ORANG NARAPIDANA L P ANAK
2. Implementasi Hak Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Kota Ternate
Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, olehnya itu pemikiran- pemikiran baru, mengenai fungsi pemidanaan yang tidak lagi sekedar penjeraan tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial NarapidanaPemasyarakatan telah melahirkan suatu sistem pembinaan
39
63
yang sejak lebih dari tiga puluh tahun yang lalu dikenal dan dinamakan sistem pemasyarakatan.
Perbaikan mengenai tatanan (stelsel) pemidanaan seperti pranata pidana bersyarat (Pasal 14a KUHP), pelepasan bersyarat (Pasal 15 KUHP), dan pranata khusus penuntutan serta penghukuman terhadap anak (Pasal 45, 46, dan 47 KUHP), namun pada dasarnya sifat pemidanaan masih bertolak dari asas dan sistem pemenjaraan, sistem pemenjaraan sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan, sehingga institusi yang dipergunakan sebagai tempat pembinaan adalah rumah penjara bagi Narapidana dan rumah pendidikan negara bagi anak yang bersalah. Olehnya itu pemberlakuan Undang-Unadang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Lembaga
Pemasyarakatan (LAPAS) merupakan Lexspcialis derogate Lexgeneralis
untuk merubah fungsi penahanan sebagai mana yang diatur dalam KUHP dimaksud.
Implemntasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) merupakan upaya pemerintah untuk merubah system pemenjaraan menjadi proses pembinaan, sehingga hak-hak narapidanadi dalam Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) dapat terwujud sebagimana yang diatur dalam undang-undang dimaksud. hak-hak narapidanadalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate dinilai belum maksimal seperti apa yang diharapkan. hal ini dibuktikan dengan hak-
hak narapidana yang banyak diabaikan oleh pihak Lembaga
64
Pemeliharaan Kesehatan, Bimbingan Keterampilan, Perpustakaan, yang dijabarkan sebagi berikut:
a. Pemeliharaan Kesehatan Jasmani dan Rohani
Pemeliharaan jasmani adalah suatu proses pembinaan seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani untuk memperoleh pertumbuhan jasmani, kesehatan dan kesegaran jasmani, kemampuan dan keterampilan, kecerdasan dan perkembangan watak serta kepribadian yang harmonis dalam rangka pembentukan manusia Indonesia berkualitas berdasarkan Pancasila. Sedangkan pendidikan rohani (jiwa) adalah suatu proses pendidikan untuk mewujudkan perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
Pemeliharaan kesehatan jasmani dan rohani diperuntukkan oleh semua narapidana pemasyarakatan. Kegiatan kesehatan jasmani di LAPAS Kelas II A Kota Ternate meliputi program senam pagi yang diadakan setiap pagi dan memanfaatkan lapangan olahraga pada sore hari. Pemeliharaan rohani dapat
diwujudkan melalui bimbingan rohani dan pendidikan budi perketi40. Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 pasal 14 ayat (2) yang berbunyi:
“Setiap LAPAS disediakan poliklinik beserta fasilitasnya dan
sekurang-kurangnya seorang dokter dan seorang tenaga kesehatan
lainnya.”
40
Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
65
Dan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Narapidana Pemasyarakatan pasal 16 ayat (1) yang berbunyi:
“Pemeriksaan kesehatan dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1
(satu) bulan dandicatat dalam kartu kesehatan”.
Berdasarkan quisioner terhadap 30 narapidana diperoleh hasil beberapa narapidana tidak mendapatkan dan menikmati kegiatan rekreasi seperti hiburan televisi, maupun pertandingan olahraga. Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan pemasyarakat Pasal 7 sudah dijelaskan hak apa saja yang berhak didapat dalam perawatan jasmani. Karena fasilitas dalam LAPAS untuk menunjang kegiatan tersebut belum memadai. Begitupun mengenai penyuluhan kesehatan yang terdapat pada Peraturan Pemerintan Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan Pasal 16 ayat (1) sudah jelas bahwa pemeriksaan di lakukan paling sedikit satu bulan sekali, namun yang terjadi di LAPAS Kelas II A Kota Ternate pemeriksaan kesehatan dilakukan dua bulan sekali. Sehingga terdapat narapidana yang tidak mendapat pemeriksaan kesehatan tersebut.
