• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

2.2.5 Implementasi Otonomi Daerah

Didalam UU No.32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, didalamnya tertuang tentang pengertian otonomi daerah, yaitu hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat daerahnya sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Dalam hal ini tuntutan terhadap daerah adalah bagaimana daerah tersebut mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga dan tuntutan warganya. Selain itu warga masyarakat juga diharuskan membantu pemerintah daerahnya dengan berpartisipasi aktif dalam usaha pengembangan dan peningkatan kondisi perekonomian daerah dengan cara memaksimalkan peran mereka dan melakukan efektifitas terhadap potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh daerah tersebut.

Konsep dasar pelaksanaan otonomi daerah adalah memberikan wewenang kepada daerah untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan didaerahnya masing-masing sesuai dengan apa yang mereka kehendaki, dan pemerintah pusat akan membantu dan memelihara kegiatan-kegiatan yang tidak mungkin dilakukan oleh daerah (Soeparmoko, 2001:9). Kegiatan yang dilakukan pemerintah pusat yang tidak dapat dilakukan oleh pemerintah daerah adalah masalah kebijakan moneter, membangun jalan antar kota dan provinsi, maupun pemeliharaan system pengairan yang melintasi berbagai wilayah. Kewenangan pemerintah daerah terbatas hanya untuk mengurusi rumah tangga pemerintahannya sendiri sesuai dengan yang digariskan dalam undang-undang.Menurut Sarundajang (2002:34), pada hakikatnya otonomi daerah adalah :

1. Hal untuk mengurus rumah tangganya sendiri bagi suatu daerah otonom. Hak-hak tersebut bersumber dari wewenang pangkal dan

urusan-urusan pemerintah pusat yang diserahkan pada pemerintah daerah

2. Dalam kebebasan dalam menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri, daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenang otonominya itu diluar batas-batas wilayah daerahnya.

3. Daerah tidak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan yang diserahkan kepadanya.

4. Otonomi tidak membawahi daerah lain, hak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri tidak merupakan sub-ordonansi hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain.

2.2.5.2. Prinsip Dasar dan Tujuan Otonomi Daerah

Pada umumnya hakekatnya yang menghubungkan otonomi daerah yang mengandung pelimpahan wewenang (dekonsentrasi) dan penyerahan urusan (desentralisasi) kepada daerah, adalah dalam rangka demokrasi (politik) peningkatan pembangunan nasional di daerah. Hal tersebut melibatkan aspirasi dan partisipasi rakyat di daerah, tentang bagaimana pembangunan dilaksanakan berdasarkan persepsi dan kehendak mereka (ekonomi-politik).

Otonomi daerah memerlukan dukungan yang sangat besar dari masyarakat dan pemerintah itu sendiri. Menurut Rudini (tim suara Pembaharuan, 2000:45), untuk yang akan datang implementasi otonomi

daerah didasarkan pada kemampuan fisik, suatu kemampuan untuk membiayai dirinya sendiri untuk menyelenggarakan otonomi, karena tanpa itu otonomi tidak mungkin terselenggara. Otonomi memang menuntut kepada daerah untuk lebih inovatif dan memiliki visi dan misi kedepan yang mampu menggerakkan daerahnya menuju pada kemajuan daerahnya. Kepala daerah diharapkan mampu menggali potensi daerahnya untuk dapat bersaing dengan daerah sekitarnya agar tidak tertinggal jauh. Selain itu kepala daerah harus mampu melihat dan memperkirakan apa yang terbaik bagi daerahnya. Jiwa kepemimpinan yang tinggi yang dimiliki kepala daerah diharapkan mampu mengajak segenap masyarakat didaerahnya agar tergerak jiwa dan raganya bersama-sama membangun daerahnya.

Agar daerah dapat mengrus rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya maka kepadanya perlu diberikan sumber pembiayaan yang cukup lewat dana perimbangan dari pusat. Tetapi, mengingat tidak semua sumber pembiayaan dapat diberikan kepada daerah, maka kepada daerah diwajibkan untuk menggali sendiri segala sumber keuangan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pelaksanaan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab, tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif tampa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan.

