• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PELAKSANAAN SEWA MENYEWA TANAH DALAM PRODUKS

2. Iklim dan Cuaca

Secara tipografi wilayah Desa Karangduren berada diantara lereng Gunung Merapi dan pegunungan Seribu. Bisa dikatakan wilayah Karangduren masih dalam dataran lereng Gunung Merapi.

Dengan ketinggian antara 500-600 mdpl (meter di atas permukaan laut). 60% lebih wilayah Desa Karangduren berupa hamparan lahan persawahan. Dan sisanya adalah lahan pemukiman dan lainnya.

Keadaan iklim di wilayah Karangduren termasuk iklim tropis dengan musim hujan dan musim kemarau silih berganti sepanjang tahun, temperatur udara rata-rata 28°- 30° Celcius dengan kecepatan angn rata-rata sekitar 153 mm setiap bulannya dengan curah hujan tertinggi bulan Januari (350 mm) dan curah hujan terendah bulan Juli (8 mm).

3. Kependudukan

Jumlah penduduk di Desa Karangduren sampai pada awal tahun 2017 mencapai 3275 jiwa, yang terdiri dari 1558 jiwa penduduk laki-laki dan 1717 jiwa penduduk perempuan. Rata-rata penduduknya bersuku jawa asli.

4. Kondisi Sosial Ekonomi

Kondisi sosial ekonomi masyarakat di Desa Karangduren di dominasi dari sektor pertanian. Sektor pertanian ini paling banyak di kerjakan oleh masyarakat dikarenakan memang wilayah Karangduren sebagian besar adalah persawahan. Selain sektor pertanian sektor yang banyak menyerap adalah sektor ternak.

Sebanyak 60 persen penduduk desa bekerja di sektor pertanian dan peternakan, dan sebanyak 10 persen di sektor perdagangan, kemudian lainnya di sektor jasa dan lainnya.

Sedangkan untuk fasilitas pendidikan di wilayah Desa Karangduren terdapat 2 unit Sekolah Dasar (SD), dan 1 TK (taman Kanak-kanak). Dan untuk fasilitas kesehatan sendiri hanya terdapat posyandu pada tiap dukuh.

5. Kondisi Sosial Keagamaan

Mayoritas penduduk Desa Karangduren adalah pemeluk agama Islam, yaitu mencapai 94,6 persen atau sebanyak 3099 jiwa. Sedangkan agama Katholik sebanyak 2,45 persen (80 jiwa), Kristen 1,3 persen (43 jiwa), Hindu 1,6 persen (53 jiwa).

Sementara tempat ibadah yang berada di Desa Karangduren sebagai sarana beribadah umat beragama masih tergolong sedikit. Berikut tabel tempat ibadah di Desa Karangduren.

No Tempat Ibadah Jumlah

1. Masjid 6

2. Mushola 11

Meskipun penduduk yang beragama Islam di Desa Karangduren terbilang banyak, tetapi yang mengerti syariat atau ajaran agama Islam hanya beberapa saja. Jadi bisa disebut penduduk di Desa Karangduren yang beragama Islam mayoritas hanya Islam abangan. Walaupun demikian, pengamalan ajaran Islam di Desa Karangduren juga tetap berjalan dengan baik. Seperti adanya pengajian-pengajian, pengajian rutinan, adanya Taman Pendidikan Al-Qur‟an bagi anak-anak dan remaja.

B. Pelaksanaan Sewa Menyewa Tanah dalam Produksi Batu Bata 1. Sejarah Singkat Tentang Batu Bata

Batu bata merupakan salah satu bahan material sebagai bahan pembuat dinding. Batu bata terbuat dari tanah liat yang dibakar sampai berwarna kemerah-merahan.

