• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Kebijakan Perlindungan Konsumen

Guna mendengar langsung bagaimana dinamika PUJK merespon dan menanggapi keberadaan OJK, peneliti mengumpulkan PUJK melalui Focus Group Discussion (FGD) pada Tanggal 9 Mei 2018. FGD ini dihadiri oleh 10 orang perwakilan PUJK yang terdiri dari pelaku perbankan dan asuransi. Melalui forum ini ada beberapa hal terkait respon dan penilaian PUJK terhadap keberadaan kebijakan dan kinerja OJK, antara lain:

Pertama, menurut Bp. Anton dari Asuransi Prudential, pasca kelahiran OJK selain bank, asuransi juga dituntut untuk

115 Wawancara dengan Bapak Bernard, salah satu direktur pada Direktorat Market Conduct OJK yang membawahi atau yang melaksanakan fungsi pengawasan disiplin pasar/ perilaku PUJK, Tanggal 6 Juni 2018

116 Wawancara dengan Willy Natasha, Staf Direktorat Pelayanan Konsumen OJK, Tanggal 6 Juni 2018

135

HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN...

transparan. Selain itu aturan-aturan yang diberikan oleh OJK juga membuat PUJK menjadi percaya diri dalam menghadapi klien karena PUJK telah memiliki kekuatan back up untuk sanggahan-sanggahan dari klien. Secara prinsip, Prudential tidak masalah dengan berbagai kebijakan OJK yang ada dan malah merasa terbantu. Namun aturan OJK mengenai pemberian polis kepada nasabah tanpa melalui agent membuat agent tidak dapat mengedukasi secara langsung dan terkadang juga membuat si penerima polis bingung. Selain itu ekspedisi (pengirim) kadang-kadang tidak jujur mengenai siapa penerima polis tersebut di alamat tujuan.

Kedua, Menurut Ibu Handarini dari Asuransi Avrist, berbagai kebijakan OJK yang ada saat ini agak membuat repot dari segi administrasinya. Kerepotan ini dirasakan oleh pihak-pihak yang bekerja langsung di lapangan, seperti aturan yang mengharuskan mengirimkan polis ke klien langsung yang terkadang membuat klien bingung karena tidak memahami isi polis. Selain itu dengan keberadaan OJK yang paling dirasakan adalah pada administrasi yang lebih detil dan membuat repot. Di bidang asuransi sendiri OJK masih kurang dalam memberikan edukasi.

Ketiga, menurut Ibu Niken dari Great Eastern Life keberadaan OJK memberikan 2 dampak, yaitu positif dan negatif. Dampak positif adanya OJK yaitu permasalahan yang ada dapat ter back up karena dalam POJK yang diterbitkan telah disebutkan solusi-solusinya, sementara itu segi negatifnya adalah kerepotan yang dialami oleh orang-orang yang terjun langsung ke lapangan. Terkait dengan mekanisme penyelesaian sengketa, nyatanya PUJK masih mengalami beberapa kendala. Nasabah sering tergesa-gesa saat membaca term and condition atau saat mengambil suatu layanan perbankan. Saat akan dijelaskan oleh agen, si nasabah akan beralasan tidak ada waktu. Ketika ada masalah muncul, kemudian nasabah komplain ke Bank dan

saat dijelaskan tidak mempan lalu membawa ke jalur hukum. Hal ini terjadi karena nasabah tidak memiliki product knowledge sebagai akibat tidak dibacanya term and condition pada form yang diberikan. Dalam hal seperti ini kehadiran OJK tidak dirasakan karena nasabah langsung membawa ke jalur hukum dan tidak ada tindakan dari OJK.

