• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Implementasi Kebijakan Publik

3. Implementasi Kebijakan Publik Dalam Perspektif Merilee S Grindle

Menurut Merilee S. Grindle, Implementasi kebijakan sesungguhnya tidaklah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik kedalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan. Di sini Grindle telah meramalkan bahwa dalam setiap implementasi kebijakan pemerintah pasti dihadapkan pada banyak kendala, utamanya yang berasal dari lingkungan (konteks) di mana kebijakan itu akan diimplementasikan. Ide dasar Grindle ini adalah bahwa setelah suatu kebijakan ditransformasikan menjadi program aksi, maka tindakan implementasi belum tentu berlangsung lancar. Hal ini sangat tergantung padaimplementabilitydari program tersebut.

Keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Grindle dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan (content of policy) dan konteks implementasi (context of implementation). Bahwa isi kebijakan terdiri dari kepentingan kelompok sasaran, tipe manfaat, derajat perubahan yang diinginkan, letak pengambilan keputusan, pelaksanaan program, dan sumber daya yang dilibatkan. Sementara konteks implementasi mengandung unsur kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat, karakteristik lembaga dan penguasa, serta kepatuhan dan daya tanggap. di sini kebijakan yang menyangkut banyak kepentingan yang berbeda akan lebih sulit

diimplementasikan dibanding yang menyangkut sedikit kepentingan. Oleh karenanya tinggi-rendahnya intensitas keterlibatan berbagai pihak (politisi, pengusaha, masyarakat, kelompok sasaran dan sebagainya) dalam implementasi kebijakan akan berpengaruh terhadap efektifitas implementasi kebijakan. Adapun maksud dari dua variabel besar tersebut yaitu :

A. Isi Kebijakan :

1. Kepentingan kelompok sasaran atau target group termuat dalam isi kebijakan, maksudnya dalam kebijakan ini banyak dipengaruhi oleh kepentingan tertentu dari suatu kelompok atau group dari sasaran yang akan melaksanakan kebijakan tersebut.

Mengenai batasan atau pengertian kelompok kepentingan, Euegene J. Kolb dalam bukunya yang berjudulA Framework for Political ANALYSIS menyatakan sebagai berikut:”a collectivity of individuals who either formally organize or informally cooperate to protect or promote some common, similar, identical, or shared interest or goal.”

Sehubungan dengan perihal perbedaan tipe atau jenis kelompok kepentingan, maka Almond membedakannya menjadi empat macam tipe atau jenis sebagai berikut:

a). Kelompok Anomik, yang mengajukan kepentingan secara spontan dan berorientasi pada tindakan segera

b). Kelompok non-Assosional, yang terbentuk apabila terdapat kepentingan yang sama untuk diperjuangkan (kegiatan bersifat temporer)

c). Kelompok Instiusional, yakni suatu kelompok kepentingan yang muncul di dalam lembaga-lembaga politik dan pemerintahan yang fungsinya bukan mengartikulasikan kepentingan, seperti kelompok tertentu di dalam angkatan bersenjata, birokrasi dan partai politik.

d). Kelompok Assosional yang secara khusus berfungsi mengartikulasikan kepentingan kelompok

2. Tipe manfaat yang diterima oleh target group, maksudnya dalam suatu kebijakan harus memiliki tipe yang sesuai dengan keadaan sekitarnya agar kebijakan tersebut memiliki manfaat untuk target yang menjalankan kebijakan. Merilee S Grindle menyebutkan dampak / manfaat dari kebijakan mempunyai beberapa dimensi, yaitu; a) Pengaruhnya pada persoalan masyarakat yang berhubungan dan melibatkan masyarakat. Lebih jauh lagi, kebijakan dapat mempunyai akibat yang diharapkan atau yang tidak diharapkan, atau bahkan keduanya.

b) Kebijakan dapat mempunyai dampak pada situasi dan kelompok lain; atau dapat disebut juga dengan eksternalitas atauspillover effect.

c) Kebijakan dapat mempunyai pengaruh dimasa mendatang seperti pengaruhnya pada kondisi yang ada saat ini.

d) Kebijakan dapat mempunyai dampak yang tidak langsung atau yang merupakan pengalaman dari suatu komunitas atau beberapa anggota diantaranya.

