• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2. Vesiko-bulosa

2.2. Klasifikasi

2.2.5. Chronic Bullous Diseases of Childhood (C.B.D.C)

2.2.5.5.2. imunologi

Pada umumnya didapati deposit linear igA dan C3 dari kulit di perilesi.

Pada imunofluoresensi tak langsung didapati antibodi igA anti membran basalis yang beredar pada kira-kira 2/3 kasus.5

2.2.5.6. Diagnosis Banding

Sebagai diagnosis banding ialah dermatitis herpetiformis (D.H.) dan pemfigoid bulosa. Pada D.H. penyakit berlangsung sehingga dewasa jarang pada umur sebelum 10 tahun. Lesi yang utama ialah vesikel, sangat gatal dan didapati IgA berbentuk granular serta biasanya didapati enteropati. Mulainya penyakit pada C.B.D.C. lebih mendadak daripada D.H, biasanya tidak terdapat H.L.A.-B8.

Mengenai pengobatan, pada D.H. memberi respons dengan sulfon, sedangkan CBDC dapat memberi respon atau tidak sama sekali.3

2.2.5.7. penatalaksanaan

Biasanya memberi respons yang cepat dengan sulfonamida, yakni dengan sulfapiridin, dosisnya 150 mg per kg berat badan sehari. Dapat pula dengan DOS atau kortikosteroid atau kombinasi. Diet bebas gluten seperti pada D.H. tidak perlu.3

2.2.5.8. prognosis

Dalam studi yang dilakukan di Tunisia mengatakan bahwa remisi chronic bullous disesase of childhood pada anak adalah sebanyak 76,1%.31

BAB III

2. Cahaya Ultraviolet baik UVB maupun UVA dan terapi

3.2 kerangka konsep penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat karakteristik vesiko-bulosa pada anak di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD. Pirngadi Medan dari tahun 2008-2015.

Variabel independen variabel dependen

Gambar 3.2. Kerangka konsep penelitian.

Penyakit vesiko-bulosa autoimun

vesiko-bulosa

1. jumlah 2. Umur

3. Jenis kelamin 4. tipe

5. bentuk klinis 6. Lokasi 7. pengobatan

BAB IV

METODE PENELITAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunnakan metode penilitan deksriptif dengan pendekatan cross sectional (studi potong lintang) yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik penyakit vesiko-bulosa autoimun pada anak di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD. Pirngadi Medan dari tahun 2008-2015.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

a. lokasi: penelitian ini di lakukan di dua rumah sakit pendidikan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yaitu RSUP. H. Adam Malik MEDAN dan RSUD DR Pirngadi MEDAN

b. Waktu: penelitian ini dilakukan dari juli – desember 2016.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 . Populasi

a. populasi target : Seluruh pasien penyakit vesiko-bulosa autoimun pada anak di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD. Pirngadi Medan dari tahun 2008-2015.

b. Populasi terjangkau : Seluruh pasien penyakit vesiko-bulosa autoimun pada anak yang pernah berobat di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD. Pirngadi Medan dari tahun 2008-2015.

4.3.2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah seluruh pasien dengan diagnosa penyakit vesiko-bulosa autoimun pada anak di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD.

Pirngadi Medan dari tahun 2008-2015 yang mana berjumlahkan sebanyak 10 orang

4.4. Definisi Operasional

Variabel-variabel yang diteliti mencakup karakteristik penderita vesiko-bulosa dari segi jumlah, umur, jenis kelamin, tipe, bentuk klinis, lokasi dan pengobatan.

