• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit (Crude Palm Oil) dan inti sawit (kernel) adalah salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia saat ini. Prospek yang baik dari komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk terus mengembangkan komoditi perkebunan ini. Menurut Sekretaris Jenderal Departemen Perindustrian (2007), berkembangnya subsektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak lepas dari adanya kebijakan pemerintah yang memberikan berbagai insentif, terutama kemudahan dalam hal perijinan dan bantuan subsidi investasi untuk membangun perkebunan rakyat dan pembukaan wilayah untuk areal perkebunan besar swasta. Prospek perkebunan yang didukung dengan baik diiringi dengan perkembangan industri pengolahan kelapa sawit. Industri kelapa sawit menjadi industri yang paling strategis. Produksi yang tinggi berdampak positip bagi perekonomian Indonesia baik dari segi kontribusinya terhadap pendapatan negara maupun penyerapan tenaga kerja dalam sektor ini. Produksi terus meningkat dikarenakan permintaan minyak sawit dunia terus meningkat. Sektor industri kelapa sawit menjadi industri yang sangat prospektif dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitar perkebunan kelapa sawit.

Produksi CPO yang tinggi untuk pemenuhan permintaan dunia mengakibatkan secara tidak langsung adanya efek samping pencemaran lingkungan. Pencemaran pada lingkungan hidup akibat industri kelapa sawit dapat menimbulkan bahaya bagi manusia dan lingkungan jika tidak dilakukan penanganan. Seiring dengan semakin meningkatnya produksi, industri kelapa sawit sudah mempunyai upaya-upaya penanganan untuk mengatasi pencemaran lingkungan. Penelitian ini mempresentasikan alternatif-alternatif penanganan limbah yang ingin direkomendasikan kepada industri kelapa sawit. Alternatif ini tidak hanya berfokus bagaimana menangani hasil samping berupa limbah, namun juga bagaimana meningkatkan efektifitas, efisiensi, dan produktifitas. Dasar penelitian ini yaitu sebuah sistem yang dikenal dengan produksi bersih. UNEP (2003) mengartikan produksi bersih (cleaner production) adalah sebuah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat pencegahan dan terpadu yang diterapkan secara terus-menerus pada proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuan mengurangi resiko terhada melihat peluang untuk dilaksanakan di industri kelapa sawit. Studi kasus dilakukan di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina-Perbaungan, Sumatera Utara yang merupakan salah satu industri kelapa sawit di Indonesia yang menghasilkan CPO dibawa naungan BUMN. Kapasitas olah di perusahaan ini yaitu 30 ton TBS/jam. Setelah dianalisis produksi bersihnya baik secara teknis, ekonomi, maupun lingkungan, maka alternatif yang akan direkomendasikan diuji dengan AHP.

AHP (Analytical Hierarchy Process) adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategis, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki untuk membantu mengambil keputusan (Marimin, 2008). Pengambilan keputusan dengan AHP dibantu oleh pakar (expert) dalam bidang kelapa sawit dan dianalisis lebih lanjut dengan program Expert Choice 2000. Terdapat delapan alternatif yang akan direkomendasikan untuk dilaksanakan di industri kelapa sawit. Alternatif ini akan memberikan keuntungan kepada perusahaan atau industri kelapa sawit. Alternatif-alternatif yang direkomendasikan untuk dilaksanakan secara bertutut-turut yaitu optimasi penegasan standar operasional prosedur, efisiensi penggunaan air, tata cara operasi yang baik, pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit sebagai sumber energi alternatif biogas, optimasi pemanfaatan tandan kosong sebagai pupuk organik, pengendalian asam lemak bebas dengan

61 pengaturan jadwal panen dan efisiensi penggunaan truk, pengutipan minyak dengan pembuatan kolam penampung air kondensat dan kolam penampung minyak dari air kondensat, dan upaya pencegahan kontaminasi kotoran pada buah.

