• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi adalah proses untuk melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil. Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh policy makers bukanlah jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil dalam implementasinya (Subarsono, 2005).

Secara garis besar fungsi implementasi adalah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan publik diwujudkan sebagai outcome (hasil akhir) kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah (Wahab, 2008).

Van Meter dan Horn menyatakan bahwa implementasi kebijakan menghubungkan antara tujuan kebijakan dan realisasinya dengan hasil kegiatan pemerintah dimana tugas implementasi adalah membangun jaringan yang memungkinkan tujuan kebijakan publik direalisasikan melalui aktivitas instansi pemerintah yang melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan (policy stakeholders) (Subarsono, 2005).

Tahap implementasi kebijakan dapat dicirikan dan dibedakan dengan tahap pembuatan kebijakan. Pembuatan kebijakan di satu sisi merupakan proses yang

memiliki logika bottom-up, dalam arti proses kebijakan diawali dengan penyampaian aspirasi, permintaan atau dukungan dari masyarakat. Sedangkan implementasi kebijakan di sisi lain di dalamnya memiliki logika top-down, dalam arti penurunan alternatif kebijakan yang abstrak atau makro menjadi tindakan konkrit atau mikro (Parsons, 2008).

Langkah implementasi kebijakan dapat disamakan dengan fungsi actuating dalam rangkaian fungsi manajemen. Aksi disini merupakan fungsi tengah yang terkait erat dengan berbagai fungsi awal, seperti perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pembenahan personil (stuffing) dan pengawasan (controlling). Sebagai langkah awal pada pelaksananan adalah identifikasi masalah dan tujuan serta formulasi kebijakan. Untuk langkah akhir dari rangkaian kebijakan berada pada monitoring dan evaluasi (Abidin, 2002).

Implementasi kebijakan dipengaruhi oleh beberapa variabel dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain. Dalam pandangan Edward III (1980), implementasi kebijakan mempunyai 4 variabel yaitu :

a. Komunikasi

Menurut Ermawati (2009), komunikasi adalah proses penyampaian pesan/berita dari seseorang ke orang lain sehingga antara kedua belah pihak terjadi adanya saling pengertian. Komunikasi merupakan keterampilan manajemen yang sering digunakan dan sering disebut sebagai satu kemampuan yang sangat bertanggung jawab bagi keberhasilan seseorang, ia sangat penting sehingga orang-orang sepenuhnya tahu bagaimana mereka berkomunikasi.

Implementasi kebijakan mensyaratkan implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran (Subarsono, 2005). Semakin tinggi pengetahuan kelompok sasaran atas program maka akan mengurangi tingkat penolakan dan kekeliruan dalam mengaplikasikan kebijakan (Indiahono, 2009).

Pada hakekatnya setiap proses komunikasi terdapat unsur – unsur sebagai berikut (Widjaja, 2000) :

1) Sumber pesan

Adalah dasar yang digunakan dalam penyampaian pesan dan digunakan dalam rangka memperkuat pesan itu sendiri.

2) Komunikator

Adalah orang atau kelompok yang menyampaikan pesan kepada orang lain, yang meliputi penampilan, penguasaan masalah, penguasaan bahasa.

3) Komunikan

Adalah orang yang menerima pesan. 4) Pesan

Adalah keseluruhan dari apa yang disampaiakan oleh komunikator, dimana pesan ini mempunyai pesan yang sebenarnya menjadi pengarah dalam usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan. Adapun unsur – unsur

yang terdapatdalam pesan meliputi : cara penyampaian pesan, bentuk pesan (informatif, persuasif, koersif), merumuskan pesan yang mengena (umum, jelas dan gamblang, bahasa jelas, positif, seimbang, sesuai dengan keinginan komunikan).

5) Media

Adalah saran yang digunakan komunikator dalam penyampaian pesan agar dapat sampai pada komunikan, meliputi media umum, media massa.

