BAB V ANALISA DATA
5.2. Implementasi JPK-Desa Manisak
Jones (dalam Tangkilisan, 2003) mengemukakan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis yang melibatkan secara terus menerus usaha-usaha untuk mencari apa yang akan dapat dilakukan. Dengan demikian implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program ke dalam tujuan kebijakan yang diinginkan. Demikian pula halnya dengan implementasi
JPK-Desa Manisak di Puskesmas desa Manisak kecamatan Rantau Baek, ia menjadi suatu pross yang dinamis yang kemudian mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah kepada penempatan program JPK-Desa Manisak ini ke dalam tujuan kebijakan pemerintah desa Manisak untuk memberikan pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin yang belum memiliki asuransi kesehatan apapun yang sifatnya gratis dan sebelumnya tidak mendapatkan program Jamkesmas. Sehingga implementasi JPK-Desa Manisak ini pada akhirnya berhasil mencapai tujuan utama kebijakan itu sendiri yakni meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimis secara efektif dan efisien serta meningkatnya cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas dan jaringannya serta di rumah sakit.
Kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program itu sendiri terdiri dari tahap sosialisasi program kepada masyarakat yang dilakukan secara terus menerus, tahap pendataan masyarakat miskin yang berada di wilayah kerja Puskesmas desa Manisak secara transparan dan akurat, kemudian tahap distribusi kartu peserta JPK-Desa Manisak yang dilakukan secara merata dan cepat, terakhir tahap pemberian pelayanan kesehatan oleh Puskesmas desa Manisak dan jaringannya kepada masyarakat miskin peserta JPK-Desa Manisak secara adil dan tanpa adanya dikenai kutipan biaya pengobatan.
Dan untuk mengetahui bagaimana implementasi program JPK-Desa Manisak di Puskesmas desa Manisak dapat dilihat dari beberapa faktor berikut ini:
5.2.1. Komunikasi
Karena sebelumnya telah ada program Jaminan Kesehatan yang serupa dengan JPK-Desa Manisak yakni Jamkesmas pada September 2009 yang dalam pelaksanaannya telah mengalami beberapa masalah-masalah maka pelaksanaan JPK-Desa Manisak hendaknya dilakukan dengan lebih baik lagi sehingga tidak mengulangi kesalahan yang telah terjadi pada Jamkesmas. untuk itu diperlukan komunikasi-komunikasi yang akurat dan harus dimengerti dengan cermat oleh para pelaksana jika memang kebijakan ingin diimplementasikan sebagaimana mestinya.
Menurut Edward III (Winarno, 2005: 126) persyaratan pertama bagi implementasi kebiajakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan-keputusan dan perintah itu dapat diikuti. Dan di dalam proses komunikasi ini terdapat 3 (tiga) hal penting yakni transmisi, konsistensi dan kejelasan.
a. Transmisi
Sebelum suatu kebiajakan dapat diimplementasikan, pelaksanaan kebijakan harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan perintah untuk melaksanakannya telah dikeluarkan. JPK-Desa Manisak yang dikeluarkan pada November 2009 pada akhirnya mulai dilaksanakan serentak di seluruh desa Manisak pada bulan Desember 2009 dan berakhir pada akhir Februari 2009. Proses sosialisasi dilakukan mulai bulan Desember 2009,
setelah sosialisasi selesai lalu dilakukan pendataan terhadap masyarakat barulah kemudian melakukan pembuatan kartu sesuai dengan data yang diberikan oleh masyarakat.
Karena waktu yang tergolong singkat dan hanya memiliki masa kerja 90 hari saja, semua proses tersebut harus dilakukan dengan cepat tapi akurat. Setelah kartu peserta dibuat maka tugas selanjutnya adalah mendistribusikan kartu sehingga masyarakat dapat segera menikmati manfaat dari program JPK-Desa Manisak terlebih lagi masyarakat yang memang sangat memerlukan program tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan melalui wawancara dapat dilihat jawaban dari para informan kunci bahwa mereka mengetahui adanya program JPK-Desa Manisak. Mereka katakan bahwa mereka juga mengetahui tujuan dan sasaran program ini yakni untuk memberikan pelayanan kesehatan secara gratis kepada masyarakat miskin dan terutama sekali yang belum mendapatkan asuransi kesehatan apapun sebelumnya. Artinya pelaksanaan kebijakan menyadari bahwa suatu keputusan untuk mengimplementasikan kebijakan berupa program JPK-Desa Manisak sudah dikeluarkan oleh pembuat kebijakan dalam hal ini pemerintah daerah desa Manisak.
