mbar 4.3. Pe a pada Kabu
4.7.4. Implementasi Kebijakan Berdasarkan Analisa Segitiga Kebijakan
Implementasi Kebijakan Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan Nomor 145 Tahun 2007 dianalisa dengan pendekatan Analisa Segitiga Kebijakan menurut Buse (2005), meliputi konteks, isi, proses, dan aktor yang melaksanakan kebijakan.
a. Konteks
KMK 145 Tahun 2007 dibuat dengan maksud memberikan gambaran tentang peran unit jajaran kesehatan, sedangkan tujuannya agar semua unit jajaran tersebut dapat mempelajari, memahami dan melaksanakan tugas penangggulangan bencana dengan sebaik-baiknya sesuai dengan peran fungsi masing-masinGunung Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut, konteks kebijakan sangat dipengaruhi oleh politik, budaya, dan organisasinya. Berikut hasil wawancara peneliti tentang konteks kebijakan:
Tabel 4.14. Pendapat Informan tentang Konteks Kebijakan
No Informan Pendapat
1. Kepala Dinas
Kesehatan “Kebijakan ini memang membantu kita, tapi memang kita tidak terlalu fokus ke situ. Tapi, inikan tanggap darurat, yang penting ajalah dulu yang kita kerjakan, yaitu pelayanan kesehatan. Meskipun keadaan politik Kabupaten Karo sedang tidak baik, kita tetap melaksanakan kebijakan Pemda. Gak ada pengaruh.” 2. Ka. Rumah Sakit “ Saya tahu kebijakan itu. Ya pada pelaksanaanya bisalah
kita lakukan. Semua staf kita ini saling mendukungnya. Kan ada tupoksi. Dan setiap rumah sakit yang sudah terakreditasi memang sudah ada untuk tim satgas nya kalau bencana.
3. Ka. Bid Yankes “Ya saya tahu. Memang Kementerian memberikan pedoman untuk kita ikuti. Itu bagus memang, tapi dalam keadaan darurat begini susahlah kita mengikutinya. Kita belum terlatih untuk situasi seperti ini, BPBD juga belum terbentuk, keadaan bencana juga belum dianggarkan, dan kita juga tidak tahu kalau Gunung Sinabung bakal begini. Saat-saat begini yang penting bagi kita adalah bagaima pengungsi punya tempat, bisa makan, dan kalau sakit bisa diobati. Intinya begini, kebijakan itu adalah dasar kita melakukan kegiatan dan latar belakang dan data yang menjadi dasar untuk dilaksanakan. Tapi kebijakan itu menyesuaikan jugalah dengan kita. Sebenarnya, yang kita kerjakan itu adalah yang rutin kita lakukan, bedanya adalah situasinya sedang bencana yang berakibat terjadi pengungsi. Jadi kita hanya memindahkan program ke lokasi pengungsi saja. Kan orangnya tetap sama, jumlah penduduk juga sama.”
4. Ka. Puskesmas
Payung “Wah saya tidak tahu juga tentang kebijakan itu. Tapi setelah saya baca, memang yang kami kerjakan ya seperti itu. Semua tidak ada masalahlah...”
5. Ka. Puskesmas
Tiga nderket “Saya belum begitu tahu kebijakan ini, tapi memang seperti arahan dalam kebijakan itu, ya memberikan pelayanan kepada pengungsi dan bertanggung jawab pada daerah saya. Itu yang saya lakukan, bahkan ketika kami sendiripun harus mengungsi saya memindahkan fungsi puskesmas ke pos kesehatan di pengungsian dan di tempat pustu atau polindes yang tidak terdampak. Semaksimal mungkinlah”
Tabel 4.14. (Lanjutan)
No Informan Pendapat
6. Ka. Puskesmas
Brastagi “Saya tidak tahu kebijakan ini. Kalau berdasarkan kebijakan ini, kita harus mendapatkan arahan dari Dinas Kesehatan. Menurut saya itu payah lah.., tapi kita sudah diberitahukan dan diperintahkan menjadi koordinator kesehatan dan mendirikan posko kesehatan di lokasi pengungsian meskipun Kita tidak kena dampak erupsi itu, tapi mereka kan mengungsi di wilayah kita, yaa... jadi harus bertangggungjawab, dan saya memastikan bahwa semua anggota-anggota saya stand by di sana selalu. Saya cek itu selalu..”