6.1. Optimasi Penegasan SOP

Standard Operating Prosedur (SOP) pada dasarnya adalah pedoman yang berisi prosedur-prosedur operasional standar yang ada dalam suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa semua keputusan dan tindakan, serta penggunaan fasilitas-fasilitas proses yang dilakukan oleh orang-orang dalam organisasi berjalan secara efisien dan efektif, konsisten, standar, dan sistematis (BAA, 2008). Dengan adanya SOP diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas kinerja produksi dan layanan yang diberikan. Adanya instruksi kerja yang terstandarisasi maka semua kegiatan akan dilakukan secara konsisten oleh siapapun yang ada di dalam badan tersebut. Semua industri kelapa sawit memiliki buku SOP nya sendiri. SOP itu tercantum pada buku Pedoman SPO (Standar Prosedur Operasi) Perusahaan. Permasalahan yang sering terjadi pada industri kelapa sawit adalah mengenai penerapan dari SOP tersebut. SOP yang telah ada sebenarnya sudah dibuat dengan sangat baik. Namun perlu adanya penegasan dari jajaran puncak manajemen dalam penerapannya. SOP harus bersifat dinamis, dalam arti bisa mengikuti kondisi pada saat aturan atau standar itu dibuat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efektifitas, efisiensi, dan produktivitas. Optimasi penerapan SOP harus bersifat tegas di seluruh elemen baik itu dari sisi perkebunan, pabrik, sampai unsur manajemen tanpa terkecuali. Optimasi penegasan SOP sangat berkaitan dengan tata cara operasi yang baik oleh operator atau pekerja dalam melaksanakan tugasnya. Dalam penelitian ini penegasan SOP dikhususkan untuk kasus tekanan rebusan yang tidak mencapai 2,8 kg/cm2 pada puncak ketiga, tumpahan minyak pada digester, atau adanya ceceran minyak di atas norma atau aturan yang telah ditetapkan.

Tekanan rebusan yang tidak mencapai 2,8 kg/cm2 pada puncak ketiga disebabkan jarak yang terlalu jauh antara ketel rebusan dengan BPV, kemungkinan banyak kebocoran uap di rebusan atau pada pipa dari BPV menuju rebusan, serta terlalu banyak pemakaian uap untuk instalasi di luar rebusan (Hariyanto, 2007). Jika pelaksanaan telah sesuai dengan SOP namun masih terjadi kasus seperti ini maka perlu dilakukan pencegahan agar tidak mempengaruhi proses-proses lainnya. Upaya menghindari hal tersebut maka diperlukan pencegahan dengan pengawasan operasional oleh operator, mandor, dan asisten pengolahan. Pengawasan operasional dilakukan dengan mengevaluasi grafik rebusan (hasil rekaman perebusan pada mesin operator) untuk mengetahui tekanan perebusan, kebocoran uap, holding time, waktu rebus, dan waktu merebus. Pemeriksaan harian alat pengukur tekanan dan suhu setiap pagi harus dilakukan sebelum proses pada hari tersebut dimulai.

Pada proses pengempaan akan terjadi kehilangan minyak berupa ceceran minyak akibat tertumpah di lantai. Tumpahan minyak pada digester disebabkan karena pelaksanaan proses tidak sesuai dengan SOP. Walaupun tumpahan ini tidak banyak namun tumpahan ini dapat mengotori pabrik. Kautsar (2006) menyebutkan bahwa hal ini disebabkan karena keadaan penuh yang mengakibatkan air proses pelumatan meluap dari manhole yang merupakan lubang yang digunakan untuk mengetahui keadaan bagian dalam digester. Penyebab hal ini adalah pengadukan yang tidak sempurna karena pisau digester yang telah tumpul. Alternatif yang diberikan yaitu dengan mengganti pisau digester setiap 4 bulan 19 hari. Jika SOP sudah dilaksanakan dengan baik namun masih terdapat sedikit minyak yang meleleh dari digester maka alternatif yang dilakukan adalah pembersihan lantai proses oleh operator. Ceceran minyak yang terdapat pada setiap stasiun pada umumnya akan dapat diminimasi jika SOP

62 benar telah dilakukan dengan baik. Secara teknis optimasi penegasan SOP dapat dengan mudah diterapkan dalam industri kelapa sawit. Dengan penegasan SOP akan membuat pekerja melakukan pekerjaannya sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Dalam hal ekonomi, keuntungan sudah pasti akan diperoleh dengan kinerja yang baik sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Untuk keuntungan harus membutuhkan kajian lebih lanjut mengenai besarnya nilai yang bisa diperoleh. Secara lingkungan juga akan memberikan keuntungan dengan pengurangan kuantitas hasil samping yang dihasilkan. Penerapan alternatif optimasi penegasan SOP diharapkan direkomendasikan tidak hanya di stasiun perebusan dan pengempaan seperti dalam kasus di atas, namun juga harus dilakukan di seluruh aspek (stasiun) baik di pabrik pengolahan maupun di perkebunan.

