• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.5. Ikon, Indeks, Simbol

Dalam pendekatan semiotic pierce terdapat tiga komponen yaitu, Tanda (Sign), Obyek (Object) dan Interpretan (Interpretant). Sebagai interpretan, peneliti menganalisa gambar ” Ancang-ancang Cicak vs Buaya yang dimuat di Majalah Tempo Edisi 3-9 Agustus 2009 yang dijadikan korpus (sampel terbatas) dengan menggunakan hubungan antara tanda dengan acuan tanda dalam model semiotic Charles Sanders Pierce yang membagi tanda atas tiga bagian kategori yaitu ikon (icon), Indeks (index) dan simbol (Symbol) sehingga akan diperoleh interpretasi dari gambar melalui kategori tersebut.

Dalam menganalisa hubungan antara tanda dengan acuan tanda berdasarkan model Charles Sanders Pierce yang membagi tanda menjadi ikon (icon), Indeks (index) dan simbol (Symbol), maka peneliti akan mengkaji tanda yang berupa gambar gambar tersebut.

Interpretasi yang dilakukan terhadap ” Ancang-ancang Cicak vs Buaya yang dimuat di Majalah Tempo Edisi 3-9 Agustus 2009 akan menampakkan makna yang tersirat di dalamnya. Gambar ini merupakan suatu bentuk sistem tanda yang merujuk pada sesuatu diluar tanda itu sendiri.

Dalam pendekatan semiotik Charles Sanders Peirce terdapat tiga unsur yaitu ikon, indeks dan simbol. Oleh karena itu peneliti akan menginterpretasikan makna pesan berdasarkan unsur – unsur tersebut. Dalam gambar karikatur ”Ancang-ancang Cicak vs Buaya”, yang menjadi Ikonnya adalah orang mirip hewan buaya, orang mirip hewan tikus, dan beberapa penonton sedang seru menonton pertandingan gladiator yang mirip hewan tikus. Indeks dari gambar karikatur ”Ancang-ancang Cicak vs Buaya” adalah teks Ancang-Ancang Cicak Versus Buaya. Dan Simbol dari gambar karikatur ” Ancang-Ancang Cicak Versus Buaya” ini yaitu tameng, pedang, baju gladiator, gada, pagar, gedung, gelas yang dibawa tikus.

Gambar karikatur ” Ancang-Ancang Cicak Versus Buaya” yang ada di Majalah Tempo edisi 3-9 Agustus 2009 ini apabila digambarkan kedalam model semiotika dari Charles Sanders Peirce adalah sebagai berikut :

Gambar 4.2.

Gambar Karikatur ” Ancang-Ancang Cicak Versus Buaya” Dalam Kategori Tanda Peirce (I)

Icon : orang mirip hewan buaya, orang mirip hewan tikus, orang mirip hewan cicak dan

beberapa penonton sedang seru menonton pertandingan gladiator

yang mirip hewan tikus

Index :

Ancang-Ancang Cicak Versus Buaya

Simbol : tameng, pedang, baju gladiator, gada, pagar, gedung, gelas yang dibawa

tikus

Interpretasi gambar yang dilakukan terhadap Gambar karikatur ”Ancang-Ancang Cicak Versus Buaya” yang ada di Majalah Tempo edisi 3-9 Agustus 2003-9 terlihat makna yang tersirat di dalam gambar karikatur tersebut. Gambar karikatur ”Ancang-Ancang Cicak Versus Buaya” yang ada di Majalah Tempo edisi 3-9 Agustus 2009 merupakan suatu bentuk sistem yang merujuk pada sesuatu di luar tanda itu sendiri dimana hal tersebut tersirat di dalam gambar karikatur ” Ancang-Ancang Cicak Versus Buaya” yang ada di Majalah Tempo edisi 3-9 Agustus 2009. Gambar karikatur ”

Ancang-Ancang Cicak Versus Buaya” yang ada di Majalah Tempo edisi 3-9 Agustus 2009 tersebut digunakan oleh peneliti untuk menginterpretasikan sistem tanda dalam penelitian ini.

