BAB II LAPORAN KASUS
F. Implementasi
Tindakan keperawatan pada An. Z di ruang Bakung RS Panti Waluyo
Surakarta tanggal 5 April 2012 jam 13.05 WIB mengkaji status hidrasi pada
pasien. Respon subjektif : ibu pasien mengatakan bahwa An.Z tidak mau
makan, minum, buang air besar cair 4 kali dan muntah 2 kali sehari, Respon
objektif ubun-ubun tampak cekung, mukosa bibir kering, turgor kulit kurang baik, mata cekung dan anak rewel. Jam 13.45 WIB mengkaji balance cairan
dalam sehari. Responnya ibu pasien mengatakan bahwa ibu pasien bersedia
memberikan informasi tentang balance cairan, obyektifnya balance cairan
14
Tanggal 6 April 2012 jam 09.10 WIB, menganjurkan pada keluarga
untuk memberitahu perawat apabila pasien haus dan memberi minum sedikit
tapi sering. Responnya ibu mengatakan mau memberi minum anaknya,
objektifnya pasien tampak minum 50 cc. Jam 10.30 WIB mengkaji status
hidrasi pada pasien, responnya ibu pasien mengatakan bahwa An.Z sudah mau
makan, minum, dan tidak muntah lagi, objektifnya ubun-ubun tampak masih
sedikit cekung, mukosa bibir lembab, turgor kulit baik, dan anak tenang. Jam
11.30 WIB memberikan atau mengganti cairan infus KaEn 3A 20 tetes per
menit. Ibu pasien mengatakan anaknya tenang, obyektifnya anak tampak
tenang dan cairan infuse KaEn 3A masuk 60cc/jam atau 20 tetes per menit.
Jam 13.40 WIB mengkaji balance cairan. Responnya ibu pasien mengatakan
bahwa An.Z sudah mau makan, minum dan tidak muntah, BAK 6x sehari
objektifnya balance cairan -62 cc.
Tanggal 7 April 2012 jam 09.00 WIB, menganjurkan pada keluarga
untuk menginformasikan perawat apabila pasien haus dan memberi makan dan
minum sedikit tapi sering. Responnya ibu mengatakan mau memberi makan
dan minum anaknya, objektifnya pasien tampak minum 100 cc dan makan 100
cc. Jam 13.30 WIB mengkaji status hidrasi pada pasien, respon pasien, ibu
pasien mengatakan bahwa An. Z sudah mau makan, minum, dan tidak muntah
lagi, data objektifnya ubun-ubun tampak datar, mukosa bibir lembab, turgor
kulit baik, dan anak tenang. Jam 13.40 WIB mengkaji balance cairan.
15
dan tidak muntah, objektifnya balance cairan menyatakan intake sama dengan
output.
G. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada An. Z di ruang Bakung
RS Panti Waluyo Surakarta, hasil evaluasi dilakukan pada hari kamis tanggal
5 April 2012 jam 13.55 WIB dengan menggunakan metode SOAP yang
hasilnya adalah ibu pasien mengatakan bahwa An. Z tidak mau makan,
minum, dan muntah 2 kali dari pagi sampai siang. Ubun-ubun tampak cekung,
mukosa bibir kering, turgor kulit kurang baik, mata cekung, anak rewel,
menangis, balance cairan -178 cc. Masalah kekurangan volume cairan belum
teratasi, intervensi keperawatan dilanjutkan: kaji status hidrasi pasien, kaji
balance cairan, anjurkan keluarga memberitahu perawat apabila pasien haus dan memberi makan dan minum sedikit tapi sering, berikan terapi cairan
sesuai anjuran dokter.
Hasil evaluasi dilakukan pada hari jumat tanggal 6 April 2012 jam
13.55 WIB dengan menggunakan metode SOAP yang hasilnya ibu pasien
mengatakan bahwa An.Z sudah mau makan, minum, dan tidak muntah lagi,
ubun-ubun An. Z tampak masih sedikit cekung, mukosa bibir lembab, turgor
kulit baik, dan anak tenang, cairan KaEn 3A 60 cc/jam atau 20 tetes per menit
masuk melalui intravena, balance cairan -62 cc. Masalah kekurangan volume
cairan belum teratasi, intervensi keperawatan dilanjutkan: kaji status hidrasi
16
pasien haus dan memberi makan dan minum sedikit tapi sering, berikan terapi
cairan sesuai anjuran dokter.