66
Tabel 6
Tanggapan Responden Terhadap Hak Pemeliharaan Kesehatan Jasmani dan Rohani
Tanggapan Responden Frekuensi Persentase (%)
Tidak Mendapatkan 23 76,67
Mendapatkan 7 23,33
Jumlah 30 100
Sumber: data Primer yang diolah, 2017
Sekitar 23 orang atau 76,67 mengatakan bahwa selama didalam Lapas mereka tidak mendapatkan pemeriksaan kesehatan jasmani dan rohani bagi diri mereka sendiri. Tetapi mereka sangat menginginkan dengan adanya program pemeriksaan kesehatan jasmani dan rohani agar mereka bisa juga mendapatkannya di Lapas mereka menyadari bahwa betapa pentingnya pemeliharaan kesehatan jasmani dan rohani tersebut. Sedangkan sisanya sebanyak 7 orang atau 23,33 % mengatakan mendapatkan pemeliharaan kesehatan jasmani dan rohani secara teratur.
b. Pemberian Remisi
Remisi atau pengurangan hukuman selama narapidana menjalani hukuman pidana, juga berubah dari waktu ke waktu. Sistem kepenjaraan menempatkan remisi sebagai anugerah. Artinya remisi adalah anugerah dari
pemerintah kepada narapidana. Dalam Gestichten Reglement, remisi hanya
diberikan pada hari ulang tahun Belanda. Jadi remisi benar-benar sebagai anugerah belaka. Baru pada tahun 1950 berdasarkan Keppres No. 156/1950
67
remisi diberikan setiap ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Perubahan ini disebut dengan kelegaan hati rakyat Indonesia, sebab pada setiap ulang Tahun RI banyak Narapidana yang mendapatkan remisi. Sejak tahun 1950, remisi tidak lagi sebagai anugerah, tetapi menjadi hak semua narapidana yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Salah satu syarat dalam mendapatkan remisi berdasarkan Keppres 156/1950 adalah narapidana harus berkelakuan baik selama menjalani pidana. Selama menjalani pidana diartikan sebagai berkelakuan baik dalam kurun waktu pemberian remisi, jadi penilaian itu berkisar setahun. Sedangkan Syarat
berkelakuan baik, adalah tidak melanggar pasal 69 Gestichten Reglemen.
Pasal 69 Reglemen Penjara sebenarnya merupakan tata tertib penjara, namun disana di klasifikasikan. Selain syarat berkelakuan baik, lama pidana bagi narapidana yang akan mendapatkan remisi tidak boleh kurang dari enam bulan atau narapidana yang dipidana seumur hidup tetapi belum diubah
menjadi pidana sementara.41
Adapun bentuk-bentuk remisi, remisi khusus itu terdapat pada hari- hari besar agam dan remisi umum itu terdapat pada hari-hari besar kemerdekaan. jumlah narapidana yang mendapat remisi umum dan remisi
khusus sebanyak 50 orang,42 sebagai mana terlihat pada tabel berikut ini:
41
Harsono. 1995, Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta: Djambatan, hlm. 25
42
68
Tabel 7
Pemberian Hak Remisi pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate STATUS WARGABINAAN JENIS KELAMIN REMISI MENURUT
JENIS KELAMIN KET
L P L P
BI 73 - 5 - 2 org bebas
BIIA - - - - -
BIII 8 1 2 1 1 org bebas
JUMLAH 81 1 7 1
Sumber data: Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate, 2017
Namun hak narapidana untuk mendapatkan remisi kerap menjadi kontroversi di masyarakat, mulai dari keheranan seorang narapidana yang dinilai terlalu cepat bebas, hingga wacana pemotongan hak narapidanauntuk memperoleh remisi tersebut. Remisi adalah pengurangan masa hukuman yang biasanya diberikan saat hari-hari besar keagamaan dan hari kemerdekaan. Selain remisi, proses yang juga kerap membingungkan masyarakat umum adalah Pembebasan Bersyarat (PB).
