• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLIKASI PADA WAJIB MILITER

Dalam dokumen Majalah Perencanaan Pembangunan (Halaman 71-73)

Tantangan ke depan adalah bagaimana Pusat

Diagram 2 Rangkuman Posisi Provinsi Tahun 2007 dari Graik

III. IMPLIKASI PADA WAJIB MILITER

Pasal 30 UUD 1945 menyebutkan (1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, dan (2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan kea- manan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Indonesia Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung. Pasal tersebut mengamanatkan bahwa rakyat sebagai kekua- tan pendukung (Komcad) turut serta dalam melindungi dan memelihara keamanan nasional. Berkenaan dengan hal ini, maka gagasan wajib militer di Indonesia mendapat legitima- si secara yuridis.

Wajib militer dapat dipandang dalam dua ranah yang men- dasar, yakni hak dan kewajiban warga negara. Wajib militer sebagai hak dapat dimaknai sebagai upaya negara dalam memberikan dasar-dasar pertahanan sipil dalam keadaan darurat. Sebagai kewajiban, wajib militer bisa diletakkan sebagai wujud partisipasi masyarakat sipil untuk bela negara dan ikhtiar menciptakan TNI yang profesional. Oleh karena itu, paling tidak ada 3 alasan yang mendasari wajib militer (Willy Aditya, 2007). Pertama, pembentukan semangat pat- riotisme di kalangan generasi muda. Kedua, sebagai Komcad pertahanan negara, dimana menurut modern defence jum- lah tentara haruslah terbatas, memiliki keahlian tinggi dan profesional. Tentara berfungsi sebagai special force yang di- lengkapi dengan persenjataan high technology. Ketiga, wajib militer diterapkan dalam kondisi perang, yang membutuh- kan mobilisasi pasukan dalam skala besar. Hal ini seringkali dilakukan oleh Amerika Serikat, dengan konsep concription

(wajib) seperti dalam Perang Dunia II dengan membentuk

citizen soldier. Concription dibentuk tidak hanya semata-ma- ta atas dasar instruksi negara, tetapi juga atas dasar sukarela dari warga negara. Citizen soldier melibatkan warga negara yang memiliki pekerjaan tetap, cukup umur, juga pada warga negara yang akan berpergian keluar negeri.

Menurut versi pemerintah, Undang-Undang Komcad penting dibuat pada saat ini. Meskipun digunakan dalam waktu yang panjang, tetapi harus disiapkan secara dini sehingga ketika negara menghadapi ancaman pertahanan, perangkat huku- mnya sudah siap. Pemerintah akan digugat oleh masyarakat jika tidak menyiapkan RUU Komcad dan dianggap tidak melaksanakan ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 3 ta- hun 2002 tentang Pertahanan Negara.2

Di kalangan DPR-RI 2004-2009, tidak semua anggota setuju mengenai pembentukan UU Komcad. Tjahjo Kumolo – Poli- tisi PDIP – mengatakan bahwa pemberlakuan wajib militer oleh negara merupakan hal yang wajar, karena sampai ka- panpun ancaman dari luar tetap ada. Namun demikian hal yang perlu dicermati adalah harus ada kepastian undang- undang yang mengaturnya. Di samping itu, pemerintah perlu mencermati apakah UU tersebut memang urgen, apa tidak ada hal lain yang lebih prioritas, seperti peningkatan ke- mampuan diplomasi dalam kancah pergaulan internasional dengan tetap menjaga martabat dan kedaulatan negara. Happy Bone Z – Politisi Golkar – berpendapat bahwa un- tuk membentuk Komcad dibutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Sebaiknya masalah pertahanan diprioritaskan dulu pada pemenuhan kesejahteraan prajurit. Anggaran pertah- anan baru bisa dipenuhi Rp. 33 triliun dari kebutuhan Rp. 100 triliun, sehingga mau tidak mau harus ada prioritas. Agung Laksono – Ketua DPR – menganggap Komcad be- lum diperlukan karena sistem dan dana belum memadai. Di samping perlu menyiapkan anggaran cukup besar, pe- merintah juga perlu menyiapkan kurikulum wamil secara matang. Sementara itu, Abdillah Toha– anggota Komisi I DPR – mengharapkan agar Dephan berpikir lebih sistematis dan komprehensif. Yang perlu dilakukan Dephan segera adalah merancang grand design kebijakan pertahanan na- sional demi menjawab tantangan dan perkembangan yang ada. Kebijakan wajib militer hanyalah bagian kecil dan tidak menjadi prioritas dalam grand design yang harus dipersiap- kan Dephan. Dengan kata lain kebijakan wajib militer hanya kebijakan parsial, sementara yang dibutuhkan sesuatu yang lebih komprehensif.

