. Tana man anggrek sering dijumpai mene mpel pada bagian dinding batuan y ang langsung menghadap ke arah laut. P ada beberapa lokasi juga dijumpai pantai berpasir putih. Rataan terumbu bagian atas umu mnya landai dan tidak terlalu lebar dengan dasar berupa pasir, pasir lumpuran ataupun pecahan karang mati. Semakin ke arah dala m, sudut kemiringanny a semakin curam.

Hasil pengamatan terumbu karang y ang dilakukan dengan menggunakan metode RRI di masing- masing stasiun penelitian bisa dilihat pada Lampiran 3. D ari 41 stasiun RRI tersebut, terdapat 5 stasiun yang dikategorikan baik (tutupan karang hidup 50% -74%), 11 stasiun dikategorikan cukup (tutupan karang hidup 25% - 49%), dan 25 stasiun y ang dikategorikan kurang (tutupan karang hidup <25 % ). S tasiun dengan kategori sangat baik (tutupan karang hidup 75% -1 00% tidak dijump ai sela ma pengamatan berlangsung. Selain itu, dari 41 stasiun pengamatan tersebut, terdapat 5 stasiun y ang sama sekali tidak dijumpai karang hidup, yaitu pada stasiun RJAR07, RJAR11, RJA R15, RJAR32 dan RJA R33.

Kondisi terumbu karang berdasarkan per sentase tutupan karang hidup di masing- masing stasiun RRI di P ulau Waigeo bagian selatan, Kabupaten Raja A mpat bis a dilihat pada Gambar 4a., dan Gambar 4b.

Dengan tidak mengikutkan 5 stasiun y ang me miliki persentase tutupan karang hidup 0%, maka dari 36 stasiun RRI tersebut diperoleh rerata (=means) persentase tutupan untuk masing- masing kategori biota dan substrat seperti dala m Gambar 5. T erutama untuk kategori karang hidup

(32)

(yang terdiri dari Acropora dan N on Acropora) diperoleh rerata persentase tutupan y ang sangat rendah y aitu sebesar 24,33% dengan kesalahan baku (SE=Standard Error) sebesar 3,19% (G ambar 5). Dengan demikian, kondisi terumbu karang di lokasi ini bisa dikategorikan “kurang”.

Penggunaan bahan peledak dan rendahny a kualitas perairan ditandai dengan tingginya sedimentasi pada beberapa stasiun penelitian di daerah ini mungkin me mberikan sumbangan yang berarti kenapa per sentase tutupan karang hidup di daerah ini rendah.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, pada beberapa lokasi dijumpai adany a kerusakan karang y ang mirip dengan kerusakan akibat penggunaan bom atau bahan peledak. Menurut penduduk sekitar, penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak kadang terjadi di daerah ini. Dulu teknik ini hany a dilakukan oleh nelay an dari luar Papua, tetapi kini juga digunakan oleh nelay an sete mpat dikarenakan mereka telah menguasai pembuatannya.

Selain itu, penebangan hutan dijumpai di beberapa lokasi di P. Waigeo. P enebangan hutan di darat y ang tidak terkendali, secara tak langsung juga akan me mpengaruhi kualitas perairan di sekitar pantai, terutama pada daerah dekat muara sungai. Hutan yang gundul akan meny ebabkan per mukaan tanah mudah terbaw a air, lalu masuk ke sungai dan terbawa aliran sungai hingga ke laut. A liran sungai y ang me mbaw a endapan lumpur tersebut akan mencemari perairan sekitarny a dan pada akhirnya akan menurunkan kualitas perairan.

(33)

Gambar 4a. K ondisi teru mbu karang berdasarkan persentase

tutupan karang hidup di masing- masing stasiun RRI di sisi barat Pulau Waigeo bagian selatan, Kabupaten Raja A mpat.

Gambar 4b . Kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup di masing-masing stasiun RRI di sisi timur P ulau Waigeo bagian selatan, Kabupaten Raja A mpat.

(34)

G am b a r 5. H i s t o g r a m p e r s e n t a s e t u t u p a n ( r e r a t a + ke sa l a ha n b a k u) un t u k m a s i n g - ma s i n g k a t e g o r i b i ot a da n s u bs t r a t d i l ok a s i p e n e l i t i a n R a j a A mp a t d e n ga n me t o de R RI ( n = 3 7 sta s i un ) .

(35)

Pengamatan terumbu karang dengan metode LIT di 7 stasiun transek permanen menunjukkan bahw a kondisi terumbu karang di 1 stasiun transek per manen tersebut masuk dalam kategori ”baik” (tutupan karang hidup 50% -74%), 1 stasiun dikategorikan ”cukup” (tutupan karang hidup 25% - 49%), dan 5 stasiun dikategorikan “kurang” (persentase tutupan karang hidupnya <25%). P ersentase tutupan untuk masing- mas ing kategori biota dan substratnya di masing- masing stasiun transek per manen yang dilakukan dengan metode LIT dita mpilkan pada G ambar 6, dan Gambar 7.

Secara keseluruhan, dari hasil RRI, LIT maupun pengamatan visual secara bebas y ang dilakukan di P. Waigeo bagian selatan, Kabupaten Raja A mpat, berhasil dijumpai sekitar 125 jenis karang batu y ang ter masuk dala m 16 suku (Lampiran 4).

G am b a r 6. H i s t o gr a m p e r s e n t a s e t ut u p a n u nt u k ma si n g m a s i n g k a t e g or i b i ota da n s u b s t r a t d i ma si n g -m a s i n g s t a s i u n t r a ns e k p e r -m a n e n , d e ng a n -m e t o d e L I T .