6) Efek

Adalah hasil akhir dari suatu komuniksi, yakni sikap dan tingkah laku orang, sesuai atau tidak sesuai dengan yang kita harapkan, apabila sikap dan tingkah laku orang lain itu sesuai maka komunikasi berhasil, demikian sebaliknya. Tujuan komunikasi keorganisasian antara lain untuk memberikan informasi baik kepada pihak luar maupun pihak dalam, memanfaatkan umpan balik dalam rangka proses pengendalian manajemen, mendapatkan pengaruh, alat untuk memecahkan persoalan untuk pengambilan keputusan, mempermudah perubahan-perubahan yang akan dilakukan, mempermudah pembentukan kelompok-kelompok kerja serta dapat dijadikan untuk menjaga pintu keluar-masuk dengan pihak-pihak luar organisasi (Umar,2002).

Arah komunikasi di dalam suatu organisasi (Umar, 2002) antara lain :

a. Komunikasi ke bawah, yaitu dari atasan ke bawahan, yang dapat berupa pengarahan, perintah, indoktrinasi, inspirasi maupun evaluasi. Medianya bermacam-macam, seperti memo, telepon, surat dan sebagainya.

b. Komunikasi ke atas, yaitu komunikasi dari bawahan ke atasan. Fungsi utamanya adalah untuk mencari dan mendapatkan informasi tentang aktivitas-aktivitas dan keputusan-keputusan yang meliputi laporan pelaksanaan kerja, saran serta rekomendasi, usulan anggaran, pendapat-pendapat, keluhan-keluhan, serta permintaan bantuan. Medianya biasanya adalah laporan baik secara lesan maupun tertulis atau nota dinas.

c. Komunikasi ke samping, yaitu komunikasi antar anggota organisasi yang setingkat. Fungsi utamanya adalah untuk melakukan kerja sama dan proaktif pada tingkat mereka sendiri, di dalam bagian atau antar bagian lain yang bertujuan untuk memecahkan berbagai masalah maupun menceritakan pengalaman mereka dalam melaksanakan pekerjaannya.

d. Komunikasi ke luar, yaitu komunikasi antara organisasi dengan pihakluar, misalnya dengan pelanggan dan masyarakat pada umumnya. Organisasi berkomunikasi dengan pihak luar dapat melalui bagian Public Relations atau media iklan lain

Menurut Cummings dalam Umar(2002), mengkomunikasikan sesuatu memiliki cara sendiri-sendiri. Untuk mengkomunikasikan ke bawah hal-hal pokok yang perlu dikuasai oleh atasan adalah:

a. Memberikan perhatian penuh pada bawahan. b. Menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka. c. Mendengarkan dengan umpan balik.

e. Menghindari kesan memberikan persetujuan maupun penolakan.

Untuk komunikasi ke atas, bawahan dapat melakukan cara-cara berkomunikasi berikut ini:

a. Melaporkan dengan segera setiap perubahan yang dihadapi; b. Menyusun informasi sebelum dilaporkan;

c. Memberikan keterangan selengkapnya jika atasan memiliki waktu; d. Mengajukan fakta bukan perkiraan;

e. Melaporkan juga perihal sikap, produktivitas, moral kerja, atau persoalan khusus yang dihadapi bawahan;

f. Menghindari penyebaran informasi yang salah;

g. Meminta nasihat atasan mengenai cara-cara menangani masalah yang sulitdiatasi sendiri oleh bawahan.

Secara umum Edwards membahas tiga hal yang penting dalam proses komunikasi kebijakan,Winarno, B (2012) yaitu :

a. Transmisi adalah mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus dilakukan. Keputusan dan perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan dan perintah itu diikuti.komunikasi harus akurat dan harus dimengerti. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus disampaikan kepada kelompok sasaran (target) sehingga akan mengurangi dampak dari implementasi tersebut.

b. Kejelasan.