Namun berdasarkan wawancara informan kunci penulis juga mengetahui bahwa ternyata pelaksanaan JPK-Desa Manisak di Puskesmas desa Manisak mengalami keterlambatan pelaksanaan.
Keterlambatan pelaksanaan progam JPK-Desa Manisak menurut mereka terjadi karena ketika itu belum ada perintah dari atasan mereka untuk melaksanakanproses pendataan. Dan proses pendataan itu sendiri baru dilaksanakan pada bulan Februari 2010, terlambat 2 (dua) bulan dari jadwal yang seharusnya. Dan program yang dijadwalkan berakhir pada Februari 2010 ini sampai sekarang masih berjalan di Puskesmas desa Manisak. Hal ini menunjukkan ketidaktaatan implementor terhadap perintah yang telah dikeluarkan oleh pembuat kebijakan.
b. Kejelasan
Dalam mengomunikasikan suatu kebiajakan diperlukan kejelasan bagaimana mengimplementasikannya. Agar proses transmisi efektif maka proses transmisi atau transformasi informasi harus dilakukan secara intensif agar implementor memahami tujuan dan sasaran JPK-Desa Manisak. Sehingga kejadian salah satu sasaran seperti pada Jamkesmas tidak terulang lagi. Dari hasil wawancara yang telah penulis lakukan pihak Puskesmas mengetahui dengan baik bagaimana mengimplementasikan JPK-Desa Manisak ini. Dapat diketahui dari jawaban informan kunci ketika penulis menanyakan tentang tahap-tahap pelaksanaan JPK-Desa Manisak
Namun kejelasan bagaimana proses implementasi suatu kebijakan semestinya tidak hanya diberikan kepada pelaksana kebijakan saja, namun kepada masyarakat yang menjadi penerima program JPK-Desa Manisak
sehingga mereka juga bisa memahami tujuan, sasaran serta pelaksanaan program tersebut dan pada akhirnya tidak terjadi kesalahpahaman antara masyarakat dengan pemerintah. Kejelasan tentang proses implementasi program dapat diberikan kepada masyarakat ketika implementor melakukan sosialisasi.
Dari hasil penyebaran kuesioner diketahui bahwa kejelasan bagaimana proses implementasi kebijakan tidak sampai kepada masyarakat, sehingga masyarakat tidak memahami maksud dan tujuan program JPK-Desa Manisak dan juga tidak mengetahui latar belakang munculnya program JPK-Desa Manisak ini.
Dari hasil penyebaran kuesioner diketahui pula bahwa sosialisasi yang dilakukan implementor tidak baik, kebanyakan masyarakat mengetahui adanya program ini dari tetangga mereka, bahkan ada yang mengetahui program ini dari kampanye calon legislatif dan bukan melalui sosialisasi yang langsung dilakukan oleh pihak Puskesmas (tabel 12). Masyarakat tidak mengetahui seperti apa tahap-tahap pelaksanaan program JPK-Desa Manisak karena tidak pernah diberitahukan oleh pelaksanaan program, baik tentang bagaimana cara mendapatkan program dan tahapan apa saja yang harus mereka lalui untuk bisa mendapatkan program JPK-Desa Manisak ini (tabel 11 dan tabel 20).
c. Konsistensi
Implementasi kebijakan memerlukan konsistensi dalam pelaksanaannya. Agar implementasi kebijakan dapat berjalan dengan baik dibutuhkan konsistensi dari aparatur Puskesmas sebagai implementor. Tanpa konsistensi maka pelaksanaan suatu kebijakan bisa melenceng dari tujuan awal atau bahkan tidak dapat mencapai tujuan yang dimaksud. Berdasarkan beberapa informasi yang saya dapatkan dari wawancaa dengan informan kunci diketahui bahwa program ini memiliki tahapan pelaksanaan seperti sosialisasi program, lalu pendataan, distribusi kartu peserta JPK-Desa Manisak sampai akhirnya masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan.