(36)

G am b a r 7 . P er se nt as e t u t u pa n u nt u k ma s i ng - ma s i n g k a t e g or i b i ot a d a n s ub s t r a t d i m a s i n g- m a s i n g st a si un t r a n s e k p e r ma n e n d i P . Wa i g e o s e b e l a h se l a t a n , Ka b up a t e n R a j a A mpa t de n g a n me t o d e L I T.

C.

M

E GA

B

ENT O S

Seperti yang diuraikan di dala m bagian metode penarikan sampel dan analisa data, metode Reef Check Benthos (RCB) yang dilakukan pada lokasi transek per manen dala m penelitian ini mencatat hany a beberapa dari jenis mega bentos yang bernilai ekonomis penting ataupun yang bisa dijadikan indikator dalam menilai kondisi kesehatan terumbu karang.

Dari hasil RCB y ang dilakukan di masing- mas ing stasiun transek per manen, jumlah individu masing-masing mega bentos persatuan luas transek (2mx70m=140m2) dita mpilkan pada Ga mbar 8. Sedangkan keli mpahan dari

(37)

masing- masing mega bentos (jumlah individu per hektar) disajikan dala m Tabel 2.

Coral mushroom ( CMR) biasany a dijumpai pada perairan dengan tingkat sedimentasi y ang tinggi, biasany a dasar perairannya berupa pasir atau pasir lumpuran.

G am b a r 8. Kel i mpa ha n mas i n g- mas i n g me ga be nt o s y a ng di a ma t i di P . Wa i g e o se be l a h s e l a t a n, Ka b up a t e n Ra j a A mp a t .

Tabel 2. K elimpahan mega bentos di lokasi pengamatan (jumlah individu per ha).

MEGA BENTOS KELIMPAHAN (jml ind./ha)

Acanthaster planci 0

CMR 1469

Diadema setosum 153

Drupella 2837

Kima (Giant clam) 194

Tripang (Holothurian) 20

Lobster 0

Pencil sea urchin 0

(38)

D.

I

KAN KA RANG

Dari hasil pengamatan ikan karang dengan metode RRI di 41 stasiun RRI di P . Waigeo bagian selatan, K abupaten Raja A mpat, diperoleh perbandingan keli mpahan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator seperti terlihat pada Gambar 9a. dan Gambar 9b. D ar i 41 stasiun RRI tersebut, ter dapat 2 stasiun yang sama sekali tidak dijumpai ikan karang, yaitu stasiun RJAR32 dan RJAR33. P ada kedua stasiun itu, seperti dijelaskan pada bagian sebelumny a, juga tidak dijumpai karang hidup. S edangkan pada 3 stasiun y ang juga tidak d ijumpai karang hidup, yaitu stasiun RJAR07, RJA R11 dan RJAR15, terny ata masih dijumpai ikan karang tetapi dala m ju mlah y ang sangat sedikit.

Gamb ar 9a. Perbandingan keli mpahan antara ikan major,

ikan target dan ikan indikator pada masing-masing stasiun pengamatan di sisi barat P. Waigeo bagian selatan, dengan metode RRI.

(39)

G am b a r 9 b . P e r b a n d i n g a n k e l i m p a h a n a n t a r a i k a n m a j o r , i k a n t a r ge t d a n i k a n i nd i ka t or p a d a ma s i n g- ma s i n g s t as i u n pen g a ma t a n di si s i t imu r P . Wai g eo b a g i a n s e l a t a n , d e n ga n me t o de R RI .

Berdasarkan 39 stasiun RRI yang dijumpai ikan karang, jenis Amblyglyphidodon curacao merupakan jenis yang paling sering dijumpai selama pengamatan RRI, dimana jenis ini berhasil dijumpai di 19 stasiun (nilai Frekuensi relatif kehadiranny a = 48,72%). Kemudian diikuti oleh Ctenochaetus striatus, dan Pomacentrus m oluccensis y ang masing-masingny a memiliki nilai frekuensi relatif kehadiran berturut-turut 41,03% dan 38,46%. Tabel 3 dita mpilkan jenis-jenis ikan karang y ang me miliki frekuensi relatif kehadiran lebih besar dari 30%.

(40)

Tabel 3. Jenis-jenis ikan karang y ang memiliki nilai

frekuensi relatif kehadiran > 30% (berdasarkan jumlah 39 stasiun RRI).

No. Jenis Frekuensi relatif

kehadiran (%) 1. Amblyglyphidodon curacao 48,72 2. Ctenochaetus striatus 41,03 3. Pomacentrus moluccensis 38,46 4. Abudefduf vaigiensis 33,33 5. Thalassoma lunare 33,33 6. Zebrasoma scopas 30,77

Sedangkan dari hasil penga matan ikan karang dengan metode UVC di 7 stasiun transek per manen diperoleh perbandingan kelimpahan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator seperti terlihat pada Gambar 10.

Kelimpahan ikan kar ang berdasarkan hasil yang diperoleh dengan metode U VC y ang dilakukan di 7 stasiun transek per manen di P. Waigeo bagian selatan, Kabupaten Raja A mpat y aitu sebany ak 23057 individu/ha, dimana keli mpahan kelompok ikan major, ikan target, dan ikan indikator berturut- turut adalah 15082 individu/ha, 7580 individu/ha dan 396 individu/ha, sehingga perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator sekitar 38:19:1. Ini berarti bahwa untuk setiap 58 jenis ikan y ang dijumpai di perairan P. Waigeo bagian selatan, Kabupaten Raja A mpat, kemungkinan komposisinya terdiri dari 38

(41)

individu ikan major, 19 individu ikan target dan 1 individu ikan indikator.

Dari hasil UVC di 7 stasiun transek per manen y ang dilakukan, kelimpahan ikan karang y ang tertinggi dijumpai pada jenis Cirrhilabrus cyanopleura dengan keli mpahan 4816. Jenis-jenis ikan karang y ang me miliki keli mpahan y ang lebih besar dari 500 individu/ha dita mpilkan dalam T abel 4.