1. Variabel: jumlah

a. Definisi operasional : jumlah keseluruhan dari subjek penelitian b. Alat ukur : rekam medik

c. Cara ukur : melihat data pasien berdasarkan rekam medik d. Hasil ukur : pasien yang didiagnosis penyakit vesiko-

bulosa autoimun pada anak e. Skala ukur : nominal

2. Variabel: umur

a. Defenisi operasional : masa usia subjek penelitian b. Alat ukur : rekam medik

c. Cara ukur : melihat data pasien berdasarkan rekam medik d.Hasil ukur : 0-5 tahun, 6-11 tahun dan 12-18 tahun e. Skala ukur : interval

3. Variabel: jenis kelamin

a. Definisi operasional : jenis kelamin dari subjek penelitian b. Alat ukur : rekam medis

c.Cara ukur : melihat data pasien berdasarkan rekam medik d.Hasil ukur : laki-laki atau perempuan

e.Skala ukur : nominal

4. Variabel: tipe

a. Definisi operasional : tipe penyakit vesiko-bulosa autoimun yang diderita subjek penelitian

b. Alat ukur : rekam medik

c. Cara ukur : melihat data pasien berdasarkan rekam medik d. Hasil ukur : 1. Pemfigus

2.Pemfigoid bulosa

3. Dermatitis herpetiformis

4. Epidermolisis bulosa (EB)

5. Chronic bullous of childhood

e. Skala ukur : nominal

4. Variabel: bentuk klinis

a. Definisi operasional : bentuk lesi dari penyakit vesiko-bulosa Autoimun pada subjek penelitian b. Alat ukur : rekam medik

c .Cara ukur : melihat data pasien berdasarkan rekam medik d. Hasil ukur : berdasarkan bentuk lesi dari penyakit vesiko-

Bulosa autoimun a. Skala ukur : ordinal

6.Variabel: lokasi

a. Definisi operasional : lokasi lesi penyakit vesiko-bulosa autoimun pada subjek penelitian

b. Alat ukur : rekam medik

c. Cara ukur : melihat data pasien berdasarkan rekam medik d. Hasil ukur : berdasarkan tempat predileksi

e. Skala ukur : ordinal

7. Variabel: pengobatan

a. Definisi operasional : pengobatan yang digunakan pada subjek

penelitian

b. Alat ukur : rekam medik

c. Cara ukur : melihat data pasien berdasarkan rekam medik d. Hasil ukur : sistemik atau topikal

e. Skala ukur : ordinal

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1. HASIL PENELITIAN 5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan selama bulan Oktober – bulan Desember 2016 yang berlokasikan di dua rumah sakit yaitu RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD.

Pirngadi Medan, RSUP. H. Adam Malik beralamat di jalan bunga lau NO. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit rujukan nasional berdasarkan SK MenKes RI NO. HK.02.02/MENKES/390/2014 tanggal 17 Oktober 2014 Tentang Pedoman Penetapan Rumah Sakit Rujukan Nasional.

RSUD. Pirngadi Medan merupakan salah satu rumah sakit pendidikan yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara yang pada tanggal 10 April 2007 Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan resmi menjadi Rumah Sakit Pendidikan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 433/Menkes/SK/IV/2007. Rumah sakit ini mendidik para calon dokter yang berasal dari Fakultas Kedokteran Usu dan membuka diri untuk mendidik para calon dokter dari fakultas lain baik yang ada di Provinsi Sumatera Utara maupun Sumatera Barat dan Lampung. Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medis yang terdapat pada kedua rumah sakit tersebut.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Penelitian ini dilakukan dengan melihat data sekunder yang berupa data rekam medis dari pasien penyakit vesiko-bulosa autoimun pada anak yang terdapat pada RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD. Pirngadi Medan dari tahun 2008-2015.

Karakteristik sampel yang diamati oleh peneliti dalam penelitian ini adalah berupa jumlah pasien, umur pasien, jenis kelamin, bentuk klinis dan lokasi dan pengobatan. Yang disajikan dalam bentuk table sebagai berikut.

Tabel 5.1. Jumlah Pasien

TIPE JUMLAH

Pemfigus 1

Pemfigoid bulosa 3

Dermatitis herpetiormis 0

Epidermolisis bulosa 6

Chronic bullous disease of childhood

0

dari hasil tabel diatas maka dapat diketahui jumlah pasien vesiko-bulosa autoimun pada anak adalah : Pemfigus (10%), Pemfigoid bulosa (30%), Dermatitis herpetiformis (0), Epidermolisis bulosa (60%), Chronic bullous disease of childhood (0).

