• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Indeks Harga Saham Gabungan ( IHSG) merupakan indeks gabungan dari seluruh jenis saham yang tercatat di bursa efek. IHSG berubah setiap harinya dan setiap bulannya perubahan harga pasar yang terjadi setiap bulannya karena adanya saham tabahan. Indeks Harga Saham Gabungan yang tidak terkendali dapat mengakibatkan turunnya return saham, karena kenaikan tingkat suku bunga (interest rate), inflasi dan faktor lainnya akan berdampak negatif terhadap harga suku bunga, inflasi dan faktor-faktor lainnya.

Kenaikan IHSG menyebabkan investor lebih memilih menanamkan dananya di pasar modal karena lebih memberikan tingkat keuntungan yang lebih tinggi dan akibatnya tingkat suku bunga akan menjadi turun.

Sedangkan koreksi faktoral adalah koreksi yang disebabkan oleh faktor-faktor tertentu, termasuk faktor-faktor-faktor-faktor eksternal.Contohnyawaktu IHSG terkena badai krisis global 2008 lalu.Faktor yang menyebabkan IHSG terkoreksi habis-habisan ketika itu adalah krisis ekonomi Amerika Serikat yang kemudian merembet ke hampir seluruh dunia, termasuk Indonesia.Sementara ‘May Effect’ atau koreksi IHSG yang terjadi bulan Mei lalu, adalah gabungan antara koreksi alamiah dan koreksi faktoral. Ketika itu, IHSG turun dari 2,900-an ke 2,500-an. Secara alamiahnya, IHSG pada saat itu memang sudah sewajarnya untuk beristirahat sejenak ke posisi 2,700-an, setelah terus menerus menguat tajam dalam beberapa bulan sebelumnya. Namun karena terdapat faktor tambahan berupa krisis Yunani, maka IHSG ternyata turunnya lebih dalam, yaitu ke 2,500-an.Pada dasarnya, koreksi IHSG berdasarkan penyebabnya bisa kita bedakan menjadi dua macam, yaitu koreksi alamiah dan koreksi faktoral.Koreksi alamiah adalah koreksi yang lebih banyak disebabkan oleh faktor teknikal, yaitu (secara mudahnya) karena IHSG sudah naik banyak sebelumnya.

Pada gambar 4.2 dibawah ini, terlihat bahwa Indeks Harga Saham Indonesia dari tahun 2008-2011 secara umum mengalami tren yang meningkat.

Gambar 4.2

Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan di Indonesia

Berdasarkan Gambar 4.2 diketahui perkembangan IHSG yang terjadi pada tahun 2008-2011 mengalami peningkatan yang cukup signifikan.Ini diakibatkan oleh kondisi ekonomi dunia dan Amerika Serikat yang membaik, sedangkan penurunan yang terjadi pada 2007 ini terjadi karena krisis global yang menyebabkan krisis kepercayaan finansial di Amerika dan dunia khususnya di Indonesia.

Tabel 4.2

Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan di Indonesia

Bulan 2008 2009 2010 2011 Januari 2627.250 1332.670 2610.800 3409.170 Pebruari 2721.940 1285.480 2549.030 3409.170 Maret 2447.300 1434.070 2777.300 3678.350 April 2304.520 1722.770 2971.250 3819.620 Mei 2349.100 1916.830 2796.960 3819.620 Juni 2304.510 2026.780 2913.680 3888.570 1,200 1,600 2,000 2,400 2,800 3,200 3,600 4,000 4,400 2008 2009 2010 2011 IHSG

Juli 2165.940 2367.540 3069.280 4130.800 Agustus 1832.510 2367.590 3081.880 3841.730 September 1256.700 2367.700 3501.300 3549.030 Oktober 1241.540 2415.840 3635.320 3790.850 Nopember 1355.410 2534.360 3531.210 3715.080 Desember 1355.412 2610.800 3703.510 3821.990 Sumber :

Tabel 4.2 diatas menunjukkan perubahan IHSG di Bursa Efek Indonesia setelah disesuaikan dengan tingkat inflasi selama periode tahun 2008-2011. Pada pengamatan data bulanan yang dilakukan terhadap IHSG selama tahun 2008-2011, ditemukan adanya perubahan indeks yang bernilai positif (+) maupun negatif (-). Apabila perubahan indeks positif, menunjukkan bahwa IHSG mengalami kenaikan dan apabila perubahan indeks bernilai negatif menunjukan bahwa IHSG mengalami peningkatan. IHSG mencatat kenaikan terbesar selama periode 2008-2011 sebesar 4.130.800 yang terjadi pada bulan Juli 2011. Sedangkan penurunan IHSG terbesar terjadi pada Oktober 2008 sebesar 1.241.540.

