BAB III TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME
F. Implikasi
1. Setiap guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah
dibahas dengan jelas-jelasnya namun masih ada sebagian siswa yang belum mengerti ataupun tidak mengerti materi yang diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang guru dapat mengajar suatu materi kepada siswa dengan baik, namun seluruh atau sebagian siswanya tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak harus diikuti dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena, hanya dengan usaha yang keras para
siswa sedirilah para siswa akan betul-betul memahami suatu materi yang diajarkan.
2. Tugas setiap guru dalam memfasilitasi siswanya, sehingga
pengetahuan materi yang dibangun atau dikonstruksi para siswa sendirian bukan ditanamkan oleh guru. Para siswa harus dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman baru kedalam kerangka kognitifnya.
3. Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model
mental yang digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang dikembangkan dan yang dibuat para sisiwa untuk mendukung model-model itu.
4. Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman yang mereka sendiri
untuk masing-masing konsep materi hingga guru dalam mengajar
bukannya “menguliahi”, menerangkan atau upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada siswa tetapi menciptakan situasi bagi siswa yang membantu perkembangan mereka membuat konstruksi-konstruksi mental yang diperlukan.
5. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang
memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.
6. Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar
kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari- hari.
7. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara
belajar yang sesuai dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan teman yang membuat situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Sumber:Ibrahim Lubis. email: ibrahimstwo0@gmail.com. diakses
pada tanggal 12 Agustus 2013.
G. Rangkuman
1. Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.
Kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya.
Von Glasersfeld mengatakan bahwa konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu berinteraksi dengan lingkungannya.
Pendidikan Islam berfungsi mengembangkan seluruh potensi peserta didik secara bertahap (sesuai tuntunan ajaran Islam). Potensi yang dikembangkan meliputi potensi beragama, intelek, sosial, ekonomi, seni, persamaan, keadilan, pengembangan, harga diri, cinta tanah air dan sebagainya. Tujuan pengembangannya ada yang bersifat individual, yaitu berkaitan dengan individu-individu yang menyangkut tingkah laku, aktivitas dan kehidupannya di dunia dan akhirat. Ada yang bersifat sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan, memperkaya pengalaman dan kemajuan yang diinginkan, dan ada pula yang bersifat profesional untuk memperoleh ilmu, seni, profesi, dan suatu aktivitas di antara aktivitas-aktivitas masyarakat.
2. Aplikasi Konsep Teori Belajar Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam.
Hakikat pembelajaran menurut teori Konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data. Dalam konstruktivisme ini sangat penting peran
siswa untuk membangun constructive habits of mind. Agar siswa memiliki
kebiasaan berpikir, maka dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar. Teori belajar yang mencerminkan siswa memiliki kebebasan artinya siswa dapat memanfaatkan teknik belajar apa pun asal tujuan belajar dapat tercapai.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut:
1.Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan
dapat membentuk bahasa peserta didik sendiri dalam hal ibadah
„amaliyah, contohnya: peserta didik diajarkan untuk berwudhu terlebih dahulu kemudian baru diajarkan tentang shalat
2.Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir tentang
pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif
3.Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.
4.Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang
telah dimiliki siswa,
5.Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka,
6.Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi. Peran kunci pendidik dalam interaksi pembelajaran konstruktivisme adalah pengendalian, yang meliputi:
1. Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk
mengambil keputusan dan bertindak
2. Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak,
dengan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siswa.
3. Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar
agar siswa mempunyai peluang optimal untuk berlatih.
Ada beberapa ciri-ciri dalam pembelajaran model konstruktivisme, yaitu:
1. Mencari tahu dan menghargai titik pandang/pendapat siswa
2. Pembelajaran dilakukan atas dasar pengetahuan awal siswa
3. Memunculkan masalah yang relevan dengan siswa .
4. Menyusun pembelajaran yang menantang dugaan siswa
5. Menilai hasil pembelajaran dalam konteks pembelajaran sehari-hari
6. Siswa lebih aktif dalam proses belajar karena fokus belajar mereka
pada proses pengintegrasian pengetahuan baru yang diperoleh dengan pengalaman/pengetahuan lama yang mereka miliki
7. Setiap pandangan sangat dihargai dan diperlukan. Siswa didorong untuk menemukan berbagai kemungkinan dan mensintesiskan secara terintegrasi.
8. Proses belajar harus mendorong adanya kerjasama, tapi bukan untuk
bersaing.
9. Kontrol kecepatan, dan fokus pembelajaran ada pada siswa.
10.Pendekatan konstruktivis memberikan pengalaman belajar yang tidak
terlepas dengan apa yang dialami langsung oleh siswa.
Selanjutnya ada empat komponen dalam pembelajaran konstrukti-
visme, yaitu: (1) Pengetahuan Awal (Prerequisite), (2) Fakta dan Masalah,
(3) Sistematika Berfikir, dan (4) Kemauan dan Keberanian.
3. Hakikat Pembelajaran Teori Belajar Konstruktivisme terhadap
pembelajaran PAI ( Pendidikan Agama Islam ) di SMP.
Dalam menerapkan teori kontruktivisme dalam belajar dapat digunakan model pembelajaran yang melibatkan beberapa tahap yaitu:
1. Pengenalan
2. Pembelajaran kompetensi
3. Pemulihan
4. Pendalaman
5. Pengayaan
Tahap pengenalan merupakan pemberian hal-hal yang konkrit dan mudah dengan contoh-contoh sederhana yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Tahap pembelajaran kompetensi merupakan tahap di mana peserta didik mulai beranjak dari mengenali kompetensi baru ke menguasai kompetensi dasar. Hasil penilaian akan menunjukkan apakah peserta didik perlu diberi tahapan pemulihan, yaitu tahap di mana peserta didik memulihkan prakonsep menjadi suatu konsep/kompetensi secara benar.
Tes Formatif
1. Jelaskan pengertian teori belajar konstruktivisme?
2. Bagaimana penerapan konsep teori belajar konstruktivisme terhadap
pembelajaran PAI?
3. Jelaskan hakikat belajar menurut teori konstruktivisme?