Dari hasil wawancara yang telah penulis lakukan diketahui bahwa tidak semua tahapan tersebut dilaksanakan dengan baik. Aparatur Puskesmas ternyata tidak melakukan sosialisasi sebagaimana mestinya seperti sosialisasi dalam bentuk spanduk, brosur atau poster-poster yang diletakkan di tempat yang bisa dilihat oleh orang banyak. Berdasarkan hasil pengamatan penulis, Puskesmas hanya meletakkan sebuah papan yang bertuliskan menerima rawat jalan bagi peserta Jamkesmas dan JPK-Desa Manisak. Tidak dilakukannya proses sosialisasi secara intensif dikarenakan menurut mereka masyarakat sudah cukup pintar sehingga mereka sudah mengetahui tentang program ini dari berbagai media baik media massa seperti surat kabar ataupun media elektronik seperti televisi.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui pula bahwa penyaluran kartu bukti peserta JPK-Desa Manisak kepada masyarakat hingga saat ini belum dilakukan padahal kartu peserta sudah ada di tangan pihak Puskesmas. Tidak dilakukannya penyaluran kartu peserta diungkapkan pegawai Puskesmas karena adanya proses pemeriksaan ulang terhadap kartu peserta tersebut agar tidak ada kesalahan dalam penulisan nama dan data-data lain pada kartu peserta JPK-Desa Manisak sedangkan menurut kepala Puskesmas kartu belum bisa didistribusikan karena kartu tersebut belum lengkap. Hal ini jelas menunjukkan inkonsistensi dalam implementasi sebuah kebijakan yang telah memiliki petunjuk pelaksana.
5.2.2. Sumber Daya
Mengimplementasikan kebijakan dengan cermat, jelas dan konsisten tidaklah cukup untuk menghasilkan implementasi yang efektif tanpa didukung oleh sumber daya. Sumber daya yang dibutuhkan dalam implementasi JPK-Desa Manisak adalah sumber daya manusia sebagai pelaksana kegiatan, informasi mengenai bagaimana melaksanakan suatu kebijakan, wewenang yang dimiliki dalam pelaksanaan program dan fasilitas-fasilitas dalam pelaksanaan kegiatan.
a. Staf
Sumber daya manusia pelaksanaan dalam implementasi program ini ialah pegawai Puskesmas yang merupakan pelaksanaan kebijakan dan pemberi pelayanan kesehatan. Ketersediaan 35 orang pegawai aktif di
Puskesmas secara kasat mata dinilai sebagai sesuatu yang positif di dalam implementasi kebijakan karena dianggap sangat memadai untuk melaksanakan semua tahap-tahap implementasi JPK-Desa Manisak. Satu hal yang harus diingat bahwa jumlah staf yang banyak tidak secara otomatis mendorong agar implementasi berjalan dengan baik. Tanpa adanya rasa tanggung jawab dan komitmen yang kuat dari implementor untuk melaksanakan suatu kebijakan dengan sebaik-baiknya maka mustahil suatu kebijakan dapat berjalan semestinya.
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner kepada masyarakat diketahui bahwa komitmen, kinerja, dan tanggung jawab Puskesmas dalam mengimplementasikan JPK-Desa Manisak tidak baik (tabel 17 dan 18). Seperti halnya sosialisasi yang tidak dilakukan secara benar, pendataan yang tidak dilakukan secara intensif dan akurat semakin mendukung jawaban masyarakat atas kinerja aparatur Puskesmas. Dan penilaian terhadap kinerja aparatur Puskesmas semakin negatif manakala kartu peserta tidak didistribusikan langsung setelah kartu itu mereka terima dari Dinas Kesehatan dan akibatnya sampai saat ini belum ada masyarakat yang dapat merasakan manfaat dari program JPK-Desa Manisak tersebut.
Hal ini semakin memperjelas bahwa banyaknya jumlah staf didalam implementasi sebuah kebijakan tidak menjamin implementasi kebijakan tersebut dapat berjalan dengan baik kecuali staf yang ada benar-benar
menunjukkan komitmen dan tanggung jawabnya dalam melaksanakan suatu kebijakan.
b. Informasi
Informasi merupakan sumber daya terpenting setelah staf atau SDM dalam implementasi kebijakan. Informasi mempunyai dua bentuk yakni bagaimana melaksanakan suatu kebiajakan dan data-data ketaatan personil terhadap peraturan pemerintah.
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan informan kunci diketahui bahwa pelaksana kebijakan sudah dibekali dengan suatu buku pedoman diantaranya petunjuk teknis dan petunjuk pelaksana program. Namun ketika penulis mencoba menanyakan perihal keberadaan juknis dan juklak tersebut kepada pihak Puskesmas mereka mengatakan bahwa buku itu tidak lagi berada di Puskesmas dan sudah dikembalikan ke Dinas Kesehatan ketika mereka menyerahkan daftar nama calon peserta JPK-Desa Manisak.
Penulis juga memperoleh keterangan bahwa semua peraturan yang ada di juklak dan juknis tidak semuanya dapat dilaksanakan dengan baik terutama dari segi waktu pelaksanaan program yang terlambat dari waktu yang telah ditentukan. Kemudian sosialisasi program yang tidak dilaksanakan implementor karena menurut mereka masyarakat sudah cukup pintar untuk mencari tahu mengenai program yang dibuat pemerintah.
