• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

2. Iklim Kerja Etis

a. Definisi Iklim kerja etis

Jika dilihat dari segi bahasa, istilah etika secara etimologis berasal dari kata ethos yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat kebiasaan, yang dibatasi dengan dasar nilai moral menyangkut apa yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan, yang baik atau tidak baik, yang pantas atau tidak pantas pada perilaku manusia. Secara sederhana etika adalah standar atau moral yang menyangkut benar-salah, baik-buruk. Schneider dan Rentsch (1988) dalam Ozer dan Yilmaz (2011) menggambarkan konsep iklim sebagai organisasi cara mengoperasionalkan perilaku rutin dan tindakan yang diharapkan, didukung dan dihargai. Iklim kerja etis merupakan unsur dari iklim organisasi, yang mengandung persepsi anggota organisasi, yang terjadi di lingkungan internal organisasi secara rutin dan memengaruhi sikap dan perilaku organisasi serta kinerja anggota organisasi (Wirawan, 2008). Semakin etis iklim suatu organisasi, diduga akan menurunkan terciptanya senjangan

anggaran, sebaliknya semakin tidak etis suatu organisasi, diduga akan semakin meningkatkan terciptanya senjangan anggaran

Perilaku etis melibatkan pemilihan tindakan-tindakan yang ― benar‖, ―sesuai‖, dan ―adil‖. Tingkah laku kita mungkin benar atau salah, sesuai atau tidak sesuai, dan keputusan yang kita buat dapat adil atau berat sebelah. Disinilah cara pandang setiap orang berbeda terhadap istilah etika. Meskipun berbeda, tampaknya terdapat suat prinsip umum yang mendasari semua sistem etika. Prinsip ini diekspresikan oleh keyakinan bahwa setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk kebaikan kelompoknya merupakan inti dari tindakan yang etis (Definisi yang diambil dari

COSO Internal Control Integrated Framework,

http://www.coso.org/publications/executive-summary-

integrated_framework.htm).

Pemikiran mengenai pengorbanan kepentingan seseorang untuk kebaikan orang lain menghasilkan beberapa nilai inti. Nilai- nilai yang mendeskripsikan arti dari benar dan salah secara lebih kongkrit. James W. Brackner, penulis Ethics Column dalam Management Accounting, melakukan observasi berikut ini.

Pendidikan etika dan moral harus memiliki kesepakatan tentang nilai-nilai yang dianggap ―benar‖ agar mempunyai arti. Sepuluh dari nilai-nilai itu diidentifikasi dan dideskripsikan oleh Michael Josephson dalam “Teaching Ethical Decision Making and

Pricipled Reasoning “. Studi terhadap sejarah, filsafat, dan agama melahirkan suatu konsensus yang kuat mengenai nilai-nilai tertentu yang bersifat universal dan abadi bagi kehidupan yang beretika. Sepuluh nilai inti itu menghasilkan prinsip-prinsip yang membedakan antara benar dan salah dalam istilah umum. Dengan demikian, nilai tersebut menyediakan petunjuk tingkah laku (James W. Brackner, 1992:19) dan (Michael Josephson, 1998:29- 30) dalam Managerial Accounting, Hansen dan Mowen, 2009. Sepuluh inti yang dimaksudkan dalam kutipan, yaitu :

1) Kejujuran 2) Integritas

3) Pemenuhan janji 4) Kesetiaan 5) Keadilan

6) Kepedulian terhadap sesama 7) Penghargaan kepada orang lain

8) Kewarganegaraan yang bertanggung jawab 9) Usaha untuk mencapai kesempurnaan 10)Akuntabilitas

Meskipun tampak berlawanan, pengorbanan kepentingan seseorang untuk kepentingan bersama tidak hanya benar dan memberi suatu nilai bagi individu, tetapi juga baik untuk bisnis. Meskipun kebohongan dan kecurangan sering terjadi dan dapat

membawa kemenangan, namun kemenangan itu hanya bersifat sementara. Perusahaan dengan menerapkan perlakuan yang jujur dan loyal terhadap semua klien sangat bermanfaat demi kehidupan jangka panjang perusahaan.