Hasil evaluasi dilakukan pada hari sabtu tanggal 7 April 2012 jam
13.55 WIB dengan menggunakan metode SOAP yang hasilnya ibu pasien
mengatakan anaknya sudah mau makan, minum, dan tidak muntah. Pasien
tampak ceria, ubun-ubun kepala datar, mukosa bibir lembab, turgor kulit baik,
dan balance cairan intake sama dengan output. Masalah keperawatan
kekurangan volume cairan teratasi dan intervensi keperawatan dihentikan,
pasien boleh pulang oleh dokter. Penulis menyarankan pada keluarga pasien,
17
BAB III
PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
A. Pembahasan
Pada bab ini penulis akan membahas studi kasus tentang “Asuhan
Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit Pada An.Z dengan
Gastroenteritis di Ruang Bakung RS Panti Waluyo Surakarta”. Prinsip dari pembahasan ini memfokuskan kebutuhan dasar manusia di dalam asuhan
keperawatan.
Pada riwayat kesehatan, Ibu pasien mengatakan hari minggu, 1 April
2012 pada malam hari pasien mengalami demam kemudian dibawa ke bidan
di desanya, demam pasien mulai turun setelah diberi obat dari bidan. Hari
selasa, 3 April 2012 pagi hari pasien mulai demam lagi dan muntah 3 kali,
sudah dikompres dengan air hangat tetapi demam tidak turun setelah itu pasien
juga mengalami buang air besar cair. Jam 12.00 WIB pasien dibawa ke IGD
rumah sakit Panti Waluyo Surakarta, di IGD pasien dipasang infus KaEn 3A
60 cc/jam. Kemudian disarankan untuk Rawat inap di ruang Bakung. Keluarga
pasien mengatakan hari selasa, 3 April 2012 pasien BAB kurang lebih 6 kali
sehari, warna kuning kehijauan, konsistesi lembek, tidak ada lendir, tidak ada
darah, dan pasien juga muntah-muntah berupa cairan berwarna putih. Saat di
kaji hari Kamis, 5 April 2012 jam 13.00 WIB pasien BAB 4 kali sehari, warna
kuning, konsstesi cair, tidak ada lendir dan tidak ada darah. Keluarga
18
kondisinya sangat lemas, hari kedua kondisi pasien sudah membaik BAB 2
kali sehari dan tidak muntah-muntah, tetapi hari ketiga pasien mengalami
BAB cair 4 kali sehari, disertai muntah 2 kali berupa cairan berwarna putih.
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya tidak memiliki kebiasaan memasukkan
jari ke dalam mulut.
Pengkajian pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa tingkah laku pasien
rewel selama di rumah sakit, turgor kulit kurang baik, ubun-ubun cekung,
mata cekung, mukosa bibir kering, pemeriksaan abdomen: inspeksi perut
terlihat cembung, tidak ada bekas luka, auskultasi bising usus 40x/menit
normalnya 5 sampai 35x/menit, perkusi hiperthympani, palpasi tidak teraba
masa dan ada nyeri tekan di kuadran bawah abdomen. Dari hasil pemeriksaan
fisik tersebut dapat disimpulkan bahwa anak mengalami dehidrasi ringan.
Pemeriksaan fisik pada pasien diare dengan dehidrasi ringan antara lain:
keadaan umum gelisah dan rewel, kehilangan berat badan 5-10%, turgor kulit
kurang baik, ubun-ubunnya cekung, kelopak mata cekung, mukosa bibir
kering, dan peningkatan bising usus (Ngastiyah, 2005:172). Pemeriksaan feses
menunjukkan adanya lemak dalam feses pasien yang artinya terdapat
gangguan dalam penyerapan lemak atau malabsorpsi lemak. Sedangkan
malabsorpsi lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut
triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi
kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak terserap
19
isomil bersal dari kacang kedelai yang mengandung protein, linoleic acid,
taurine, L-carnitine, vitamin dan mineral untuk bayi usia 0-12 bulan dan
menderita diare karena intoleransi laktosa dan atau alergi terhadap susu sapi
(ISO, 2011-2012: 616).