Menurut Kepala Dinas Kesehatan kebijakan Kementrian Kesehatan nomor 145 Tahun 2007 dapat membantu dalam menentukan langkah-langkah yang harus ditempuh oleh Dinas Kesehatan bila terjadi bencana di tingkat Kabupaten. Namun dalam pelaksanaannya Dinas Kesehatan tidak terlalu fokus untuk menjalankan sesuai dengan kebijakan tersebut meskipun hasil akhirnya adalah untuk mencapai tujuan dari kebijakan yaitu dapat memahami dan melaksanakan tugas penanggulangan bencana dengan sebaik-baiknya sesuai dengan peran dan fungsi masing-masinGunung
Pendapat di atas juga dipertegas oleh Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan yang mengatakan bahwa kebijakan yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan memang untuk dipedomani dan dilaksanakan, namun dalam keadaan darurat tentunya hal ini sulit untuk dilakukan karena ada berbagaimacam masalah. Pada saat bencana erupsi terjadi, BPBD belum terbentuk, keadaan ini menyebabkan ketiadaan anggaran untuk bencana yang ditampung dalam APBD daerah kabupaten Karo untuk tahun
2013. Selain itu, seluruh penduduk dan pemerintah Kabupaten Karo tidak menyangkan bahwa Gunung Sinabung yang selama ini bersahabat ternyata dapat kembali erupsi. Hal tersebut menyebabkan kebijakan tersebut tidak dapat diimplementasikan sepenuhnya.
Kepala bidang pelayanan kesehatan juga mengatakan bahwa saat ini mereka memfokuskan diri untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi pengungsi di daerah bencana dan yang menjadi fokus tim tanggap darurat adalah bagaimana agar pengungsi dapat makan, memiliki tempat untuk mengungsi dan bia ada yang sakit dapat diobati dan dirujuk bila diperlukan.
Beliau juga menambahkan bahwa kebijakan berfungsi sebagai dasar dan dalam latar belakang melaksanakan kegiatan penanggulangan bencana. Namun kebijakan tersebut juga banyak tidak bisa dilaksanakan karena tidak sesuai dengan kondisi bencana di SinabunGunung Pelaksanaan kebijakan tersebut seharusnya disesuaikan dengan keadaan di daerah Karo karena situasi bencana di setiap daerah itu berbeda-beda. Memang saat ini keadaan politik Karo sedang dihadapkan pada opini pemakzulan Bupati Karo (Republika, 2014), pada awal bencana erupsi (Agustus 2010 dan September 2014) BPBD Karo belum terbentuk sehingga Pemerintah Daerah tidak menganggarkan APBD untuk bencana, meskipun sudah memiliki pengalaman pada Agustus 2010.
Dalam pelaksanaan penanggulangan bencana Dinas Kesehatan melakukan kegiatan kesehatan seperti halnya kegiatan rutin saat sebelum terjadi bencana. Karena menurut mereka jumlah penduduk yang dilayani sama saja seperti belum
terjadi bencana, yang berbeda adalah saat ini sedang terjadi bencana sehingga mereka harus memindahkan pelayanan kesehatan ke lokasi pengungsian.
Menurut Ka. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karo, Beliau mengerti tentang kebijakan tersebut dan mampu melaksanakan semua kebijakan yang diamanatkan kepadanya sebagai Kepala Rumah Sakit Daerah. Semua staf yang ada dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan tupoksi masing-masinGunung Apalagi menurutnya untuk memenuhi akreditasi saat ini setiap rumah sakit harus mempersiapkan diri untuk menghadapi bencana oleh karenanya satgas yang ada di rumah sakit sudah terbentuk bahkan sebelum terjadi bencana.