Kira-kira dimulai pada 800 B.C di Mesopotamia, manusia menemukan pertama kali bahwa tanah liat dapat dibentuk dan di jemur untuk menghasilkan bahan bangunan. Menara Babel di bangun dengan menggunakan bata yang di jemur. Batu bata juga banyak digunakan di daerah Timur Tengah, Afrika Utara dan Amerika Tengah dan Utara. Pada peradaban Babylonia (4000 B.C) terdapat lembah antara sungai Tigris dan sungai Efrat, lumpur tebal dan tanah liat dari sungai-sungai ini sangat cocok untuk pembuatan bata, yang kemudian menjadi bahan bangunan yang umum pada

peradaban tersebut. Kerajaan dan kuil di bangun dari bata jemur, dan permukaannya menggunakan bata berlapis/kilap. Penggalian akhir-akhir ini di Mesir, menunjukkan bahwa pada masa Mesir kuno telah digunakan bata yang dijemur dan yang dibakar menggunakan tungku untuk pembangnan rumah dan tempat suci. Orang Roma juga menyebar luaskan penggunaan bata, antara lain pembuatan bata masuk ke Inggris setelah serangan Roma pada 54 SM, seperti untuk pembangunan Kastil Colchester yang dibangun dari 1080 bata bekas. Sekarang kastil ini dipakai sebagai museum sejarah. Bata Roma memiliki ketebalan yang sangat tipis dibanding dengan panjangnya. Dimana bata-bata tersebut diletakkan di atas lapisan mortar yang tebal. Setelah kejatuhan/runtuhnya Roma pada 410M, maka seni membuat bata tersebut hilang diseluruh Eropahingga awal dari abad ke-14. Industri bata kembali marak setelah Flemish masuk ke Inggris pada abad teresebut dan kemudian, keahlian ini masuk ke Australia bersama Pembangunan Pertama (The First Fleet).

Bangunan-banguan bata yang pertama di benua Amerika Utara di bangun pada tahun 1633 di pulau Manhattan dengan menggunakan bata-bata yang diimpor dari Belanda dan Inggris. Bagaimanapun juga pemanfaatannya baru maksimal hingga ditemukan pembakaran bata dengan tungku yang menghasilkan bata yang betul-betul awet. Tungku bata yang pertama di

operasikan di Amerika Serikat adalah sekitar tahun 1650. Bata-bata yang dihasilkan pada masa lampau mungkin agak sulit untuk deikenali karena spesifikasi yang sangat berbeda. Misalnya bata dari Assyria, ditengah Mesopotamia beratnya lebih dari 18 kilogram, atau bata dengan bentuk segitiga digunakan untuk membangun Koloseum Roma.1

Batu bata terbagi dalam dua jenis, yaitu

a. Batu bata tanah liat, terbuat dari tanah liat dengan 2 kategori yaitu bata biasa dan bata muka.

 Bata biasa, memiliki permukaan dan warna yang tidak menentu, bata ini digunakan untuk dinding dengan menggunakan morta (campuran semen) sebagai pengikat. Bata jenis ini sering disebut sebagai bata merah.

 Bata muka, memiliki permukaan yang baik dan licin dan mempunyai warna dan corak yang seragam. Disamping digunakan sebagai dinding juga digunakan sebagai penutup dinding dan sebagai dekorasi.

b. Batu bata pasir – kapur, sesuai dengan namanya batu bata ini dibuat dari campuran kapur dan pasir dengan perbandingan 1:8

1

serta air yang dicampurkan kealam campuran sehingga membentuk batu bata.2

Dan di Desa Karangduren ini, para pembuat batu bata memproduksi batu bata yang berjenis batu bata tanah liat yang bata biasa dan bata muka.

2. Terjadinya Akad Sewa Menyewa dan Sebab-sebab Terjadinya Sewa Menyewa

Akad sewa menyewa atau Ijarah telah sering dilakukan sejak jaman Rasulullah SAW. Selain untuk membantu dan tolong menolong antar sesama, akad ini juga bermanfaat untuk memperbaiki perekonomian masyarakat. Bahkan sekarang ini sudah banyak masyarakat yang mengaplikasikan akad ini pada kehidupan mereka, baik secara formal ataupun non formal. Tak terkecuali masyarakat di Desa Karangduren, Kecamatan Kebonarum Kabupaten Klaten.

Masyarakat di Desa Karangduren menggukan akad sewa menyewa untuk memproduksi batu bata merah. Pemahaman tentang akad sewa menyewa di sini sebagai jual beli tanah untuk produksi batu bata. Berbeda dengan pemahaman jual beli biasanya, karena menurut mereka jika jual beli tanah adalah jual beli tanah

2

dengan sertifikatnya beserta berpindahnya hak kepimilikan juga, sedangkan mereka yang memproduksi batu bata hanya mengambil sebagian tanah (zat) untuk produksi batu bata.