Tidak dilaksanakannya sosialisasi oleh para implementor menunjukkan ketidaktaatan mereka terhadap peraturan yang telah dikeluarkan pemerintah. Keterangan lain yang semakin menunjukkan ketidaktaatan implementor tersebut adalah kartu peserta yang hingga saat ini tidak dibagikan kepada masyarakat, sehingga masyarakat hingga saat ini belum bisa menikmati program pemerintah di bidang kesehatan tersebut.
Ketika melakukan analisa terhadap transmisi telah penulis uraikan data mengenai ketidaktaatan implementor terhadap peraturan yang telah ada sebelumnya yakni pelaksanaan program yang dimulai dari bulan Desember 2009 dan berakhir pada bulan Februari 2010. Keterlambatan tersebut berlanjut hingga proses pendistribusian kartu peserta dan sampai ketika penulis menyelesaikan penelitian di Puskesmas kartu tersebut belum juga dibagikan kepada masyarakat.
Ketidaktaatan Puskesmas terhadap peraturan pemerintah semakin mereka tunjukkan dengan menyatakan bahwa masa berakhir program ini jatuh pada bulan November 2010.
c. Wewenang
Wewenang ini akan berbeda-beda dari suatu program ke program lain serta mempunyai banyak bentuk yang berbeda. Wewenang yang penulis ingin lihat disini adalah dalam menyegerakan suatu tugas yang seharusnya memang segera dilakukan karena kebutuhan yang mendesak terutama menyangkut kepentingan umum.
Keterlambatan pelaksanaan program di Puskesmas dikatakan karena perintah pelaksanaan baru pada bulan Februari 2010. Alasan lain yang dikatakan menyangkut kendala peraturan dan pertentangan siapa yang layak menerima program JPK-Desa Manisak. Padahal di luar itu semua, kebutuhan masyarakat miskin akan pelayanan kesehatan semakin mendesak. Banyaknya masalah kesehatan yang terjadi pada masyarakat miskin di desa Manisak seperti gizi buruk, Demam Berdarah Dengue (DBD) yang telah menelan banyak korban jiwa khususnya anak–anak semakin menuntut agar program ini secepatnya dilaksanakan.
Namun penulis tidak melihat kemauan pihak Puskesmas untuk segera melaksanakan program tersebut sebagai upaya memberikan pengobatyan preventif kepada masyarakat. Padahal didorong oleh kebutuhan masyarakat miskin ini Puskesmas dapat segera melaksanakan program ini dengan alasan kemanusiaan dan kebutuhan yang mendesak.
d. Fasilitas-fasilitas
Sumber daya terakhir namun tak kalah penting dalam implementasi JPK-Desa Manisak ialah fasilitas yang mendukung kelancaran dan kesuksesan kegiatan-kegiatan JPK-Desa Manisak. Fasilitas yang dibutuhkan antar lain kantor tempat memusatkan kegiatan implementor.
Berdasarkan hasil pengamatan saya ke sejumlah fasilitas-fasilitas seperti Puskesmas, dapat saya simpulkan bahwa fasilitas-fasilitas tersebut
sangat mendukung proses implementasi program JPK-Desa Manisak ini. Terlebih lagi, Puskesmas desa Manisak berada di daerah yang mudah dijangkau dan strategis sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengunjungi tempat tersebut.
Menurut pengakuan informan, fasilitas Puskesmas masih layak pakai dan memiliki berbagai peralatan yang sangat mendukung implementasi program JPK-Desa Manisak ini.
Kantor merupakan pusat informasi kegiatan bagi sebuah lembaga dan merupakan hal yang cukup penting bagi keberlangsungan kegiatan. Fasilitas-fasilitas fisik memang hanya pendukung, namun dari jawaban diatas tersirat bahwa dengan adanya fasilitas pendukung, aparatur Puskesmas menjadi bersemangat dalam beraktivitas di Puskesmas desa Manisak.
5.2.3. Disposisi / Kecendrungan
JPK-Desa Manisak merupakan program yang muncul karena sebelumnya telah terjadi penyimpangan pendataan pada program Jamkesmas, sehingga untuk program JPK-Desa Manisak pihak Puskesmas menjadi pemegang kunci dalam keefektifan implementasi program. Kecendrungan-kecendrungan implementor dalam melaksanakan kebijakan bisa menjadi penghambat. Kecenderungan yang dimaksud disini ialah watak dan karakteristik implementor, seperti kejujuran, keiklasan, komitmen, tanggung jawab dan sikap demokratis.