Remisi dasarnya masih UU No 12/95 bahwa setiap napi berhak mendapat remisi, kemudian diatur juga dalam PP 32/28 diatur bahwa narapidana yang berkelakuan baik berhak dapat remisi, lalu diperkuat dengan Keppres 174/99. Sesuai Keppres 174/99 tentang jenis remisi, ada remisi
69
umum, khusus, tambahan, remisi dasawarsa. Remisi diberikan pada hari ulang
tahun kemerdekaan, hari raya keagamaan.43
Remisi umum diberikan kepada narapidana pada setiap peringatan 17 Agustus telah menjalani pidana lebih dari 6 bulan, berkelakuan baik, tidak sedang dikenakan hukuman disiplin dan tidak dijatuhi pidana hukuman mati atau seumur hidup.Bagi narapidana yang telah menjalani pidana 6 sampai 12 bulan diberikan remisi 1 bulan, untuk yang lebih 12 bulan dapat 2 bulan, bagi yang sudah menjalani tahun kedua dapat 3 bulan, tahun ketiga 4 bulan, tahun keempat dan kelima dapat 5 bulan, tahun keenam dan seterusnya dapat 6 bulan. Remisi khusus diberikan kepada narapidana yang merayakan hari besar keagamaannya, pada prinsipnya syarat yang berlaku sama dengan remisi umum.
Syarat subtantifnya sudah memenuhi 2/3 masa tahanan, sekurang- kurangnya sembilan bulan, berkelakuan baik, ada jaminan dari keluarga atau lingkungan bahwa dia bisa dibina di luar dan tidak akan mengulangi perbuatannya, narapidanamenunjukkan mengikuti program kegiatan dan memiliki kesadaran sebagai orang yang bersalah. Namun memang ada perubahan perhitungan pembebasan bersyarat. pembebasan bersyarat
perhitungan lama (pertama), diawali sejak inkraht (dieksekusi jaksa),
sehingga walaupun sudah divonis oleh hakim tetapi belum dieksekusi JPU, belum dihitung dalam pemberian PB, CMB (Cuti Menjelang Bebas) atau CB
43
70
(Cuti Bersyarat). Perubahan yang kedua, kalau dulu pidananya secara umum,
misalnya pidana 4 tahun dikurangi masa tahanan, dikurangi remisi, baru dihitung 2/3 tapi sejak inkraht, itu peraturan lama. Yang sekarang, sebenarnya tidak jauh beda, akan tetapi karena dulu keputusan tidak selalu di kurangi masa tahanan, sekarang dihitung sejak masa tahanan, jadi lebih simple.
c. Pembebasan Bersyarat Cuti Menjelang Bebas
Pembinaan dalam keluarga narapidana. bentuk pembinaan ini adalah narapidana yang ditempatkan didalam keluarga narapidana sendiri. Narapidana yang telah memenuhi persyaratan tertentu, kepadanya dapat diberikan pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan. Pembinaan dapat
berupa VI (Voolwaardelyke Invrijheidsstelling) dalam bahasa Indonesia
disebut pelepasan bersyarat, atau PRT (Pre Release Treatment) disebut
pelepasan bersyarat.44
Hak untuk mendapatkan pelepasan bersyarat sekurang-kurangnya dua pertiga masa pidananya dengan ketentuan dua pertiga tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan,dari jumlah narapidana hak mendapatkan pembebasan bersyarat, sebanyak 30 orang sesuai dengan kurungan yang
ditetapkan oleh pengadilan.45
Tujuan dari Pemasyarakatan itu sendiri menurut pasal 2 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
44
Harsono. 1995, Sistem Baru Pembinaan. Jakarta: Djambatan, hlm. 85
45
Sumber data: Kepala Sub Seksi Legistrasi, Bapak Iswan Idrus, S.sos. MM, pada tanggal 29 Agustus 2017.
71
“Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk
NarapidanaPemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai
warga yang baik dan bertanggung jawab.”
Sedangkan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate belum terlaksanakan dengan baik, karena kurangnya fasilitas dan sumber daya manusia.
Seharusnya pembinaan narapidana bukan hanya tanggungjawab Lembaga Pemasyarakatan, tetapi secara bersama-sama dengan Pemerintah Daerah setempat dan masyarakat diamana narapidana berdomisili. Kegiatan pembinaan narapidana menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Permasyarakatan, Pasal 5 sudah jelas namun pihak Pemerintah Daerah berupaya memperioritaskan adanya lapangan kerja bagi narapidana untuk mengadakan penyuluhan hukum secara berkesinambungan dan bekerjasama dengan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia di wilayahnya.
Dalam pembinaan narapidana menurut sistem pemasyarakatan terdiri dari pembinaan didalam lembaga, yang meliputi pembinaan agama, pembinaan umum, kursus keterampilan, rekreasi, olahraga, kesenian, latihan kerja asimilasi, sedangkan pembinaan diluar lembaga antara lain bimbingan selama terpidana, mendapat bebas bersyarat, cuti menjelang bebas. Dilihat dari tujuan pemasyarakatan, Lembaga Pemasyarakatan harus memberikan hak-hak narapidana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999.