Diare akut (gastroenteritis) adalah inflamasi lambung dan usus yang
disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, dan patogen parasitik. Tanda dan
gejalanya adalah diare, mual muntah, dan demam ringan (Wong, 2004:492).
Hal ini sesuai dengan tanda dan gejala yang detemukan pada An.Z dalam
pengkajian pemeriksaan fisik yang telah dilakukan. Tanda dan gejala diare
akut yang ditemukan pada An.Z dapat menyebabkan dehidrasi dan
menyebabkan kekurangan volume cairan pada pasien. Apabila dehidrasi
ringan terjadi dan tidak diatasi dengan segera, maka anak bisa mengalami
kejang dan syok kemudian bisa menyebabkan kematian. Kondisi anak dengan
kekurangan volume cairan harus segera diatasi dengan pemenuhan cairan yang
tepat, sehingga didapatkan hasil cairan yang adekuat dengan hilangnya
tanda-tanda dehidrasi. Penanganan kekurangan cairan pada anak dapat diatasi
dengan minum yang secukupnya, apabila masih tampak tanda-tanda dehidrasi
maka bisa dilakukan pemberian cairan melalui intravena dengan berkolaborasi
dengan dokter. Kekurangan volume cairan pada anak jika tidak teratasi maka
akan menyebabkan suatu kondisi yang disebut syok hipovolemik dan berakibat
pada kematian.
Dari hasil pengkajian pasien, penulis merumuskan masalah
20
kehilangan cairan aktif. Masalah keperawatan kekurangan volume cairan
tersebut diprioritaskan penulis dari beberapa masalah keperawatan yang
muncul pada pasien. Alasan penulis memprioritaskan masalah kekurangan
volume cairan karena kekurangan volume cairan merupakan salah satu
masalah kebutuhan dasar manusia yang berkaitan dengan cairan dan elektrolit.
Dimana cairan dan elektrolit tersebut lebih dahulu untuk di atasi, karena
penyakit diare sering menyerang bayi dan balita, apabila tidak diatasi lebih
lanjut akan menyebabkan dehidrasi yang mengakibatkan kematian
(Adisasmito, 2007:2). Mengingat akibat dari dehidrasi, maka prioritas utama
pengobatan diare adalah rehidrasi secepat mungkin dengan pemberian cairan
elektrolit, diikuti dengan pemberian makanan.
Kekurangan volume cairan adalah Penurunan cairan intravaskuler,
interstisial, dan atau intraselular. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan pada. Batasan karakteristik antara lain perubahan
pada status mental, penurunan tekanan darah, penurunan pada tekanan nadi,
penurunan volume nadi, penurunan turgor kulit, penurunan turgor lidah,
penurunan haluaran urine, penurunan pengisian vena, membrane mukosa
kering, kulit kering, peningkatan Hematokrit, peningkatan suhu tubuh,
peningkatan frekuensi nadi, peningkatan konsentrasi urine, penurunan berat
badan secara tiba-tiba, haus, dan kelemahan (NANDA, 2009:97).
Tujuan dan kriteria hasil yang dapat dilaksanakan berdasarkan kriteria
SMART yaitu S (spesific) dimana tujuan harus spesifik dan tidak
21
dapat diukur, khususnya tentang perilaku klien : dapat dilihat, didengar,
diraba, dirasakan, dan dibau. A (achievable) dimana harus dapat dicapai, R
(reasonable) dimana tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah,
T (time) mempunyai batasan waktu yang jelas (Nursalam, 2008 : 81).
Sesuai NIC NOC (2006) setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam, kekurangan volume cairan bisa teratasi dengan kriteria hasil
sebagai berikut: memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang
dalam 24 jam, menampilkan hidrasi yang baik (membran mukosa lembab),
dan memiliki asupan oral dan atau intravena yang adekuat.