1. Ikon

Adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan. Hewan mirip cicak dan buaya dalam karikatur ini merupakan ikon dari institusi hukum di Indonesia yang menangani kasus korupsi tetapi pad kenyataannya antara Polri dan KPK sekarang terjadi perselisihan, kemudian hewan tikus adalah hewan yang diibaratkan sebagai para koruptor yang tertawa dengan senang karena institusi hukum yang mau menangkap mereka malah berselisih sendiri, dimana tanda ikon ini mempunyai kemiripan / ciri yang serupa sekaligus sebagai pemaknaan (perwakilan) langsung sebagai model dalam karikatur tersebut.

Ikon dalam gambar karikatur ”Ancang-ancang Cicak vs Buaya” yang ada di Majalah Tempo Edisi 3-9 agustus 2009 adalah Orang Mirip Hewan Buaya, dalam hal ini orang mirip hewan buaya adalah buaya sendiri adalah hewan yang kuat dan mempunyai kulit yang kasar, serta hewan buaya ini adalah salah satu hewan buas yang bisa memakan hewan yang lebih besar dari dirinya, dengan tubuh yang kuat serta cengkraman rahang yang besar maka musuh – musuhnya pun bisa dilahap dengan cepat, dan untuk buaya dari gambar karikatur tersebut dapat diartikan bahwa pertarungan yang

terjadi merupakan pertarungan yang tidak seimbang, akan tetapi secara institusi keduanya adalah penegak keadilan untuk rakyat, karena memang saat ini keadilan sangat sulit didapatkan oleh orang kalangan bawah, sehingga terjadi pertentangan dari sisi institusi tersebut, akan tetapi pertempuran tersebut juga tidak menguntungkan rakyat kecil justru makin menguntungkan para koruptor – koruptor yang saat ini sedang terlibat dalam berbagai kasus, hal inilah yang mendorong terjadinya penyelesaian konflik dengan kekerasan terjadi secara sporadis yang saaat ini sudah terjadi di beberapa tempat di Indonesia. Suatu persoalan pelanggaran hukum kecil kadang membawa akibat hukuman yang sangat berat bagi pelakunya yang diterima tanpa melalui proses pengadilan. Pembakaran dan penganiayaan pencuri sepeda motor, perampok, penodong yang dilakukan massa beberapa waktu yang lalu merupakan contoh. Saat ini Masyarakat menerapkan hukum yang bersifat menekan (repressive). Masyarakat menerapkan sanksi tersebut tidak atas pertimbangan rasional mengenai jumlah kerugian obyektif yang menimpa masyarakat itu, melainkan atas dasar kemarahan kolektif yang muncul karena tindakan yang menyimpang dari pelaku. Masyarakat ingin memberi pelajaran kepada pelaku dan juga pada memberi peringatan anggota masyarakat yang lain agar tidak melakukan tindakan pelanggaran yang sama.

Orang Mirip Hewan Cicak yang digambarkan dalam karikatur ini yang menandakan bahwa cicak adalah hewan kecil yang hanya mempunyai sifat diam ketika tidak diganggu dan ketika diganggu dia malah lari, selain

itu hewan ini tubuhnya sangat licin mungkin dikarenakan memang hewan ini adalah salah satu hewan melata yang kecil, serta lidahnya yang panjang banyak bermanfaat buat dirinya dalam memangsa musuhnya dan dengan tubuh yang kecil mampu cepat menghindar dari kejaran musuh yang mungkin lebih besar daripada dirinya, hal inilah yang ada pada diri KPK, institusi ini tidak pernah mengadakan perlawanan yang berarti, mereka seakan – akan takut terhadap penegak hukum lainnya, padahal di belakang mereka ada rakyat yang terus selalu mendukung untuk kebersihan bangsa Indonesia, dari sisi intitusi memang sudah tugasnya, akan ettapi dari sisi pegawai yang ada di dalamnya mereka seakan – akan tidak ada gregetnya, dan tidak mempunyai kekuatan yang nantinya bisa menyenangkan hati rakyat Indonesia yang saat ini sudah banyak terluka oleh tingkah polah para koruptor yang semakin hari semakin merajalela dan tidak ada yang menghentikan mereka kecuali nantinya rakyat yang akan bergerak menghancurkan mereka sendiri.