Pandangan para pakar, akademisi dan pelaku (militer) juga beragam tentang perlu tidaknya wajib militer. Dari perspek- tif ancaman, Saiful Haq (2007) berpendapat bahwa wajib militer tidak dapat dipaksakan ketika ancaman didefinisikan hanya berasal dari dalam negeri sendiri. Komcad hanya dibutuhkan untuk mengantisipasi perang konvensional yang membutuhkan mobilisasi angkatan perang yang besar (anca- man dipersepsikan dari luar negeri). Padahal pasca perang dingin, Indonesia nyaris tidak mungkin lagi menghadapi perang konvensional atau agresi dari negara lain, kalaupun ada bisa diminimalisir dengan diplomasi dan politik luar negeri yang berorientasi damai. Hermawan Sulistyo mengat- akan bahwa wajib militer itu dapat dilaksanakan tetapi tidak bisa serta merta. Jika semua kena wajib militer, maka negara akan menghadapi kendala pendanaan yang sangat besar. Oleh karena itu usia dibatasi pada 18 - 25 tahun saja, bukan sampai 45 tahun dan kuota ditetapkan dengan melakukan rekrutmen secara random. Sosialisasi harus meluas supaya tidak ada pandangan bahwa ini lapangan kerja baru, atau menjadikan sipil yang “lebih tentara dari militer”, yang be- rarti wajib militer harus selektif.

Letjen TNI (Purn) Mashudi berpendapat bahwa wajib mili- ter akan menanamkan rasa patriotisme dan nasionalisme, hingga terbentuk karakter rakyat yang disiplin. Paling tidak sudah tiga generasi di Indonesia pasca-kemerdekaan be- lum merasakan wamil untuk bela negara, hingga Indonesia

tertinggal jauh misalnya dari Singapura. Jika Indonesia sejak dahulu telah melakukan pola wamil ini, setidaknya konflik di tanah air, seperti, NAD dapat diredam, karena munculnya rasa nasionalisme dan patriotisme untuk mempertahankan keutuhan NKRI. Namun Jendral TNI (Purn) Wiranto men- gatakan bahwa kita tidak perlu pusing-pusing dalam mem- bahas persoalan RUU Komcad yang di dalamnya memuat wajib militer. Di dalam wajib militer memang ada masalah, seperti untuk melatih personel wajib militer perlu disiapkan asrama, persenjataan, serta memberikan akomodasi dan pelatihan untuk sekian juta orang dan membutuhkan ang- garan besar (mahal). Padahal anggaran itu bisa digunakan untuk memperkuat alutsista TNI, juga untuk mengatasi kemiskinan.

Dari kalangan masyarakat umum, dalam forum dialog dunia maya di detik.com pada tahun 2008, Viviana menilai bahwa pemberlakuan wajib militer akan banyak memberi dampak positif, banyak menambah ilmu di bidang militer, menambah rasa cinta pada tanah air, dan hidup akan lebih disiplin. Ver- domme berpendapat bahwa wajib militer untuk Indonesia sekarang sebaiknya jangan hanya untuk membentuk para- militer cadangan, tapi ditujukan untuk menanamkan sikap- sikap positif untuk menjadi masyarakat produktif bagi para anak jalanan, preman, atau pengangguran. Wajib Militer bisa dimanfaatkan juga untuk mengurangi warga bermasalah dengan diarahkan kembali ke jalan yang benar, sekaligus diberikan pembekalan kemiliteran yang berguna bagi tujuan bela negara.Blitzkriegmenilai bahwa wajib militer belum begitu mendesak, masih banyak yang lebih prioritas sep- erti infrastruktur, kesejahteraan guru, ketahanan pangan dan sebagainya. Untuk bidang pertahanan, sebaiknya ang- garan wajib militer dipergunakan untuk upgrade alutsista TNI. Sementara ituBeuxbatonssetuju wajib militer dengan persyarakatan anggaran pendidikan sudah 20 persen, TNI sudah memiliki alutsista yang lengkap (bukan minimalis), kesejahteraan prajurit sudah jauh lebih baik dari saat ini, sudah swa sembada pangan, dan korupsi di semua lembaga pemerintah (termasuk TNI) sudah diberantas.

Selanjutnya dalam jajak pendapat yang dilakukan Kompas pada tanggal 1-2 Desember 2004, sebanyak 64 persen re- sponden bisa menerima kalau masyarakat biasa dilibatkan dalam upaya-upaya bela negara. Dari yang bisa menerima ini, 62 persen responden malah dianggap sebagai kewajiban moral setiap warga negara. Selain itu, 74 persen responden juga yakin penerapan wajib bela negara terhadap rakyat bisa meningkatkan penyerapan tenaga kerja ke dalam lapangan kerja baru. Namun untuk yang terakhir ini, Hari Prihatono dari ProPatria mengkhawatirkan jika wajib militer dianggap sebagai upaya membuka lapangan kerja baru tanpa disertai perencanaan pertahanan yang menyeluruh. Oleh karenanya diharapkan Dephan melakukan kajian secara seksama agar pembentukan Komcad jangan hanya dianggap sebagai alter- natif untuk pekerjaan baru, sementar tujuan ideal untuk bela negara tidak tercapai.

IV. POTENSI WARGA NEGARA SEBAGAI KOMPONEN

Dalam dokumen Majalah Perencanaan Pembangunan (Halaman 71-73)

Dokumen terkait