Dalam KMK nomor 145 tahun 2007, pada saat terjadi bencana kegiatan yang dilakukan di tingkat Kabupaten/Kota adalah:
a. Tugas Kepala Dinas Kesehatan
1. Berkoordinasi dengan anggota Satlak PB (BPBD saat ini) dalam penanggulangan bencana,
2. Mentidaktifkan Pusdalops (Satgas) Penanggulangan Bencana tingkat Kabupaten/Kota,
3. Berkoordinasi dengan RS Kabupaten/Kota termasuk RS Swasta Rumkit TNI dan POLRI untuk mempersiapkan penerimaan penderita yang dirujuk dari lokasi bencana dan tempat penampungan pengungsi,
4. Menyiapkan dan mengirim tenaga kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan ke lokasi bencana.
5. Menghubungi Puskesmas di sekitar lokasi bencana untuk mengirimkan dokter, perawat dan peralatan yang diperlukan termasuk ke lokasi bencana,
6. Melakukan Penilaian Kesehatan Cepat Terpadu (Integrated Rapid Health Assesment),
7. Melakukan penanggulangan gizi darurat,
8. Memberikan imunisasi campak di tempat pengungsian bagi anak-anak di bawah usia 15 tahun,
9. Melakukan surveilans epidemiologi terhadap penyakit potensial wabah, pengendalian vektor, serta pengawasan kualitas air dan lingkungan,
10. Apabila kejadian bencana melampaui batas wilayah Kabupaten/Kota, maka sebagai penanggungjawab adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Direktur Rumah sakit memiliki tugas sebagai berikut:
1. Menghubungi lokasi bencana untuk mempersiapkan instalasi gawat darurat dan ruang perawatan untuk menerima rujukan penderita dari lokasi bencana dan tempat penampungan pengungsi,
2. Menyiapkan instalasi gawat darurat dan instalasi rawat inap untuk menerima rujukan penderita dari lokasi bencana atau tempat penampungan pengungsi dan melakukan pengaturan jalur evakuasi,
3. Menghubungi RS Provinsi tentang kemungkinan adanya penderita yang akan dirujuk,
4. Menyiapkan dan mengirimkan tenaga dan peralatan kesehatan ke lokasi bencana bila diperlukan.
Namun pendapat berbeda dikemukakan oleh Ka. Puskesmas Tiga nderket dan Ka. Puskesmas Brastagi. Meskipun mereka belum mengetahui apa yang menjadi tugas dan tanggungjawab mereka dalam kebijakan penanggulangan bencana tersebut, namun dalam pelaksanaannya di lapangan sudah sesuai meskipun ada kekurangan.
Bagi Ka.Puskesmas Brastagi, untuk melaksanakan kebijakan ini tidak perlu harus menunggu arahan terlebih dahulu karena sudah menjadi tanggungjawab Kepala Puskesmas untuk memastikan pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya terlaksana.Namun tugas itu semakin dipertegas setelah mereka diberitahu menjadi koordinator dalam menanggulangi masalah kesehatan dan mendirikan posko kesehatan di lokasi pengungsian meskipun Puskesmas mereka tidak terkenda dampat erupsi. Namun lokasi pengungsian ada di wilayah kerja Puskesmas Brastagi sehingga menjadi tanggungjawab mereka dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi pengungsi. Oleh karenanya, Kepala Puskesmas Brastagi terus memastikan bahwa stafnya akan selalu berada di tempat dan memantau setiap pelayanan kesehatan yang mereka lakukan.
Hal yang sama ditunjukkan oleh pendapat Kepala Puskesmas Payung yang mengatakan tetap melaksanakan tugasnya meskipun tidak diberitahukan apa yang menjadi tanggungjawabnya seperti yang tertera dalam kebijakan. Beliau mengatakan tidak terjadi masalah yang mengganggu pelaksanaan pelayanan kesehatan di pengungsian dan di Puskesmas.