Gamb ar 10. Perbandingan keli mpahan antara ikan major,

ikan target dan ikan indikator pada masing-masing stasiun transek per manen di P. Waigeo bagian selatan, dengan metode UV C.

(42)

Tabel 4. Jenis-jenis ikan karang di P. Waigeo bagian

selatan, Kabupaten Raja A mpat, yang me miliki keli mpahan >500 individu/ha.

No. Jenis Kelimpahan

(jml individu/ha) 1. Cirrhilabrus cyanopleura 4816 2. Apogon thermalis 4082 3. Neopomacentrus filamentosus 1490 4. Caesio cuning 1273 5. Pterocaesio tile 1061 6. Pterocaesio trilineata 702 7. Apogon dispar 633 8. Ctenochaetus striatus 588

Kelimpahan beberapa jenis ikan ekonomis penting yang diperoleh dari UV C di lokasi transek per manen seperti ikan kakap (ter masuk kedalam suku Lutjanidae) yaitu 457 individu/ha, ikan kerapu (termasuk dalam suku S erranidae) 86 individu/ha dan ikan ekor kuning (ter masuk dala m suku Caesionidae) 3098 individu/ha. Ikan kepe-kepe (Butterfly fish; suku Chaetodontidae) y ang merupakan ikan indikator untuk menilai kesehatan terumbu karang me miliki keli mpahan 396 individu/ha. S elama penelitian berlangsung, tidak dijumpai seekor pun ikan Napoleon (Cheilinus undulatus).

Kelimpahan ikan karang untuk masing- masing suku dita mpilkan dalam T abel 5.

(43)

Tabel 5. K elimpahan ikan karang untuk masing- masing suku y ang dijumpai di lokasi transek per manen.

NO. SUKU KELIMPAHAN

(jml individu/ha) 1. APOGONIDAE 5714 2. POMACENTRIDAE 5600 3. LABRIDAE 5486 4. CAESIONIDAE 3098 5. ACANTHURIDAE 918 6. LUTJANIDAE 457 7. CHAETODONTIDAE 396 8. SCARIDAE 282 9. SCOLOPSIDAE 241 10. PLOTOSIDAE 204 11. POMACANTHIDAE 188 12. SERRANIDAE 86 13. MULLIDAE 78 14. NEMIPTERIDAE 73 15. BALISTIDAE 65 16. SIGANIDAE 41 17. PEMPHERIDAE 20 18. HOLOCENTRIDAE 16 19. MONACANTHIDAE 16 20. ZANCLIDAE 16 21. CARANGIDAE 12 22. EPHIPPIDAE 12 23. LETHRINIDAE 8 24. SCORPAENIDAE 8 25. AULOSTOMIDAE 4 26. BLENNIIDAE 4 27. HAEMULIDAE 4 28. OSTRACIIDAE 4 29. PINGUIPEDIDAE 4

(44)

Berdasarkan hasil pengamatan baik dengan metode RRI maupun UV C yang dilakukan di P. Waigeo bagian selatan, Kabupaten Raja A mpat, diperoleh 224 jenis ikan karang y ang ter masuk dalam 32 suku (Lampiran 5).

(45)

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A.

K

E S IMP U L A N

Dari hasil dan pembahasan y ang telah diuraikan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

ˆ

Kondisi terumbu karang di P . Waigeo bagian selatan, Kabupaten Raja A mpat dapat dikategorikan ”kurang” karena rerata persentase tutupan karang hidupnya sangat rendah y aitu kurang dari 25 %.

ˆ

Rendahnya persentase tutupan karang hidup di lokasi penelitian ini bisa disebabkan oleh teknik penangkapan ikan y ang merusak seperti penggunaan bahan peledak; serta rendahny a kualitas perairan yang ditandai oleh tingginya sedimentasi y ang diakibatkan secara tak langsung oleh penebangan hutan yang dilakukan di darat.

B.

S

A R A N

Dari pengala man dan hasil yang diperoleh selama melakukan penelitian di lapangan ma ka dapat diberikan beberapa saran sebagai ber ikut:

ˆ

Hasil yang diperoleh dala m penelitian ini mungkin tidak seluruhnya benar untuk mengga mbarkan kondisi perairan Kabupaten Raja A mpat secara keseluruhan mengingat penelitian kali ini difokuskan hanya pada P. Waigeo bagian selatan.

(46)

ˆ

Lokasi penelitian umu mny a merupakan laut terbuka yang pada saat musim o mbak besar akan sangat sulit dilakukan pengamatan. Penggunaan kapal penelitian yang berukuran besar (bukan kapal nelay an setempat yang umumny a berukuran kecil), pemilihan w aktu penelitian yang tepat y aitu disaat musim tenang, serta alokasi w aktu penelitian yang cukup akan lebih me mungkinkan untuk pengambilan titik stasiun y ang lebih banyak sehingga sampel y ang terambil akan lebih mew akili daerah penelitian.

ˆ

Dengan meningkatny a kegiatan di darat di wilay ah Kabupaten Raja A mpat, pasti akan membaw a pengaruh terhadap ekosistem di perairan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penelitian kembali di daerah ini sangatlah penting dilakukan untuk mengetahui perubahan y ang terjadi sehingga hasilny a bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi para stakeholder dalam mengelola ekosistem terumbu karang secara lestari. Selain itu, data hasil pemantauan tersebut juga bisa dipakai sebagai bahan evaluasi keberhasilan COREMAP.

(47)

DAFTAR PUSTAKA

English, S.; C. Wilkinson and V. Baker, 1997. Survey Manual for Tropical M arine Resources. Second edition. A ustralian Institute of Marine Science. Townsville: 390 p.

