VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.7. Implikasi Kebijakan dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah
Implikasi atau keterlibatan kebijakan dalam pengendalian alih fungsi lahan pertanian sangat penting dilakukan. Baik kebijakan yang berasal dari pemerintahan pusat maupun daerah. Menurut Widjanarko et al (2006) ada tiga
69 kebijakan nasional yang berpengaruh langsung terhadap alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian adalah:
1. Kebijakan privatisasi pembangunan kawasan industri sesuai Keputusan Presiden Nomor 53 tahun 1989 yang telah memberikan keleluasaan kepada pihak swasta untuk melakukan investasi dalam pembangunan kawasan industri dan memilih lokasinya sesuai dengan mekanisme pasar.
2. Kebijakan pembangunan pemukiman skala besar dan kota baru. Kebijakan pemerintah ini sangat berpengaruh terhadap alih fungsi lahan, karena memunculkan spekulan yang mendorong minat petani menjual lahannya. 3. Kebijakan deregulasi dalam hal penanaman modal dan perizinan sesuai Paket
Kebijaksanaan Oktober Nomor 23 Tahun 1993 memberikan kemudahan dan penyederhanaan dalam pemrosesan perizinan lokasi. Kebijakan tersebut menyebabkan peningkatan dalam permohonan izin lokasi untuk kawasan industri, pemukiman, maupun wisata.
Permasalahan alih fungsi lahan pertanian ini merupakan masalah serius yang harus ditangani cepat oleh pemerintah. Sehingga perlunya sinergisitas dari segala pihak dalam melaksanakan kebijakan tersebut. Selain kebijakan yang disebutkan di atas, terdapat pula kebijakan lahan abadi dari pencanangan reforma agraria Indonesia. Kebijakan lahan abadi merupakan salah satu bagian dari Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK). Dalam RPPK, program pembukaan lahan pertanian dalam lima tahun ke depan diarahkan ke dalam tiga bentuk, yaitu :
1. Pemanfaatan lahan terlantar (lahan alang-alang dan semak belukar) dengan mengembangkan tanaman semusim maupun tahunan, terutama di daerah transmigrasi.
2. Pengendalian alih fungsi lahan pertanian. Mempertahankan lahan irigasi yang telah menghabiskan investasi besar dalam pencetakkan dan pembangunan jaringan irigasinya.
3. Perluasan areal sawah dan lahan kering terutama di luar Jawa.
Kabupaten Bogor merupakan daerah yang perekonomiannya berdaya saing dengan titik berat pada revitalisasi pertanian, sehingga dibutuhkan langkah kebijakan dalam menyukseskan revitalisasi pertanian tersebut. Penekanan dengan
70
penganekaragaman konsumsi pangan merupakan salah satu kebijakan yang wajib diterapkan oleh suatu daerah. Berbagai strategi yang terkait dengan upaya penganekaragaman konsumsi pangan antara lain adalah (1) Diversifikasi usaha rumah tangga diarahkan untuk meningkatkan pendapatan produsen, terutama petani, peternak, dan nelayan kecil melalui pengembangan usahatani terpadu; (2) Diversifikasi usaha atau produksi pangan dan diversifikasi konsumsi pangan melalui pengembangan diversifikasi usahatani terpadu bidang pangan, perkebunan, peternakan, perikanan; (3) Pengembangan pangan lokal sesuai dengan kearifan dan kekhasan daerah untuk meningkatkan diversifikasi pangan lokal; (4) Pengembangan sumberdaya manusia di bidang pangan dan gizi dilakukan melalui pendidikan, pelatihan dan penyuluhan secara komprehensif.
Studi kasus dalam penelitian di Kecamatan Ciampea ini memperlihatkan bahwa sebenarnya pendapatan petani di daerah tersebut cukup menghasilkan pendapatan. Hasil perhitungan menyatakan rata-rata kepemilikan lahan yang ada di Kecamatan Ciampea adalah sebesar 1 hektar dengan pendapatan sebesar Rp 4.056.738 per musim tanam. Nilai tersebut memang belum memenuhi kriteria hasil yang tinggi (bekisar Rp 6.000.000-Rp 7.000.000). Hal ini dikarenakan karena produktivitas dari lahan sawah yang masih rendah. Masalah tersebut dapat ditanggulangi dengan kebijakan pemberian teknologi memadai secara merata untuk petani-petani di daerah tersebut. Peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk hal ini. Selain itu, fenomena petani miskin yang ada di Indonesia ini tidak hanya disebabkan dari hal-hal internal penanaman saja namun juga pola pikir para petani. Selama ini, pada masa menunggu hasil panen masih tidak banyak petani yang memanfaatkan waktunya untuk hal-hal yang lain, padahal bisa saja digunakan untuk berdagang ataupun pekerjaan lainnya. Sehingga pendapatan para petani pun akan meningkat pula. Petani belum banyak juga yang menyadari pentingnya arti pendidikan sehingga masih banyak anak-anak petani yang memiliki kualitas pendidikan yang rendah. Padahal pendidikan anak merupakan investasi untuk perubahan nasib mereka yang lebih baik di masa yang akan datang.
Dalam kaitannya dengan alih fungsi lahan ini kebijakan yang tepat selain menekan konsumsi beras masyarakat adalah dengan menekan laju pertumbuhan penduduk dengan program Keluarga Berencana (KB), pembukaan lahan sawah
71 baru, dan penerapan System of Rice Intensification (S.R.I.). Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Kabupaten Bogor semenjak tahun 2012 telah melaksanakan program atau kegiatan dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya. Upaya intensifikasi menjadi pilihan utama untuk usaha peningkatan produksi dan produktivitas pangan. Beberapa kegiatan yang dilakukan mulai dari on farm sampai off farm. Kegiatan on farm berupa penyediaan sarana dan prasarana produksi, sedangkan off farm berupa penyediaan peralatan pasca panen sehingga produk pertanian memiliki nilai tambah.
Beberapa fasilitas sarana dan prasarana yang diberikan Distanhut kepada petani yaitu melalui kegiatan pengembangan pembenihan/pembibitan padi dan pengembangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang dikenal dengan nama Gerakan Peningkatan Produksi Padi Berbasis Masyarakat (GP3M). Pola yang diterapkan pada kegiatan pengembangan PTT padi ini menggunakan pola yarnen (bayar saat panen). Kegiatan ini ditunjang dengan peralatan usaha tani seperti traktor, bagan warna daun, caplak, gasrok, alat pengendalian hama, penyuluhan tentang pengendalian hama hingga alat pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian.
Selain itu, adanya program peningkatan produksi beras nasional (P2BN) dari Kementrian Pertanian, membuat berbagai daerah di Indonesia berkompetisi untuk mencapai peningkatan produksi beras sebesar 5 persen. Seperti halnya Kabupaten Bogor pada tahun 2013 berhasil meningkatkan produksi beras hingga 7,3 persen melebihi target tersebut. Keberhasilan tersebut didapat dari adanya peningkatan produksi dan produktiviitas, peningkatan adopsi teknologi, pencapaian target kecukupan pangan dan peningkatan pendapatan dengan melakukan perluasan area tanam serta perbaikan irigasi. Hal tersebut menandakan betapa penting dan berpengaruhnya kebijakan pemerintah dalam memajukan pertanian Indonesia.
73