Orang Mirip Tikus Yang Menonton Pertandingan, dapat diartikan bahwa tikus – tikus ini adalah sejenis hewan yang menjijikan yang selalu berada di kubangan yang kotor – kotor, serta tikus ini sudah banyak membuat susah manusia dengan tingkah lakunya yang selalu membawa kotoran kemana – mana, bentuk tubuh dari tikus ini juga sangat tidak bagus banyak dipenuhi luka – luka dan tidak bisa dipelihara, dan dalam gambar ini tikus digambarkan sebagai seorang koruptor yang sangat senang dengan pertempuran yang dilakukan oleh intitusi penegak keadilan tersebut, kasus –

kasus yang ditangani bisa berhenti dan para koruptor bisa dengan leluasa melarikan diri ke negara lain tanpa bisa terlacak lagi, dalam beberapa kasus yang berhasil ditemukan oleh media cetak, terbukti adanya kasus korupsi dan kolusi yang melibatkan baik polisi, kejaksaan, maupun hakim dalam suatu perkara. Kasus ini biasanya melibatkan pengacara yang menjadi perantara antara terdakwa dan aparat penegak hukum. Fungsi pengacara yang seharusnya berada di kutub memperjuangkan keadilan bagi terdakwa, berubah menjadi pencari kebebasan dan keputusan seringan mungkin dengan segala cara bagi kliennya. Sementara posisi polisi dan jaksa yang seharusnya berada di kutub yang menjaga adanya kepastian hukum, terbeli oleh kekayaan terdakwa. Demikian pula hakim yang seharusnya berada ditengah-tengah dua kutub tersebut, kutub keadilan dan kepastian hukum, bisa jadi condong membebaskan atau memberikan putusan seringan-ringannya bagi terdakwa setelah melalui kesepakatan tertentu, dari skenario tersebut, lengkaplah sandiwara pengadilan yang seharusnya mencari kebenaran dan penyelesaian masalah menjadi suatu pertunjukan yang telah diatur untuk membebaskan terdakwa. Dan karena menyangkut uang, hanya orang kaya lah yang dapat menikmati keadaan inkonsistensi penegakan hukum ini. Sementara orang miskin (atau yang relatif lebih miskin) akan putusan pengadilan yang lebih tinggi.

2. Indeks

Indeks merupakan tanda yang hadir secara asosiatif akibat adanya suatu hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal

(hubungan sebab-akibat), atau tanda yang secara alamiah mengacu pada kenyataan atau tanda sebagai bukti. Pada corpus ini ditunjukkan dengan adalah teks Ancang-Ancang Cicak vs Buaya.

Teks ”Ancang-ancang Cicak vs Buaya” yang terdapat pada karikatur tersebut dapat diartikan bahwa ancang – ancang ini merupakan persiapan dalam setiap tindakan kalau cicak vs buaya merupakan KPK vs Polri sehingga dapat disimpulkan bahwa KPK sedang bersiap – siap menghadapi serangan yang dilakukan oleh Polri kepada dirinya, padahal kesemuanya itu adalah sama – sama institusi penegak keadilan yang fungsinya adalah membrikan keadilan kepada pihak – pihak yang benar dan memberikan hukuman kepada pihak – pihak yang bersalah, akan tetapi inkonsistensi penegakan hukum merupakan masalah penting yang harus segera ditangani. Masalah hukum ini paling dirasakan oleh masyarakat dan membawa dampak yang sangat buruk bagi kehidupan bermasyarakat. Persepsi masyarakat yang buruk mengenai penegakan hukum, menggiring masyarakat pada pola kehidupan sosial yang tidak mempercayai hukum sebagai sarana penyelesaian konflik, dan cenderung menyelesaikan konflik dan permasalahan mereka di luar jalur. Cara ini membawa akibat buruk bagi masyarakat itu sendiri. Pemanfaatan inkonsistensi penegakan hukum oleh sekelompok orang demi kepentingannya sendiri, selalu berakibat merugikan pihak yang tidak mempunyai kemampuan yang setara. Akibatnya rasa ketidakadilan dan ketidakpuasan tumbuh subur di masyarakat Indonesia. Penegakan hukum yang konsisten harus terus diupayakan untuk

mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap hukum di Indonesia. Melihat penyebab inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia, maka prioritas perbaikan harus dilakukan pada aparat, baik polisi, jaksa, hakim, maupun pemerintah (eksekutif) yang ada dalam wilayah peradilan yang bersangkutan. Tanpa perbaikan kinerja dan moral aparat, maka segala bentuk kolusi, korupsi, dan nepotisme akan terus berpengaruh dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Selain perbaikan kinerja aparat, materi hukum sendiri juga harus terus menerus diperbaiki. Kasus tidak adanya perundangan yang dapat menjerat para terdakwa kasus korupsi, diharapkan tidak akan muncul lagi dengan adanya undang-undang yang lebih tegas. Selain mengharapkan peran DPR sebagai lembaga legistatif untuk lebih aktif dalam memperbaiki dan menciptakan perundang-undang yang lebih sesuai dengan perkembangan jaman, diharapkan pula peran dan kontrol publik baik melalui perorangan, media massa, maupun lembaga swadaya masyarakat. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat juga menjadi faktor kunci dalam penegakan hukum secara konsisten.

3. Simbol

Simbol merupakan tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dan petandanya yang bersifat arbiter (semena). Dalam simbol tidak ada hubungan atau kemiripan antara tanda dengan obyeknya, sebuah simbol dikomunikasikan hanya karena manusia sepakat bahwa simbol itu menunjukkan sesuatu. Adapun yang menjadi simbol dalam

karikatur yang dimuat di Majalah Tempo Edisi Agsutus 2009 adalah tameng, pedang, baju gladiator, gada, pagar, gedung serta gelas yang dibawa tikus.

Gambar Tameng dalam karikatur yang dimuat di Majalah Tempo Edisi Agustus 2009, hal tersebut dapat menjelaskan bahwa tameng adalah alat yang digunakan untuk melindungi diri dari musuh agar tidak terluka. tameng biasanya digunakan untuk berperang, tameng ini adalah senjata tradisional yang sampai sekarang masih digunakan karena memang dengan fungsinya tameng ini banyak bermanfaat untuk melindungi seluruh tubuh dari serangan yang dilancarkan oleh musuh, karena dalam hal ini perang yang ada adalah perang urat syaraf antara KPK dan Polri maka tameng tersebut merupakan statemen – statemen yang dikeluarkan oleh dua institusi tersebut dalam perselisihan mereka di arena publik, mereka berusaha mencari siapa yang salah dan siapa yang benar dalam hal ini KPK menjadi institusi yang sangat disenangi oleh masyarakat, beda dengan Polri yang menurut masyarakat bertindak sewenang – wenang dalam melakukan tindakan penangkapan hal ini terjadi pada kedua orang ketua KPK yang sudah dijebloskan ke dalam penjara, namun atas usulan dari berbagai kalangan masyarakat akhirnya mereka dilepaskan dari dalam penjara, meskipun akhirnya mereka tidak lagi mengadakan perlawanan terhadap pihak Polri, itu karena takut atau ada tekanan dari pihak yang lain.

Selanjutnya untuk Pedang, hal ini dapat menjelaskan bahwa pedang merupakan persenjataan yang digunakan oleh orang yang sedang dalam peperangan untuk memenangkan pertandingan, akan tetapi pedang tersebut adalah senjata tradisional yang mungkin menurut orang awam senajata tersbeut mempunyai kekuatan sendiri apabila yang membawa juga memiliki kekuatan. Dalam hal ini pedang yang dibawa oleh mirip hewan cicak yaitu KPK merupakan senjata yang dimiliki oleh KPK saat ini, senjata itu akan melawan senjata yang dibawa oleh Polri yaitu gada yang sangat besar dari sisi ukuran saja sudah bisa dilihat bahwa senjata pedang hanya senjata yang kecil dan tidak mempunyai kekuatan sama sekali kalau dibandingkan dengan gada, akan tetapi kakuatan yang sebenarnya dari KPK bukanlah terletak pada pedang yang dibawanya akan tetapi kekuatan pada diri manusianya dan rakyat yang membelanya.