H eemstra, P .C and Randall, J.E., 1993. FAO Species Catalogue. Vol. 16. G rouper of the World (Family S erranidae, Sub Family Epinephelidae).

K ompas, 12 Februari 2004. http://www.kom pas.com /kompas-cetak/0402/ 12/otonomi/852141.htm dikunjungi pada 5 D esember 2006.

K uiter, R. H., 1992. Tropical Reef-Fishes of the Western P acific, Indonesia and A djacent Waters. P T Gramedia Pustaka Uta ma. Jakarta. Indonesia.

Lieske E. & R. Myer s, 1994. Reef Fishes of the World. P eriplus Edition, Singapore. 400p.

Long, B.G . ; G . Andrew; Y.G. Wang and Suharsono, 2004. S ampling accuracy of reef resource inventory technique. Coral Reefs: 1-17.

Matsuda, A.K .; A moka, C.; Uyeno, T. and Yoshiro, T., 1984. T he Fishes of the Japanese Archipelago. Tokai University Press.

Randall, J.E and Hee mstra, P.C. 1991. Indo-Pacific Fishes. Revision of Indo-P acific Grouper (Percifor mes : S erranidae: Epinepheliae), With D escription of F ive N ew Species.

(48)

Wikipedia Indonesia, 2006. http://id.wikipedia.org/wiki/ Kabupaten_Raja_Am pat, dikunjungi pada 5 D esember 2006.

(49)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Posisi stasiun untuk karang dan ikan

karang dengan metode RRI. Posisi Stasiun Longitude Latitude RJAR01 130,59959 -0,41286 RJAR02 130,58918 -0,36397 RJAR03 130,58944 -0,33669 RJAR04 130,66047 -0,32374 RJAR05 130,66157 -0,30722 RJAR06 130,68440 -0,29839 RJAR07 130,69389 -0,31103 RJAR08 130,68783 -0,32178 RJAR09 130,67941 -0,31875 RJAR10 130,68800 -0,34652 RJAR11 130,70057 -0,37148 RJAR12 130,69990 -0,39340 RJAR13 130,68169 -0,41452 RJAR14 130,71263 -0,41975 RJAR15 130,72677 -0,43992 RJAR16 130,75030 -0,44355 RJAR17 130,78368 -0,43933 RJAR18 130,79970 -0,43769 RJAR19 130,81988 -0,43419 RJAR20 130,83441 -0,42974 RJAR21 130,85267 -0,42260 RJAR22 130,80033 -0,45345 RJAR23 130,76685 -0,44252 bersambung

(50)

Sambungan Lampiran 1 Posisi Stasiun Longitude Latitude RJAR24 130,77956 -0,47184 RJAR25 130,99288 -0,34754 RJAR26 131,00936 -0,33927 RJAR27 131,02779 -0,35236 RJAR28 131,04465 -0,34162 RJAR29 131,07547 -0,32141 RJAR30 131,08622 -0,31545 RJAR31 131,09370 -0,32081 RJAR32 131,12655 -0,32995 RJAR33 131,15571 -0,33020 RJAR34 131,19583 -0,36513 RJAR35 131,20460 -0,36628 RJAR36 131,23519 -0,37844 RJAR37 131,24957 -0,39561 RJAR38 131,26168 -0,39161 RJAR39 131,25626 -0,37164 RJAR40 131,25210 -0,35401 RJAR41 131,27041 -0,34938

(51)

Lampiran 2. Posisi stasiun transek per manen untuk

karang, mega bentos dan ikan karang. Posisi Stasiun Longitude Latitude RJAL03 130,58944 -0,33669 RJAL04 130,66047 -0,32374 RJAL12 130,69990 -0,39340 RJAL17 130,78368 -0,43933 RJAL22 130,80033 -0,45345 RJAL24 130,77956 -0,47184 RJAL29 131,07547 -0,32141

(52)

Lampiran 3. Hasil pengamatan terumbu karang dengan metode RRI

Stasiun Kategori Acropora Non Acropora Karang mati Karang mati dengan alga Karang lunak Sponge Fleshy

seaweed Biota lain

Pecahan

karang Pasir Lumpur Batuan

RJAR01 Cukup 5 25 0 35 10 2 3 15 0 5 0 0 RJAR02 Cukup 10 25 0 35 5 5 5 0 5 10 0 0 RJAR03 Baik 15 40 0 20 2 3 5 5 5 5 0 0 RJAR04 Kurang 0 15 0 50 5 10 5 5 0 10 0 0 RJAR05 Baik 60 5 0 5 0 10 0 0 0 20 0 0 RJAR06 Kurang 2 3 0 5 0 0 0 0 0 0 90 0 RJAR07 Kurang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 100 0 RJAR08 Baik 60 10 0 20 0 0 5 0 0 5 0 0 RJAR09 Kurang 5 10 0 50 10 5 5 0 5 5 5 0 RJAR10 Kurang 2 10 0 60 3 3 5 2 0 15 0 0 RJAR11 Kurang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 100 0 RJAR12 Kurang 5 10 0 20 5 2 3 0 0 50 5 0 RJAR13 Kurang 2 5 0 60 2 1 5 0 20 5 0 0 RJAR14 Cukup 15 10 0 30 20 5 10 0 5 5 0 0 RJAR15 Kurang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 100 0 0 RJAR16 Baik 40 25 0 15 10 5 5 0 0 0 0 0 RJAR17 Cukup 20 15 0 30 15 0 10 0 5 5 0 0 RJAR18 Cukup 25 20 0 20 20 0 5 2 5 3 0 0 RJAR19 Cukup 20 25 0 25 15 2 3 0 5 5 0 0 RJAR20 Kurang 3 7 0 30 40 0 5 0 10 5 0 0 bersambung

