• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implikasi Pendidikan Tauhid Dalam Pendidikan Agama Islam Menurut Imam Al-Ghazal

PEMAPARAN HASIL PENELITIAN

B. Implikasi Pendidikan Tauhid Dalam Pendidikan Agama Islam Menurut Imam Al-Ghazal

Tauhid merupakan inti dari semua ajaran Islam. Pendidikan yang dihasilkan dari proses penyatuan makna tauhid secara mendalam akan menghasilkan sebuah ilmu yang selalu berkembang dan tidak akan ada habisnya. Hal ini akan mempengaruhi kualitas seorang muslim dalam hal iman, ihsan, dan islam. Bisa dilihat akhir-akhir banyak perbuatan perbuatan yang dilalkukan diluar batas kemanusiaan oleh para elite negeri ini sampai masyarakat kecil sekali pun. Ini menjadi indikasi bahwa kepercayaan pada kekuasaan Tuhan terhadap manusia masih rendah dan dibawah alam sadar. Pendidikan moral yang dibebankan pada pendidikan agama khususnya pendidikan agama Islam menjadi benteng agar dapat mencegah dari hal-hal yang menimbulkan syirik.

5

66

Dalam kupasannya tentang tauhid ini ternyata al-Ghazali telah mencapai pada pembahasan tentang al-fana yang didalamnya ia membagi al-tauhid menjadi empat tingkatan yaitu :

Pertama : Al-Tauhid yang berwujud ucapan seseorang bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, sedang hati seorang tersebut lalai bahkan ingkar terhadapnya,seperti yang tampak pada orang munafiq.

Kedua : Al-Tauhid yang di ikuti dengan pembenaran hati terhadap apa yang telah di ucapkan. Tingkatan ini di jalani oleh orang awam dari kalangan kaum muslimin.

Ketiga : Dengan jalan al-kasyf seseorang melihat sesuatu yang beraneka ragam sebagai sumber dari tuhan yang satu. Tingkat ini di capai oleh para Muqabirin.

Keempat : Dalam tingkatan ini seseorang tidak melihat dalam wujud ini kecuali melihat tuhan saja. Hal ini dapat di saksikan oleh para shaddiqin. Para sufi menyebutnya sebagai al-fana fi al-Tauhid.

Menurut Al-Ghazali, Al-Tauhid dalam tingkat keempat ini tidak boleh dijelaskan secara mendalam. Karena ini kerupakan puncak dari ilmu-ilmu Mukasyafah, sedangkan rahasia-rahasia dari ilmu ini tidak di tuliskan dalam kitab. Sebab,seperti yang di katakan oleh para arifin,membukukan secara luas tentang rahasia ketuhanan merupakan kekufuran.

67

Manusia yang sebagaimana telah disingung pada bab sebelumnya, mempunyai kecenderungan potensial (fitrah) kepada nilai kebenaran atau bertauhid, sehingga fitrah yang ada pada peserta didik ini harus dikembangkan dalam proses pendidikan Islam dengan seefektif mungkin. Itulah salah satu hal yang sangat signifikan yang diberikan dari implikasi pendidikan nilai dalam ranah pendidikan Islam. Karena dari situlah suatu system belajar-mengajar yang menempatkan kesadaran nilai (bertauhid) secara intensif diyakini akan mampu melahirkan generasi yang unggul dalam aspek spiritual maupun intelektual.

Aplikasi secara sederhana dari kalimat tauhid “laa ilaaha

illallah” adalah keyakinan yang mutlak yang patut kita tanamkan dalam jiwa bahwa Allah Maha Esa dalam hal mencipta dalam penyembahan tanpa ada sesuatu pun yang mencampuri dan tanpa ada sesuatu pun yang sepadan dengan- Nya kemudian menerima dengan Ikhlas akan apa-apa yang berasal dari-Nya baik berupa perintah yang mesti dilaksanakan ataupun larangan yang mesti di tinggalkan semua itu akan mudah ketika hati ikhlas mengakui bahwa Allah SWT itu Maha Esa.