Kepala Puskesmas memiliki pengalaman yang unik karena harus mendirikan posko kesehatan saat ada pengungsi sekaligus menjadi pengungsi saat Kecamatan
Tiga nderket dinyatakan area berbahaya. Saat itu terjadi Kepala Puskesmas harus memindahkan fungsi puskesmas ke pos kesehatan di pengungsian dan di tempat puskesmas pembantu dan polindes yang tidak terdampak.
Berdasarkan KMK Nomor 147 yang menjadi tugas dari Kepala Puskesmas jika terjadi bencana adalah sebagai berikut:
Untuk bencana di tingkat kecamatan, kepala puskesmas melakukan kegiatan:
1. Beserta staf menuju lokasi bencana dengan membawa peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan triase dan memberikan pertolongan pertama,
2. Melaporkan kepada Kadinkes Kabupaten/Kota tentang terjadinya bencana,
3. Melakukan Initial Rapid Health Assesment (Penilaian Cepat Masalah Kesehatan Awal),
4. Menyerahkan tanggungjawab pada Kadinkes Kabupaten/Kota apabila telah tiba di lokasi,
5. Apabila kejadian bencana melampaui batas wilayah kecamatan, maka sebagai penanggungjawab adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Kepala Puskesmas di sekitar lokasi bencana melakukan kegiatan:
1. Mengirimkan tenaga dan perbekalan kesehatan serta ambulans/alat transportasi lainnya ke lokasi bencana dan tempat penampungan pengungsi,
2. Membantu melaksanakan perawatan dan evakuasi korban serta pelayanan kesehatan pengungsi.
b. Aktor
Implementasi kebijakan sangat dipengaruhi oleh peran pelaku (aktor) dari kebijakan tersebut. Dinas Kesehatan, Puskesmas dan Rumah Sakit merupakan pelaku sekaligus “user” dari kebijakan ini. Peran aktor sangat dilatarbelakangi oleh pendidikan, situasi, budaya dan pendapatnya sendiri tentang kebijakan. Berikut pendapat informan:
Tabel 4.15. Pendapat Informan tentang Diri Mereka Sendiri sebagai Aktor Kebijakan
No Informan Pendapat
1. Ka. Dinas
Kesehatan “Di SK Tanggap darurat dari Bupati itu saya adalah koordinator kesehatan, ketuanya. Ya, tentu saya memang selalu mengusahakan agar seluruh pelayanan ini terpenuhi. Saya kan bisa manajemen sesuai dengan pendidikan S2 saya. Saya dokter, jadi saya berusaha menyatukan ikatan profesi yang ada untuk membantu ini. Memang pada awalnya mereka kurang ya, dipikir untuk mendukung saya, tapi lama-lama saya tunjukkan dan akhirnya kita bisa kok.”
2. Ka. Rumah Sakit “Semua sudah ada tugas dan tupoksinya, dari dulu sebelum ada erupsi sudah ada timnya. Harus dipisahkan antara saya sebagai wakil ketua dalam satgas bencana dengan sebagai Kepala Rumah Sakit. Saya selalu mengecek itu ke lapangan, anggota-anggota saya juga. Rumah sakit selalu stand by di sini. Itulah kalau anda melihat ketika ada korban awan panas itu, cukupnya IGD kita. Bisalah kita kerjakan.” 3. Ka. Bid Yankes “Saya dalam SK Satgas di Dinas Kesehatan adalah
sebagai koordinator pelayanan kesehatan. Jadi saya bertugas untuk memenuhi kebutuhan akan obat-obatan dan pelayanan kesehatan. Sebenarnya tugas itu juga merupakan tugas yang sama dengan tugas rutin yang biasa saya jalankan. Jadi tidak ada bedanya, yang beda suasananya saja yang sedang dalam pengungsian.”