Tabel 5.2. Umur Pasien

TIPE UMUR PASIEN

0 - 5 TAHUN 6 - 11 TAHUN 12 - 18 TAHUN

Pemfigus 0 0 1

Pemfigoid bulosa 0 0 3

Dermatitis herpetiformis 0 0 0

Epidermolisis bulosa 3 1 2

Chronic bullous disease of

childhood 0 0 0

berdasarkan tabel hasil diatas maka didapatkan umur pasien yang terbanyak pada penyakit vesiko-bulosa autoimun pada anak adalah : umur 0 – 5 tahun (30%), umur 6 – 11 tahun (10%) dan umur 12 – 18 tahun (60%)

Tabel 5.3. Jenis Kelamin TIPE

JENIS KELAMIN

LAKI-LAKI PEREMPUAN

Pemfigus 0 1

Pemfigoid bulosa 1 2

Dermatitis herpetiformis 0 0

Epidermolisis bulosa 2 4

Chronic bullous diseaseof childhood 0 0

dari tabel hasil di atas dapat diperoleh jenis kelamin yang terdapat pada penyakit vesiko-bulosa autoimun pada anak adalah: laki-laki (30%) dan perempuan (70%)

Tabel 5.4. Bentuk Klinis dan Lokasi

Dermatitis herpetiformis - -

Epidermolisis bulosa

Chronic bullous disease of childhood - -

dari tabel hasil diatas menunjukkan beberapa bentuk klinis dan lokasi khas dari masing – masing klasifikasi penyakit vesiko-bulosa autoimun pada anak.

Tabel 5.5. Pengobatan Sistemik

berdasarkan tabel hasil pengobatan pada penyakit vesiko-bulosa autoimun pada anak di dapatkan pengobatan yang terbanyak digunakan adalah: pengobatan sistemik (33,3%) dan pengobatan topikal (66,6%)

PENGOBATAN TOPIKAL

12

5.2. PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian total sampling

5.2.1. Jumlah Pasien

Pada penelitian di rumah sakit pendidikan father muller medical college hospital di dapatkan jumlah pasien terbanyak dari penyakit vesiko-bulosa adalah pemfigus vulgaris dimana terdapat 19 kasus (38%), pemfigoid bulosa sebanyak 13 kasus (26%), penyakit linear immunoglobulin A, 2 kasus (4%), epidermolisis bulosa sebanyak 2 kasus (4%), 1 kasus dermatitis herpetiformis (2%).35 Sedangkan pada hasil penelitian yang didapat, epidermolisis bulosa adalah jumlah kasus terbanyak (60%) , pemfigoid bulosa (30%), dan pemfigus (10%). Tidak di jumpai kasus dermatitis herpetiformis dan chronic bullous disease of childhood.

5.2.2 Umur Pasien

Anak dengan kelompok umur 1- 6 tahun menunjukkan angka kejadian dalam penyakit vesiko-bulosa sebesar (48/100).36 dengan insidensi tertinggi impetigo bulosa 42%, chronic bullous of childhood 7% dan dermatitis herpetiformis 6%.36 Pemfigus jarang terdapat pada anak-anak terutama dengan umur rata-rata 12 tahun.37 Beberapa faktor lingkungan seperti pengobatan, dan substansi akantolisis pada predisposisi genetik memiliki peran terhadap munculnya penyakit.38,39 Pada masa anak jenis pemfigus yang paling sering terjadi adalah pemfigus vulgaris, pemfigus folaiseus.40 Berdasarkan hasil penelitian ini umur rata-rata anak yang didiagnosa dengan pemfigus adalah umur 12-18 tahun.

Pada kasus pemfigoid bulosa jarang terjadi pada masa anak.41 Namun berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan umur rata-rata anak pada kasus pemfigoid bulosa adalah 12-18 tahun dimana terdapat 3 kasus pemfigoid bulosa. Dermatitis herpetiformis merupakan salah satu penyakit lepuh autoimun yang kronis, dan dianggap sebagai salah satu yang sering muncul pada anak namun prevalensi pastinya belum dapat diketahui.42,43 Umur persentasi bervariasi, menurut pada hasil penelitian umur berkisar anatara 2 sampai dengan 7 tahun.44 dan 7 tahun sampai dengan rata-rata 14 tahun.43 Berdasarkan hasil penelitian tidak dijumpai