Menurut darto (2005:11), tujuan dan maksud diselenggarakannya otonomi daerah adalah:

1. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

2. Untuk membangun kerjasama antar daerah dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah.

3. Untuk menjamin keserasian hubungan antar daerah dengan pemerintah pusat.

Pada intinya tujuan dari dilaksanakan otonomi daerah adalah untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran aktif masyarakat serta peningkatan pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu secara nyata, dinamis dan bertanggung jawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, mengurangi beban pemerintah pusat dari campur tangan di daerah yang akan memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal.

2.2.6. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari Sumber Ekonomi Asli Daerah.

Besarnya Pendapatan Asli Daerah menuntukkan kemampuan daerah untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dan memelihara serta mendukung hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan dan yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang (Mamesah, 1995: 126).

Kemandirian daerah di bidang keuangan salah satunya bersumber dari Pendapatan Asli Daerah yang mampu dihimpun oleh daerah yang bersangkutan. Sumber Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari dalam wilayah daerah yang bersangkutan. Dengan adanya tuntutan otonomi yang makin luas dan kondisi keuangan Negara yang menurun mendorong daerah untuk semakin meningkatkan penerimaannya yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah.(Istifadah, 2002: 2)

Pendapatan Asli Daerah merupakan suatu pendapatan yang menunjukkan kemampuan suatu daerah dalam menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan rutin maupun pembangunan, jadi pengertian Pendapatan Asli Daerah dapat dikatakan sebagai Pendapatan Rutin dari usaha-usaha pemerintah daerah dalam memanfaatkan potensi-potensi sumber keuangan daerahnya untuk membiayai tugas dan tanggung jawabnya.(Soehino, 1993: 150)

Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber pendapatan murni daerah untuk mempercepat kemandirian Daerah Tingkat II di bidang pendanaan, dalam arti mampu membiayai, mengatur, dan mengurus rumah tangganya sendiri, maka pemerintah Daerah Tingkat II meningkatkan kemampuan agar

semakin dapat mengusahakan penggalian sumber Pendapatan Asli Daerahnya sendiri sesuai dengan keadaan dan potensi perekonomian yang ada di daerahnya masing-masing.

Pendapatan Asli Daerah adalah upaya pemerintah daerah untuk menghimpun dana guna pengelolaan pembangunan secara mandiri dan berkesinambungan. (Dwijowijoto, 2001: 157).

Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang berasal dari sumber-sumber Pendapatan Daerah yang terdiri dari pajak, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.(Bratakusumah, 2001: 169)

Dari definisi di atas bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting yaitu :

1. Suatu proses yang berarti merupakan perubahan yang terjadi terus-menerus.

2. Usaha untuk menaikkan pendapatan berkapita

3. Kenaikan pendapatan berkapita harus berlangsung dalam jangka panjang

Jadi dapat disimpulkan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang berasal dari dalam daerah yang bersangkutan guna membiayai kegiatan-kegiatan daerah tersebut, semakin tinggi Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka semakin tinggi kualitas otonominya.

2.2.7. Dasar dan Sumber Penerimaan Daerah

Pendapatan atau penerimaan daerah diatur menurut Undang-Undang No. 22 tahun 1999 pasal 79 sampai dengan pasal 86 dan peraturan pemerintah No. 5 tahun 1975 pasal 23 sampai dengan pasal 2 yang penyusunannya masuk ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang disesuaikan dengan Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah otonomi pasal 86.

Keuangan Pemerintah Daerah adalah kemampuan pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah mulai dari merencanakan, mengawasi, mengendalikan, mengevaluasi berbagai sumber keuangan sesuai dengan kewenangan dalam rangka asas desentralisasi dan tugas pembantu daerah diwujudkan dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang sesuai dengan Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah otonomi (pasal 6).

Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi keberhasilan desentralisasi adalah adanya pengesahan sumber dana, sumber daya manusia, dan perangkat fisik yang memadai untuk mendukung pelaksanaan urusan yang diserahkan pada daerah agar daerah dapat mengurus rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya, maka perlu diberikan sumber-sumber pembiayaan yang cukup. Tetapi mengingat tidak seluruh sumber-sumber pembiayaan dapat diberikan ke daerah, maka daerah diwajibkan menggali sumber keuangan sendiri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sumber perolehan dana bagi pemerintah daerah itu bermacam-macam berdasarkan Undang-Undang No. 22 tahun 1999, menyebutkan bahwa sumber pendapatan daerah berasal dari :

a. Pendapatan Asli Daerah sendiri yang terdiri dari : 1. Hasil pajak daerah

Pengertian pajak daerah menurut undang-undang No.34 tahun 2000 pasal 1 ayat (6), tentang perubahan undang-undang No.18 tahun 1997, tentang pajak daerah dan retribusi daerah, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.