Keempat, Bapak Lantho dari Bank OCBC NISP menilai bahwa dengan kehadiran OJK, maka rasanya semakin ketat karena banyak aturan yang dikeluarkan oleh OJK. Hal ini cukup membuat pihak-pihak di perbankan kaget karena selama ini perbankan sudah terbiasa hanya diawasi oleh BI yang mana pengawasannya kadang-kadang ketat dan kadang-kadang juga longgar karena BI juga memiliki urusan lain yang lebih banyak. Terlepas dari itu semua, OJK sangat membantu dengan memberikan back up terutama terhadap pembaharuan klausul-klausul dalam perjanjian di sektor perbankan. Selain itu untuk produk bank yang ada sudah mengikuti dan memenuhi syarat untuk mengedukasi masyarakat, seperti Tabunganku. Peran OJK dalam menyampaikan hal yang berupa edukasi atau informasi kadarnya masih kecil, karena selama ini yang lebih banyak melakukan adalah bank. Ketika informasi dari OJK hanya sampai di PUJK, maka risikonya PUJK harus kreatif untuk melakukan berbagai cara agar mendapatkan nasabah.

Kelima, menurut Bapak Sthanu Kumarawarman dari Bank Mandiri keberadaan OJK secara umum memang melindungi konsumen dan melindungi PUJK. Contoh perlindungan konsumen yang dilakukan oleh OJK adalah adanya broadcast message melalui aplikasi Whatsapp mengenai daftar investasi bodong. Adanya informasi ini dapat mencegah masyarakat untuk menanamkan investasi bodong tersebut. Selain itu, OJK juga sudah melindungi PUJK, contohnya yaitu sekarang OJK telah mengeluarkan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) sebagai pengganti dari BI checking dan ternyata klausul yang

137

HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN...

ada di SLIK OJK lebih lengkap dibandingkan BI checking dan hal ini membantu PUJK apabila sewaktu-waktu klien komplain mengenai layanan yang digunakannya. Meski keberadaan OJK banyak membantu PUJK, tapi di sisi lain keberadaan OJK beserta berbagai POJK yang dikeluarkan membuat repot PUJK sehingga membuat waktu tersita hanya pada masalah administrasi bukan pada ekspansi bisnis.

Keenam, menurut Ibu Fitri dari Bank BRI keberadaan OJK ini memberikan back up jika terjadi sesuatu meskipun merepotkan beberapa pihak terutama pada bagian marketing yang sering mendapat komplain dari nasabah. Harapannya hal-hal yang bersifat administrasi agak diringkas sehingga nasabah tidak merasa bahwa pihak bank yang membuat ribet.

Ketujuh, menurut Bapak Edo dari Bank BCA, aturan-aturan yang dikeluarkan baik oleh OJK maupun oleh BI sejauh ini tidak dibarengi dengan edukasi dan pengawasan terhadap aturan tersebut, sehingga seolah–olah tugas untuk mengedukasi konsumen hanya merupakan kewajiban PUJK, padahal seharusnya OJK juga berperan. Selain itu aturan-aturan yang dibuat tersbut hanya didistribusikan ke PUJK saja dan pihak OJK tidak mengawasi. Sebaiknya OJK tidak melulu hanya mengeluarkan regulasi-regulasi, tetapi juga turut serta dalam kegiatan mengedukasi masyarakat terkait kebijakan yang baru tersebut, sehingga kelak tidak ada konsumen yang memanfaatkan ketidaktahuannya tersebut untuk mengelabuhi PUJK. Adapun mengenai mekanisme komplain, pihak yang tidak pernah terlindungi ketika ada komplain dari nasabah sebenarnya adalah karyawan Bank. Ketika ada nasabah yang merasa dirugikan oleh bank dan membawa ke jalur hukum, maka nama si karyawan bank menajdi buruk dan reputasinya pun menurun padahal belum tentu kerugian yang diderita oleh nasabah adalah kesalahan si karyawan. Sejauh ini 90% komplain yang diterima oleh Bank BCA berasal dari kelalaian si