Terdapat tiga macam sewa dalam sewa menyewa tanah untuk produksi batu bata yang berlangsung di masyarakat Desa Karangduren. Yang pertama yaitu menyewa tanah hanya untuk tempat produksi batu bata tanpa mengambil volume tanah yang diperuntukkan untuk membuat batu bata. Jadi pemilik lahan hanya menyewakan untuk tempat produksi saja, sedangkan material dan bahan produksi di ambil dari lahan lain. Yang kedua yaitu pembuat batu bata hanya mengambil volume tanah yang diperuntukkan untuk memproduksi batu bata. Pihak penyewa menyewa tanah untuk di ambil materialnya atau volume tanah yang disewakan sebagai bahan produksi batu bata. Yang ketiga pembuat batu bata menyewa tanah untuk tempat produksi sekaligus volume tanah yang di ambil untuk produksi batu bata.

Proses kesepakatan perjanjian dalam sewa menyewa ini dilaksanakan secara kekeluargaan. Perjanjian dihadiri oleh pihak penyewa dan pemilik lahan, terkadang terdapat saksi tetapi juga terkadang tanpa saksi. Mereka hanya menggunakan prinsip kepercayaan, karena sudah sering bertemu dan juga tidak takut akan di bohongi. Sedangkan perjanjian hitam di atas putih sendiri jarang di temukan, karena penyewa sendiri biasanya hanya

tetangga bahkan saudara sendiri. Jadi kepercayaan yang dijadikan dasar perjanjian disini.

Terjadinya sewa menyewa tanah untuk produksi batu bata ini dilatarbelakangi terutama dari faktor ekonomi. Dimana penyewa membutuhkan lahan sedangkan tidak mempunyai lahan yang cukup untuk produksi. Biasanya penyewa merupakan seorang buruh lepas yang tidak mempunyai pekerjaan serta dari kalangan masyarakat ekonomi dan pendidikan rata-rata kebawah. Mereka lebih memilih untuk memproduksi batu bata dari pada bekerja di pabrik karena dianggap lebih menguntungkan bagi mereka. Sedangkan pemilik lahan sendiri biasanya mempunyai lahan sawah lebih dari satu petak. Selain untuk menolong sesama, pemilik lahan biasanya juga memilih lahannya untuk disewa karena lebih mudah dan irit biaya dari pada ditanami padi. Selain itu, terdapat juga pemilik lahan yang tidak mempunyai waktu untuk menggarap lahan sawahnya sendiri karena mereka sudah mempunyai pekerjaan, seperti guru, PNS atau pekerja kantoran sehingga lebih memilih untuk menyewakan lahan sawahnya agar di garap orang lain.

3. Penentuan Harga Sewa Menyewa dalam Praktik Sewa Menyewa Dilapangan

Dalam menentukan harga sewa tanah para pelaku sewa menyewa menggunakan adat istiadat dan harga pasar yang ada di masyarakat. Biasanya harga tanah dihitung per m³ (meter kubik), penyewa membayar dengan seberapa luas dan kedalaman tanah yang akan di ambil untuk produksi. Harga tanah per m³-nya dihargai Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) sampai Rp. 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) tergantung dari kesepakatan dari kedua belah pihak.

Terdapat sitem pembayan lain selain di atas. Yaitu dengan sistem bagi hasil yang telah di sepakati oleh kedua belah pihak pada awal perjanjian. Sistem bagi hasil disini yaitu pembayaran sewa dilakukan setelah batu bata terjual. Besarnya pembayaran sebesar 10% (sepuluh persen) dari hasil jual batu bata. Sehingga besarnya harga sewa tergantung dari banyaknya batu bata terjual.

Dengan sistem pembayaran bagi hasil tersebut, pemilik tanah mendapatkan hasil sewa yang tidak bisa di pastikan, karena batu bata tidak terjual setiap bulannya. Dalam produksi batu bata, waktu yang di perlukan dari mulai pengambilan tanah, pencetakan bata, sampai pemanggangan bata siap jual membutuhkan waktu kurang lebih satu bulan.

4. Resiko dalam Pelaksanaan Sewa Menyewa serta Pasca Masa Sewa Berakhir

Pengertian resiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian, jika ada suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksud dalam perjanjian.

