Bahan baku yang digunakan dalam produksi biodiesel ini mencakup minyak jelantah, metanol, katalis abu tandan kosong sawit, dan drum baja. Minyak jelantah dapat dikumpulkan dari sisa konsumsi rumah tangga dan sisa restoran/rumah makan. Proses pengumpulan dapat melalui petugas Koperasi Pasar Unit Pelaksana Teknis Dinas Pasar yang mengumpulkan dari setiap perumahan, rumah makan, warung nasi, dan pedagang gorengan.
Lampiran 5 menunjukkan jumlah konsumsi minyak goreng Indonesia pada bulan Juni 2007 mencapai 248 ribu ton/bulan. Rata-rata konsumsi minyak goreng dari Juli 2006-Juni 2007 adalah sebesar 287 ribu ton/bulan. Jika sisa minyak goreng setelah digunakan berulang-ulang adalah 65% dari bobot minyak awal, maka produksi minyak jelantah diharapkan sebesar 186,55 ribu ton/bulan atau 2,23 juta ton/tahun.
Metanol yang digunakan adalah metanol teknis. Jumlah metanol yang digunakan adalah sebesar rasio molar metanol terhadap minyak 6:1 atau sekitar 25% dari bobot minyak awal.
Katalis yang digunakan adalah abu tandan kosong sawit yang berasal dari PPKS Medan. Jika jumlah produksi CPO tahun 2007 sebesar 17 juta ton (Hamzirman, 2008), maka diperkirakan telah diolah 106,25 juta ton tandan buah segar kelapa sawit dan dihasilkan limbah tandan kosong sawit sebesar 24,43 juta ton. Dengan persen konversi dari tandan kosong sawit menjadi abu tandan kosong sawit sebesar 78,5%, maka diharapkan potensi abu tandan kosong sawit sebesar 19,18 juta ton/tahun. Jumlah ini sangat mencukupi untuk memenuhi kebutuhan katalis biodiesel.
Dalam aplikasi industri, penggunaan katalis abu TKS menawarkan keuntungan, yaitu mudahnya pemisahan katalis dari produk dengan cara penyaringan. Kekurangannya adalah perlu pemanasan suhu tinggi untuk aktivasi dan penggunaannya lebih banyak dibandingkan dengan katalis umumnya, seperti KOH. Jumlah unsur kalium dalam senyawa KOH adalah 58,27%. Sedangkan kadar kalium abu tandan kosong sawit adalah 21,46%. Sehingga, penggunaan KOH 1% sebagai katalis sebanding dengan penggunaan abu tandan kosong sawit sebesar 2,71%.
Tabel 14 menjelaskan bahwa penggunaan jumlah katalis abu TKS 3% dan 5% menghasilkan mutu yang mendekati SNI Biodiesel No. 04-7182- 2006. Tetapi karena tujuan dari reaksi transesterifikasi adalah menurunkan viskositas, maka jumlah katalis yang optimal adalah 5% dari bobot minyak yang memiliki nilai viskositas terendah.
Tabel 14. Kesesuaian Karakteristik Biodiesel Minyak Jelantah Menggunakan Abu Tandan Kosong Sawit Dibandingkan dengan SNI Biodiesel No. 04-7182-2006 Jumlah Katalis Bilangan Asam Viskositas Kinematik Masa Jenis Kadar Gliserol Total Kadar Ester Alkil 1 % 9 9 9 3 % 9 9 9 9 5 % 9 9 9 9
Keterangan: 9 : termasuk dalam SNI Biodiesel No. 04-7182-2006
2. Penentuan Lokasi Pabrik
Faktor-faktor utama yang perlu diperhatikan dalam menentukan lokasi pabrik adalah letak konsumen potensial atau pasar sasaran yang akan dijadikan tempat produk dijual; letak bahan baku utama; sumber tenaga kerja; sumber daya, seperti air, kondisi udara, tenaga listrik, dan sebagainya; fasilitas transportasi untuk memindahkan bahan baku ke pabrik dan hasil produksi ke pasar; fasilitas untuk pabrik; lingkungan masyarakat sekitar; dan peraturan pemerintah.
Dari seluruh provinsi di Indonesia, Jawa Barat memiliki jumlah penduduk terbesar yaitu sekitar 38.965.440 orang pada tahun 2005. Hal ini menunjukkan bahwa Jawa Barat adalah letak konsumen potensial atau pasar sasaran utama.
Pada tahun 2007 penduduk terbanyak di Jawa Barat terdapat di Kabupaten Bandung, yaitu sebesar 4,4 juta orang kemudian diikuti oleh Kabupaten Bogor 4,22 juta orang. Jumlah rumah tangga di Kabupaten Bandung sebesar 1.118.242 dan di Kabupaten Bogor sebesar 1.017.278. Jumlah angkatan kerja yang dimiliki Kabupaten Bandung sebesar 1.841.525 dan Kabupaten Bogor sebesar 1.646.811 (Badan Pembangunan Daerah Jawa Barat, 2007).