Berdasarkan wawancara dengan beberapa informan kunci didapati bahwa dalam pelaksanaan program JPK-Desa Manisak ada suatu ketidakjujuran yang ditunjukkan oleh aparatur Puskesmas. Ketidakjujuran ini terlihat jelas ketika penulis menanyakan perihal kartu peserta yang tidak juga didistribusikan. Selain memberikan jawaban yang berbeda sebagai alasan mengapa tidak mendistribusikan kartu secepatnya ternyata aparatur Puskesmas juga memberi jawaban yang berbeda kepada masyarakat yakni bahwa kartu peserta belum ada pada mereka.
Selain ketidakjujuran, terlihat pula bahwa aparatur Puskesmas belum memiliki komitmen dan tanggung jawab dalam melaksanakan program JPK-Desa Manisak dip desa Manisak. Karena dari awal program ini dijalankan sudah memiliki masalah yakni adanya keterlambatan pelaksanaan program, kemudian masalah pendataan yang dikatakan masyarakat tidak baik karena menurut mereka ada masyarakat yang mampu dan sangat mampu mendaftar sebagai peserta program ini (tabel 13), kemudian masalah kartu yang belum ada diberikan kepada masyarakat sehingga menyebabkan masyarakat sampai saat ini belum dapat menikmati fasilitas berobat gratis ke Puskesmas. Dan hal ini membuat komitmen dan tanggung jawab dari pihak Puskesmas patut dipertanyakan.
5.2.4. Struktur Birokrasi
a. Standard Operationg Procedurs (SOP)
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya
prosedur organisasi yang standar (Standard Operating Procedurs atau SOP). Dan SOP ini menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak.
Standar operasional dan prosedur dalam implementasi JPK-Desa Manisak ialah kejelasan petunjuk pelaksanaan, terkait dengan bagaimana mengimplementasikan kebijakan tersebut. Dari hasil wawancara kami dengan pihak Puskesmas, untuk mengimplemtasikan JPK-Desa Manisak mereka diatur oleh buku pedoman dan juknis serta juklak JPK-Desa Manisak. Menurut mereka, segala langkah yang dilakukan berdasarkan buku tersebut. Mulai dari sosialisasi JPK-Desa Manisak, pendataan warga, proses distribusi kartu dan pemberian pelayanan kesehatan.
Namun yang menjadi salah satu masalah dalam implementasian JPK-Desa Manisak ini selain berbagai masalah yang telah diungkapkan sebelumnya adalah aparatur Puskesmas yang tidak tahu mengenai kriteria keluarga miskin karena tidak terdapat dalam buku pedoman ataupun juknis. Program JPK-Desa Manisak ini mereka berikan saja kepada setiap warga yang datang ke Puskesmas untuk mendaftar tanpa dilihat dulu apakah warga tersebut termasuk keluarga miskin atau tidak.
b. Fragmentasi
Sifat kedua dari struktur birokrasi yang berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan adalah fragmentasi organisasi. Fragmentasi mengakibatkan pandangan-pandangan yang sempit dari banyak lembaga
birokrasi. Dalam implementasian JPK-Desa Manisak di Puskesmas desa Manisak, penulis menemukan pandangan yang sempit ini pada aparatur Puskesmas. Program JPK-Desa Manisak yang seharusnya dilaksanakan Puskesmas bekerja sama dengan kecamatan atau kelurahan dianggap Puskesmas sebagai tugas mereka saja.
Sementara itu, di dalam buku pedoman JPK-Desa Manisak penulis menemukan bahwa dalam hal proses sosialisasi dan pendataan masyarakat menjadi tanggung jawab pihak Puskesmas bekerja sama dengan kelurahan. Fragmentasi dari pihak Puskesmas ini pada akhirnya menyebabkan terhambatnya koordinasi di antara pelaksana kebijakan sehingga Puskesmas dan kelurahan tidak dapat menjadi mitra dalam mengimplementasikan JPK-Desa Manisak.
Kerumitan prosedur yang dirasakan masyarakat pun terjadi karena kurangnya koordinasi serta komunikasi antara Puskesmas dan Dinas Kesehatan yang menyediakan kartu peserta JPK-Desa Manisak. Komunikasi yang tidak dilakukan secara intensif antara Puskesmas dan Dinas Kesehatan menyebabkan terjadinya masalah ketidaklengkapan kartu peserta JPK-Desa Manisak.
5.3. Hambatan-hambatan dalam Mengimplementasikan JPK-Desa Manisak di