• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.8. Gas Ikutan

Menurut Gervert (2007), gas ikutan adalah gas yang dibakar sebagai gas limbah yang tak dapat dipakai atau gas mudah terbakar, yang dilepaskan oleh tekanan katup pelepas dalam tekanan tinggi yang tidak terduga dari peralatan pabrik, dibakar melalui suatu nyala api gas (melewati cerobong vertikal) pada sumur minyak, di dalam instalasi penyulingan, atau di dalam pabrik kimia. Pada sumur-sumur produksi minyak, instalasi penyulingan, dan pabrik kimia tujuan

utama dari penyalaan gas adalah untuk suatu tindakan pengamanan untuk melindungi tangki-tangki atau pipa-pipa dan peralatan lainnya dari tekanan tinggi karena gangguan yang tidak terduga.

Menurut Gervert (2007), pembakaran adalah suatu proses oksidasi dalam temperatur tinggi digunakan untuk membakar komponen-komponen yang mudah menyala, kebanyakan hidrokarbon, dari limbah gas dari proses operasi industri. Gas alam, propane, etilena, propilena, butadiene dan butane tercampur lebih dari 95% dari limbah gas yang dinyalakan. Di dalam pembakaran, gas-gas hidrokarbon bereaksi dengan oksigen membentuk gas karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). Dalam beberapa limbah gas, karbon monoksida (CO) adalah komponen utama yang mudah menyala. Selama dalam reaksi pembakaran, beberapa produk-produk antara dibentuk, dan pada akhirnya, hampir semuanya dikonversi menjadi CO2

dan air (H2O). Sejumlah dari produk-produk antara yang stabil seperti karbon monoksida (CO), hidrogen (H2), dan hidrokarbon (CH) dikeluarkan sebagai emisi.

2.8.1. Gas Ikutan sebagai Sumber Emisi CO2

Menurut Syahrial dan Bioletty (2007), pada umumnya gas CO2terkandung dalam reservoir minyak dan gas bumi, maka apabila hidrokarbon tersebut diproduksikan, gas CO2 tersebut akan terbawa ke permukaan sebagai sumber GRK, seperti gas CO2, CH4, dan N2O, yang dapat menyebabkan meningkatnya konsentrasi GRK di atmosfir. Proses pengilangan minyak,liquified petroleum gas (LPG),liquefied natural gas(LNG), dan industri lainnya pada proses pembakaran di industri migas mengandung 5 - 15% gas CO2.

Menurut Syahrial dan Bioletty (2007), beberapa langkah kerja proses industri akan memproduksikan CO2dengan konsentrasi yang lebih tinggi sebagai hasil dari proses pembakarannya dibandingkan dengan jumlah keseluruhan CO2

yang dihasilkan relatif lebih sedikit. Proses penangkapan CO2 sudah merupakan rangkaian kegiatan dari suatu industri yang menghasilkan produk CO2, sebagai contoh adalah gas alam yang keluar dari sumur biasanya mengandung CO2

dengan konsentrasi yang cukup tinggi, sehingga perlu untuk ditangkap dan disimpan kembali ke dalamreservoir.

2.8.2. Potensi Gas Ikutan di Indonesia

Menurut Indriani (2005), produksi migas Indonesia mengalami puncak produksi pada tahun 1996, kemudian mengalami penurunan produksi setiap tahun hingga tahun 2003. Hal ini disebabkan oleh investasi yang lambat dan berkurangnya dalam eksplorasi baru, sehingga menjadi faktor kunci terjadinya penurunan produksi migas. Lapangan tua dan permasalahan birokrasi dapat pula menjadi penyebab terjadinya penurunan produksi minyak Indonesia dan membatalkan beberapa rencana dan berjalannya proyek pembangunan. Indonesia menempati peringkat enam besar penghasil gas di dunia. Pemasukan besar dari pasar liquefied natural gas (LNG) yang kompetitif dan peningkatan kebutuhan gas domestik menghasilkan perubahan besar pada beberapa industri gas alam Indonesia. Pengurangan subsidi bahan bakar dan insentif gas dari Undang-undang Migas Nomor 22 tahun 2001, menyebabkan peningkatan penggunaan gas secara domestik, sesuai dengan peningkatan kebutuhan energi. Peningkatan produksi gas domestik secara langsung berkaitan erat dengan peningkatan produksi gas ikutan Indonesia, seperti ditunjukkan pada Tabel 4.