6.2. Efisiensi Penggunaan Air

Air merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam industri kelapa sawit. Hampir seluruh tahapan proses pengolahan menggunakan air. Proses perebusan, pemurnian, pengutipan inti sawit, pembersihan alat-alat proses, dan pembersihan area pabrik yang paling banyak menggunakan air. Pada umumnya industri kelapa sawit mendapatkan untuk kegiatan atau aktifitasnya dari air permukaan dan air bawah tanah. Alternatif ini direkomendasi kepadaindustri kelapa sawit untuk diterapkan dengan melakukan penutupan kebocoran air dikhususkan di area proses pemurnian dan pabrik biji. Penutupan kebocoran air dilakukan dengan pengelasan pada besi selang (pipa) yang bocor. Selain itu upaya penutupan kebocoran air bisa dilakukan dengan mengganti selang yang bocor baik itu selang berbahan plastik maupun besi (pipa). Pemeriksaan selang dan pipa seluruh stasiun olah dilakukan setiap hari sebelum memulai produksi. Kerjasama dari operator berupa kesadaran penggunaan air untuk pencucian mesin-mesin dan area lokasi pabrik di sekitar stasiun pengempaan, pemurnian, dan pabrik biji juga sangat dibutuhkan. Alternatif ini akan menguntungkan pihak industri kelapa sawit baik secara teknis, ekonomi, dan lingkungan. Dalam hal teknis, pelaksanaan alternatif ini mudah untuk dilaksanakan. Secara ekonomis akan mendapatkan penghematan sebesar Rp. 14.864.460/tahun. Pencemaran lingkungan berupa minimasi kuantitas air limbah juga berkurang.

6.3. Tata Cara Operasi Yang Baik

Tata cara operasi yang baik merupakan suatu cara melakukan pekerjaan dengan benar untuk mencapai efektifitas dan efisiensi yang optimal dalam suatu pekerjaan sesuai dengan standar yang berlaku. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa SOP memiliki hubungan yang sangat erat dengan tata cara operasi yang baik. SOP yang telah ada dan dibuat dengan sangat baik tapi kurang adanya dukungan berupa kesadaran bagi unsur-unsur yang melaksanakan akan menjadi hal yang sia-sia, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu harus saling mendukung antara dua elemen ini. Tujuan dari tata cara operasi yang baik yaitu untuk meningkatkan produktifitas kerja dan produk yang dihasilkan. Selain itu tujuan tata cara operasi yang baik menurut Niebel dan Freivalds (2003) dalam Yuliani (2006) yaitu meminimalkan waktu penyelesaian pekerjaan, menghemat sumber daya dan biaya, serta memaksimalkan keselamatan dan kesehatan kerja.

Permasalahan tentang tata cara operasi sering menjadi kendala dalam industri kelapa sawit. Kurangnya kesadaran pekerja sebagai SDM (Sumber daya Manusia) dalam melaksanakan standar operasional prosedur yang berlaku menyebabkan produksi menurun. Hal ini juga berlaku kepada pekerja dalam kasus penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) ketika berada di dalam pabrik. Kesadaran

63 pekerja menurun kemungkinan disebabkan komitmen pekerja yang lemah. Alternatif yang direkomendasikan kepada pihak industri kelapa sawit yaitu dengan memberikan penyuluhan kepada pekerja terutama dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja dan pemahaman resiko di pabrik dan apa yang harus dan tidak dilakukan sesuai SOP. Pemberian insentif (fee lembur, THR, dan bonus) kepada pekerja juga harus diperhatikan sebagai motivasi kerja. Sistem perekrutan tenaga kerja baru juga harus dilakukan dengan baik. Pekerja yang baru harus benar-benar memahami tentang lingkup dimana mereka bekerja. Industri kelapa sawit pada umumnya telah menerapkan SOP dan tata cara operasi yang baik. Namun tidak semua pekerja melakukan pekerjaan sesuai dengan keinginan. Secara teknis dan lingkungan tata cara operasi yang baik harus diterapkan dengan tegas agar produktifitas meningkat dan minimasi pencemaran yang mungkin terjadi menurun. Sehingga industri kelapa sawit secara tidak langsung juga mendapatkan keuntungan finansial.