Intervensi adalah rencana keperawatan yang akan penulis rencanakan
kepada klien sesuai dengan diagnosa yang ditegakkan sehingga kebutuhan
klien dapat terpenuhi (Wilkinson, 2006). Dalam teori intervensi dituliskan
sesuai dengan kriteria intervensi NIC (Nursing Intervension Clasification)
antara lain yaitu observasi khususnya terdapat kehilangan cairan yang tinggi
elektrolit (misalnya diare) rasionalnya untuk mengetahui balance cairan,
pengelolaan cairan: pantau hidrasi (misalnya: kelembapan membran mukosa,
keadekuatan nadi, tekanan darah ortostatik) rasionalnya untuk mengetahui
keadaan tingkat dehidrasi pasien, anjurkan pasien atau keluarga untuk
menginformasikan perawat bila haus rasionalnya untuk mengetahui
berkurangnya tingkat dehidrasi, dan berikan terapi IV sesuai dengan anjuran
rasionalnya supaya tetap bisa mempertahankan keseimbangan cairan.
Implementasi yang dilakukan selama 3 hari pada An.Z di ruang
22
Penulis melakukan tindakan keperawatan diantaranya mengkaji status hidrasi
pada pasien hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat dehidrasi pasien.
Untuk menentukan terjadinya dehidrasi pada anak, ada data-data yang harus
dikaji. Data-data ini selanjutnya digunakan untuk mengklasifikasikan diare.
Klasifikasi ini bukanlah diagnosa medis, namun dapat digunakan untuk
menentukan tindakan apa yang harus diambil oleh petugas di lapangan
(Nursalam, 2005:175).
Mengkaji balance cairan bertujuan untuk mengetahui keseimbangan
cairan antara intake dan output. Kebutuhan rumatan air dan elektrolit
tergantung banyaknya air yang keluar melalui urine, feses, dan insensible
losses. Jumlah total air dan elektrolit dalam tubuh merupakan hasil dari pengaturan keseimbangan antara intake dan output (Kushartono, 2006).
Balance cairan hari pertama -178 cc, hari kedua hasilnya -62 cc, hari ketiga
intake dan output mengalami balance.
Menganjurkan pada keluarga untuk memberitahu perawat apabila
pasien haus dan memberi minum sedikit tapi sering, bertujuan untuk
memenuhi kekurangan volume cairan. Adapun tujuan dari pada pemberian
cairan adalah memperbaiki dinamika sirkulasi (apabila ada syok), mengganti
defisit yang terjadi, dan rumatan (maintenance) untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit yang sedang berlangsung (ongoing losses). Dengan
minum sedikit tapi sering kebutuhan akan cairan yang kurang bisa terpenuhi,
apabila anak minum dalam jumlah yang banyak dalam satu kali minum maka
23
lagi melalui muntahan anak, untuk itu dianjurkan untuk minum sedikit tapi
sering (Soeparto, 2002:2).
Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan atau mengganti cairan
infus KaEn 3A 20 tetes per menit bertujuan untuk mengganti cairan yang
keluar. Dari penelitian Soeparto (2002:3) pelaksanaan pemberian terapi cairan
dapat dilakukan secara oral atau parenteral. Rehidrasi oral tetap akan terjadi
defisit cairan maka dapat dilakukan rehidrasi panenteral walaupun sebenarnya
rehidrasi parenteral dilakukan hanya untuk dehidrasi berat dengan gangguan sirkulasi. KaEn 3A adalah cairan dasar untuk anak dengan berat badan kurang
dari 15 kg (ISO, 2011-2012).
Evaluasi yang dilakukan oleh penulis, menggunakan metode sesuai
teori yaitu SOAP (Subyektif, Obyektif, Assessment, Planning) (Nursalam
2001:129). Setelah melakukan tindakan keperawatan diatas selama 3 hari dari
tanggal 5-7 April 2012 didapatkan ibu pasien mengatakan anaknya sudah mau
makan, minum, dan tidak muntah. Pasien tampak ceria, ubun-ubun kepala
datar, mukosa bibir lembab, turgor kulit baik, dan balance cairan intake sama
dengan output. Masalah keperawatan kekurangan volume cairan teratasi dan
intervensi keperawatan dihentikan, pasien boleh pulang oleh dokter. Penulis
menyarankan pada keluarga pasien, apabila diare terjadi lagi segera berikan
oralit. Oralit diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh
yang terbuang saat diare. Walaupun air sangat penting untuk mencegah
dehidrasi, air minum tidak mengandung garam elektrolit yang diperlukan
24
diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang terkandung dalam oralit
dapat diserap dengan baik oleh usus penderita diare (DepKes, 2011:14).
