• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Tinjuan Hasil Penelitian

4) Tindak Tutur

Pandangan John Austin tentang bahasa memiliki pengaruh besar pada filsafat dan linguistik. Sebagai bagian dari gerakan bahasa filosofis yang dulu populer, pandangan-pandangan ini telah mencapai posisi yang menonjol dalam filsafat. Pada tahun-tahun berikutnya, pandangan ini secara aktif diadopsi dan dikembangkan oleh ahli bahasa, banyak dari mereka menjadi semakin cemas tentang linguistik Chomsky. Austin adalah orang pertama yang mengungkapkan pandangan bahwa bahasa dapat melakukan tindakan melalui perbedaan antara pidato konstatif dan performatif. Kalimat deklaratif menggambarkan atau melaporkan peristiwa dan situasi di dunia. Oleh karena itu, ucapan konstan dapat dikatakan benar atau salah (Hasanah, 2020).

Rohmadi (2010) Tindak tutur merupakan gejala psikologis individu, dan kelangsungannya tergantung pada kemampuan bahasa penutur untuk menghadapi situasi tertentu. Menurut Chaer (2010), tindak tutur yang dilakukan dalam bentuk kalimat performatif dinyatakan dalam tiga tindak yang berbeda, yaitu:

a) Tindak Tutur Lokusi

Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu sebagaimana adanya atau The act of Saying Something tindakan untuk mengatakan sesuatu.

b) Tindak Tutur Ilokusi

Tindak tutur ilokusi selain menyatakan sesuatu juga menyatakan tindakan melakukan sesuatu. Oleh karena itu, tindak tutur ilokusi ini disebut The Act of Doing Something (tindakan melakukan sesuatu).

c) Tindak Tutur Perlokusi

Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang mempunyai pengaruh atau efek terhadap lawan tutur atau orang yang mendengar tuturan itu. Maka tindak tutur perlokusi sering disebut sebagai The act of Affective Someone (tindak yang memberi efek pada orang lain).

Apabila ada hubungan langsung antara struktur dan fungsi, maka terjadilah tindak tutur langsung. Jika terdapat hubungan tidak langsung antara struktur dan fungsi, maka terjadilah tindak tutur tidak langsung. Oleh karena itu, bentuk pernyataan yang digunakan untuk membuat pernyataan disebut tindak tutur langsung, dan bentuk pernyataan yang digunakan untuk meminta

disebut tindak tutur tidak langsung (Budiman, Arif Shige, 2016)

Ismari (1995) mengklasifikasikan tindak tutur berdasarkan pada maksud penutur ketika berbicara ke dalam 5 kelompok besar, yaitu :

a) Representatif : Tindak tutur ini mempunyai fungsi memberi tahu orang-orang mengenai sesuatu. Tindak tutur ini mencakup mempertahankan,, meminta, mengatakan, menyatakan dan melaporkan.

b) Komisif : Tindak tutur ini menyatakan bahwa penutur akan melakukan sesuatu misalnya, janji dan ancaman. c) Direktif : Tindak tutur ini berfungsi untuk membuat

penutur melakukan sesuatu seperti saran, permintaan, dan perintah.

d) Ekspresif : Tindak tutur ini berfungsi mengekspresikan perasaan dan sikap mengenai keadaan hubungan, misalnya permintaan maaf, penyesalan dan ungkapan terimakasih.

e) Deklaratif : Tindak tutur ini menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan misalnya ketika kita mengundurkan diri dengan mengatakan ‗Anda dipecat‘, atau menikahi seseorang dengan mengatakan ‗Saya bersedia‘(Novita Carolina, 2015).

5) Kesantunan

Teori kesantunan berbahasa itu berkisar atas nosi muka (face). Semua orang yang rasional punya muka (dalam arti kiasan tentunya); dan muka itu harus dijaga, dipelihara, dan sebagainya. Ungkapan-ungkapan dalam bahasa Indonesia seperti kehilangan muka, menyelamatkan muka, dan mukanya jatuh, mungkin lebih bisa menjelaskan konsep muka dalam kesantunan berbahasa. Muka ini harus dijaga, tidak boleh direndahkan orang lain (Masitoh, 2020).

Chaer (2010) kesantunan adalah properti yang diasosiasikan dengan tuturan dan dalam hal ini menurut pendapat si lawan tutur, bahwa si penutur tidak melampaui hak-haknya atau tidak mengingkari dalam memenuhi kewajibannya. Penghormatan adalah bagian dari aktivitas yang berfungsi sebagai sarana simbolis untuk menyatakan penghargaan secara regular. Jadi, berdasarkan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kesantunan adalah suatu tindakan untuk menghormati mitra tutur dengan cara tidak melampaui hak-hak dan tidak mengingkari pemenuhan kewajiban (H. I. Hartini et al., 2017).