(53)

Sambungan Lampiran 3

Stasiun Kategori Acropora Non Acropora Karang mati Karang mati dengan alga Karang lunak Sponge Fleshy

seaweed Biota lain

Pecahan

karang Pasir Lumpur Batuan

RJAR21 Kurang 5 15 0 40 10 0 20 0 5 5 0 0 RJAR22 Kurang 3 5 0 45 25 2 5 0 10 5 0 0 RJAR23 Cukup 15 10 0 40 10 0 5 0 15 5 0 0 RJAR24 Kurang 10 10 0 20 50 0 0 0 0 10 0 0 RJAR25 Baik 45 10 0 20 5 5 0 0 5 10 0 0 RJAR26 Kurang 15 5 0 25 1 4 35 0 10 5 0 0 RJAR27 Kurang 2 3 0 10 0 0 60 0 15 10 0 0 RJAR28 Kurang 0 5 0 50 0 0 0 0 30 15 0 0 RJAR29 Kurang 0 10 0 35 0 20 15 0 5 15 0 0 RJAR30 Kurang 0 5 0 30 2 3 35 0 15 10 0 0 RJAR31 Kurang 1 3 0 10 0 1 50 0 25 10 0 0 RJAR32 Kurang 0 0 0 5 0 0 65 0 5 15 10 0 RJAR33 Kurang 0 0 0 0 0 0 70 0 5 15 10 0 RJAR34 Kurang 5 15 0 15 40 5 5 0 5 10 0 0 RJAR35 Cukup 15 10 0 20 25 5 5 0 10 10 0 0 RJAR36 Cukup 15 10 0 35 10 1 9 0 15 5 0 0 RJAR37 Kurang 0 5 0 30 1 0 44 0 5 15 0 0 RJAR38 Kurang 1 4 0 45 2 3 35 0 5 5 0 0 RJAR39 Cukup 15 10 0 5 45 5 5 0 10 5 0 0 RJAR40 Cukup 20 15 0 10 35 0 5 0 5 10 0 0 RJAR41 Kurang 2 8 0 60 10 0 5 0 10 5 0 0

(54)

Lampiran 4. D aftar karang batu yang dijumpai di lokasi

penelitian di P . Waigeo bagian selatan, K ab upaten Raja A mp at.

NO. JENIS SUKU

1 Acropora aspera ACROPORIDAE

2 Acropora brueggemanni ACROPORIDAE

3 Acropora cerealis ACROPORIDAE

4 Acropora clathrata ACROPORIDAE

5 Acropora cytherea ACROPORIDAE

6 Acropora divaricata ACROPORIDAE

7 Acropora florida ACROPORIDAE

8 Acropora formosa ACROPORIDAE

9 Acropora gemmifera ACROPORIDAE

10 Acropora humilis ACROPORIDAE

11 Acropora hyacinthus ACROPORIDAE

12 Acropora loripes ACROPORIDAE

13 Acropora microphthalma ACROPORIDAE

14 Acropora millepora ACROPORIDAE

15 Acropora palifera ACROPORIDAE

16 Acropora samoensis ACROPORIDAE

17 Acropora sarmentosa ACROPORIDAE

18 Acropora scale ACROPORIDAE

19 Acropora selago ACROPORIDAE

20 Acropora valida ACROPORIDAE

21 Acropora subglabra ACROPORIDAE

22 Acropora tenuis ACROPORIDAE

23 Acropora sp. ACROPORIDAE

24 Astreopora explanata ACROPORIDAE

25 Astreopora gracilis ACROPORIDAE

26 Astreopora myriophthalma ACROPORIDAE

27 Astreopora ocellata ACROPORIDAE

28 Astreopora sp. ACROPORIDAE

29 Coeloseris mayeri AGARICIIDAE

30 Cyphastrea chalcidicum FAVIIDAE

(55)

Sambungan Lampiran 4

NO. JENIS SUKU

31 Cyphastrea serailia FAVIIDAE

32 Cyphastrea sp. FAVIIDAE

33 Diploastrea heliopora FAVIIDAE

34 Euphyllia ancora EUPHYLLIDAE

35 Euphyllia glabrescens EUPHYLLIDAE

36 Favia complanata FAVIIDAE

37 Favia favus FAVIIDAE

38 Favia lizardensis FAVIIDAE

39 Favia matthaii FAVIIDAE

40 Favia maxima FAVIIDAE

41 Favia rotumana FAVIIDAE

42 Favia rotundata FAVIIDAE

43 Favia veroni FAVIIDAE

44 Favia speciosa FAVIIDAE

45 Favia sp. FAVIIDAE

46 Favites abdita FAVIIDAE

47 Favites chinensis FAVIIDAE

48 Favites complanata FAVIIDAE

49 Favites flexuosa FAVIIDAE

50 Favites halicora FAVIIDAE

51 Favites pentagona FAVIIDAE

52 Favites russelli FAVIIDAE

53 Favites sp. FAVIIDAE

54 Fungia concinna FUNGIIDAE

55 Fungia danai FUNGIIDAE

56 Fungia echinata FUNGIIDAE

57 Fungia paumotensis FUNGIIDAE

58 Fungia repanda FUNGIIDAE

59 Fungia sp. FUNGIIDAE

60 Galaxea fascicularis OCULINIDAE

61 Gardineroseris planulata AGARICIIDAE

62 Goniastrea aspera FAVIIDAE

63 Goniastrea favulus FAVIIDAE

(56)