Dalam jangka panjang, produksi migas dapat digunakan untuk meramalkan bagaimana perkembangan produksi gas ikutan Indonesia dari tahun 1990 hingga tahun 2020, yaitu secara teori, produksi minyak yang tinggi akan menghasilkan lebih banyakassociated gasdan meningkatkan produksi gas ikutan. Hal ini sesuai dengan fakta estimasi produksi gas ikutan Indonesia dari tahun 1990 sebesar 450.279.000 ton CO2 hingga tahun 2020 yang mencapai total produksi sebesar 785.714.286 ton CO2, seperti ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8 Total emisi GRK di Indonesia (Indriani 2005).

2.8.3. Potensi Gas Ikutan di Jawa Barat

Menurut ICCSSWG (2009), Propinsi Jawa Barat memiliki kepadatan penduduk yang sangat tinggi di Indonesia. Emisi CO2kemungkinan besar berasal dari unit pembangkit tenaga listrik dan beberapa macam industri besar seperti pabrik semen dan baja. Industri migas di Jawa Barat sebagian besar berada di daratan, dan hanya sedikit data untuk pabrik pengolahan gas di lautan, akan tetapi indikasi ini yang memberikan gambaran persentase dari total emisi CO2 dari

pabrik gas adalah rendah. Total volume CO2 yang diemisikan sekitar 50 juta tonnes per annum (tonnes/pa), dengan volume tertinggi berasal dari pusat pembangkit tenaga listrik dan pabrik pengolahan gas di daratan. Pusat pembangkit listrik dan pabrik pengolahan gas di daratan tersebut tersebar di beberapa lokasi di Propinsi Jawa Barat, yaitu Cilacap, Indramayu, Cimalaya, Subang dan Tugu Barat dengan sumbangan emisi CO2 yang berasal dari unit refinery, unit hidrogen, dan unitgas processingseperti ditunjukkan pada Gambar 9 dan Tabel 5.

Gambar 9 Sumber emisi CO2di Indonesia (ICSSWG 2009). Tabel 5 Sumber emisi CO2di Propinsi Jawa Barat (ICSSWG 2009)

No. CO2Source Plant Name Operator / owner

1. Refinery (flue gas) Cilacap PT Pertamina / Indonesia 2. Refinery (flue gas) Balongan - Langit Biru PT Pertamina / Indonesia 3. Refinery (H2Unit) Cilacap PT Pertamina / Indonesia 4. Refinery (H2Unit) Balongan - Langit Biru PT Pertamina / Indonesia 5. Gas processing (CO2stream) North Cylamaya PT Pertamina / Indonesia 6. Gas processing (CO2stream) Subang PT Pertamina / Indonesia 7. Gas processing (CO2stream) Tugu Barat N/A

Menurut Rangkuti (2009), potensi cadangan gas ikutan di lapangan Tugu Barat kompleks mencapai 35,7 billion standard cubic feet (Bscf) (proven) ditambah 23,1 Bscf (probable), dengan potensi produksi gas ikutan hingga tahun 2015 mencapai lebih dari 11million metric standard cubic feet per day(MMscfd), sehingga dengan ketersediaan bahan baku tersebut dapat dimanfaatkan dalam proses pengolahan gas ikutan, menjadi produk yang lebih bermanfaat bagi industri migas, sekaligus dapat mencegah terlepasnya emisi GRK ke atmosfir. Potensi produksi gas ikutan lapangan Tugu Barat dapat ditunjukkan pada Gambar 10.

Gambar 10 Potensi gas ikutan lapangan XT (Rangkuti 2009).