Kesantunan berbahasa juga diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam sungguh sangat sempurna keluhurannya. Pembantu rumah tangga pun harus diperlakukan dengan santun. Berkenaan dengan itu, umat

Islam harus menjadikannya sebagai rujukan akhlak berkomunikasi, baik ketika berkomunikasi bersemuka maupun berkomunikasi tak bersemuka. Berbeda halnya kesantunan berbahasa menurut kaidah pragmatik. Menurut kaidah pragmatik, orang yang berstatus sosial rendahlah yang harus santun berbahasa kepada orang yang berstatus tinggi.

Umat Islam harus mencontoh Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam dalam pengamalan kesantunan berbahasa. Bukankah apa yang dikatakan dan dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersandarkan wahyu sebagaimana firman Allah dalam surat an-Najm (53) :3-4

َي اَم َو ى َوَهْلا ِنَع ُقِطْن

“dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya (An-Najm: 3)‖

Yakni apa yang diucapkannya itu bukanlah keluar dari hawa nafsunya dan bukan pula karena dilatarbelakangi tujuan.

ىَحوُي ٌيْح َو لاِإ َوُه ْنِإ

“Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) (An-Najm: 4)‖

Yaitu sesungguhnya yang diucapkannya itu hanyalah semata-mata berdasarkan wahyu yang diperintahkan kepadanya untuk ia sampaikan kepada manusia dengan sempurna dan apa adanya tanpa penambahan atau pengurangan.

2. Linguistik Deskriptif

a. Konsep Linguistik Deskriptif

Tidak dapat disangkal bahwa bahasa sebagai sarana komunikasi manusia bersifat dinamis, selaras dengan dinamika yang dialami oleh penuturnya. Dapatlah dipastikan bahwa bahasa yang hidup dalam satu kurun waktu tertentu berkemungkinan memiliki ciri-ciri struktural, bahkan kosa kata, yang tidak lagi persis sama dengan keadaan bahasa itu pada kurun waktu yang lain, meskipun perbedaan tersebut selalu tidak tajam. Bahasa-bahasa mengalami evolusi mengikuti perkembangan masyarakat pendukungnya.

Kemungkinan berevolusinya bahasa ini membawa pengaruh terhadap kajian atau studi linguistik. Sekurang-kurangnya, ada dua macam studi linguistik yang muncul untuk merespons keadaan ini. Pertama, studi linguistik yang hanya memusatkan perhatian kepada objek bahasa yang ril, yang hidup dan digunakan penuturnya pada kurun waktu tertentu. Kedua, studi linguistik yang memusatkan perhatian kepada objek fase evolusi bahasa. Studi linguistik yang pertama mendorong munculnya aliran linguistik deskriptif dalam pengkajian bahasa, sedangkan studi linguistik yang kedua mendorong munculnya aliran linguistik komparatif.

Linguistik deskriptif lahir pada pengujung abad XIX di Amerika dengan tokoh utamanya Franz Boas. Ide aliran linguistik

ini muncul karena Boas dan rekan-rekannya berhadapan dengan masalah-masalah praktis untuk menghasilkan bentuk atau struktur yang ada dalam berbagai bahasa yang diucapkan penuturnya. Aliran linguistik deskriptif bertujuan merumuskan teori linguistik yang abstrak sebagai alat untuk menyelesaikan deskripsi bahasa-bahasa tertentu dengan praktis dan sukses. Karena itulah, linguistik deskriptif berhubungan dengan pemerian dan analisis tentang cara-cara bahasa beroperasi dan digunakan oleh kelompok penutur tertentu pada waktu tertentu.

Studi deskriptif ini tidak memuat acuan banding kepada pemerian bahasa pada periode sebelumnya. Tidak pula memuat studi acuan kepada bahasa lain pada periode yang sama. Menurut Sudaryanto (1988: 62), istilah deskriptif menyarankan bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup di tengah-tengah kehidupan para penuturnya sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang biasa dikatakan atau digunakan. Bahwa perian yang deskriptif itu tidak mempertimbangkan benar salahnya penggunaan bahasa oleh penutur, hal itu memang merupakan cirinya yang pertama dan terutama. Berikut adalah ide-ide Boas tentang ciri struktural suatu bahasa :

1) Kategori gramatikal (Setiap bahasa memiliki sistem gramatikal dan sistem fonetik masing-masing. Sistem fonetik digunakan

sesuai dengan kebutuhan makna. Karena itu, unit dasar bahasa adalah kalimat).

2) Pronomina kata ganti (Tidak ada orang pertama jamak karena kata ganti itu tidak tetap)

3) Verba memiliki sifat arbitrari dan berkembang tidak merata pada berbagai bahasa (Malini & Tan, 2016).