Sesungguhnya wajib bagi kita untuk mengenal Allah ( tauhid ) sebelum kita beribadah & beramal karena suatu ibadah itu diterima jika Tauhid kita benar & tidak tercampur dengan kesyirikan (menyekutukannya dalam peribadatan), maka tegaknya ibadah & amalan kita harus didasari terlebih dahulu dengan pernyataan tauhid sebagaimana dalam ayat dibawah ini:

68

” Ketahuilah ( ya Muhammad ) sesungguhnya tidak ada sembahan yang

haq kecuali Allah, & mohonlah ampun bagi dosa-dosamu, dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. ( QS. Muhammad : 19)

Namun jika yang terjadi adalah sebaliknya, dengan mengabaikan prinsip pengembangan fitrah tersebut, maka hal ini hanya akan melahirkan generasi yang kering akan moralitas keberagamaanya. Oleh karena itu yang perlu dikembangkan dalam dunia pendidikan Islam adalah bagaimana mengintegrasikan muatan dan pendekatan belajar sehingga wilayah hati dapat benar-benar tersentuh dan tercerahkan, terlebih khusus pada materi-materi kegamaan itu sendiri seperti Pendidikan Agama Islam (PAI).

Selama ini proses pendidikan Islam atau PAI itu sendiri cenderung yang diajarkan hanya berorientasi pada materi (kognitif), kurang menyentuh pada aspek spiritualnya (afektif sekaligus psikomotoriknya). Sehingga yang terjadi adalah guru lebih disibukkan oleh sejumlah perencanaan pembelajaran atau perangkat pembelajaran saja, sementara kebutuhan belajar siswa peserta didik sering kurang diperhatikan atau bahkan diabaikan.

Kebermaknaan kegiatan belajar-mengajar adalah terletak bagaimana memposisikan peserta didik sebagai subyek pembelajaran bukan hanya sebagai obyek pembelajaran. Sehingga seorang pendidik harus mengutamakan kebutuhan peserta didik sekaligus menjalin interaksi komunikatif bermakna

69

antara pendidik dengan peserta didik, atau antar peserta didik dengan yang lainya.6

Dalam prinsip pendidikan Islam mengenal dengan “belajar seumur

hidup” sebagaimana sabda nabi utlubu al-ilma minal mahdi ila al lahdzi “ carilah

ilmu dari lahir (mahdi) sampai kita mati (lahdzi)”. Hal yang terpenting dari pengembangan nilai-nilai diatas adalah bagaimana membuat peserta didik agar memiliki kesadaran belajar yang tidak hanya dibatasi oleh ruang dan waktu dalam belajar disekolah. Sehingga pengembangan pembelajaran agama disekolah karenanya perlu mencari sebuah format yang lebih efektif dan efesien dalam mengembangkan kegiatan belajar-mengajarnya.Dari sini bisa dikatakan bahwa, implikasi yang diberikan oleh nilai ketauhidan kepada pendidikan Islam adalah integrasi ilmu, dalam pendidikan Islam tidak akan terjadi lagi yang namanya dikotomosasi ilmu sains dan agama. Seorang guru bidang non-agama dalam system Pendidikan Islam juga harus memiliki komitment yang kuat terhadap pendidikan keimanan dan nilai-nilai lain yang terkait dengan bidang- bidang studi tertentu. Dan begitu juga sebaliknya, seorang guru agama juga harus melek terhadap perkembangan tekhnologi. Karena hal ini didasarkan atas asumsi bahwa tidak ada ilmu yang bebas nilai.