Robbins (2006) menyatakan bahwa para pimpinan saat ini harus menciptakan iklim etika yang sehat bagi bawahanya, dimana mereka dapat menjalankan pekerjaannya secara produktif dan menghadapi sesedikit mungkin kekaburan terkait perilaku yang benar dan yang salah. Perilaku etis harus dilakukan oleh semua elemen dalam organisasi untuk menciptakan kinerja yang lebih baik dan kepuasan dalam kerjasama. Iklim kerja yang beretika adalah salah satu aspek penting dari budaya organisasi. Iklim kerja yang beretika akan menciptakan gaya, karakter, jiwa dan cara bekerja individu yang berpengaruh untuk kinerja terbaik.

Keunggulan budaya organisasi untuk menciptakan iklim kerja yang etis akan memotivasi kekuatan internal organisasi untuk saling berinteraksi dalam perilaku yang penuh etika dan integritas. Jadi dapat disimpulkan iklim kerja etis merupakan bagian dari persepsi yang memengaruhi pemikiran anggota organisasi mengenai bagaimana harus berperilaku etikal yang benar dan bagaimana seharusnya menangani isu-isu etikal (Sulasmi dan Widhianto, 2009).

b. Standar Perilaku Etis Akuntansi Manajemen

Organisasi umumnya menetapkan standar perilaku untuk para manajer dan karyawannya. Asosiasi–asosiasi profesional juga menetapkan standar etika. Sebagai contoh, Institute of Management Accountants (IMA) telah membuat standar etika untuk akuntansi manajemen. Pada tahun 2005, IMA mengeluarkan revisi pernyataan yang menguraikan standar perilaku etis bagi akuntansi manajemen.

Revisi pernyataan itu disebut ―Statemento of Ethical Professioanl Practice” (Pernyataan Praktik Professional yang Beretika) yang didesain agar sesuai dengan yang dinyatakan dalam Sarbanes-Oxley Act 2002 dan untuk memenuhi kebutuhan global dari para anggota internasional IMA. Revisi pernyataan ini didasarkan pada prinsip kejujuran, keadilan, objektivitas, dan tanggung jawab.

Untuk menumbuhkan perilaku etis, maka perlu dibentuk iklim etika dalam perusahaan. Iklim etika dapat tercipta, jika dalam suatu perusahaan terdapat kumpulan perilaku yang dianggap benar dan baik, sehingga dapat memungkinkan suatu masalah diatasi. Iklim etika mutlak diperlukan walaupun banyak prasyarat- prasyarat khusus selain biaya yang diperlukan, seperti budaya, saling percaya antara karyawan dan perusahaan. Victor dan Cullen

(1998) dalam Sulasmi dan Widhianto (2009) menggunakan tiga klasifikasi moral philosophy untuk mendesain dimensi kriteria ethical work climate, yaitu:

1) Egoism artinya memaksimalkan kepentingan pribadi 2) Benevelonce artinya memaksimalkan kepentingan bersama 3) Principle artinya ketaatan pada tugas, peraturan, hukum atau

standar yang berlaku.

Dengan begitu dapat meningkatkan citra perusahaan yang semakin melambung sehingga kepercayaan perusahaan-perusahaan lain meningkat pula untuk melakukan suatu kerja sama. Dalam hal ini, terdapat tiga faktor utama yang memungkinkan terciptanya iklim etika dalam perusahaan :

(a) Terciptanya budaya perusahaan secara baik.

(b) Terbangunnya suatu kondisi organisasi berdasarkan saling percaya (trust-based organization).

(c) Terbentuknya manajemen hubungan antar pegawai (employee relationship management).

Berdasar beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dimensi iklim kerja etis dapat mempengaruhi motivasi anggota organisasi untuk berperilaku. Dimensi iklim kerja etis di setiap kantor berbeda-beda sehingga pengaruh motivasi pegawainya untuk memajukan tujuan organisasi berbeda-beda

pula. Dan faktor yang terpenting dalam menilai perilaku etis adalah adanya kesadaran bahwa para individu adalah agen moral atau pihak yang harus melakukan tindakan sesuai dengan ketentuan moral yang berlaku universal, menilai baik bruknya, benar salahnya dan tepat tidaknya.

Dokumen terkait