Pendekatan deskriptif adalah sebuah pendekatan yang mencoba untuk menjelaskan penggunaan bahasa secara aktual di lapangan, dengan kata lain, penggunaan bahasa berdasarkan siapa yang menuturkannya. Pendekatan deskriptif mengenai bahasa, atau disebut juga dengan linguistik deskriptif adalah pendekatan yang secara objektif menganalisa dan menjelaskan bagaimana bahasa diujarkan (atau bagaimana bahasa diujarkan pada masa lampau) oleh sekelompok orang dalam suatu masyarakat bahasa. Semua penelitian bahasa dilakukan dengan pendekatan deskriptif yang bertujuan untuk mengamati dunia bahasa sebagaimana mestinya. Dengan kata lain, linguistik deskriptif adalah pendekatan yang mengamati bahasa dan menciptakan kategori konseptual mengenai bahasa tanpa menghubungkannya dengan kaidah-kaidah dalam bahasa. Linguistik deskriptif modern didasarkan pada pendekatan struktural mengenai bahasa.

Pengembangan bahasa dengan pendekatan deskriptif cederung melihat bahasa secara sinkronis, yaitu bahasa ada pada

waktu diamati. Pada prinsipnya pengembangan bahasa dengan pendekatan merupakan pengembangan bahasa secara objektif berdasarkan apa yang dilihat (what you see) bukan seperti apa yang diharapkan (not what you expect to). Pengembangan bahasa secara deskriptif ini merupakan bahasa yang digunakan dalam komunikasi atau berbicara dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kaitan ini, bahasa akan dikembangkan berdasarkan sifat-sifat objek yang dimilikinya, yaitu sifat umum bahasa (kesemestaan /universalitas), dan sifat khusus bahasa (kekhususan/ partikularitas).

Fenomena bahasa dalam masyarakat yang dikembangkan dengan pendekatan deskriptif adalah bahasa menurut ihwal keumuman (kesemestaan) objek bahasa ini, misalnya sifat-sifat bahasa umumnya memiliki penanda solidaritas, penanda kesantunan, penanda kekuasaan, dan penanda fungsi. Sebaliknya, kekhususan pemakaian bahasa di masyarakat juga memiliki ciri-ciri yang khas, misalnya antara satu objek dengan objek lain, atau satu objek yang sama dalam masyarakat bahasa (speech community) yang berbeda. Hal ini mengarah kepada variasi bahasa yang semakin beragam sehingga dapat memperkaya khazanah bahasa.

Contohnya dapat kita lihat dalam penggunaan bahasa Indonesia dewasa ini. Bahasa Indonesia sekarang ini sudah sangat berbeda dengan bahasa yang ada dahulu, khususnya

bahasa yang digunakan oleh para remaja dalam pergaulan sehari-hari. Para remaja yang menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari di lapangan sudah tidak memperdulikan kaidah-kaidah yang sudah ditetapkan. Mereka menggunakan istilah-istilah yang hanya dimengerti oleh mereka. Hal ini sebenarnya baik karena hal ini akan menambah kekayaan khazanah bahasa Indonesia.

Linguistik yang berusaha mengembangkan bahasa dengan pendekatan deskriptif mencoba memberikan deskripsi akurat mengenai ujaran yang sebenarnya. Hal ini merupakan suatu hal yang sulit dilalukan. Sering kali, dalam usahanya untuk menggambarkan bagaimana bahasa yang sebenar-benarnya, linguis sering kali memaparkan dugaan-dugaan yang belum tentu benar-benar sama dengan keadaan bahasa tersebut di lapangan. b. Keunggulan Aliran Linguistik Deskriptif

Aliran linguistik deskriptif memiliki beberapa keunggulan berikut: 1) memerikan bahasa Indian dengan cara yang baru secara

sinkronis.

2) menolak aliran linguistik mentalistik karena tidak sejalan dengan iklim filsafat yang berkembang pada masa itu, yaitu behaviorisme.

3) sudah mengelompokkan kategori gramatikal, verbal, dan pronomina kata ganti.

5) mimiliki cara kerja yang sangat menekankan pada pentingnya data yang objektif untuk memerikan suatu bahasa.

c. Kelemahan Aliran Linguistik Deskriptif

Aliran deskriptif sama sekali tidak memperhatikan aspek makna atau semantik. Karena sangat dipengaruhi oleh psikologi behaviorisme, aliran ini lebih cenderung menganalisis fakta-fakta bahasa secara objektif dan nyata, terutama fonologi dan morfologi. Makna diabaikan karena dianggap sangat subjektif, tidak konkret.

Dokumen terkait