• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Tinjuan Hasil Penelitian

3) Implikatur Percakapan

Hakikat implikatur percakapan adalah merupakan objek yang sangat penting dalam pragmatik. Esensi dari implikatur percakapan merujuk pada maksud dari suatu ujaran atau tuturan yang disampaikan. Rohmadi menyatakan bahwa implikatur percakapan dapat diklasifikasikan berdasarkan apa yang diujarkan dengan implikasi dari ujuran tersebut (Rini Wulandari, Kundharu Saddhono, 2014).

Implikatur percakapan juga merupakan suatu bagian dari sebuah tuturan karena lebih mengacu kepada jenis ―kesepatakan bersama‖ antara penutur dan mitra turur. Kesepatakan yang dimaksud adalah topik pembicaraan harus saling berkaitan dan berhubungan. Rahardi (2008) menyatakan bahwa suatu bahasa pada hakikatnya merupakan esensi dari pengetahuan yang dipahami oleh penutur dan mitra tutur. Hubungan tersebut atau keterkaitannya tidak terdapat pada masing-masing ujuran. Artinya, ujuran tersebut tidak diungkapkan secara harfiah, tetapi berdasarkan pengetahuan atau kebiasan yang sudah

dipahami oleh penutur dan mitra tutur. Oleh karena itu, implikatur percakapan dapat dimengerti dan dipahami hanya masing-masing dari penutur dan mitra turur baik makna maupun maksud dari ujuran yang disampaikan (Bashori, 2018).

Dalam makna percakapan, mungkin ada makna pragmatis atau sosial dan budaya. Dengan kata lain, dalam sebuah percakapan, mungkin ada makna praktis dan sosial dan budaya. Hal ini dikarenakan ekspresi bahasa tidak terlepas dari konteks sosial budaya penggunaan bahasa itu sendiri, sehingga dapat dikatakan bahwa makna percakapan merupakan salah satu gagasan terpenting dalam pragmatik. Sesingkat apapun sebuah percakapan, jika ada mekanisme pemahaman lain yang melampaui makna literal, ia dapat memahami maksud tersirat pembicara. Oleh karena itu, makna percakapan adalah banyak bentuk tutur, dan perwujudannya didasarkan pada bentuk bahasa atau makna di luar konteks tutur, seperti penutur, mitra tutur, konteks, waktu dan tempat tutur, atau bentuk tutur. biasa disebut konteks (Bashori, 2018).

Konsep umum makna percakapan adalah sebagai berikut: (1) Memberikan penjelasan fungsional dari fakta linguistik yang tidak tercakup oleh teori bahasa struktural; (2) Memberikan penjelasan yang tegas dan jelas tentang

bagaimana pengguna bahasa dapat menangkap informasi, bahkan jika konten diucapkan. berbeda dari makna aslinya Berbeda untuk menyederhanakan deskripsi semantik tentang perbedaan hubungan antar klausa meskipun klausa-klausa itu dihubungkan dengan kata dan struktur yang sama; dan (3) menerangkan berbagai macam fakta dan gejala kebahasaan yang secara tidak berkaitan. (Bashori, 2018)

Levinson menyatakan empat ciri utama makna percakapan, yaitu: (1) cancellability, artinya jika dapat dicegah dengan menambahkan beberapa premis/alasan tambahan pada premis asal, tidak dapat ditarik kesimpulan; (2) non-detachability, implikasi. tergantung pada isi semantik dari apa yang dikatakan, daripada bentuk bahasa, sehingga implikasi tidak dapat dipisahkan dari wacana; (3) calculability, yang merupakan saran untuk setiap kemungkinan yang diduga untuk membangun argumen, menunjukkan makna literal dari wacana tersebut dipadukan dengan prinsip kerjasama dan maksimnya; (4) non-conventionality, artinya mengetahui makna literal dan dapat memprediksi makna dalam konteksnya, dan makna tidak dapat menjadi bagian dari makna (Nugroho, 2007).

Menurut Grice, makna percakapan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: makna konvensional, praanggapan, dan implikatur non konvensional. Konvensi lebih banyak tentang

arti kata yang disepakati, dan arti percakapan ditentukan oleh arti kata yang digunakan. Makna prasetel mengacu pada pengetahuan yang dibagikan antara pembicara dan mitra bicara. Makna non konvensional berarti maknanya lebih didasarkan pada konteks yang melingkupi percakapan (Nugroho, 2007).