Pendidikan yang banyak diyakini oleh kalangan ahlinya, sebenarnya menyimpan kekuatan yang luar biasa untuk menciptakan keseluruhan visi

6

70

kehidupan dan dapat memberikan informasi yang paling berharga mengenai pegangan hidup dimasa depan, sehingga pendidikan akan selalu dinamis dengan kehidupan. Namun sayangnya pendidikan yang seharusnya berwatak dinamis kreatif tersebut, seringkali dijerat oleh kepentingan-kepentingan emosional yang bersifat semu, banyak muatan yang sifatnya sesaat telah banyak mereduksi makna dari sebuah pendidikan yang lebih essensial dan subtansial. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik yang mempunyai peran dalam menghadapi masa yang akan datang, sehingga pandangan terhadap manusia (peserta didik) mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pengembangan sebuah pendidikan itu sendiri.

71

BAB V

PENUTUP

Berdasarkan pemaparan yang telah di jelaskan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bagian akhir dari skripsi ini, penulis akan mengambil sebuah kesimpulan secara global. Penulis juga merasa perlu kemudian memberikan saran-saran, dengan harapan dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran bagi perkembangan dunia pendidikan Islam.

A. KESIMPULAN

1. Pendidikan tauhid menurut Al-Ghazali dilakukan secara terus menerus sampai menemukan hakikat tauhid yang sebenarnya yaitu tidak ada yang wujud selain Allah. Dan hal ini hanya bisa dilakukan jika seseorang telah mencapai fanâ (melebur) dirinya kedalam kekuasaan-Nya. Dapat dipastikan bahwa essensi dari peradaban Islam adalah Islam itu sendiri dan essensi Islam adalah tauhid atau pengesaan Tuhan, yang kemudian terformulasikan dalam kalimat shahadat “la illaha illa Allah”, kalimat yang sederhana namun sarat akan makna. Tauhid adalah yang memberikan identitas pada peradaban Islam, mengikat semua unsurnya bersama-sama dan menjadikan unsure-unsur tersebut suatu kesatuan yang integral dan organis yang kita sebut sebagai peradaban. Karenanya berpegang teguh pada prinsip tauhid merupakan fundamen dari keseluruhan kesalehan. Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, adalah pemurnian kepercayaan par-excellence (paling tinggi), dengan kepercayaan itu manusia

72

mendapatkan makna yang baru dan dimensi yang lebih dalam tentang ikatan yang dimilikinya dalam alam semesta ini. Tauhid adalah proses pembebasan manusia yang tiada tara. Proses ini mencakup segala hubungan yang ada, seperti hubungan antara manusia dengandi rinya, antara manusia dengan sesama, dan antara manusia dengan alam semesta, yang merupakan fokus sementara baginya dalam kehidupan duniawi ini. Dengan konsep tauhid, segala tali hubungan itu telah mendapatkan unsur transendensinya. Segala hubungan itu dibangun kembali, sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah ditentukan Tuhan.

2. Islam memandang bahwa pendidikan adalah terikat oleh nilai ketuhanan. Oleh karena itu, pemaknaan pendidikan merupakan perpaduan antara keunggulan spiritual dan kultural. Jadi secara tidak langsung pendidikan tauhid sangat berpengaruh dalam pendidikan agama Islam. Nilai illahi dalam aspek teologi (kaidah keimanan) tak pernah mengalami perubahan karena memang lebih bersifat statis dan pasti, tetapi dalam interpetasi amaliahnya sangat mungkin untuk mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan zaman dan lingkungan dimana masyarakat tumbuh dan berkembang. Sebaliknya nilai insaniah selamanya mengalami perkembangan dan perubahan menuju ke arah yang lebih maju dan lebih tinggi, Sehingga pendidikan Islam dalam kerangka tauhid harus melahirkan dua kemestian strategis sekaligus. Pertama, menjaga keharmonisan untuk meraih kehidupan yang abadi dalam hubungannya dengan Allah. Dan yang kedua adalah melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan

73

dalam hubungannya dengan alam lingkungan dan sesamanya. Dengan kata lain, pendidikan Islam akan diarahkan pada dua dimensi, yaitu dimensi ketundukkan vertical dan dialektika horizontal. Pada dimensi pertama, pendidikan Islam diarahkan untuk menumbuhkan kesadaran dan mengembangkan pengertian tentang asal-usul dan tujuan hidup manusia dalam mencapai hubungan dengan Allah. Sedangkan dimensi kedua adalah pendidikan Islam hendaknya mengembangkan pemahaman tentang kehidupan konkrit yaitu kehidupan manusia dalam hubungannya dengan alam dan lingkungan socialnya. Pada dimensi ini manusia harus mampu mengatasi tantangan dan kendala dunia riil dengan seperangkat kemampuan yang dimiliki seperti pengetahuan, ketrampilan, moral dan kepribadian. Kemampuan kemampuan semacam ini tidak lain hanya bisa diperoleh dari sebuah proses pendidikan. dengan nilai-nilai universal dan absolut kebenarannya (ketauhidan) guna mewujudkan suatu kepercayaan dalam arti luas dalam aspek-aspek lain, tidak hanya terbatas percaya pada Tuhan saja secara teosentris, tetapi juga harus secara antropo-sosiosentris dan secara kesatuan alam atau kosmologis, dengan kata lain kepercayaan kepada Tuhan harus disinergiskan dengan kepercayaan adanya pertalian antara manusia dengan Tuhan, dan pertalian antar manusia, serta alam semesta. Sehingga pendidikan pada akhirnya akan menghasilkan produk-produk manusia yang mempunyai kapasitas keimanan, ketaqwaan dan keislaman yang kuat sepanjang hidupnya hingga akhir hayat.

74

B. SARAN

Terlepas dari segala kekurangan dari penulisan skripsi ini dan segala kekurangan yang ada pada diri penulis. Penulis setidaknya mempunyai harapan-harapan yang lebih terhadap perkembangan dunia Pendidikan Islam, atau lebih tepatnya saran-saran bagi para “pelaku“ dan pemikir Pendidikan Islam pada masa depan.

1. Karena kajian tentang Nilai Pendidikan Tauhid Menurut Imam Al-Ghazali serta

Implikasinya Dalam PAI ini masih bersifat “idealistik“, maka perlu

“penyempurnaan“ dalam artian, perlu adanya study lanjutan khususnya dalam ranah

praksis agar penulisan ini benar-benar bermanfaat bagi dunia Pendidikan Islam. Karena harapannya adalah memberikan sumbangsih pemikiran terhadap dunia pendidikan terutama pendidikan Islam, yang berkaitan dengan upaya mengembalikan nilai-nilai religius dan nilai-nilai luhur bangsa, yang pada hari ini telah banyak tergantikan atau bahkan ditinggalkan oleh masyarakat (baca: kaum muslim).

2. Sebagai bahan referensi untuk meningkatkan mutu pendidikan sekaligus kualitas sumber daya manusia. Karena memang, pada hakekatnya pendidikan dirancang untuk mengembangkan potensi atau fitrah (keillahiahan) yang dimiliki manusia, sehingga sumberdaya manusia menjadi berkualitas secara jasmani dan rohani. Sebagai upaya penumbuhan fitrah illahiah peserta didik, maka diperlukan sebuah konsep pendidikan yang mampu merealisasikan fitrah yang telah ada tersebut, yaitu

75

dengan konsep pendidikan nilai ketauhidan. Karena itu penulisan ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam pengembangan pendidikan Islam.

3. Dalam dunia pendidikan Islam yang bisa dikatakan belum begitu banyak mengalami perkembangan yang berarti, bahkan cenderung mengalami stagnasi dan kemunduran. Maka perlu ada terobosan-terobosan baru, sehingga transformasi nilai ketauhidan perlu kiranya untuk dijadikan model pendekatan dalam ranah praksis pendidikan Islam.