pasien anak dengan diagnosis dermatitis herpetiformis. Pada epidermolisis bulosa persentasi kemunculan pada umur bisa di semua rata-rata umur selama masa anak-anak dan dapat dimulai dari bayi.45 Pada hasil penelitian ini umur rata-rata pasien anak dengan epidermolisis adalah 3 kasus pada 0 – 5 tahun, 1 kasus pada 6 – 11 tahun dan 2 kasus pada 12 – 18 tahun. Chronic bullous disesase of childhood terdapat pada semua etnik khususnya di Negara berkembang, di inggris prevalensi di perkirakan 1 dari 500.000 anak.46 Onset umur biasanya sebelum umur 5 tahun

41, namun pada hasil penelitian ini tidak di temukan pasien anak dengan diagnose chronic bullous disease of childhood.

5.2.3. Jenis Kelamin

Hasil penelitian di father muller medical college hospital menunjukkan bahwa perbandingan antara pasien anak laki-laki dengan pasien anak perempuan adalah 1:2.35 namun pada penelitian yang dilakukan di india menunjukkan bahwa perbandingan antara laki-laki dengan perempuan adalah 3:2 hal ini di sebabkan karena laki-laki sering melakukan kegiatan di luar rumah, adanya kontak dengan anak-anak lain dan pola berpakaian yang salah dapat menjadi alasan peningkatan resiko.36 Sedangkan pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase anak perempuan adalah (70%) dan anak laki-laki (30%) dimana hasil penelitian ini menunjukkan kesamaan dengan penelitian yang di lakukan di father muller medical college hospital.

5.2.4. Bentuk Klinis dan Lokasi

Gambaran klinis pada pemfigus melibatkan keterlibatan membran mukosa terutama dari mulut yang menunjukkan gejala awal.41 Lepuh yang terlihat biasanya terlihat sangat lembek dan mudah pecah dan adanya erosi dan krusta yang meninggalkan rasa sakit yang terdapat pada kulit.41 Lepuh pada pemfigus dapat timbul di kepala, bibir dan pada abdomen atas.47 Berdasarkan hasil penelitian ini gambaran yang di dapat pada pemfigus berbeda yaitu adanya bula hipopion yang terdapat pada telapak tangan. Pada pemfigoid bulosa gambaran yang sering muncul adalah bula yang tegang dan terkadang bula hemoragik yang

timbul dari kulit normal atau meradang.48,49 Plak Biasanya muncul pada daerah abdomen, lipatan paha, palmar dan plantar.50,51 Pada hasil penelitian ini terdapat bula eritematosa yang tegang, makula hipopigmentasi dan erosi yang terdapat pada daerah bola mata, wajah dan telapak tangan. Dermatitis herpetiformis menunjukkan gambaran seperti vesikel yang gatal, papula eritematosa dan plak urtikaria yang biasanya muncul pada tungkai bagian depan, bokong, bahu dan lipatan leher.41 Hasil penelitian ini tidak mendapatkan pasien anak dengan diagnose dermatitits herpetiformis. Epidermolisis bulosa menyajikan gambaran seperti puritus, bula yang tegang, eritematosa dan urtikaria kulit.50,51 Pada lesi hemoragik sesekali dapat terjadi pembentukan krusta dengan perubahan pigmen dan dapat terjadi keruskan membran mukosa.50,51 Dari hasil penelitian ini mengatakan bahwa gambran yang terjadi berupa Bula hemoragik, bula berisi air, papul kecil dan milia yang tersebar di daerah wajah, kepala, badan dan pundak belakang. Gambaran penyakit chronic bullous disesase of childhood dapat mengenai membran mukosa dan kulit, dan biasanya didahului oleh penyakit prodormal yang nonspesifik.41 Temuan pada kulit dapat disertai dengan gejala sistemik seperti demam atau anoreksia.52 Lepuh dapat menyebar ke beberapa lokasi yaitu wajah, ekstremitas dan daerah genital.52 Tidak di temukan anak dengan diagnosa chronic bullous disease of childhood pada hasil penelitian.