Jika kebijakan diimplementasikan sebagaimana yang diinginkan, maka petunjuk-petunjuk pelaksanaa tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana,tetapi juga komunikasi harus jelas. Ketidakjelasan pesan komunikasi yang disampaikan berkenaan dengan implementasi kebijakan akan mendorong terjadinya interprestasi yang salah bahkan mungkin bertentangan dengan makna pesan awal.

c. Konsistensi

Jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Walaupun perintah-perintah yang sampaikan kepada para pelaksana kebijakan mempunyai unsur kejelasan, tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankan tugasnya dengan baik. b. Sumber Daya

Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia maupun sumberdaya finansial (Subarsono, 2005). Sumberdaya manusia adalah kecukupan baik kualitas dan kuantitas implementor yang dapat melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumberdaya finansial adalah kecukupan modal dalam melaksanakan kebijakan. Keduanya harus diperhatikan dalam implementasi kebijakan. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal dikertas menjadi dokumen

saja (Indiahono, 2009). Jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang diperlukan perintah – perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas dan konsisten, tetapi untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi ini pun cenderung tidak efektif.

Menurut Winarno, (2012), sumber-sumber yang akan mendukung kebijakan yang efektif terdiri :

1) Staf

Sumber daya manusia pelaksana kebijakan, dimana sumber daya manusia tersebut memiliki jumlah yang cukup dan memenuhi kualifikasi untruk melaksanakan kebijakan. Sumber daya manusia memiliki jumlah yang cukup dan memenuhi kualifikasi adalah para pelaksana yang berjumlah cukup dan memiliki kemampuan dan keterampilan yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan. Jumlah pelaksana yang banyak tidak otomatis mendorong implementasi yang berhasil, jika tidak memiliki keterampilan yang memadai. Disisi lain kurangnya personil yang memiliki keterampilan juga akan menghambat pelaksanaa kebijakan tersebut.

2) Kewenangan

Kewenangan dalam sumber daya adalah kewenangan yang memiliki oleh sumber daya manusia utnuk melaksnakan suatu kebijakan yang ditetapkan. Kewenangan yang dimilki oleh sumber daya manusia adalah kewenangan setiap pelaksana untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan apa yang diamanatkan dalam suatu kebijakan.

3) Informasi

Informasi merupakan sumber penting dalam implemenatasi kebijakan. Informasi dalam sumber daya adalah informasi yang dimilki oleh sumber daya manusia untuk melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan. Informasi untuk melaksanakan kebijakan disini adalah segala keterangan dalam bentuk tulisan ataupesan,pedomam,petunjuk dan tata cara pelaksanaan yang bertujuan untuk melaksanakan kebijakan.

4) Sarana dan prasarana

Sarana dan prasarana adalah semua yang tersedia demi terselenggaranya pelaksnaan suatu kebijakan dan dipergunakaan Untuk mendukung secara langsung dan terkait dengan tugas-tugas yang ditetapkan.

c. Disposisi

Disposisi adalah watak dan karateristik yang dimiliki oleh implementor seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif (Subarsono, 2005). Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam arah program yang telah digariskan dalam program. Komitmen dan kejujurannya membawanya semakin antusias dalam melaksanakan tahap-tahap program secara konsisten. Sikap yang demokratis akan meningkatkan kesan baik implementor dan kebijakan dihadapan anggota

kelompok sasaran. Sikap ini akan menurunkan resistensi dari masyarakat dan menumbuhkan rasa percaya dan kepedulian kelompok sasaran terhadap implementor dan kebijakan (Indiahono, 2009).

d. Struktur Birokrasi

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur yang standar (SOP atau standard operating procedures). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel (Subarsono, 2005).

Keempat variabel diatas dalam model yang dibangun oleh Edward memiliki keterkaitan satu dengan yang lain dalam mencapai tujuan dari kebijakan. Semuanya saling bersinergi dalam mencapai tujuan dan satu variabel akan mempengaruhi variabel yang lain. Misalnya bila implementor tidak jujur akan mudah sekali melakukan mark up dan korupsi atas dana kebijakan sehingga program tidak optimal dalam mencapai tujuannya. Begitu pula bila watak dari implementor kurang demokratis akan sangat mempengaruhi proses komunikasi dengan kelompok sasaran. Model implementasi dari Edward ini dapat digunakan sebagai alat menggambarkan implementasi program diberbagai tempat dan waktu.

