III. Kriteria Ekonom
5.4 Implikasi Kebijakan Pengendalian Inflas
Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk mengendalikan inflasi dapat dilakukan dengan menggunakan kebijakan moneter, fiskal atau kebijakan yang menyangkut kenaikan produksi.
Sasaran kebijakan moneter dapat dicapai melalui pengaturan jumlah uang beredar (M). Salah satu komponen M adalah uang giral (demand deposit), dengan demikian Bank Sentral (BI) dapat mengatur uang giral ini melalui penetapan cadangan minimum. Disamping itu, BI juga dapat menggunakan tingkat diskonto (discount rate) dan operasi pasar terbuka. Discount rate merupakan tingkat bunga pinjaman yang diberikan oleh Bank Sentral terhadap Bank Umumm, sedangkan operasi pasar terbuka adalah jual beli surat-surat berharga BI dengan tujuan menekan jumlah uang beredar.
Kebijakan fiskal menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah serta perpajakan yang secara langsung dapat memengaruhi permintaan total dan dengan demikian akan memengaruhi harga. Inflasi dapat dikendalikan melalui penurunan pengeluaran pemerintah serta kenaikan pajak.
Kebijakan penentuan harga juga dapat dilakukan untuk pengendalian inflasi. Kebijakan tersebut dilakukan dengan penentuan ceiling harga, serta mendasarkan pada indeks harga tertentu untuk upah dan komoditas lain yang menguasai hajat hidup orang banyak, shingga pemerintah dapat dengan langsung bertindak terhadap kondisi yang terjadi.
Merujuk kepada hasil penelitian yang diuraikan sebelumnya, Tabel 5.5. berikut menyajikan rangkuman arah kebijakan yang disarankan oleh penulis dalam rangka pengendalian inflasi di Pulau Jawa.
Tabel 5.5 Implikasi Kebijakan Berdasarkan Hasil Penelitian
No. Hasil Penelitian Implikasi Kebijakan
1. Pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi di Pulau Jawa.
Pemerintah daerah sebaiknya mengendalikan pengeluarannya dengan peningkatan efisiensi alokasi anggaran dan memberikan bobot yang lebih besar kepada belanja modal bila dibandingkan dengan belanja barang. 2. Harga minyak dunia berpengaruh
positif dan signifikan terhadap inflasi di Pulau Jawa.
Pemerintah pusat sebaiknya:
1. Tetap memberikan bantuan subsidi namun, diiringi dengan
melaksanakan kebijakan
penyesuaian harga BBM secara perlahan-lahan menyesuaikan dengan proporsi keuagan pemerintah.
2. Terkait dengan kebutuhan konsumsi bahan bakar untuk keperluan
produksi industri perlu dialihkan ke penggunaan energi alternatif lain seperti gas maupun panas bumi sehingga tekanan terhadap kebutuhan bahan bakar (minyak bumi) semakin berkurang. 3. Kondisi infrastruktur jalan raya
berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi di Pulau Jawa.
Pemerintah baik pusat, provinsi dan kabupaten/kota disarankan agar: 1. Meningkatkan daya saing produk
karena dengan peningkatan daya saing maka ekspor neto akan terus meningkat serta memacu ekspor untuk komoditas unggulan sehingga peningkatan kondisi infrastruktur memiliki dampak seperti diharapkan yaitu mengurangi biaya transportasi serta lancarnya arus barang sehingga tingkat harga menjadi turun
2. Memelihara, memperbaiki dan terus meningkatkan infrastruktur jalan raya yang sudah tersedia.
4. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi di Pulau Jawa.
Pemerintah pusat maupun daerah sebaiknya menciptakan iklim yang mendorong peningkatan produksi sekaligus membantu menyediakan atau paling tidak mempermudah penyediaan baik secara langsung maupun tidak langsung atas barang- barang komoditas utama yang banyak dikonsumsi pada perekonomian daerah masing-masing untuk mencukupi kenaikan pada sisi permintaan.
5. Upah minimum regional berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi di Pulau Jawa
Pemerintah pusat sebaiknya memepertimbangkan besarnya penyesuain upah minimum regional agar peningkatannya tidak lebih tinggi dari tingkat inflasi.
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan dalam penulisan skripsi ini, maka hasil penelitian faktor-faktor yang memengaruhi inflasi di Pulau Jawa dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pengujian variabel pada estimasi faktor-faktor yang memengaruhi inflasi di Pulau Jawa dilakukan dengan menggunakan metode data panel Pooled Least Square (PLS). Secara keseluruhan dapat dikemukakan bahwa signifikansi pengaruh variabel-variabel seperti perubahan pengeluaran pemerintah, perubahan pertumbuhan ekonomi, perubahan upah minimum, perubahan kondisi infrastruktur dan perubahan harga minyak dunia menunjukkan berpengaruh terhadap pergerakan inflasi di Pulau Jawa. Sedangkan variabel perubahan jumlah uang beredar dan perubahan harga pangan dunia tidak berpengaruh signifikan dalam memengaruhi pergerakan tingkat inflasi di Pulau Jawa.
2. Implikasi kebijakan yang harus dilakukan untuk mengatasi inflasi tidak terlepas dari sumber-sumber yang menyebabkan inflasi pada perekonomian regional. Berdasarkan hasil analisis regresi penyebab munculnya inflasi pada perekonomian regional lebih disebabkan dari sisi penawaran. Oleh karena itu perhatian sebaiknya lebih difokuskan kepada sektor produksi dalam mengendalikan inflasi. Temuan penting dari penelitian ini adalah perubahan kondisi infrastruktur di Pulau Jawa ternyata memberikan pengaruh yang positif terhadap inflasi. oleh karenanya disamping tetap menjaga dan meningkatkan kualitas dari kondisi infrastruktur yang sudah tersedia, sebaiknya pemerintah juga memperhatikan keseimbangan ekspor dan impor di Pulau Jawa dengan mendorong ekspor supaya dapat mengimbangi impornya. Dengan meningkatkatnya kuantitas nilai ekspor maka diharapkan peningkatan kondisi infrastruktur dapat optimal mendukung ekspor tersebut, sehingga dapat mengurangi tingkat inflasi.
6.2 Saran
Keterbatasan penelitian ini adalah hanya membahas inflasi pada Pulau Jawa saja. Saran untuk penelitian lebih lanjut adalah sebgai berikut:
1. Merubah cakupan penelitian menjadi provinsi-provinsi lain selain Pulau Jawa, sehingga melengkapi hasil penelitian ini.
2. Memasukkan variabel lain yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap volatilitasi inflasi baik di Pulau Jawa maupun di provinsi-provinsi lainnya di Indonesia, yaitu suku bunga sebagai proksi lain kebijakan moneter dan variabel ekspor-impor.
3. Mengumpulkan keterbatasan data yang tidak diperoleh penulis pada penelitian ini, seperti jumlah uang beredar pada level provinsi, maupun penggunaan data harga komoditas pangan yang paling besar dikonsumsi di masing-masing provinsi sebagai proksi harga pangan dunia agar lebih mampu untuk menjelaskan dinamika inflasi pada perekonomian regional secara lebih akurat.