5.2.5. Pengobatan

Pada penelitian Autoimmune Blistering Diseases in Children menyatakan bahwa hampir keseluruhan penyakit vesiko-bulosa autoimun dapat di tatalaksana dengan menggunakan pengobatan sistemik kortikosteroid dan dapson sebagai pengobatan lini pertama dosis yang berbeda-beda pada setiap penyakit vesiko-bulosa autoimun.41 Untuk pengobatan topikal dengan steroid dapat meringankan gejala namun biasanya remisi dapat terjadi pada umur dewasa.41 Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengobatan yang di gunakan untuk penyakit vesiko-bulosa lebih mengarah ke pengobatan topikal dengan persentasi (66,6%) dibandingkan sistemik dengan persentasi (33,3%). Adapun pengobatan sistemik yang dilakukan di kedua rumah sakit tersebut adalah amoxicillin tab 500 mg,

cetirizine tab dan sandimun neural tab. Sedangkan pada pengobatan topikal yang digunakan ialah inersan cream, soft u derm, furon cream, burnazin cream burnosin, hidrokortison cream, mupirosin cream dan NaCL0,9%.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian pada karakteristik penyakit vesiko-bulosa autoimun pada anak di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD. Pirngadi Medan dari tahun 2008-2015 maka dapat di tarik kesimpulan:

1. Jumlah pasien vesiko-bulosa pada anak di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD. Pirngadi Medan dari tahun 2008-2015 adalah sebanyak 10 orang

2. Umur pasien yang terbanyak dengan diagnosa penyakit vesiko-bulosa autoimun pada anak di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD.

Pirngadi Medan adalah pasien dengan umur 12 – 18 tahun dengan persentasi 60%

3. Jenis kelamin pasien yang terbanyak dengan diagnosa penyakit vesiko-bulosa autoimun pada anak di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD.

Pirngadi Medan adalah perempuan dengan persentasi 70%

4. Tipe terbanyak dari penyakit vesiko-bulosa autoimun pada anak di RSUP.

H. Adam Malik Medan dan RSUD. Pirngadi Medan dari tahun 2008-2015 adalah Epidermolisis Bulosa dengan angka kejadian 60%

5. Pengobatan yang terbanyak dilakukan pada pasien dengan diagnosa penyakit vesiko-bulosa autoimun pada anak di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD. Pirngadi Medan adalah dengan pengobatan topikal dengan persentasi 66,6%

6.2. SARAN

Dari seluruh proses menyelesaikan penelitian ini maka peneliti ingin mengungkapkan beberapa saran yang mungkin bermanfaat bagi peneliti dan bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Adapun beberapa saran yaitu:

1. Kepada institusi kesehatan dan tenaga medis agar memberikan edukasi kepada orangtua penderita penyakit vesiko-bulosa autoimun diberikan edukasi yang baik dan benar agar penyakit tersebut tidak mengarah ke penyakit sekunder

2. Kepada institusi kesehatan dan tenaga medis agar meningkatkan informasi dan pengetahuan terhadap penyakit vesiko-bulosa autoimun khususnya pada anak agar lebih mengenal dan dapat mengerti diagnosa banding, diagnosa dan penatalaksanaan dari penyakit vesiko-bulosa autoimun pada anak

3. Kepada pihak RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD. Pirngadi Medan, khususnya pada pihak yang bertanggung jawab dalam penyimpana rekam medis agar dapat menyimpan seluruh data dan menyusun data dengan rapi dan baik agar penelitian selanjutnya pembaca dapat mengerti dan memahami isi dari data tersebut

4. Peneliti berharap agar Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar ataupun data pendukung untuk penelitian selanjutnya mengenai penyakit vesiko-bulosa autoimun pada anak

DAFTAR PUSTAKA

1. Barhnhill RL, Croseon An; Magro CM, Piepkorn MW. Dermatopathology.

3rd ed. New York:Mc Graw-Hill Medical: 2010: 578-590. (cited 2013 Aug 01).

2. Mufida fauzia, penyebaran pola penyakit pada kulit anak dan dewasa ,2010 3. Kariosentono, Harijono, Penyakit Vesiko-bulosa., Dalam: HIPOKRATES.