IHSG cenderung mengalami penurunan pada tahun 2008. Hal ini terlihat selama tahun 2008 mulai dari bulan Agustus, September, dan Oktober dimana pada bulan tersebut IHSG turun secara bertahap. Sedangkan penurunan IHSG paling terbesar terjadi pada bulan Oktober 2008 sebesar 1.241.540.

IHSG cenderung mengalami kenaikan mulai pada tahun 2009-2011. Hal ini terlihat selama tahun 2009-2011 IHSG mengalami perubahan indeks terbesar yang bernilai positif selama tahun 2009-2011 yang terjadi pada bulan Juli sebesar 4.130.800. Ini menujukan dari tahun 2009-2011 IHSG terus mengalami peningkatan dari bulan ke bulan selama kurun waktu 2009-2011.

Untuk melihat stasioneritas data yang akan diteliti, dilakukan unit root test (uji akar unit). Data yang tidak stasioner akan menghasilkan spurious regression (regresi palsu) yaitu regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang terlihat signifikan secara statistik padahal kenyataanya tidak demikian. Stasioneritas data pada setiap variabel dapat dilihat dengan uji Augmented Dickey Fuller (ADF).

Dari hasil uji stasioneritas data, diketahui bahwa untuk variabel BIrate, nilai ADFstatistik (-5,517361) <Mackinnon critical value (-2,602225) pada α = 1%. Sehingga H0 ditolak. Artinya variabel BI rate stasioner pada derajat level, pada tingkat kepercayaan 99%.

Untuk variabel IHSG, nilai ADF-statistik(-5,605459) <Mackinnon critical value (-2,601424) pada α = 1%. Sehingga H0 ditolak. Artinya variabel IHSG stasioner pada derajat level, pada tingkat kepercayaan 99%.

Tabel 4.3

Hasil Uji Stasioneritas BIrate dan IHSG pada derajat level

t – Statistic Prob.

ADF test statistic on BI Rate -5.517361 0.0000 Test critical values : 1% level -3.584743

5% level -2.928142 10% level -2.602225

ADF test stastic on IHSG -5.605459 0.0000 Test critical values : 1% level -3.581152

5% level -2.926622 10% level -2.601424

Karena kedua variabel stasioner pada derajat level, maka model VAR yang digunakan adalah VAR in level sehingga tidak perlu dilakukan uji kointegrasi. 4.4Penentuan Lag Length

Penentuan lag optimal dilakukan agar lag yang digunakan tidak terlalu sedikit dan tidak terlalu banyak. Bila lag yang digunakan terlalu sedikit, maka model tidak dapat mengestimasi actual error secara tepat. Akibatnya, error term tidak terestimasi dengan baik. Bila lag yang digunakan terlalu banyak, maka dapat mengurangi kemampuan menolak H0 karena tambahan parameter yang terlalu banyak akan mengurangi derajat bebas.

Penentuan lag optimal dilakukan dengan menggunakan beberapa kriteria informasi, yakni Akaike Information Criterion (AIC), dan Schwarz Criterion (SC). Lag yang dipilih adalah yang mempunyai final prediction error (FPE) atau jumlah dari AIC, dan SC yang terkecil di antara lag-lag yang diajukan.

Dari hasil penentuan lag length, diketahui bahwa nilai FPE terkecil berada padaAIC lag 3.Hal tersebut menunjukkan bahwa lag optimal untuk model analisis adalah lag 3.

Tabel 4.4

Hasil Penentuan Lag Length

Lag AIC SIC

1 12.69307 12.92926 2 12.06578 12.46331 * 3 12.03103 * 12.59310 4 12.22235 12.95225 5 12.06021 12.96129 6 12.10508 13.18078 7 12.27479 13.52862 8 12.31096 13.74651

Pada tabel 4.4 diatas terlihat hasil dari Lag length yang dilakukan dengan menggunakan beberapa kriteria informasi, yakni Akaike Informasi Criterion(AIC) dan Schwarz Criterion (SC). Dari hasil tersebut bahwa AIC yang terkecil adalah

pada Lag 3 (12.03103), dan SC yang terkecil berada pada lag 2 yaitu 12.46331, sehingga diketahui FPE yang terkecil terletak pada AIC lag 3.

Dokumen terkait