72
Dari hasil penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate memberikan hak-hak narapidana berupa:
a. Pembinaan kesadaran beragama.
b. Pembinaan kesadaran berbangsa, bernegara dan kesadaran hukum.
c. Pembinaan kemasyarakatan.
d. Pembinaan kemandirian.
e. Pemeliharaan kesehatan jasmani dan rohani.
f. Bimbingan keterampilan.
g. Pemberian remisi.
h. Pembebasan bersyarat cuti menjelang bebas.
Jika ditinjau dari Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tidak semua hak narapidana diberikan oleh lapas diantaranya:
a. Menyampaikan keluhan.
b. Mendapat bahan bacaan dan mengikuti siaran media masa lain yang tidak
dilarang.
c. Mendapat upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan.
d. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu
lainnya.
e. Mendapat pengurangan masa pidana.
73
Dari hasil wawancara yang sudah saya lakukan terjadi ketimpangan antara yang menerima hak dan yang tidak menerima hak. Menurut wawancara yang saya
lakukan dengan Bapak Iswan Idrus, S.Sos.MM,46 hak narapidana yang diberikan oleh
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate meliputi:
a) Pembinaan kesadaran beragama.
b) Pembinaan kesadaran berbangsa, bernegara dan kesadaran hukum.
c) Pembinaan kemasyarakatan.
d) Pembinaan kemandirian.
e) Pemeliharaan kesehatan jasmani dan rohani.
f) Bimbingan keterampilan.
g) Pemberian remisi.
h) Pembebasan bersyarat cuti menjelang bebas.
Faktor yang menyebabkan ketimpangan seperti yang disebut diatas antara lain:
1. Kemampuan Sumber Daya Manusia Penegak Hukum
Hal tersebut diatas dapat terjadi, karena kemampuan sumber daya manusia petugas LAPAS lemah dengan jumlah pegawai yang rata- rata tingkat pendidikan SLTA. Petugas yang ada di dalam LAPAS untuk tingkat pendidikan masih rendah tidak hanya berhenti di
46
Wawancara dengan Bapak Iswan Idrus, S.Sos. MM, Selaku Sub Seksi Legistrasi dan Bimbingan Kemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate, pada tanggal 29 Agustus 2017
74
SLTA tetapi juga ada yang SLTP. Dan kurangnya tenaga profesional dalam membimbing narapidana.
2. Anggaran
Salah satu masalah faktor berupa anggaran dikarenakan pihak LAPAS tidak memiliki kerjasama dengan perusahaan-perusahaan atau pihak luar terkait pendanaan. Disamping itu uang dari hasil pembinaan kerajinan tangan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan dalam pelaksanaan pembinaan tersebut. Maka hak dari narapidana tidak bisa berjalan dengan sesuai karena kurangnya anggaran dan kurang banyaknya kerjasama dengan perusahaan- perusahaan.
3. Budaya hukum
Budaya hukum harus ditegakkan oleh pihak LAPAS karena selepas keluarnya narapidana dari dalam LAPAS namun masyarakat masih menilai mereka jahat. Sesungguhnya tugas LAPAS sangat berat karena harus membina kesadaran narapidana, juga membina kesadaran narapidana, juga menumbuhkan citra pemasyarakatan yang baik dihadapan publik.
4. Sarana fasilitas kesehatan
Belum adanya hunian untuk LAPAS anak, merupakan salah satu faktor yang cukup menghambat. Karena dengan demikian anak dapat mengalami gangguan psikologi.
75
Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Narapidana dalam Pasal 2 ayat (1) bahwa program pembinaan dan pembimbingan meliputi kegiatan pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian. Lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 3 tentang pembinaaan dan pembimbingan keperibadian dan kemandirian:
a. Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. Kesadaran Berbangsa dan Bernegara;
c. Intelektual;
d. Sikap dan prilaku;
e. Kesehatan jasmani dan rohani;
f. Kesadaran hukum;
g. Reintegrasi sehat dngan masyarakat;
h. Ketermpilan kerja
i. Latihan kerja dan produktif
Pada Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate juga melakukan Implementasi hak narapidana menurut undang-undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, (LAPAS) merupakan upaya pemerintah untuk merubah system di dalam Lembaga Pemasyarakatan dapat terwujud sebagaimana yang diatur dalam undang-undang dimaksud hak-hak narapidana dalam Lemabaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate dinilai belum maksimal seperti apa yang diharapkan, hal dapat dibuktikan
76
dengan hak-hak narapidana yang banyak diabaikan oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan, seperti memberikan Penyuluhan Rohani, Pemiliharaan Kesehatan.