Selajutnya Baju Gladiator dalam gambar karikatur tersebut menunjukkan bahwa baju ini merupakan baju perang yang dipakai pada jaman romawi ketika pasukan roma sedang berperang, baju ini untuk perlindungan tubuh yang saat sekarang bisa disebut rompi anti peluru, dengan adanya baju tersbut manusia yang memakainya bisa terlindung dari senjata yang dipakai pada zaman itu, akan tetapi baju yang dipakai orang cicak tersebut merupakan baju pejuang yang rela mati demi negaranya, hal inilah yang menjadi kekuatan dalam diri KPK beda dengan baju yang dipakai buaya, baju tersebut seakan – akan seperti baju kebesaran yang

dipakai oleh kalangan bangsawan, dari sisi inilah bisa dilihat perbedaan kasta dan kekuatan yang terjadi.

Selanjutnya untuk Gada dalam gambar karikatur tersebut dapat menggambarkan bahwa senjata yang dipakai Polri sangat besar dan kuat dan senjata tersebut menjadi kekuatan tersendiri dari pihak Polri, senjata tersebut adalah senajat yang biasanya dipakai oleh kaum – kaum yang serakah terhadap apa yang sudah dimilikinya, dan cocok sekali jika digunakan oleh orang yang berbadan besar mengingat gada ini juga bentuknya sangat besar, memang senjata ini bukan tergolong senjata tajam, akan tetapi kalu sudah terkena benda ini rasa sakitnya melebihin terkena senjata tajam, hal inilah yang menjadi dorongan terkuat dari diri Polri bahwa mereka dapat mengalahkan KPK hanya dengan sekali pukulan atau yang biasa disebut dengan tindakan cepat.

Untuk gambar Pagar hal ini dapat dikatakan bahwa pagar merupakan sebuah alat perlindungan yang sekarang banyak dipakai di lingkungan kita, akan tetapi dari sisi karikatur ini pagar yang ada dapat diartikan bahwa untuk melindungi orang – orang yang sedang menyaksikan pertarungan antara cicak vs buaya tersebut, karena memang pertandingan yang ada tersebut sifatnya semakin memanas maka dibutuhkan pagar yang bisa melindungi seluruh rakyat, mengingat keduanya sama – sama dari institusi penegak hukum.

Selanjutnya untuk Gedung dapat diartikan bahwa sebuah tempat untuk melakukan sebuah acara lebih tepatnya sebuah pertandingan, saat ini pertandingan yang digelar adalah pertarungan antara cicak vs buaya yang sudah sangat lama sekali pertarungan ini digelar di arena publik, hal ini karena memang penegakan Hukum di Indonesia masih kurang baik sehingga perlu pantauan dari sisi masyarakat, hal ini dapat dikatakan dari banyak studi kasus yang terjadi di belahan daerah Indonesia yang masih memandang sebelah mata tentang hukum di Indonesia yang dapat dikatakan kurang adil. Cita-cita reformasi untuk mendudukan hukum di tempat tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara hingga detik ini tak pernah terealisasi. Bahkan dapat dikatakan hanya tinggal mimpi dan angan-angan. Begitulah kira-kira statement yang pantas diungkapkan untuk mendeskriptifkan realitas hukum yang ada dan sedang terjadi saat ini di Indonesia. Bila dicermati suramnya wajah hukum merupakan implikasi dari kondisi penegakan hukum yang kurang baik dan kalaupun hukum ditegakkan maka penegakannya diskriminatif. Praktik-praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti, mafia peradilan, proses peradilan yang diskriminatif, jual beli putusan hakim, atau kolusi Polisi, Hakim, Advokat dan Jaksa dalam perekayasaan proses peradilan merupakan realitas sehari-hari yang dapat ditemukan dalam penegakan hukum di negeri ini.

Gelas Yang Dibawa Tikus dalam gambar karikatur tersebut dapat diartikan bahwa tikus yang membawa gelas adalah koruptor yang sedang

merayakan kemenangan atas inisiatifnya mengadu domba dua institusi pemerintahan pembela rakyat, hal inilah yang menjadi senjata tikus tersebut untuk melarikan diri dari penegak hukum tersebut dengan adanya kasus yang membelit dua intitusi tersbeut, para koruptor seakan bisa bebas sementara dan bisa melarikan diri dari kejaran kasus yang membelitnya, dengan digambarkannya segerombolan tikus yang sedang membawa gelas dapat dilihat bahwa mereka bisa nyaman menikmati hasil korupsi mereka yang diambil dari uang rakyat untuk kepentingan mereka sendiri dan tidak menghiraukan rakyat yang sedang mengalami kesusahan.