Ilmu penyakit kulit. Jakarta. 2015.

4. Dewi Rosalina, Sunarko Martodihardjo, Muhammad Yulianto Listiawan.

Staphylococcus aureus as the Most Common Cause of Secondary Infection in All Skin Lesions of Vesicobullous Dermatosis). 2009.

5. Wiryadi, Benny E., Dermatosis Vesikobulosa., Dalam: Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FK UI. Jakarta. 2005.

6. Stanley JR. Pemfigus. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ (eds). Fitzpatrick’s dermatology in general medicine (two vol. set). 7th ed. New York: McGraw-Hill;2008:459-74.

7. Amagai M. Pemfigus. In:Bolognia JL,Jorizzo JL,Rapini RP (eds).

Dermatology. Spain:Elsevier.2008;5;417-29.

8. Stanley John R. Bullous pemphigoid. Dalam: Wolff IlGoldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ,penyunting. Fitzpatrick's dermatolory in general medicine.Volurne One. Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill Companies;2008. h. 475-80.

9. Zenzo GD, Laffitte E, Zambruno G, Borradori L. Bullous pemphigoid:

clinical features, diagnostic markers, and immunopathogenic mechanisms.

Dalam: Hertl M, editor. Autoimmune diseases of the skin. Edisi ke-3. New York: Springer Wien; 2011. h. 65-95

10. Wojnmowska F, Venning VA. Immunobullous diseases. Dalam: Bums T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, penyunting. Rook's textbook of dermatolory. Volume Two. Edisi ke-8. Massachusetts: Blackwell Science Ltd; 2010. h. 40.26-35

11. Laffitte E, Borradori L. Bullous Pemphigoid : Clinical Features, Diagnostic Markers, and Immunopathogenic Mechanisms. Dalam : Hertl M, penyunting.

Autoimmune Disease of the Skin. Edisi ke-2. New York : Springer; 2005.h.

71-87.

12. Hert M, ed. Autoimmune disease of the skin : pathogenesis, diagnosis, management. 2nd revised edition.Austria : Springer-verlag Wien; 2005;60-79.

13. Maria lorete, kotze silva dermatitis herpetiformis the celiac disease of the skin.

Transglutaminase autoantibodies in dermatitis herpetiformis and celiac sprue. J Invest Dermatol. Feb 2008;128(2):332 5.

17. Huwitz S. Chronic Non Hereditary Blistering Disesease Of Childhood. In : Clinical Pediatric Dermatology. 2nd ed. Philadelphia. WB Saunders Company. 1993: 278-82 18. Pye RJ. Bullous Eruption. In : Champion RH, Burton jL, Burns DA, eds.

Rook/Wilkinson/Ebling. Text Book Of dermatology. 6th ed. VOL.III. London.

Blackwell Science Ltd. 1998 : 1888

19. Bodiardja SA. Epidermolisis bulus Dalam : Djuanda A, Hamzah M, Boediardjo SA, editor. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin ; edisi ke-3. Jakarta : Bali Penerbit FK UI, 2002,200-7.

20. Hurwitz S. Bullous disorders of childhood and alolennsceene. Edisi ke-2 Philadelphia, W.B. Sauders. Co 1993 : 432-5,439-41.

21. Fine JD, Hintner H, eds: Life with Epidermolysis Bullosa: Etiology, Diagnosis, and Multidisciplinary Care and Therapy. Wien New York:

Springer Verlag GmbH; 2009:338.

22. Alper JC, Baden HP, Goldsmith LA: Kindler's syndrome. Arch Dermatol1978, 114:457.

23. Fine JD, Eady RAJ, Bauer JA, et al.: The classification of inherited epidermolysis bullosa (EB): report of the Third International Consensus Meeting on Diagnosis and Classification of EB. J Am Acad Dermatol 2008, 58:931-950.

24. Marinkovich MP. Inherited Epidermolysis Bulosa. in : fitzPatricks 8nd ed . VOL.II. New york. Mc graw-hill company2012. h. 659-660.

25. Marinkovich MP. Inherited Epidermolysis Bulosa. in : fitzPatricks 8nd ed . VOL.II. New york. Mc graw-hill company 2012. h. 660-661.