6.4. Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Sebagai Energi Alternatif

Biogas

Suprihatin (2012) menyebutkan bahwa pabrik kelapa sawit menghasilkan limbah cair dalam jumlah besar yang mengandung bahan organik yang tinggi. Jika limbah cair ini langsung dibuang ke lingkungan sekitar dengan kandungan bahan organik tinggi tanpa mengalami pengolahan di IPAL, maka beresiko besar akan mencemari lingkungan. Industri kelapa sawit pada umumnya telah mengatasi penanganan limbah dengan kolam anaerobik yang hasil akhirnya akan dijadikan aplikasi lahan sebagai pupuk organik tanaman kelapa sawit. Pengelolaan kolam anaerobik ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Keuntungan pengelolaan dengan kolam anaerobik selain hasil pengelolaan limbah yang bisa dimanfaatkan sebagai aplikasi lahan untuk pupuk, konstruksi dan operasinya yang digunakan sederhana, serta tidak memerlukan banyak tenaga kerja ahli. Kekurangan dari tipe pengelolaan seperti ini memerlukan lahan yang luas, efisiensi dan laju eliminasi bahan organik rendah, cukup menimbulkan bau yang tidak enak, dan menghasilkan biogas namun biogas yang terbentuk tidak dapat ditampung dan dimanfaatkan. Alternatif pemanfaatan limbah cair sebagai penghasil biogas direkomendasikan untuk memberikan keuntungan yang lebih baik dibandingkan hanya dimanfaatkan untuk aplikasi lahan sebagai pupuk organik. Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik yang mengandung metana dan karbon dioksida. Metana dalam biogas jika terbakar relatif lebih bersih daripada batu bara dan akan menghasilkan energi yang lebih besar. Biogas yang dihasilkan selain dimanfaatkan sebagai bahan bakar sekaligus mengurangi volume limbah buangan.

Metana yang dihasilkan merupakan unsur pembentuk biogas. Menurut Oktaviani (2012), proses dekomposisi limbah cair pabrik kelapa sawit terdiri dari tahapan hidrolisis (pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana penyusunnya), asidogenesis (pembentukan asam), asetogenesis (pembentukan asam asetat), dan metagonesis (pembentukan metana). Setelah metana terbentuk maka akan dihasilkan biogas. Biogas ini dapat dikonversi menjadi bahan bakar (sumber energi terbarukan) maupun listrik yang bisa digunakan untuk kegiatan pengolahan di pabrik maupun di perumahan karyawan. Untuk mendapatkan biogas ini maka Suprihatin (2012) menyebutkan bahan organik dalam limbah cair pabrik kelapa sawit dapat diolah dengan menggunakan bioreaktor anaerobik atau dengan menggunakan kolam stabilisasi tertutup (cover lagoon pond system). Suprihatin (2012) menyebutkan bahwa untuk produksi 1 ton TBS olah mampu menghasilkan biogas sebesar 14,30 m3 dan hal ini setara dengan minyak diesel sekitar 7,20 L.

64 Untuk industri kelapa sawit yang berkapasitas rata-rata 30 ton TBS/jam proyek pembangunan kolam stabilisasi tertutup (covered lagoon) memerlukan biaya investasi Rp. 20.044.960.000 dan biaya operasional sebesar Rp. 728.940.000. Dari hasil analisis finansial didapatkan NPV sebesar Rp. 16.885.060.000 untuk arus kas 10 tahun, Net B/C sebesar 1,69, IRR 16%, dan PBP pada tahun ke 5. Hal ini mengidentifikasikan pembuatan sistem lagoon tertutup layak untuk dilaksanakan untuk secara ekonomi untuk umur ekonomis 10 tahun. Dari segi teknik pelaksanaanya harus adanya koordinasi lebih lanjut dengan pihak industri kelapa sawit karena proyek ini memerlukan biaya yang sangat besar. Secara lingkungan pembuatan sistem stabilisasi tertutup layak untuk dilakukan karena mengurangi beban pencemaran limbah terutama efek gas rumah kaca.