Tidak semua kebijakan berhasil dilaksanakan secara sempurna karena pelaksanaan kebijakan pada umumnya memang lebih sukar dari sekedar merumuskannya. Proses perumusan memerlukan pemahaman tentang berbagai aspek dan disiplin ilmu terkait serta pertimbangan mengenai berbagai pihak namun pelaksanaan kebijakan tetap dianggap lebih sukar. Dalam kenyataannya sering terjadi implementation gap yaitu kesenjangan atau perbedaan antara apa yang dirumuskan dengan apa yang dilaksanakan. Kesenjangan tersebut bisa disebabkan karena tidak dilaksanakan dengan sebagaimana mestinya (non implementation) dan karena tidak berhasil atau gagal dalam pelaksanaannya (unsuccessful implementation) (Abidin 2002).

Dalam implementasi kebijakan terdapat beberapa faktor eksternal yang dapat mempersulit pelaksanaan suatu kebijakan, antara lain :

a. Kondisi Fisik

Terjadinya perubahan musim atau bencana alam. Dalam banyak hal kegagalan pelaksanaan kebijakan sebagai akibat dari faktor-faktor alam ini sering dianggap bukan sebagai kegagalan dan akhirnya diabaikan, sekalipun dalam hal-hal tertentu sebenarnya bisa diantisipasi untuk mencegah dan mengurangi resiko yang terjadi. b. Faktor Politik

Terjadinya perubahan politik yang mengakibatkan pertukaran pemerintahan dapat mengubah orientasi atau pendekatan dalam pelaksanaan bahkan dapat menimbulkan perubahan pada seluruh kebijakan yang telah dibuat. Perubahan pemerintahan dari kepala pemerintahan kepada kepala pemerintahan lain dapat

menimbulkan perbedaan orientasi sentralisasi ke desentralisasi sistem pemerintahan, perubahan dari orientasi yang memprioritaskan strategi industrialisasi ke orientasi agri-bisnis, perubahan dari orientasi yang memprioritaskan pasar terbuka ke strategi dependensi dan sebagainya.

c. Attitude

Attitude dari sekelompok orang yang cenderung tidak sabar menunggu berlangsungnya proses kebijakan dengan sewajarnya dan memaksa melakukan perubahan. Akibatnya, terjadi perubahan kebijakan sebelum kebijakan itu dilaksanakan. Perubahan atas sesuatu peraturan perundang-undangan boleh saja terjadi, namun kesadaran untuk melihat berbagai kelemahan pada waktu baru mulai diberlakukan tidak boleh dipandang sebagai attitude positif dalam budaya bernegara.

d. Terjadi penundaan karena kelambatan atau kekurangan faktor input.

Keadaan ini terjadi karena faktor-faktor pendukung yang diharapkan tidak tersedia pada waktu yang dibutuhkan, atau mungkin karena salah satu faktor dalam kombinasi faktor-faktor yang diharapkan tidak cukup.

e. Kelemahan salah satu langkah dalam rangkaian beberapa langkah pelaksanaan. Jika pelaksanaan memerlukan beberapa langkah yang berikut : A > B > C > D, kesalahan dapat terjadi diantara A dengan B atau diantara B dengan C dan atau antara C dengan D.

Kelemahan ini dapat terjadi karena teori yang melatarbelakangi kebijakan atauasumsi yang dipakai dalam perumusan kebijakan tidak tepat (Abidin, 2002). Kebijakan yang baik mempunyai tujuan yang rasional dan diinginkan, asumsi yang realistis dan informasi yang relevan dan lengkap. Tetapi tanpa pelaksanaan yang baik, sebuah rumusan kebijakan yang baik sekalipun hanya akan merupakan sekedar suatu dokumen yang tidak mempunyai banyak arti dalam kehidupan bermasyarakat (Abidin, 2002).

Dokumen terkait