Grice (1975) mengungkapkan bahwa di dalam prinsip kerja sama, seorang pembicara harus mematuhi empat maksim. Maksim adalah prinsip yang harus ditaati oleh peserta pertuturan dalam berinteraksi, baik secara tekstual maupun interpersonal dalam upaya melancarkan jalannya proses komunikasi. Kaidah percakapan yang dikemukakan oleh Grice sebagai berikut :

a) Cooperative principle (prinsip kooperatif).

Di dalam percakapan, sumbangkanlah yang diperlukan, pada saat terjadinya percakapan itu dengan memegang tujuan dari percakapan itu.

b) Empat maxim of conversation ( empat maksim percakapan)

1) Maksim kuantitas (maxim of quantity)

Dalam percakapan, berusaha menyatakan sesuatu yang benar. Maksim Kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang secukupnya yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya

dengan singkat, jelas dan tidak menyimpang dari nilai kebenarannya. Apabila tuturan itu tidak mengandung informasi yang sungguh-sungguh diperlukan oleh mitra tutur atau mengandung informasi yang berlebihan, maka dikatakan telah melanggar maksim kuantitas.

Adapun rumusan yang menyatakan maksim kuantitas sebagai berikut. ―Berikan jumlah informasi yang tepat dengan memberikan informasi seinformatif yang dibutuhkan serta jangan melebihi yang dibutuhkan‖. 2) Maksim kualitas (maxim of quality)

Berilah keterangan secukupnya dan jangan mengatakan sesuatu yang tidak diperlukan. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal yang sebenarnya. Kontribusi peserta percakapan hendaknya didasarkan pada bukti-bukti yang memadai dengan kata lain dapat menyampaikan sesuatu yang bersifat nyata dan faktual, penutur diharapkan mampu untuk menguraikan informasi dengan benar dan tidak mengatakan suatu yang diyakini bahwa tidak benar serta tidak mengatakan suatu buktibukti yang kebenarannya kurang meyakinkan. Suatu proses komunikasi dikatakan berhasil apabila antara Pn dan Pt bertutur dengan

menggunakan maksim kualitas yang berpegang pada bukti yang nyata dan jelas dalam bertutur.

3) Maksim relevan (maxim of relevance)

Katakanlah apa yang berguna atau relevan. Artinya, pada maksim ini mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Agar terjalin hubungan kerja sama yang baik antara Pn dan Pt. Jika kontribusi yang diberikan oleh penutur atau petutur tidak relevan dengan apa yang dituturkan, maka tuturan tersebut dianggap melanggar maksim relevansi.

4) Maksim cara berbicara (maxim of manner)

Maksim cara pada prinsip kerja sama ini menyatakan bahwa peserta tutur harus memberikan informasi kepada lawan tutur secara langsung, jelas, tidak berlebih-lebihan, runtut serta tidak kabur. Dengan kata lain, tuturan yang diberikan mudah dimengerti dengan menghindari pernyataan-pernyataan yang samar, taksa, serta ringkas, dan berbicara secara teratur dengan tujuan agar penutur bertutur secara langsung dan jelas. Jika penutur bertutur secara tidak jelas, maka tuturan tersebut telah melanggar maksim cara dalam prinsip kerja sama Grice. (Nugroho, 2007)

Salah satu pegangan atau kaidah percakapan ialah bahwa pendengarnya menganggap bahwa pembicaranya mengikuti dasar-dasar atau maksim di atas. Jika terdapat tanda-tanda bahwa satu maksim dilanggar, maka kita harus memutuskan bahwa ada sesuatu di balik apa yang dikatakan. Dapat disimpulkan bahwa, penuturlah yang menyampaikan makna lewat implikatur, dan pendengarlah yang mengenali makna-makna yang disampaikan lewat infensi itu (Nur, 2019).

Selanjutnya, Mikhail Bakhtin dalam bukunya yang berjudul ―The Dialogic Imagination” menyatakan wacana humor adalah suatu bentuk representasi yang lebih menonjolkan aspek distorsi dan plesetan makna. Maksudnya adalah wacana humor merupakan wujud atau bentuk percakapan yang hanya bersifat imajinasi (bukan realita) dan banyak menyiratkan pergeseran dari makna yang sebenarnya untuk menghasilkan sesuatu apa yang dikatakan lelucon.

Pelanggaran terhadap maksim percakapan akan menimbulkan kesan yang janggal. Kejanggalan itu dapat terjadi jika informasi yang diberikan berlebihan, tidak benar, tidak relevan, atau berbelit-belit. Kejanggalan inilah yang biasanya dimanfaatkan di dalam humor.

Dokumen terkait