B. Simpulan dan Saran 1. Kesimpulan
Dari hasil penulisan dalam bab pembahasan, maka penulis dapat
menarik kesimpulan sebagai berikut:
a. Pengkajian yang dilakukan penulis ditemukan data subjektif : ibu pasien mengatakan bahwa anaknya rewel, menangis, tidak mau minum
banyak, buang air besar cair 4 kali dan muntah 2 kali sehari. Data
obyektif : turgor kulit tampak jelek, mukosa bibir kering, ubun-ubun
tampak cekung, dan balance cairan -178 cc sehari.
b. Diagnosa keperawatan utama yang muncul saat dilakukan pengkajian pada An.Z adalah kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif.
c. Intervensi atau rencana keperawatan pada diagnosa kekurangan volume cairan yaitu dengan mengkaji tanda-tanda kekurangan cairan,
memenuhi kebutuhan cairan yang kurang, memberikan pengetahuan
tentang cara mengatasi dehidrasi misalnya dengan menganjurkan untuk
minum yang secukupnya, dan kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian cairan dan elektrolit secara intravena.
d. Implementasi yang sudah dilakukan dalam 3 hari antara lain mengkaji status hidrasi pada pasien, mengkaji balance cairan, menganjurkan
25
kolaborasi dengan dokter untuk memberikan atau mengganti cairan
infus KaEn 3A 20 tetes per menit.
e. Evaluasi yang dilakukan oleh penulis dalam 3 hari sudah teratasi
balance cairan intake sama dengan output, dan penulis menganjurkan pada keluarga untuk memberikan oralit apabila kekurangan volume
cairan terjadi lagi pada anak.
2. Saran
Dengan memperhatikan kesimpulan diatas, penulis memberikan
saran sebagai berikut:
a. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien
seoptimal mungkin dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Memberikan kemudahan dalam pemakaian sarana dan prasarana
yang merupakan fasilitas bagi mahasiswa untuk mengembangkan ilmu
pengetahuans dan ketrampilannya melalui praktek klinik dan pembuatan
laporan.
c. Bagi Penulis selanjutnya
Diharapkan penulis selanjutnya dapat menerapkan ilmu
keperawatan yang telah dipelajari dan memanfaatkan waktu seefektif
mungkin, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien
17
BAB III
PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
A. Pembahasan
Pada bab ini penulis akan membahas studi kasus tentang “Asuhan
Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit Pada An.Z dengan
Gastroenteritis di Ruang Bakung RS Panti Waluyo Surakarta”. Prinsip dari pembahasan ini memfokuskan kebutuhan dasar manusia di dalam asuhan
keperawatan.
Pada riwayat kesehatan, Ibu pasien mengatakan hari minggu, 1 April
2012 pada malam hari pasien mengalami demam kemudian dibawa ke bidan di
desanya, demam pasien mulai turun setelah diberi obat dari bidan. Hari selasa, 3
April 2012 pagi hari pasien mulai demam lagi dan muntah 3 kali, sudah
dikompres dengan air hangat tetapi demam tidak turun setelah itu pasien juga
mengalami buang air besar cair. Jam 12.00 WIB pasien dibawa ke IGD rumah
sakit Panti Waluyo Surakarta, di IGD pasien dipasang infus KaEn 3A 60 cc/jam.
Kemudian disarankan untuk Rawat inap di ruang Bakung. Keluarga pasien
mengatakan hari selasa, 3 April 2012 pasien BAB kurang lebih 6 kali sehari,
warna kuning kehijauan, konsistesi lembek, tidak ada lendir, tidak ada darah,
dan pasien juga muntah-muntah berupa cairan berwarna putih. Saat di kaji hari
Kamis, 5 April 2012 jam 13.00 WIB pasien BAB 4 kali sehari, warna kuning,
18
perkembangan penyakitnya hari pertama di rumah sakit kondisinya sangat
lemas, hari kedua kondisi pasien sudah membaik BAB 2 kali sehari dan tidak
muntah-muntah, tetapi hari ketiga pasien mengalami BAB cair 4 kali sehari,
disertai muntah 2 kali berupa cairan berwarna putih. Ibu pasien mengatakan
bahwa anaknya tidak memiliki kebiasaan memasukkan jari ke dalam mulut.