6.5. Optimasi Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit

TKKS adalah salah satu produk samping pabrik kelapa sawit yang jumlahnya sangat melimpah. Dalam satu hari pengolahan bisa dihasilkan ratusan ton TKKS. TKKS tersebut memiliki potensi untuk diolah menjadi berbagai macam produk walaupun sampai saat ini industri kelapa sawit lebih memanfaatkannya untuk aplikasi lahan sebagai pengganti pupuk organik. TKKS hasil dari penebahan dikirim ke hopper tandan kosong dan akan dibawa kembali ke lahan perkebunan untuk dimanfaatkan sebagai pupuk organik (land application). Tandan kosong yang dikirim menggunakan konveyor tandan kosong (empty bunch conveyor) sebagian akan berjatuhan di lantai antara stasiun penebahan sampai hopper tandan kosong karena terlempar keluar dari pembatas konveyor. Menurut Loekito (2002) bahwa tandan kosong memiliki kesetaraan dengan pupuk yang biasa dijual di pasaran. Kesetaraan 1 ton tandan kosong sama dengan 6,10 kg urea, 1,60 kg TSP, 15,90 kg MOP, dan 3,30 kieserit. Beberapa sampel standar atau norma yang diizinkan untuk kehilangan tandan kosong adalah 1,85% terhadap contoh dan 0,39% terhadap TBS (PKS Adolina, 2011). Pahan (2006) menambahkan standar kehilangan tandan kosong sebesar < 2,0% terhadap contoh.

Alternatif ini direkomendasikan untuk mengurangi kehilangan tandan kosong. Tandan kosong dioptimalkan pemanfaatannya sebagai pupuk organik. Dari kasus yang ada maka kehilangan tandan kosong terjadi ketika pengiriman dari proses penebahan ke hopper tandan kosong. Adanya tandan kosong yang terjatuh di bawah lantai penebah dan di sepanjang area yang dilalui empty bunch conveyor harus dicegah. Rekomendasi yang dilakukan yaitu dengan melakukan pengutipan manual tandan kosong yang terlempar dari thresser di stasiun penebah dan membawanya ke hopper tandan kosong. Selain itu untuk mengatasi buah jatuh dari empty bunch conveyor maka pencegahan dilakukan dengan menambahkan besi penutup pada konveyor. Penutup pada konveyor yang digunakan yaitu besi atau baja mesin-mesin yang tak digunakan di gudang pengumpulan besi atau baja bekas di sekitar pabrik pengolahan. Hal ini secara tidak langsung juga meliputi pemanfaatan limbah besi atau baja bekas. Selain pemanfaatan besi bekas alternatif ini tentunya sangat bisa membantu untuk mengurangi kehilangan tandan kosong yang berjatuhan. Sehingga optimasi pemanfaatan tandan kosong untuk aplikasi lahan bisa berjalan dengan baik. Jika upaya pencegahan kehilangan bisa dilakukan secara optimal maka norma kehilangan 0,39% dari TBS tersebut bisa dimanfaatkan untuk aplikasi lahan sebagai pupuk dengan keuntungan ekonomi sebesar Rp. 5.435.922/tahun. Secara teknis pelaksanaan ini bisa dilaksanakan dengan mudah tanpa biaya namun harus adanya koordinasi dengan pihak manajemen perusahaan. Dalam hal lingkungan, hasil samping proses dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Selain itu dengan alternatif ini maka area kerja pengolahan tetap bersih.

65

6.6. Pengendalian Asam Lemak Bebas dengan Pengaturan Jadwal Panen dan

Efisiensi Penggunaan Truk

Asam lemak bebas meningkat disebabkan karena beberapa hal diantaranya kerusakan mekanis dan adanya aktifitas enzim pada buah. Pembentukan ALB (Asam Lemak Bebas) pada minyak kelapa sawit dimulai dari buah di lapangan untuk diangkut hingga sampai penimbunan di loading ramp. ALB disebabkan karena proses pemanenan buah yang tidak tepat waktu dan terlalu lama buah menunggu di loading ramp untuk direbus. Jika kadar ALB tinggi berarti mutu minyak akan rendah dan sebaliknya. Jika dinding sel buah kelapa sawit pecah (luka/memar) maka enzim akan bersinggungan dengan minyak dan reaksi hidrolisis akan segera berlangsung dengan cepat. Akibatnya ALB akan meningkat. Industri kelapa sawit melakukan pengendalian asam lemak bebas dengan menonaktifkan enzim melalui perebusan di ketel rebusan. Namun jauh sebelum ini harus diperhatikan penanganan-penanganan sebelumnya. Alternatif ini direkomendasikan untuk diterapkan yaitu berupa upaya pengaturan jadwal panen dan efisiensi penggunaan truk.