2. Hasil retribusi daerah

Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.(Halim,2004:96).

3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan.

Perusahaan daerah adalah perusahaan yang sebagian atau seluruh modalnya milik pemerintah daerah, baik berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan maupun yang berasal dari APBD (Solihin,2002:130).

4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Lain-lain pendapatan asli daerah yang dan sah seperti yang diatur dalam undang-undang No.32 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah adalah sebagai berikut :

a. Hasil dari penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan b. Jasa giro

c. Pendapan bunga

d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing e. Komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat penjualan

dan/atau penggandaan dan/atau jasa daerah b. Dana Perimbangan

1. Penerimaan dari pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam

2. Dana alokasi umum 3. Dana alokasi khusus c. Pinjaman Daerah

d. Lain-lain Penerimaan yang sah

Hasil pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan berdasarkan Undang-Undang No. 18 tahun 1997. Pajak daerah adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pungutan ini dikenakan kepada semua obyek seperti benda bergerak atau tidak bergerak. Sedangkan yang dimaksud

dengan retribusi daerah adalah pungutan yang dilakukan sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang diberikan secara langsung dan nyata.

Dana perimbangan ditetapkan pemerintah berdasarkan Undang – Undang No. 5 tahun 1999. Dana perimbangan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah adalah :

1. Pajak Bumi dan Bangunan : 10% untuk pemerintah dan 90% untuk pemerintah daerah

2. Bea perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan : 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk pemerintah daerah

3. Sumber daya alam sektor kehutanan, pertambangan, dan perikanan : 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk pemerintah daerah

4. Pertambangan minyak bumi : 85% untuk pemerintah pusat dan 15% untuk pemerintah daerah

5. Pertambangan gas alam : 70% untuk pemerintah pusat dan 30% untuk pemerintah daerah

Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan adalah penerimaan dari dinas-dinas yang tidak merupakan penerimaan dari pajak dan retribusi daerah, misalnya : dinas-dinas pertanian, peternakan, kesehatan dan lain-lain. Kewenangan pemerintah dan profinsi sebagai daerah otonom yang didasarkan pada Undang-Undang No. 25 tahun 2000 yang dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Dana Alokasi Umum

Dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu.

2. Dana Alokasi Khusus

Dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

a. Dana alokasi untuk daerah profinsi yang dibagi menjadi 4 jenis pajak, yaitu :

1) Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air : 70% untuk provinsi dan 30% untuk daerah kabupaten atau kota.

2) Pajak bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air : 70% untuk provinsi dan 30% untuk daerah kabupaten atau kota. 3) Pajak bahan bakar kendaraan bermotor : 30% untuk provinsi dan

70% untuk daerah kabupaten atau kota.

4) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air di bawah tanah dari permukaan : 30% untuk provinsi dan 70% untuk daerah kabupaten atau kota.

b. Dana alokasi untuk daerah kabupaten atau kota yang dibagi menjadi 6 jenis pajak, yaitu :

1) Pajak hotel : 10% 2) Pajak restaurant : 10% 3) Pajak hiburan : 35% 4) Pajak reklame : 25%

5) Pajak penerangan jalan : 10% 6) Pajak parkir : 20%

Pinjaman pemerintah merupakan pinjaman yang digunakan untuk membangun aset-aset daerah yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Dana untuk penerimaan lain-lain yang sah adalah penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan barang-barang milik daerah, penjualan barang-barang bekas, cicilan kendaraan bermotor roda empat dan roda dua, cicilan rumah yang dibangun oleh pemerintah daerah, penerimaan jasa giro (kas daerah) dan lain-lain.