Pengkajian pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa tingkah laku pasien
rewel selama di rumah sakit, turgor kulit kurang baik, ubun-ubun cekung, mata
cekung, mukosa bibir kering, pemeriksaan abdomen: inspeksi perut terlihat
cembung, tidak ada bekas luka, auskultasi bising usus 40x/menit normalnya 5
sampai 35x/menit, perkusi hiperthympani, palpasi tidak teraba masa dan ada
nyeri tekan di kuadran bawah abdomen. Dari hasil pemeriksaan fisik tersebut
dapat disimpulkan bahwa anak mengalami dehidrasi ringan. Pemeriksaan fisik
pada pasien diare dengan dehidrasi ringan antara lain: keadaan umum gelisah
dan rewel, kehilangan berat badan 5-10%, turgor kulit kurang baik,
ubun-ubunnya cekung, kelopak mata cekung, mukosa bibir kering, dan peningkatan
bising usus (Ngastiyah, 2005:172). Pemeriksaan feses menunjukkan adanya lemak dalam feses pasien yang artinya terdapat gangguan dalam penyerapan
lemak atau malabsorpsi lemak. Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila
dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan
bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi
usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat
muncul karena lemak tidak terserap dengan baik (Wulandari, 2009:9). Oleh
19
mengandung protein, linoleic acid, taurine, L-carnitine, vitamin dan mineral
untuk bayi usia 0-12 bulan dan menderita diare karena intoleransi laktosa dan
atau alergi terhadap susu sapi (ISO, 2011-2012: 616).
Diare akut (gastroenteritis) adalah inflamasi lambung dan usus yang
disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, dan patogen parasitik. Tanda dan
gejalanya adalah diare, mual muntah, dan demam ringan (Wong, 2004:492).
Hal ini sesuai dengan tanda dan gejala yang detemukan pada An.Z dalam
pengkajian pemeriksaan fisik yang telah dilakukan. Tanda dan gejala diare akut
yang ditemukan pada An.Z dapat menyebabkan dehidrasi dan menyebabkan
kekurangan volume cairan pada pasien. Apabila dehidrasi ringan terjadi dan
tidak diatasi dengan segera, maka anak bisa mengalami kejang dan syok
kemudian bisa menyebabkan kematian. Kondisi anak dengan kekurangan
volume cairan harus segera diatasi dengan pemenuhan cairan yang tepat,
sehingga didapatkan hasil cairan yang adekuat dengan hilangnya tanda-tanda
dehidrasi. Penanganan kekurangan cairan pada anak dapat diatasi dengan
minum yang secukupnya, apabila masih tampak tanda-tanda dehidrasi maka bisa
dilakukan pemberian cairan melalui intravena dengan berkolaborasi dengan
dokter. Kekurangan volume cairan pada anak jika tidak teratasi maka akan
menyebabkan suatu kondisi yang disebut syok hipovolemik dan berakibat pada
kematian.
Dari hasil pengkajian pasien, penulis merumuskan masalah keperawatan
kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan
20
penulis dari beberapa masalah keperawatan yang muncul pada pasien. Alasan
penulis memprioritaskan masalah kekurangan volume cairan karena kekurangan
volume cairan merupakan salah satu masalah kebutuhan dasar manusia yang
berkaitan dengan cairan dan elektrolit. Dimana cairan dan elektrolit tersebut
lebih dahulu untuk di atasi, karena penyakit diare sering menyerang bayi dan
balita, apabila tidak diatasi lebih lanjut akan menyebabkan dehidrasi yang
mengakibatkan kematian (Adisasmito, 2007:2). Mengingat akibat dari dehidrasi,
maka prioritas utama pengobatan diare adalah rehidrasi secepat mungkin dengan
pemberian cairan elektrolit, diikuti dengan pemberian makanan.
Kekurangan volume cairan adalah Penurunan cairan intravaskuler,
interstisial , dan atau intraselular. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan pada. Batasan karakteristik antara lain perubahan
pada status mental, penurunan tekanan darah, penurunan pada tekanan nadi,
penurunan volume nadi, penurunan turgor kulit, penurunan turgor lidah,