Jumlah bahan baku minyak jelantah bergantung pada jumlah penduduk sebagai pengguna minyak goreng. Dengan kata lain, produksi minyak jelantah tinggi terdapat pada lokasi yang memiliki jumlah penduduk tinggi pula. Abu tandan kosong sawit yang digunakan sebagai katalis berasal dari Medan. Karena jumlah kebutuhan bahan baku minyak jelantah pada proses produksi biodiesel jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah kebutuhan katalis, maka diusahakan lokasi pabrik mendekati daerah yang memiliki potensi produksi minyak jelantah yang tinggi.
Pertimbangan berikutnya dalam penetapan lokasi adalah diusahakan berdekatan dengan Depo Pertamina di Plumpang, Tanjung Priok yang selama ini digunakan sebagai lokasi pencampuran solar sebelum didistribusikan ke SPBU. Dari penjabaran diatas, terdapat tiga lokasi alternatif pendirian pabrik biodiesel, yaitu Kabupaten Bandung, Kabupaten Bogor, dan Medan. Dengan beberapa pertimbangan seperti kedekatan dengan konsumen potensial, jumlah tenaga kerja, kedekatan dengan bahan baku, dan kedekatan dengan lokasi pencampuran solar, maka lokasi yang optimal adalah di Kabupaten Bogor.
3. Pangsa Pasar
Saat ini, penggunaan minyak solar di Indonesia terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah transportasi. Hal tersebut lebih jelas terlihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Porsi Konsumsi Minyak Solar Sektor Transportasi 1995-2010
Tahun 1995 2000 2005 2010
Sektor Transportasi Milyar liter 6,91 9,69 13,12 18,14 Total Sektor Milyar liter 15,84 21,39 27,05 34,71 Porsi Transportasi % 43,62 45,29 48,50 52,27
Jika pada tahun 2010 kebutuhan solar sektor transportasi sebesar 20% dipenuhi oleh biodiesel, maka kebutuhan biodiesel diperkirakan sebesar 3,63 milyar liter/tahun atau sekitar 3,23 juta ton/tahun. Jumlah yang besar ini belum tercukupi oleh beberapa perusahaan biodiesel yang ada di Indonesia saat ini. Daftar perusahaan biodiesel dilampirkan pada Lampiran 6.
Untuk menentukan pangsa pasar, perlu diketahui struktur pasar yang akan dimasuki yang sebelumnya telah diketahui adanya potensi pasar. Menurut Fellows et al. (1996), besarnya pasar untuk sebuah bisnis baru harus diperhitungkan pesaing terhadap produk tersebut. Pengetahuan tentang pesaing ini berpengaruh terhadap besarnya pangsa pasar yang dapat dicapai. Ia juga memperkirakan pangsa pasar yang dapat dicapai untuk bisnis baru dengan tingkat persaingan, seperti pada Tabel 16.
Tabel 16. Prakiraan Pangsa Pasar yang Akan Diraih Berdasarkan Pesaing
Jumlah
Pesaing Banyak Sedikit Satu
Tidak Ada Ukuran pesaing L Sm L Sm L Sm Jenis Produk S D S D S D S D S D S D Pangsa Pasar (%) 0-2.5 0-5 5-10 10-15 0-2.5 5-10 10-15 20-30 0-5 10-15 30-50 40-80 100
Keterangan : L = Besar; Sm = Kecil; S = Sama; D = tidak sama Sumber: Fellows et al. (1996)
Berdasarkan analisis pangsa pasar diatas, jumlah pesaing industri biodiesel termasuk sedikit dengan ukuran pesaing besar dan jenis produk sama. Oleh karena itu, pangsa pasar yang dapat direbut sebesar 0-2,5% atau maksimal sebesar 80,75 ribu ton/tahun atau sekitar 280,38 ton/hari.
Konsumsi minyak goreng per keluarga diperkirakan sekitar 85,9 gram per hari. Dengan nilai konversi minyak goreng ke minyak jelantah sebesar 65%, produksi minyak jelantah per keluarga diperkirakan sebesar 55,83 gram per hari. Jumlah perumahan di Kabupaten Bogor sebesar 1.017.278 rumah. Jika 3% dari total rumah tersebut mengumpulkan minyak jelantah tiap harinya, diperkirakan dapat diperoleh bahan baku minyak jelantah sebesar 1,7 ton per hari. Sehingga untuk lokasi pabrik biodiesel di Kabupaten Bogor, kapasitas produksi yang memungkinkan sebesar 1,5 ton per hari.