4. Karena penulisan ini diharapkan juga mempunyai arti kemasyarakatan, khususnya bagi umat Islam. Sehingga diharapkan nantinya dapat menjadi acuan untuk mengkritisi pemahaman kita tentang tauhid dan cara bertauhid dalam wadah pendidikan Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Aba ‘Abd’l-Lah Muhammad bin Yazid al-Qazwayni, Sunan Ibn Majah, Juz I,

(Beirut: Dar al-Fikr, 1995)

Abdul Latief, M. Alu, Abdul Aziz. Pelajaran Tauhid Untuk Tingkat Lanjutan, (Jakarta: Darul Haq, 1998)

Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran al-Ghazali tentang Pendidikan, cet 1, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 1998)

Al-Ghazali, Ringkasan Ihya’ Ulumuddin.Gitamedia Press, Yogyakarta, 2003.

Al-Qur’an dan Terjemah, Solo: Pustaka Mantiq,1997.

Anwar Sanusi, Jalan Kebahagiaan, (Jakarta: Gema Insani,2006)

Asghor Ali Engineer, Islam dan Pembebasan,Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1993 Busyairi Madjidi, Konsep Kependidikan para Filosof Muslim, Cet. I, (Yogyakarta: al-Amin Pers, 1997)

Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. Ke- 10

Djumransjah dan Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam Menggali Tradisi Mengukuhkan Eksistensi. (Malang: Uin Malang Press, 2007)

Fathiyah Hasan Sulaiman, Aliran -aliran dalam Pendidikan menurut al-Ghaza: Studi tentang Aliran Pendidikan menurut al-Ghazali, cet 1, (Semarang : Dina Utama mar, 1993)

Iman Ghazali, Kegelisahan al-Ghazali, sebuah Otobiografi Intelektual (Kitab Al- Mughidz min adh-Dalal), Alih bahasa Ahmad Khudhori Sholeh, Cet. I (Bandung: Pustaka Hidayah, 1998)

Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kualitatif dan Kuantitatif), (Jakarta: Gaung Persada Press, 2010)

Ismail Raji Al-Faruqi, Tauhid, Penerjemah:Rahmani Astuti, Bandung: Pustaka, 1988.

Ismail Raji Al-Faruqi, Tauhid,Bandung: Pustaka, 1988. Jurnal Al-Manar Vol 2,No. 5, cet. April 2012

Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda Karya, 2002)

M. dawam Raharjo, Intelektual-Intelegensia Dan Perilaku Politik Bangsa:Risalah Cendikiawan Muslim, Bandung: Mizan,1993.

M.Suyudi, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Yogyakarta: Mikraj, 2005) Margareth Smith, Pemikiran dan Doktrin Mistis Imam al-Ghazali. (Jakarta: Riora Cipta, 2000)

Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), Cet. Ke- 3

Muhammad Irfan, Mastuki HS, Teologi Pendidikan, dalam kata pengantar prof. Dr. H Mastuhu, Jakarta: friska Agung insani. 2000

Muhammad Irfan dan Mastuki HS. Teologi Pendidikan (Tauhid Sebagai Paradigma Pendidikan Islam). Jakarta: Friska Agung Insani 2000

Mulyana, Rohmat, Mengartikulasi Pendidikan Nilai, Bandung, Alfabeta, 2004 Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Raka Sarasin, 2000)

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012)

Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2004)

Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta. 2010)

Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta. 2010)

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002)

Syaefuddin, Percikan Pemikiran Imam al-Ghazali dalam Pengembangan Pendidikan Islam. (Bandung: Pustaka Setia, 2005)

Thoha Chatib. Kapita Selekta Pendidikan Islam.(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1996)

Tim Penyusun Kamus. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989)

Tim Penyusun Rosda, Kamus Filsafat, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995) Yusuf Al-Qardhawi, Al-Ghazali Antara Pro dan Kontra. Surabaya : Pustaka Progessif,1997

Zainuddin, dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari al-Ghazali, Cet. I, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991)