Upaya dilakukan mulai darilapangan (kebun) sampai buah di dalam pabrik. Upaya di lapangan yang dilakukan yaitu dengan melakukan pemetikan buah pada waktu yang tepat. Hal ini disesuaikan dengan jumlah dan kapasitas truk yang akan membawa ke pabrik. Selain itu proses pengangkutan dan penurunan dari truk harus dilakukan dengan hati-hati untuk mengurangi buah memar atau rusak. Buah yang telah dipanen tidak diizinkan terlalu lama menunggu untuk segera diangkut ke pabrik agar diproses. Untuk di pabrik upaya yang dilakukan dengan pengawasan buah yang teliti dari operator pengawas di stasiun penerimaan buah loading ramp. Karena sampai saat ini belum ditemukan suatu alat atau teknologi automatis untuk menentukan tingkat kematangan buah, maka operator pengawasan di stasiun penerimaan buah harus bekerja secara optimal dan mempunyai komitmen yang tinggi. Pengaturan sistem penjadwalan pengangkutan TBS dari kebun ke pabrik merupakan salah satu cara untuk efisiensi biaya berupa penghematan penyewaan truk. Industri kelapa sawit pada umumnya melakukan penyewaan truk pengangkut dari pihak rekanan (vendor). Sistem koordinasi yang baik antara pengangkutan dengan sistem waktu panen di kebun harus dilakukan. Hal ini untuk menghindari peningkatan ALB karena buah yang menunggu terlalu lama untuk diangkut karena sudah dipanen.

Secara teknik rekomendasi pembuatan sistem penjadwalan panen dan efisiensi penggunaan truk bisa dilaksanakan dengan koordinasi pihak manajemen perusahaan untuk meningkatkan mutu TBS yang dihasilkan. Secara ekonomi atau keuntungan (finansial) perlu dilakukan kajian dan analisis lebih lanjut untuk mengetahui keuntungan yang bisa didapatkan dari perbaikan asam lemak bebas dari rekomendasi yang telah dilakukan. Namun untuk penghematan penyewaan truk setelah dianalisis dari studi kasus pada industri kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton TBS/jam dihasilkan penghematan sebesar Rp. 576.000.000/tahun. Dalam hal lingkungan tidak memiliki pengaruh yang berarti, namun buah yang mentah ataupun yang terlalu matang panen akan di reject dari pabrik, dikembalikan ke kebun, dan akan tetap dimanfaatkan sebagai aplikasi lahan.

6.7. Pengutipan Minyak dengan Pembuatan Kolam Penampung Air Kondensat

dan Kolam Penampung Minyak

Kondensat bisa diartikan sebagai cairan yang terkondensasi dari uap. Uap yang keluar dari ketel rebusan akan menjadi air. Kondensasi atau biasa yang dikenal dengan istilah pengembunan adalah

66 perubahan kompresi

a. Waktu yang paling tepat untuk satu siklus perebusan 80-90

ditingkatkan). Hariyanto (2007) menyebutkan bahwa kandungan minyak dalam air kondensat kemungkinan disebabkan oleh adanya buah restan yang dicampur dengan buah segar dalam satu perebusan, holding time terlalu lama, buah banyak yang terluka atau memar akibat sering terbanting, brondolan terlindas kendaraan, dan pembuangan air kondensat tidak tuntas. Hal ini merupakan salah satu hal yang wajar dan selalu terjadi pada stasiun perebusan industri kelapa sawit. Air kondensat yang dikeluarkan mengandung minyak karena minyak akan menguap saat diberikan suhu dan tekanan tinggi dan akan mengikat pada air kondensat. Oleh karena itu untuk mengurangi resiko air kondensat yang terlalu tinggi (melebihi standar losses air kondensat) maka harus diperhatikan beberapa hal penting sebagai berikut :

0

C dengan tekanan pada puncak pertama hingga puncak ketiga masing-masing 2,3, 2,5, dan 3,0 kg/cm2

Dokumen terkait