Pengertian di atas menunjukkan persoalan resiko itu berpangkal pada terjadinya peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang mengadakan perjanjian. Di dalam hukum perjanjian hal tersebut dianamakan keadaan memaksa (overmacht atau force majeure).

Jika melihat kedalam peraturan di negeri ini, persoalan resiko juga telah tercantum dalam Bagian Umum Buku ke III, pasal 1237 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang berbunyi : “Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu barang tertentu, maka barang itu semenjak perikatan dilahirkan, adalah atas tanggungan si berpiutang”. Kata tangungan dalam pasal ini sama dengan resiko. Sedangkan untuk resiko dalam perjanjian sewa menyewa sendiri terdapat dalam pasal 1553 Kitab Undang- undang Hukum Perdata yang berbunyi : “Jika selama waktu sewa, barang yang dipersewakan itu musnah di luar kesalahan salah satu pihak, maka perjanjian sewa menyewa gugur demi hukum”. Dan dapat disimpulkan, dari kata „gugur demi hukum‟ bahwa masing-

masing pihak idak dapat menuntut sesuatu apa pun kepada pihak lainnya.

Salah satu contoh overmacht yang terjadi dalam perjanjian sewa menyewa ini adalah keadaan dimana tanah yang di perjanjikan tidak sesuai atau tidak cocok untuk produksi batu bata. Maka pengemban resiko dari masalah ini ada pihak penyewa tanah. Selain itu, resiko lain yang mungkin terjadi adalah wanprestasi atau ingkar janji terhadap perjanjian. Wanprestasi adalah resiko yang paling rawan terjadi dalam persoalan perjanjian, terlebih dalam perjanjian yang tidak terdapat bukti hitam di atas putihnya (surat perjanjian).

Dalam penelitian yang peneliti lakukan, tidak di temukan adanya problematika atau masalah dalam pelaksanaan sewa menyewa tanah. Narasumber menjelaskan, kalaupun ada permasalahan mereka menyelesaikannya melalui musyawarah secara kekeluargaan. Namun demikian, beberapa narasumber mengeluhkan jangka sewa yang terlalu lama, sehingga menghambat rencana pihak pemilik tanah untuk bercocok tanam padi.

Setelah masa sewa selesai, tanah yang telah digunakan sebagai produksi batu bata tersebut masih bisa di gunakan kembali. Tanah yang terkeruk akibat pengambilan zat nya tersebut biasanya akan digunakan sebagi pembuangan sampah organik dahulu

sebelum digunakan kembali sebagai ladang sawah. Terkadang juga masyarakat menggunakannya sebagai kolam ikan, ditanami sayursayuran dan lainnya. Setelah berjarak beberapa bulan, tanah yang tadinya digunakan sebagai lahan produksi akan digunakan kembali untuk lahan sawah.

BAB IV

ANALISIS DATA PELAKSANAAN AKAD SEWA MENYEWA TANAH UNTUK PRODUKSI BATU BATA

Dalam pelaksanaannya, sewa tanah yang dijadikan produksi batu bata ini sangat membantu bagi masyarakat. Dengan tuntutan kebutuhan ekonomi yang meningkat mereka bisa mencari rezeki lewat produksi ini. Sewa menyewa atau dalam fiqh disebut dengan ijarah telah banyak dilakukan di kalangan masyarakat, tetapi dalam pelaksanaannya belum tentu sesuai dengan Syariat Islam karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki. Akad ijarah lebih dikenal dalam praktik transaksi dalam Lembaga Keuangan Islam atau Syariah, tetapi tidak dipungkiri akad ini juga berkembang dalam kehidupan masyarakat awam.

Berdasarkan paparan data hasil penelitian pada bab III, peneliti mencoba menganalisis tentang pelaksanaan sewa menyewa tanah untuk produksi batu bata di Desa Karangduren Kecamatan Kebonarum Kabupaten Klaten, antara lain:

Pertama, merujuk pada kaidah dasar mu’amalah yaitu :

اَهِوْيِرْحَت ىَلَع ُلْيِلَد ُّلُدَي ْىَأ ّلّإ ةَحاَبِلإا ِت َلََهاَعُوْلا يِف ُلْصَلأا

“Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”

Kaidah ini berarti bahwa pada dasarnya umat islam diberi kelonggaran untu melakukan segala jenis transaksi, selama tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan syariah. Termasuk dalam hal sewa menyewa tanah ini, maka sewa menyewa adalah hal yang boleh dilakukan.