3. Derajat perubahan yang diharapkan dari sebuah kebijakan, maksudnya dalam sebuah kebijakan harus mempunyai tujuan yang jelas agar dapat dirasakan oleh group perubahan setelah menjalankan sebuah kebijakan.

Demikian pula yang diungkapkan oleh Soekanto, bahwa setiap masyarakat pasti pernah mengalami perubahan, ini disebabkan tidak adanya masyarakat yang hidup secara terisolasi mutlak

4. Letak pengambilan keputusan, maksudnya dalam sebuah kebijakan segala bentuk keputusan sudah diatur sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Konsep Rasional Komprehensif merupakan teori yang biasa digunakan dan diterima oleh banyak kalangan yang mempunyai beberapa unsur:

a. Pembuatan keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang dapat dibedakan dari masalah-masalah lain atau setidaknya dinilai sebagai masalah-masalah yang dapat diperbandingkan satu sama lain (dapat diurutkan menurut prioritas masalah)

b. Tujuan-tujuan, nilai-nilai atau sasaran yang menjadi pedoman pembuat keputusan sangat jelas dan dapat diurutkan prioritasnya/kepentingannya.

c. Bermacam-macam alternatif untuk memecahkan masalah diteliti secara saksama.

d. Asas biaya manfaat atau sebab-akibat digunakan untuk menentukan prioritas.

e. Setiap alternatif dan implikasi yang menyertainya dipakai untuk membandingkan dengan alternatif lain.

f. Pembuat keputusan akan memilih alternatif terbaik untuk mencapai tujuan, nilai, dan sasaran yang ditetapkan.

5. Pelaksana program telah disebutkan dengan rinci, maksudnya dalam menjalankan sebuah kebijakan publik haruslah menjelaskan target secara detail agar dapat terlaksana dengan baik dan dipahami dengan baik.

ProgramLogic modelsdijalankan dengan 3 pemikiran dasar yaitu:

a). Penggolongan dan pembagian tugas kerja

b). Menguraikan sebab dan akibat dari adanya suatu hubungan

c). Membedakan antara program yang telah digariskan dengan apa yang terjadi di lingkungannya.

6. Sumber daya yang efektif dalam sebuah kebijakan, maksudnya dalam pelaksanaan suatu kebijakan harus menggunakan sumber daya yang sesuai kebutuhan agar berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

B. Konteks Implementasi :

1. Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan, maksudnya dalam pelaksaan kebijakan publik tidak pernah terlepas dari campur tangan pihak-pihak yang berkuasa maka suatu kebijakan dapat berjalan dengan baik bila ada kerjasama yang baik antara kebijakan dan pihak yang berkuasa.

Kekuasaan dilihat Laswell dan Kaplan sebagai hubungan (relationship) antara dua atau lebih kesatuan. Jadi kekuasaan dianggap mempunyai sifat relasional. Terdapat perbedaan istilah yaitu scope of power dan domain of power. Ruang lingkup kekuasaan (scope of power) menunjukkan pada kegiatan, tingkah laku, serta sikap dan keputusan-keputusan yang menjadi objek dari kekuasaan.

Pencapaian sasaran yang direncanakan (the planed objection)

a.Sarana-sarana yang tersedia/pendukung untuk sarana pendukung pelaksanaannya

(the means available for its realization)

b.Rencana pencapaian (program) yang didasarkan pada sarana yang tersedia(the plan according to wich the said means are used for its attainment)

2. Karakteristik lembaga dan rejim yang sedang berkuasa, maksudnya bagaimana sikap dan respon yang diperlihatkan dari para penguasa terhadap suatu kebijakan yang akan dilaksanakan.

Karakteristik pelayanan publik menurut Lembaga Adminstrasi Negara (2003) adalah sebagai berikut: a. memiliki dasar hukum yang jelas dalam penyelenggaraannya b. memiliki kelompok kepentingan yang luas, termasuk kelompok sasaran yang ingin dicapai c. memiliki tujuan social d. dituntut untuk akuntabel kepada publik e. memiliki konfigurasi indikator kinerja yang perlu kelugasan dan f. seringkali menjadi sasaran isu politik.

3. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran, maksudnya seberapa besar respon kelompok sasaran yang melaksanakan suatu kebijakan untuk terus menjalankan kebijakan tersebut sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan.

Responsivitas merupakan kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat dapat dikatakan bahwa responsivitas ini mengukur daya tanggap birokrasi terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan pengguna jasa.

Dokumen terkait