Tabel 4.15. (Lanjutan)
No Informan Pendapat
4. Ka. Puskesmas
Payung “Ya, saya pastikan semua pengungsi terlayani, orang pengungsiannya di situnya (menunjuk ke arah lokasi jambur yang tepat di depan Puskesmas). Kalau ada yang sakit mereka datang, dan rumah sayapun di sini juga.”
5 Ka. Puskesmas
Tiga nderket “Situasinya seperti ini, ini bencana kan lama, banyak pengungsi, apapun yang terjadi kita usahakan untuk memberikan pelayanan. Lagian begini, kita di Karo ini, ada marga kita, memberitaukan marga saja, kita sudah menjadi saudara, jadi pasti kita selalu mengusahakan memberikan pelayanan. Baik saya, maupun staf saya, mereka bergantian, apalagi saya cuma sendiri dokter. Mereka itu saudara kita jadi kita selalu ada di pos pengungsian dan memberikan rujukan kalau diperlukan.”
6 Ka. Puskesmas
Brastagi “Sebagai koordinator kesehatan di Posko kesehatan, tentu saya menjalankan fungsi saya. Begitu ada lokasi pengungsian, langsung kita buka pos kesehatan, kita tempatkan tenaga kita di situ, kita kerjakan pelayanan kalau membutuhkan, kita rujuk kalau memang diperlukan.”
Menurut Kepala Dinas Kesehatan, dalam SK Tanggap Darurat yang tertera dalam Keputusan Bupati Karo Nomor: 361/032/Bakesbang/2013 yang menugaskan Kepala Dinas Kesehatan kabupaten Karo sebagai Koordinator kesehatan. Oleh karenanya pemenuhan kebutuhan akan pelayanan kesehatan selalu diusahakan terpenuhi. Latarbelakang pendidikan S2 manajemen sangat membantu dalam memanajemen kagiatan Dinas Kesehatan dan sekaligus profesi dokter membuatnya memiliki kemampuan untuk menyatukan ikatan profesi yang dapat membantu kegiatan penanggulangan bencana. Pada awalanya sulit mendapatkan dukungan dari
ikatan profesi untuk mendukung upaya yang dilakukannya, namun lama kelamaan Ia dapat menunjukkan kemampuannya.
Kepala Rumah Sakit mengatakan bahwa semuanya sudah memiliki tupoksinya masing-masing bahkan sebelum ada erupsi sudah disiapkan tim untuk itu. Menurutnya, harus dipisahkan tugas sebagai Kepala Rumah Sakit dan sebagai wakil ketua bidang kesehatan dalam satgas bencana. Untuk melaksanakan tugasnya beliau melaksanakan kunjungan ke lokasi pengungsian. Rumah sakit juga disiapkan ruangan IGD yang siap menampung korban bencana yang datang seperti korban awan panas yang terjadi pada tanggal 2 April 2014.
Kepala Bidang Yankes menjelaskan tugasnya dalam satgas sebagai koordinator logistik dan obat-obatan sekaligus tugas yang melekat secara struktural sebagai kepala bidang pelayanan kesehatan. Tugasnya adalah menyediakan dan memenuhi kebutuhan obat-obatan yang ada di posko kesehatan di seluruh lokasi pengungsian. Tugas tersebut tidak jauh berbeda seperti tugas yang biasa dilakukan saat tidak terjadi bencana, yang berbeda hanyalah situaisnya saat ini sedang dalam keadaan bencana.
Hal yang sama diungkapkan oleh Kepala Puskesmas Payung yang berusaha untuk memastikan semua kebutuhan pengungsi dalam bidang kesehatan dapat terpenuhi. Lokasi pengungsian juga letaknya tepat di jambur yang ada di depan puskesmas sehingga sangat mudah melakukan pemantauan. Kepala Puskesmas juga tinggal di rumah dinas yang dekat dengan Puskesmas sehingga penduduk yang sakit dapat langsung datang ke rumahnya.