Dalam buku panduan ujian Komprehensif yang diterbitkan oleh lembaga STAIN Salatiga juga disebutkan, dalam hal ber-muamalah terdapat batasan- batasan minimal yang harus terpenuhi, yaitu :

1. Objek akad adalah sesuatu yang dihalalkan Sebagaimana hadits Nabi :

ىَلَع َىىُوِلْسُولاَو اًهاَرَح َّلَحَأ ْوَأ ًلّ َلََح َمَّرَح اًحْلُص َّلِّا َيْيِوِلْسُولا َيْيَب ٌزِئاَج ُحْلَّصلا

اًهاَرَح َّلَحَأ ْوَأ ًلّ َلََح َمَّرَح اًطْرَش ّلِّا ْنِهِطوُرُش

“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram,” ( HR. Tirmidzidari „Amr bin „Auf)

2. Pihak-pihak terkait harus saling menyepakati

Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa’ : 29















































Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di atara kamu.

Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sedungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

3. Tidak merugikan pihak-pihak yang berakad maupun orang lain Sebagaimana hadits Nabi

َااَرِ َلّ َو َاَرَ َلّ

“Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain.”( HR. Ibnu Majah, Daraquthni, dan yang lain dari Abu Sa’id al-Khudri) Ditinjau dari segi ini, bahwa pelaksanaan akad sewa menyewa tanah untuk produksi batu bata tidaklah menyimpang. Karena kedua pihak telah sepakat untuk melakukan akad, dan tidak ada yang merasa dirugikan di awal perjanjian.

Kedua, ditinjau dari segi rukun dan syarat sewa-menyewa (ijarah) yaitu : Kesesuaian dengan rukun ijarah :

1. Shighat ijarah, adanya ijab qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak, yaitu pihak penyewa dan pihak pemilik tanah. Walaupun tidak ada bukti tertulis tetapi telah berikrar secara verbal, maka rukun ini telah terpenuhi.

2. Adanya orang yang menyewakan (mu‟jir), yaitu pemilik tanah/ sawah. 3. Adanya orang yang menyewa (musta‟jir), yaitu orang yang menyewa

tanah untuk produksi batu bata.

4. Ujrah atau imbalan. Yaitu berupa biaya sewa untuk tanah yang disewakan. Terdapat dua cara dalam pembayaran biaya sewa tanah, yaitu dengan dibayar secara langsung dan dengan cara bagi hasil jual batu bata.

5. Obyek yang disewa (ma‟jur), yaitu berupa tanah/ sawah yang digunakan sebagai produksi batu bata.

Ditinjau dari segi rukunnya, terjadinya sewa menyewa ini telah sah menurut rukun Islam karena telah terpenuhinya rukun sewa menyewa (ijarah).

Ditinjau dari segi syarat sewa menyewa (ijarah) yaitu :

1. Syarat yang berkenaan dengan aqidain atau para pihak yang berakad. Yaitu baligh, berakal, cakap dalam melakukan tasharuf dan saling meridhai. Para pihak yang peneliti temui sebagai narasumber utama dalam penelitian ini rata-rata adalah penduduk yang telah berkeluarga dengan umur di atas 40 tahun, dan dengan pekerjaan yang berbeda-beda. Sebagian dari para pihak adalah keluarga ataupun tetangga dan saling mengenal satu sama lain jauh sebelum mereka melakukan akad sewa menyewa ini.

2. Syarat yang berkenaan dengan objek sewa menyewa, dalam hal ini adalah tanah atau ladang sawah.

Dalam hal rukun dan syaratnya akad sewa tenah untuk produksi batu bata ini sudah terpenuhi semua. Tetapi perlu diketahui, bahwa hakikat dalam sewa menyewa adalah pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah, sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri (Soemitra, 2009:391). Dalam Fatwa MUI disebutkan, bahwa akad ijarah yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.

Dari pengertian ijarah tersebut, dapat disimpulkan bahwa akad ijarah adalah berpindahnya manfaat tanpa berpindahnya kepemilikan serta berkurangnya zat atau bentuk dari benda yang dipersewakan. Dalam hal ini yang dipersewakan adalah manfaat dari ladang sawah atau tanah. Tetapi dalam pelaksanaan sewa- menyewa tersebut, tanah yang dipersewakan berkurang zat-nya, atau volume tanahnya yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan batu bata.