Sambungan Lampiran 4

NO. JENIS SUKU

64 Goniastrea pectinata FAVIIDAE

65 Goniastrea retiformis FAVIIDAE

66 Goniastrea sp. FAVIIDAE

67 Goniopora columna PORITIDAE

68 Goniopora lobata PORITIDAE

69 Goniopora stokesi PORITIDAE

70 Goniopora sp. PORITIDAE

71 Heliopora coerulea HELIOPORIDAE

72 Herpolitha limax FUNGIIDAE

73 Hydnophora exesa MERULINIDAE

74 Hydnophora microconos MERULINIDAE

75 Hydnophora sp. MERULINIDAE

76 Leptastrea purpurea FAVIIDAE

77 Leptastrea transversa FAVIIDAE

78 Lobophyllia corymbosa MUSSIDAE

79 Lobophyllia hataii MUSSIDAE

80 Merulina ampliata MERULINIDAE

81 Merulina scabricula MERULINIDAE

82 Millepora platyphyla MILLEPORIDAE

83 Millepora tenella MILLEPORIDAE

84 Montastrea sp. FAVIIDAE

85 Montipora aequituberculata ACROPORIDAE

86 Montipora danae ACROPORIDAE

87 Montipora digitata ACROPORIDAE

88 Montipora efflorescens ACROPORIDAE

89 Montipora hispida ACROPORIDAE

90 Montipora informis ACROPORIDAE

91 Montipora nodosa ACROPORIDAE

92 Montipora turgescens ACROPORIDAE

93 Montipora venosa ACROPORIDAE

94 Montipora verrucosa ACROPORIDAE

95 Montipora sp. ACROPORIDAE

96 Oulophyllia bennettae FAVIIDAE

(57)

Sambungan Lampiran 4

NO. JENIS SUKU

97 Oulophyllia crispa FAVIIDAE

98 Pachyseris speciosa AGARICIIDAE

99 Pavona clavus AGARICIIDAE

100 Pavona varians AGARICIIDAE

101 Pectinia lactuca PECTINIIDAE

102 Pectinia paeonia PECTINIIDAE

103 Platygyra lamellina FAVIIDAE

104 Platygyra pini FAVIIDAE

105 Plerogyra sinuosa EUPHYLLIDAE

106 Pocillopora damicornis POCILLOPORIDAE

107 Pocillopora verrucosa POCILLOPORIDAE

108 Podabacia crustacea FUNGIIDAE

109 Porites cylindrica PORITIDAE

110 Porites lichen PORITIDAE

111 Porites lobata PORITIDAE

112 Porites lutea PORITIDAE

113 Porites nigrescens PORITIDAE

114 Porites rus PORITIDAE

115 Porites sp. PORITIDAE

116 Psammocora contigua SIDERASTREIDAE

117 Psammocora sp. SIDERASTREIDAE

118 Seriatopora caliendrum POCILLOPORIDAE

119 Seriatopora hystrix POCILLOPORIDAE

120 Stylocoeiniella armata ASTROCOENIIDAE

121 Stylophora pistillata POCILLOPORIDAE

122 Symphyllia radians MUSSIDAE

123 Symphyllia recta MUSSIDAE

124 Symphyllia sp. MUSSIDAE

125 Turbinaria sp. DENDROPHYLLIIDAE

Jumlah jenis = 125 Jumlah suku = 16

(58)

Lamp iran 5. Daftar ikan karang yang dijumpai di lokasi penelitian

di P. Waigeo bagian selatan, Kabupaten Raja A mpat.

NO. JENIS SUKU KELOMPOK

1 Abudefduf bengalensis POMACENTRIDAE Major 2 Abudefduf sexfasciatus POMACENTRIDAE Major

3 Abudefduf vaigiensis POMACENTRIDAE Major

4 Acanthochromis polyacanthus POMACENTRIDAE Major 5 Acanthurus auranticavus ACANTHURIDAE Target

6 Acanthurus blochii ACANTHURIDAE Target

7 Acanthurus lineatus ACANTHURIDAE Target

8 Acanthurus maculiceps ACANTHURIDAE Target

9 Acanthurus nigricans ACANTHURIDAE Target

10 Acanthurus nigrofuscus ACANTHURIDAE Target

11 Acanthurus pyroferus ACANTHURIDAE Target

12 Acanthurus sp. ACANTHURIDAE Target

13 Acanthurus thompsonii ACANTHURIDAE Target

14 Amanses scopas MONACANTHIDAE Major

15 Amblyglyphidodon aureus POMACENTRIDAE Major 16 Amblyglyphidodon curacao POMACENTRIDAE Major 17 Amblyglyphidodon leucogaster POMACENTRIDAE Major

18 Amphiprion akindynos POMACENTRIDAE Major

19 Amphiprion clarkii POMACENTRIDAE Major

20 Amphiprion ocellaris POMACENTRIDAE Major

21 Amphiprion sp. POMACENTRIDAE Major

22 Anthias hutchi SERRANIDAE Major

23 Apogon aureus APOGONIDAE Major

24 Apogon compressus APOGONIDAE Major

25 Apogon dispar APOGONIDAE Major

26 Apogon sp.1 APOGONIDAE Major

27 Apogon sp.2 APOGONIDAE Major

28 Apogon sp.3 APOGONIDAE Major

29 Apogon thermalis APOGONIDAE Major

30 Arothron nigropunctatus TETRAODONTIDAE Major

31 Aulostomus chinensis AULOSTOMIDAE Major

32 Balistapus undulatus BALISTIDAE Major

33 Bodianus mesothorax LABRIDAE Target

34 Caesio cuning CAESIONIDAE Major

(59)