Kepala Puskesmas Tiga nderket menjelaskan kesulitan yang Ia alami sebagai pelaksana kebijakan, bahwa waktu bencana yang cukup lama dan jumlah pengungsi yang banyak. Namun, apapun yang terjadi Beliau selalu berusaha untuk melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggungjawab apalagi budaya Karo sangat dekat dengan rasa kekeluargaan. Rasa kekeluargaan itu muncul dengan adanya marga yang memiliki keterkaitan satu sama lain. Marga itu memunculkan timbulnya rasa persaudaraan sehingga timbul rasa ingin memberikan pelayanan terbaik kepada saudara.
Tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh Kepala Puskesmas Brastagi yang langsung membuka posko kesehatan pada saat terjadi pengungsian di wilayah kerjanya. Menurutnya Tugas adalah mempertahankan status kesehatan pengungsi dengan membuka pos kesehatan dan menempatkan tenaga kesehatan dan melakukan rujukan apabila dibutuhkan.
Berdasarkan latar belakang pendidikan, semua informan mengecap pendidikan setingkat Sarjana, dimana 5 (lima) informan berlatar belakang pendidikan Kedokteran yaitu Ka. Dinas Kesehatan, Ka. Rumah Sakit, Ka. Puskesmas Payung, Ka. Puskesmas Tiga nderket dan 1 (satu) orang berlatar belakang Apoteker. Ka. Rumah Sakit sudah memiliki gelar S-2 Magister Manajemen, Ka. Bid. Yankes memiliki gelar S-2 Manajemen Kesehatan Obat dan Kepala Rumah Sakit sudah memiliki gelar S-2 Manajemen Kesehatan. Melihat latar belakang pendidikan informan, maka sudah seharusnya informan memiliki kemampuan untuk memahami amanat yang tertuang dalam Kebijakan Pedoman Penanggulangan bencana.
c. Substansi (Isi Kebijakan)
Substansi kebijakan merupakan wawancara tentang penerapan/implementasi kebijakan Kesehatan Nomor 145 Tahun 2007. Berikut diuraikan pendapat informan tentang isi kebijakan.
1. Sarana dan Prasarana
Dalam penanggulangan bencana dimungkinkan untuk menambah sarana dan prasarana yang ada, atau menambah perlaatan khusus yang diperlukan baik dengan membeli maupun mendapatkan bantuan dari pemerintah dan donatur. Pada bagian ini ditanyakan tentang bagaimana memberdayakan sarana dan parasarana. Berikut akan diuraikan keadaan sarana dan prasarana.
Tabel 4.16. Pendapat Informan tentang Sarana dan Prasarana
No Informan Pendapat
1. Ka. Dinas
Kesehatan “Kita pakai apa yang ada, kita tidak ada membeli atau mendapat bantuan sarana dan prasarana. Belum pernah sampai harus membeli. Peralatan, ambulan atau yang lain kita pakai yang ada. Sampai sekarang, belum ada masalah tentang sarana dan prasarana. Memang ada beberapa puskesmas, atau polindes maupun polindes yang rusak. Itu sudah kita laporkan ke BNPB, kan kemarin sudah diminta datanya.”
2. Ka. Rumah Sakit “Fasilitas yang ada sudah mencukupi karena tidak banyak yang datang berobat karena efek langsung dari erupsi. Biasanya karena penyakit bawaan, jadi cukup. Paling waktu kejadian awan panas kemarin saja. Itupun sarana dan parasarana kita ada. Memang yang sudah meninggal saja yang dibawa ke sini. Yang hidup di bawa ke Efarina, tapi meninggal juga. Jadi dibawa lagi ke sini.”