Kebijakan itu sendiri Supriatna, (1993: 173), yaitu :

1. Pembiayaan dalam rangka asas desentralisasi, dekonsentralisasi, dan tugas pembangunan.

2. Sumber pendapatan asli daerah.

3. Pengelolaan keuangan daerah dan peningkatan kemampuan aparatur daerah dalam rangka mengelola keuangan dan pendapatan daerah.

Berdasarkan asas desentralisasi, semua urusan pemerintah daerah baik mengenai urusan pengeluaran belanja pegawai dan operasional daerah

maupun mengenai proyek-proyek pembangunan daerah harus dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Tidak berarti pemerintah daerah harus mempunyai penerimaan asli daerah, pajak, retribusi daerah yang mencukupi untuk segala pengeluaran tersebut, akan tetapi dapat juga dari penerimaan daerah berupa subsidi atau bagi hasil dari pemerintah. Hanya saja jika pusat memberikan subsidi pada daerah dalam rangka pelaksanaan asas ini maka subsidi tersebut harus bersifat (block grant), dimana penggunaan sepenuhnya diserahkan pada pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) (Supriatna, 1993: 174).

Berdasarkan asas dekonsetralisasi, pemerintah pusat melaksanakan tugas-tugas pemerintah di daerah melalui aparatnya, dalam hal ini pembiayaan operasional maupun pembangunan proyek-proyek dengan pembiayaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara, yang diarahkan oleh Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

Asas kesatuan Indonesia baru menyatakan bahwa “daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pemerintah pusat”. Atas asas ini antara keuangan Negara atau pusat dan keuangan daerah terdapat hubungan yang sangat erat, bukan saja antara tingkat pemerintah tetapi juga mencakup faktor-faktor strategi pembangunan dan pengawasan terhadap daerah.

Ruang lingkup hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah bersifat kompleks karena keterkaitannya dengan berbagai aspek, terutama dampak dari pelaksanaan asas desentralisasi,

dekonsentralisasi, dan tugas pembangunan dapat disederhanakan sebagai berikut:

a. Asas Pembiayaan Daerah

Asas kegiatan pemerintah di daerah baik yang menyangkut operasional maupun pembangunan didasarkan atas:

1) Asas desentralisasi yang dibiayai atas beban Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

2) Asas dekonsentralisasi yang dibiayai atas Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

3) Asas tugas pembangunan dibiayai atas beban pemerintah yang menugaskan.

b. Pajak Pusat dan Pajak Daerah

Tugas pemerintah pusat untuk melaksanakan pemerataan antar daerah, sehingga mengharuskan adanya sumber-sumber penerimaan yang cukup besar, dalam hal ini berupa pajak-pajak disamping diperlukannya pembiayaan operasional pemerintahan pusat itu sendiri. Jika semua pajak yang lainnya, sebaiknya daerah yang menerima alokasi sektoral lebih kecil perlu dan diberikan subsidi yang lebih besar.

c. Pinjaman Daerah

Merupakan alat penerimaan daerah didalam struktur keuangan daerah. Pinjaman daerah ini semakin memegang posisi penting sebagai sumber pembiayaan pembangunan sarana dan prasarana daerah, terutama dalam rangka pelayanan umum kepada masyarakat daerah. Peranan pinjaman

daerah yang semakin meningkat, selain akan mengurangi ketergantungan pembiayaan daerah atas Anggaran Pendapatan Belanja Negara, juga akan semakin mendewasakan sistem perencana anggaran atau keuangan daerah di lingkungan pemerintah daerah secara mantap dan mandiri.

Pinjaman daerah merupakan alternatif pembiayaan pembangunan, maka diharapkan pemerintah daerah akan dapat menentukan sendiri kegiatan atau proyek-proyek yang benar-benar diperlukan masyarakat dan yang menghasilkan pendapatan untuk membayar kembali pinjaman tersebut, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

2.3 Model Analisis

Penelitian ini mendekatan kualitatif, dimana tidak digunakan suatu model dengan Variabel terkait maupun variabel bebas dalam analisisnya. Dalam penulisannya hanya memaparkan kondisi Kabupaten Sampang dan Sumenep dalam rangka otonomi daerah, kemudian dianalisis secara kuantitatif berdasarkan Pemrosesan dan pengolahan data yang diperoleh dengan alat analisis yang berupa formula seperti Indeks Desentralisasi Fiskal dan Rasio Kemandirian Daerah.

Dokumen terkait