Sambungan Lampiran 5

NO. JENIS SUKU KELOMPOK

36 Caesio teres CAESIONIDAE Major

37 Cantherhines pardalis MONACANTHIDAE Major 38 Canthigaster solandri TETRAODONTIDAE Major

39 Caranx sexfasciatus CARANGIDAE Major

40 Centropyge bicolor POMACANTHIDAE Major

41 Centropyge tibicen POMACANTHIDAE Major

42 Centropyge vrolikii POMACANTHIDAE Major

43 Cephalopholis argus SERRANIDAE Target

44 Cephalopholis boenak SERRANIDAE Target

45 Cephalopholis cyanostigma SERRANIDAE Target

46 Cephalopholis miniata SERRANIDAE Target

47 Cephalopholis urodeta SERRANIDAE Target

48 Cephalopholis sp. SERRANIDAE Target

49 Cetoscarus bicolor SCARIDAE Target

50 Chaetodon auriga CHAETODONTIDAE Indikator 51 Chaetodon auripes CHAETODONTIDAE Indikator 52 Chaetodon baronessa CHAETODONTIDAE Indikator 53 Chaetodon bennetti CHAETODONTIDAE Indikator 54 Chaetodon citrinellus CHAETODONTIDAE Indikator 55 Chaetodon kleinii CHAETODONTIDAE Indikator 56 Chaetodon lineolatus CHAETODONTIDAE Indikator 57 Chaetodon lunula CHAETODONTIDAE Indikator 58 Chaetodon melannotus CHAETODONTIDAE Indikator 59 Chaetodon ocellicaudus CHAETODONTIDAE Indikator 60 Chaetodon octofasciatus CHAETODONTIDAE Indikator 61 Chaetodon rafflesii CHAETODONTIDAE Indikator 62 Chaetodon speculum CHAETODONTIDAE Indikator 63 Chaetodon trifasciatus CHAETODONTIDAE Indikator 64 Chaetodon ulietensis CHAETODONTIDAE Indikator 65 Chaetodon unimaculatus CHAETODONTIDAE Indikator 66 Chaetodon vagabundus CHAETODONTIDAE Indikator 67 Chaetodontoplus mesoleucus POMACANTHIDAE Major

68 Cheilinus chlorourus LABRIDAE Target

69 Cheilinus fasciatus LABRIDAE Target

70 Cheilinus trilobatus LABRIDAE Target

71 Cheilodipterus quinquelineatus APOGONIDAE Major 72 Chelmon rostratus CHAETODONTIDAE Indikator

(60)

Sambungan Lampiran 5

NO. JENIS SUKU KELOMPOK

73 Choerodon anchorago LABRIDAE Target

74 Chromis amboinensis POMACENTRIDAE Major

75 Chromis analis POMACENTRIDAE Major

76 Chromis lepidolepis POMACENTRIDAE Major

77 Chromis margaritifer POMACENTRIDAE Major

78 Chromis xanthura POMACENTRIDAE Major

79 Chromis ternatensis POMACENTRIDAE Major

80 Chromis viridis POMACENTRIDAE Major

81 Chromis sp. POMACENTRIDAE Major

82 Chrysiptera leucopoma POMACENTRIDAE Major

83 Chrysiptera parasema POMACENTRIDAE Major

84 Chrysiptera rex POMACENTRIDAE Major

85 Chrysiptera rollandi POMACENTRIDAE Major

86 Chrysiptera talboti POMACENTRIDAE Major

87 Chrysiptera sp. POMACENTRIDAE Major

88 Cirrhilabrus cyanopleura LABRIDAE Target

89 Ctenochaetus binotatus ACANTHURIDAE Target 90 Ctenochaetus striatus ACANTHURIDAE Target

91 Dascyllus aruanus POMACENTRIDAE Major

92 Dascyllus reticulatus POMACENTRIDAE Major 93 Dascyllus trimaculatus POMACENTRIDAE Major

94 Diploprion bifasciatum SERRANIDAE Target

95 Dischistodus melanotus POMACENTRIDAE Major 96 Dischistodus perspicillatus POMACENTRIDAE Major 97 Dischistodus prosopotaenia POMACENTRIDAE Major

98 Epibulus insidiator LABRIDAE Target

99 Epinephelus quoyanus SERRANIDAE Target

100 Forcipiger flavissimus CHAETODONTIDAE Indikator 101 Forcipiger longirostris CHAETODONTIDAE Indikator

102 Geres oyena GERRIDAE Major

103 Gomphosus varius LABRIDAE Target

104 Halichoeres chloropterus LABRIDAE Target

105 Halichoeres gymnocephalus LABRIDAE Target

106 Halichoeres hortulanus LABRIDAE Target

107 Halichoeres melanurus LABRIDAE Target

108 Halichoeres prosopeion LABRIDAE Target

109 Halichoeres trimaculatus LABRIDAE Target

(61)

Sambungan Lampiran 5

NO. JENIS SUKU KELOMPOK

110 Hemiglyphidodon plagiometopon POMACENTRIDAE Major 111 Hemigymnus fasciatus POMACENTRIDAE Target 112 Hemigymnus melapterus POMACENTRIDAE Target 113 Heniochus acuminatus CHAETODONTIDAE Indikator 114 Heniochus chrysostomus CHAETODONTIDAE Indikator 115 Heniochus varius CHAETODONTIDAE Indikator