Langit dalam gambar karikatur tersebut dapat diartikan bahwa dalam karikatur tersebut memang langit digambarkan berwarna biru kehitam – hitaman yang dapat diartikan bahwa suasana saat itu memang sangat kelam dan sudah banyak hal – hal buruk yang tertutupi, karena memang saat ini KPK mengusut kasus yang sudah gelap dan telah banyak disembunyikan oleh POLRI, karena memang meskipun saat ini sama – sama sebagai penegak hukum, akan tetapi prinsip mereka berbeda di mata pejabat, karena memang pihak KPK ini sudah siap menghadapi segala rintangan yang dilekukan oleh POLRI yang memang menutupi segala permasalahan.

Baju Putih dalam gambar karikatur tersebut dapat diartikan bahwa memang baju putih tersebut hanyalah sebuah kedok dari seorang koruptor yang memang sudah mengingikan kekuasanaan dengan adanya baju putih tersebut memang hanyalah tampak luar saja padahal tampak dalamnya sudah

berbeda, hal inilah yang menjadi tantangan bagi pihak KPK yang memang sangat menginginkan untuk menangkap para koruptor tersebut dan para koruptor tersebut juga mempunyai tipu muslihat dengan menutupi dirinya dengan kebersihan dirinya.

Tanah Merah dalam gambar karikatur tersebut dapat diartikan bahwa tanah tersebut sebagai injakan dari KPK dan Polri tetapi injakan tersebut juga sangat keras sehingga mereka berdiri pada lahan yang keras, sehingga mereka tidak mempunyai kekuatan untuk berhenti sejenak dalam peperangan, mereka seakan – akan malah terpacu dengan adanya laha yang disediakan tersebut, menurutnya lahan tersebut merupakan milik Polri yang memang sampai saat ini memegang kekuasaan penuh terhadap kasus hukum yang ada di negeri ini, sehingga apapun permasalahannya mereka tetap akan memenangkan pertarungan tersebut.

Tameng Kaki dalam gambar karikatur tersebut dapat diartikan bahwa dalam tameng yang dipakai oleh KPK merupakan tameng rakyat kecil yang siap membela KPK dan berada dibawah KPK, sehingga KPK tidak perlu takut dalam menghadapi Polri yang mempunyai senjata lebih besar, karena memang tameng rakyat ini lebih besar daripada kekuatan dari Polri, tameng ini sengaja berada di kaki karena untuk memperkuat kaki – kaki dari KPK yang mempunyai kelemahan dari sisi persepsi hukum yang memang sudah dihancurkan oleh Polri.

Sepatu Gladiator dalam gambar karikatur tersebut dapat diartikan bahwa sepatu yang digunakan tersebut merupakan sepatu dari Polri yang biasa digunakan untuk bekerja seperti sepatu boot yang mempunyai kekuatan untuk melangkah, sehingga dengan adanya sepatu tersebut memperkuat Polri untuk melangkah kedepannya menghadapi kekuatan dari KPK dengan dukungan rakyat, akan tetapi pihak Polri tidak gentar dengan semua yang dihadapi mereka masih mempunyai kekuatan berpijak yaitu sebagai lembaga penegak hukum, meskipun keadaannya sekarang sudah tidak dipercaya lagi oleh masyarakat.

Interpretasi yang dilakukan terhadap gambar karikatur keserakahan ini memiliki interpretasi yakni mengenai Ikon orang mirip cicak dan buaya yang semakin mempertegas maksud penyampaian pesan dari pembuat karikatur bahwa adanya perselisihan antara Polri dengan KPK, yang dapat dilihat konflik ini terjadi karena memang KPK yang selama ini dianggap sebagai koisi pemberantasan korupsi ternyata ketua dan wakilnya juga terlibat skandl korupsi oleh kerena itu Polri selaku aparat penegak hukum ingin menangkap ketua dan wakil KPK yang terlibat korupsi. Indeks dalam gambar karikatur tersebut diperjelas lagi dengan dituliskannya Ancang-Ancang Cicak vs Buaya sebagaimana ditunjukkan pada Simbol yakni

Dokumen terkait