Tabel 4.16. (Lanjutan)
No Informan Pendapat
3. Ka. Bid Yankes “Susah kalau kita ikuti peraturan itu ya, berarti kita harus siapkan tensinya, tempat pemeriksaannya lagi, timbangannya, obat-obatannya, semua harus ada di setia posko. Okelah kalau poskonya sedikit, kalau sudah seperti ini, ada 42 pos? Mana mungkinlah disiapkan semua. Jadi, artinya kita penuhi apa yang paling penting dahulu. Ada tempatnya, ada tenaganya, dan obatnya, stetoskop dan tensi dipakai yang ada dulu, atau punya perawat dan bidan dulu.”
3. Ka. Puskesmas
Payung “Tidak ada masalah dengan sarana dan prasarana. Semua cukup.” 4. Ka.Puskesmas
Tiga nderket “Cukuplah, kita pakai yang ada saja. Karena kitapun turutnya mengungsi.” 5. Ka. Puskesmas
Brastagi “Kita pakai apa yang ada, Kalaupun ada yang kurang kayak tensi, itu kita pake punya pribadi. Tapi bisalah, tidak jadi kekurangan.”
Hasil wawancara menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang digunakan seperti ambulans, alat pemeriksaan kesehatan maupun dalam bentuk bangunan fisik seperti puskesmas, pustu dan polindes. Untuk penanggulangan bencana masih menggunakan sarana dan prasarana yang sudah ada sebelumnya. Dinas Kesehatan belum pernah sampai membeli sarana dan prasarana untuk memenuhi kekurangan sarana dan prasarana. Adapun sarana dan prasarana yang rusak seperti puskesmas dan polindes tidak sampai mengganggu pelayanan yang ada karena dapat dipindahkan ke posko kesehatan. Kerusakan yang ada sudah dilaporkan kepada BNPB.
Pendapat berbeda diungkapkan oleh Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan. Mneurutnya, bila harus mengikuti kebijakan maka sulit untuk memenuhi kebutuhan akan alat-alat kesehatan di setiap posko kesehatan yang berjumlah 42 titik. Oleh
karenanya mereka mengambil kebijakan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih penting terlebih dahulu yaitu kebutuhan tempat posko kesehatan, tenaga kesehatan dan obat-obatan. Sementara itu, peralatan seperti tensimeter dan stetoskop maupun thermometer, digunakan dari asset yang ada atau menggunakan peralatan pribadi bidan dan perawat.
Bagi Kepala Puskesmas Payung dan Puskesmas Tiga nderket juga tidak mengalami masalah dalam memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana yang ada. Namun dalam kunjungan peneliti ker Puskesmas Tiga nderket menemukan beberapa ruangan mengalami kerusakan. Namun, menurut Kepala Puskesmas Brastaggi mereka memang mengalami kekurangan dalam peralatan namun dapat diatasi dengan memanfaatkan peralatan pribadi miliki tenaga kesehatan yang bertugas di pengungsian.
Menurut Ka.RSUD Karo, Sarana dan prasarana di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karo tidak ada kekurangan. Fasilitas yang ada sudah disesuaikan dengan situasi bencana karena RSU sudah terakreditasi. Dalam pemberian akreditasi pada rumah sakit, keadaan bencana memang sudah masuk dalam penilaian.
Langkah-langkah yang diambil oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Karo sudah sesuai dengan yang diamanatkan KMK Nomor 145 tahun 2007 bagian kedua tentang kebijakan. Kebijakan yang diambil mengenai sarana dan prasarana adalah:
- Dalam penanggulangan bencana bidang kesehatan pada prinsipnya tidak dibentuk sarana dan prasarana khusus, tetapi menggunakan sarana dan prasarana yang telah ada, hanya intensitas kerjanya ditingkatkan dengan
memberdayakan semua sumber daya Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi serta masyarakat dan unsur swasta sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
- Dalam hal terjadinya bencana, pelayanan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan sarana kesehatan, tenaga kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan yang tidak dapat diatasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, maka Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota terdekat harus member bantuan, selanjutnya secara berjenjang merupakan tanggungjawab Dinas Kesehatan