a. Pemeliharaan Kesehatan Jasmani dan Rohani
Pemiliharaan kesehatan telah di ataur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Narapidana pasal 2 huruf e. Dimana semua narapidana berhak mendapatkan pemiliharaan kesahatan jasmani dan rohani. Pada Lemabga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate sedah melakukan kegiatan tersebut namun masih saja ada yang belum sepenuhnya mendapatkan haknya sebagai narapidana. Berdasarkan wawancara dan pengisian kuesioner terhadap beberapa narapidana, mereka tidak pernah mendapatkan dan menikmati kegiatan rekreasi seperti hiburan televisi, maupun pertandingan olahraga. Begitupun mengenai penyuluhan kesehatan seperti penyuluhan HIV/ AIDS dan penyuluhan bahaya narkoba belum pernah mereka dapatkan.
b. Pemberian Remisi
Namun hak narapidana untuk mendapatkan remisi kerap menjadi kontroversi di masyarakat, mulai dari keheranan seorang narapidana yang dinilai terlalu cepat bebas, hingga wacana pemotongan hak narapidana untuk memperoleh remisi tersebut. Remisi adalah pengurangan masa hukuman yang biasanya diberikan saat hari-hari besar keagamaan dan hari
77
kemerdekaan. Selain remisi, proses yang juga kerap membingungkan masyarakat umum adalah Pembebasan Bersyarat (PB)
Remisi dasarnya masih UU No 12/95 bahwa setiap napi berhak mendapat remisi, kemudian diatur juga dalam PP 32/28 diatur bahwa narapidana yang berkelakuan baik berhak dapat remisi, lalu diperkuat dengan Keppres 174/99. Sesuai Keppres 174/99 tentang jenis remisi, ada remisi umum, khusus, tambahan, remisi dasawarsa. Remisi diberikan pada
hari ulang tahun kemerdekaan, hari raya keagamaan.47
Hal ini sudah dilakukan pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate dengan memberikan remisi kepada narapidana yang telah melakukan perlakuan baik wajib mendapatkan remisi.
Syarat subtantifnya sudah memenuhi 2/3 masa tahanan, sekurang- kurangnya sembilan bulan, berkelakuan baik, ada jaminan dari keluarga atau lingkungan bahwa dia bisa dibina di luar dan tidak akan mengulangi perbuatannya, narapidana menunjukkan mengikuti program kegiatan dan memiliki kesadaran sebagai orang yang bersalah. Namun memang ada perubahan perhitungan pembebasan bersyarat. pembebasan bersyarat
perhitungan lama (pertama), diawali sejak inkraht (dieksekusi jaksa),
sehingga walaupun sudah divonis oleh hakim tetapi belum dieksekusi JPU, belum dihitung dalam pemberian PB, CMB (Cuti Menjelang Bebas)
atau CB (Cuti Bersyarat). Perubahan yang kedua, kalau dulu pidananya
47
78
secara umum, misalnya pidana 4 tahun dikurangi masa tahanan, dikurangi remisi, baru dihitung 2/3 tapi sejak inkraht, itu peraturan lama.Yang sekarang, sebenarnya tidak jauh beda, akan tetapi karena dulu keputusan tidak selalu di kurangi masa tahanan, sekarang dihitung sejak masa tahanan,
c. Pembebasan Bersyarat Cuti Menjelang Bebas
Hak untuk mendapatkan pelepasan bersyarat sekurang-kurangnya dua pertiga masa pidananya dengan ketentuan dua pertiga tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan, dari jumlah narapidana hak mendapatkan pembebasan bersyarat, sebanyak 30 orang sesuai dengan kurungan yang
ditetapkan oleh pengadilan.48
Dengan hasil analisis di atas maka Pemasyarakatan di Lapas Kelas II A Kota Ternate belum sesuai dengan tujuan Pemasyarakatan sesungguhnya.
48
Wawancara dengan Bapak Iswan Idrus, S.Sos. MM, Selaku Sub Seksi Legistrasi dan Bimbingan Kemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate, pada tanggal 29 Agustus 2017