Dalam penelitian penulis, terdapat 3 jenis pelaksanaan akad dalam sewa menyewa ini, 1). Pihak penyewa menyewa tanah hanya untuk tempat produksi batu bata, 2). Pihak penyewa menyewa tanah digunakan untuk tempat produksi sekaligus pengambilan tanah untuk bahan baku batu bata, 3). Pihak penyewa menyewa tanah untuk diambil tanahnya guna bahan baku produksi batu bata, walaupun diambil tanahnya, teteapi akad ini tetap menggunakan akad sewa menyewa. Pelaksanaan sewa menyewa di Desa Karangduren Kecamatan Kebonarum ini di dasarkan pada adat atau tradisi yang berlaku di dalam masyarakat. Hukum adat dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan akad-akad dimasyarakat.

Mengutip pendapat Abdul Haq dalam bukunya “Formulasi Nalar Fiqh Telaah Kaidah Fiqh Konseptual” (2006:292), menyetakan bahwa syarat-syarat adat secara umum sebuah tradisi dapat dijadikan pijakan hukum, yakni:

1. Adat tidak bertentangan atau berbenturan dengan teks syari’at, artinya adat tersebut berupa adat shahih. Sehingga tidak akan menganulir seluruh aspek substansial nash.

2. Adat berlaku konstan dan menyeluruh atau minimal dilakukan kalangan mayoritas. Bilapun ada yang tidak mengerjakan, maka itu hanya sebagian kecil saja dan tidak begitu dominan.

3. Adat sudah terbentuk bersamaan dengan mas penggunaannya. Hal ini dapat dilihat dalam istilah-istilah yang bisa dilakukan dalam transaksi jual beli, wakaf atau wasiat. Konstruksi hukum pada ketiga jenis transaksi ini harus disesuaikan dengan istilah-istilah yang berlaku saat transaksi itu berlangsung, bukan kebiasaan yang akan terbentuk kemudian.

4. Tidak terdapat ucapan atau pekerjaan yang bertentangan dengan nilai- nilai substansial adat.

Namun, meski akad sewa yang berlangsung di Desa Karangduren ini merupakan akad yang berlaku secara adat, tetapi tidak bisa dijadikan dasar dalam akad bersyari’ah. Karena akad yag berlangsung tidak sesuai dengan hakikat sewa menyewa/ijarah dalam Islam.

Menurut peneliti, dalam pelaksanaan akad sewa menyewa tanah yang berlangsung di Desa Karangduren dlam produksi batu bata ini mengandung 3 (tiga) akad yang berbeda karena terdapat 3 (tiga) jenis pelaksaan yang berbeda pula. Yaitu:

Pertama, akad sewa tanah hanya untuk tempat produksi batu bata. akad ini sah karena telah memenuhi rukun dan syarat serta hakikat sewa menyewa menurut Islam. Pihak penyewa menyewa tanah atau ladang sawah hanya dijadikan tempat

untuk produksi batu bata, tanpa mengambil tanah untuk bahan baku batu bata tersebut.

Kedua, akad sewa tanah untuk tempat produksi sekaligus pengambilan tanah untuk bahan baku batu bata. Dalam hal ini, akad sewa tidak tepat untuk pelaksanaan akad tersebut, meskipun rukun dan syarat sewa menyewa / Ijarah telah terpenuhi. Karena, hakikat sewa menyewa adalah tidak berkurangnya zat atau volume barang yang di sewa. Sedangkan dalam pelaksanaan akad disini pihak penyewa tanah selain menyewa tanah untuk tempat produksi juga mengambil volume tanah untuk bahan baku pembuatan batu bata. Ditinjau dari segi akad, pelaksanaan sewa menyewa tersebut adalah tidak sah. Dalam hal ini terdapat dua pelaksanaan perniagaan, yang pertama adalah sewa menyewa murni yaitu menyewa tanah sebagai tempat produksi batu bata, dan yang kedua adalah jual beli, yaitu pengambilan volume tanah yang dijadikan bahan baku pembuatan batu bata.

Menurut peneliti, akad yang tepat untuk kasus tersebut adalah al-„uqud al- murakkabah atau multi akad, karena terhimpunnya dua akad, yaitu akad ijarah

Dokumen terkait