nasabah, bukan karyawannya, namun nama si karyawan sudah terlanjur buruk. Ada kasus dimana seorang nasabah merasa tidak pernah melakukan transaksi namun ternyata rekeningnya ada data di debet. Saat ditunjukkan dengan data, ia merasa tidak puas dan tetap menuduh orang bank yang mengambil uangnya. Kemudian dibukakan data CCTV dan si nasabah melihat CCTV tersebut bersama dengan isterinya. Saat dilihat di CCTV, ternyata pada jam dan hari tersebut isterinya lah yang berada di Bank, namun si isteri berkata tidak dan si nasabah tetap menyalahkan orang bank. Seperti kasus tersebut, OJK paling tidak melakukan suatu proses untuk pemulihan nama baik demi reputasi si karyawan yang memang tidak bersalah. Sejauh ini OJK belum memiliki aturan yang dapat mem back up masalah yang seperti itu, sehingga OJK tidak semata-mata hanya melindungi konsumen, tetapi juga turut serta memperhatikan kesejahteraan PUJK.

Kedelapan, menurut Bapak Fajar dari Bank MNC, dalam hal kredit macet debitur kecenderungannya melakukan perlawanan hukum ketika jaminannya hendak dieksekusi. Ia akan melakukan perlawanan hukum dan hal ini belum di back up oleh OJK. Ke depan sebaiknya diatur mengenai kredit macet, sehingga jika terjadi kredit macet, nasabah bisa melapor dulu ke OJK sebelum menggunakan jalur hukum yang membuat PUJK menghabiskan waktu untuk mengikuti proses peradilan (persidangan).

Kesembilan, menurut Bapak Mur dari Bank BPD DIY sekarang yang menjadi masalah adalah menjaga kerahasiaan nasabah. Sekarang OJK memberikan kewajiban pelaporan informasi yang secara otomatis untuk simpanan diatas 1 miliar. Pada satu sisi Bank BPD belum percaya apakah pemerintah bisa menjaga kerahasiaan itu. Dengan adanya kewajiban itu, maka kemungkinan simpanan diatas 1 miliar akan berkurang karena kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

139

HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN...

Selanjutnya yang menjadi masalah yaitu mengenai literasi. OJK sebenarnya sudah berupaya meningkatkan literasi keuangan, meskipun belum maksimal. Kurangnya literasi keuangan pada masyarakat membuat masyarakat bertindak “semaunya sendiri”. Dalam hal literasi dan inklusi keuangan, pada POJK yang ada telah disebutkan bahwa tugas untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan bukan hanya tugas OJK saja, melainkan juga tugas dari PUJK yang kemudian dilaporkan ke OJK. Dalam hal ini kendala utama dalam upaya meningkatkan literasi dan inklusi keuangan adalah biaya. OJK memberikan mandat pada PUJK untuk melakukan peningkatan literasi dan inklusi keuangan. Padahal untuk melaksanakan mandat OJK tersebut tentu dibutuhkan dana. Sayangnya, OJK tidak memberikan dukungan finansial apapun sehingga kegiatan literasi dan inklusi keuangan diupayakan sesuai kemampuan PUJK.

Kesepuluh, menurut Bapak Sthanu Kumarawarman perwakilan dari Bank Mandiri, OJK sudah melakukan kegiatan literasi dan inklusi keuangan yaitu dengan dilakukannya sosialisasi dan kuliah umum di beberapa universitas. Sosialisasi dan kuliah umum yang dilakukan masih mengangkat teori-teori yang global, bukan yang secara praktik sehingga masyarakat kebanyakan tidak memahami isu-isu keuangan yang bersifat praktik (yang lekat dengan kehidupan masyarakat). Hal tersebut bisa menjadi catatan bagi OJK agar kelak materi sosialisasi dan kuliah umum tidak melulu mengenai hal-hal yang bersifat global, melainkan juga yang berbau praktik. Selain OJK, pemerintah juga sudah mengedukasi masyarakat mengenai keuangan dengan adanya Program Keluarga Harapan (PKH) atau yang dulu disebut BLT. Program ini memberikan bantuan dana bagi masyarakat tidak mampu namun tidak secara tunai,

melainkan melalui rekening pada bank-bank yang ditunjuk pemerintah. Dari program ini, maka masyarakat diajarkan dengan menggunakan rekening tabungan dan ATM.