26. Fine JD, Johnson LB, Suchindran C, et al.: Cutaneous and skin-associated musculoskeletal manifestations of inherited EB: the National Epidermolysis Bullosa Registry experience. Edited by: Fine JD, Bauer EA, McGuire J, Moshell A. Epidermolysis Bullosa: Clinical, Epidemiologic, and Laboratory Advances, and the Findings of the National Epidermolysis Bullosa Registry Baltimore: Johns Hopkins University Press; 1999:114-146.

27. Fine JD, Smith LT: Non-molecular diagnostic testing of inheritedepidermolysis bullosa: current techniques, major findings, and relativesensitivity and specificity. Edited by: Fine JD, Bauer EA, McGuire J,Moshell A. Epidermolysis Bullosa: Clinical, Epidemiologic, and LaboratoryAdvances, and the Findings of the National Epidermolysis Bullosa RegistryBaltimore: Johns Hopikins University Press; 1999:48-78.

28. Fine JD. Bullous disesases. Dalam: Mosechella, Hurley HJ, editor.

Dermatology. Edisi ke-3 philadelphia : W.B. Sounders Co. 1992 : 681-9 29. LR, Caroline and PH, Russel. Linear Immunoglobulin A Dermatosis and

Chronic bullous disease of childhood. in : fitzPatricks 8nd ed . VOL.II. New york. Mc graw-hill company 2012. h. 626-627.

30. Guide SV, Marinkovich MP (2001) Linear IgA bullous dermatosis. Clin Dermatol 19: 719-727.

31. Monia K, Aida K, Amel K, Ines Z, Becima F, et al. (2011) Linear IgA bullous dermatosis in tunisian children: 31 cases. Indian J Dermatol 56: 153-159.

32. Edwards S, Wojnarowska F, Armstrong LM (1991) Chronic bullous disease ofchildhood with oral mucosal scarring. Clin Exp Dermatol 16: 41-43.

33. Zone JJ, Taylor TB, Kadunce DP, Meyer LJ (1990) Identification of thecutaneous basement membrane zone antigen and isolation of antibody inlinear immunoglobulin A bullous dermatosis. J Clin Invest 85: 812-820.

34. Marinkovich MP, Taylor TB, Keene DR, Burgeson RE, Zone JJ (1996) LAD-1,the linear IgA bullous dermatosis autoantigen, is a novel 120-kDa anchoringfilament.

35. Bhat M Ramesh, Kunhi Khannan Charisma (2015) A retrospective study of clinical, histopathological and direct immunofluorescence spectrum of immunobullous Disorders. Father Muller Medical College Hospital : International Journal of Scientific and Research Publications, Volume 5, Issue 9, September 2015 1 ISSN 2250-3153.

36. Gupta Vinita, (2015) Clinicoepidomiological Study Of Vesiocobullous Disorders In Pediatric Age Group. Sgt Medical College and Reseach Institute Budh era, Gurgaon, Haryana, India : Indian Journal of Paediatric Dermatology. Vol 16. January-march 2015.

37. Tur E, Brenner S: Diet and pemphigus. In pursuit of exogenous factors in pemphigus and Fogo selvagem. Arch Dermatol 134:1406-1410, 1999

38. Thami GP, Kaur S, Kanwar AJ: Severe childhood pemphigus vulgaris aggravated by enalapril. Dermatology 202:341, 2001

39. Bjarnason B, Flosadottir E: Childhood, neonatal, and stillborn pemphigus vulgaris. Int J Dermatol 38:680-688, 1999

40. Lyde CB, Cox SE, Cruz PD Jr: Pemphigus erythematosus in a fiveyear-old child. J Am Acad Dermatol 31:906-909, 1994

41. Lara-corales Irene, pope Elena (2010) A retrospective study of clinical, histopathological and direct immunofluorescence spectrum of immunobullous Disorders. Elsevier inc Canadaj.sder.2010.03.005

42. Hill ID, Dirks MH, Liptak GS, et al: Guideline for the diagnosis and

42. Hill ID, Dirks MH, Liptak GS, et al: Guideline for the diagnosis and

Dokumen terkait