116 Hologymnosus doliatus LABRIDAE Major

117 Labracinus cyclopthalmus PSEUDOCHROMIDAE Major

118 Labroides dimidiatus LABRIDAE Major

119 Labroides pectoralis LABRIDAE Major

120 Lethrinus genivitattus LETHRINIDAE Target

121 Lethrinus harak LETHRINIDAE Target

122 Lethrinus laticaudis LETHRINIDAE Target

123 Lethrinus sp. LETHRINIDAE Target

124 Lutjanus biguttatus LUTJANIDAE Target

125 Lutjanus bohar LUTJANIDAE Target

126 Lutjanus carponotatus LUTJANIDAE Target

127 Lutjanus decussatus LUTJANIDAE Target

128 Lutjanus fulviflammus LUTJANIDAE Target

129 Lutjanus fulvus LUTJANIDAE Target

130 Lutjanus kasmira LUTJANIDAE Target

131 Lutjanus monostigma LUTJANIDAE Target

132 Lutjanus russellii LUTJANIDAE Target

133 Lutjanus semicinctus LUTJANIDAE Target

134 Macolor niger LUTJANIDAE Target

135 Meiacanthus atrodorsalis BLENNIIDAE Major

136 Monotaxis grandoculis LETHRINIDAE Target

137 Myripristis hexagonatus HOLOCENTRIDAE Target

138 Myripristis kuntee HOLOCENTRIDAE Target

139 Naso unicornis ACANTHURIDAE Target

140 Neoglyphidodon nigroris POMACENTRIDAE Major

141 Neoglyphidodon spp. POMACENTRIDAE Major

142 Neoniphon argenteus HOLOCENTRIDAE Major

143 Neopomacentrus azysron POMACENTRIDAE Major 144 Neopomacentrus cyanomos POMACENTRIDAE Major 145 Neopomacentrus filamentosus POMACENTRIDAE Major

146 Odonus niger BALISTIDAE Major

(62)

Sambungan Lampiran 5

NO. JENIS SUKU KELOMPOK

147 Ostracion cubicus OSTRACIIDAE Major

148 Ostracion meleagris OSTRACIIDAE Major

149 Oxycheilinus celebicus LABRIDAE Major

150 Parachaetodon ocellatus CHAETODONTIDAE Indikator 151 Paraglyphidodon melas POMACENTRIDAE Major 152 Paraglyphidodon nigrosis POMACENTRIDAE Major

153 Parapercis clathrata PINGUIPEDIDAE Major

154 Parupeneus barberinus MULLIDAE Target

155 Parupeneus bifasciatus MULLIDAE Target

156 Parupeneus multifasciatus MULLIDAE Target

157 Pempheris oualensis PEMPHERIDAE Major

158 Pentapodus caninus NEMIPTERIDAE Target

159 Pentapodus trivittatus NEMIPTERIDAE Target

160 Platax teira EPHIPPIDAE Target

161 Plectorhinchus chaetodontoides HAEMULIDAE Target

162 Plectorhinchus lineatus HAEMULIDAE Target

163 Plectorhinchus orientalis HAEMULIDAE Target 164 Plectroglyphidodon dickii POMACENTRIDAE Major 165 Plectroglyphidodon lacrymatus POMACENTRIDAE Major

166 Plotosus lineatus PLOTOSIDAE Major

167 Pomacanthus annularis POMACANTHIDAE Major 168 Pomacanthus imperator POMACANTHIDAE Major 169 Pomacanthus semicirculatus POMACANTHIDAE Major 170 Pomacanthus sexstriatus POMACANTHIDAE Major 171 Pomacentrus amboinensis POMACENTRIDAE Major 172 Pomacentrus bankanensis POMACENTRIDAE Major 173 Pomacentrus brachialis POMACENTRIDAE Major 174 Pomacentrus chrysurus POMACENTRIDAE Major 175 Pomacentrus coelestis POMACENTRIDAE Major 176 Pomacentrus lepidogenys POMACENTRIDAE Major 177 Pomacentrus moluccensis POMACENTRIDAE Major

178 Pomacentrus sp. POMACENTRIDAE Major

179 Premnas biaculeatus POMACENTRIDAE Major

180 Pseudanthias huchtii SERRANIDAE Target

181 Pseudocheilinus hexataenia LABRIDAE Major

182 Pterocaesio pisang CAESIONIDAE Major

183 Pterocaesio tile CAESIONIDAE Major

Gambar

Tabel 1. Luas mangrove dan terumbu karang di  wilay ah studi.
Gambar 4a.   K ondisi teru mbu karang berdasarkan persentase  tutupan karang hidup di masing- masing stasiun  RRI di sisi barat Pulau Waigeo bagian selatan,   Kabupaten Raja A mpat
Tabel 2.  K elimpahan mega bentos di lokasi  pengamatan (jumlah individu per ha).
Tabel 3. Jenis-jenis ikan karang y ang memiliki nilai  frekuensi relatif kehadiran &gt; 30%
+3

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian tersebut di atas, Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Besar, memandang perlu untuk menyelenggarakan kegiatan Pekan Keterampilan dan Seni Pendidikan

Metode TOPSIS merupakan suatu bentuk metode penunjang keputusan yang didasarkan pada konsep bahwa alternatif yang terbaik tidak hanya memiliki jarak terpendek dari

Fungsi ekologis dan ekonomi dari berbagai ekosistem dan sumber daya alam baik di daratan maupun perairan yang dipaparkan di atas akan tampak dan dirasakan

Dari penelitian deskriftif analitik dengan pendekatan cross sectional, dimana peneliti mencoba menelaah hubungan antara usia ibu, usia kehamilan ibu, jumlah paritas,

Pemalsuan (Pasal 263 KUHPidana), yaitu tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku setelah kendaraan bermotor ada di tangan mereka, tindak pidana ini meliputi

 Praktikan dapat menggabungkan komponen-komponen desain yang telah dibuat dari praktikum sebelumnya dalam kode VHDL untuk membuat top level design dari mikroprosesor

Tegangan melingkar ( Circumferential Stress ) pada dinding bejana tekan lebih kecil 58,9 MPa dari pada tegangan ijin material yang digunakan (174,8 MPa), maka bejana

Menurut Andriani (2003), berdasarkan hasil penelitiannya terhadap status gizi pada siswa Sekolah Dasar di daerah miskin perkotaan di Bogor, serta menurut Cahyaningrum (2005),