• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

VECM Stasioner

Data Terjadi kointegrasi VECM Stasioner

VAR Bentuk Level

VAR Bentuk Diferensi

Gambar 3.1

Proses Pembentukan VAR

3.7Uji Asumsi

3.7.1 Uji Stasioneritas Data

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam estimasi model ekonomi dengan data time series adalah dengan menguji stasioneritas pada data (stationary stochastic process). Uji stasioneritas data ini dapat dilakukan dengan menggunakan Augmented Dickey-Fuller (ADF) pada derajat yang sama (level atau difference) hingga diperoleh suatu data yang stasioner, yaitu data yang variansnya tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya (Enders dalam Ajijah et al., 2011).

Gujarati (dalam Ajijah et al., 2011) menjelaskan bentuk persamaan uji stasioner dengan ADF dalam persamaan berikut.

ΔY= �0+ �Y�−1+ �ΔY�−�+1��=1+ � dimana:

Yt= bentuk dari first difference

α0= intercept

Y = variabel yang diuji stasioneritasnya P = panjang lag

ε = error term

Dalam persamaan tersebut, diketahui bahwa H0 menunjukkan adanya unit root dan H1 menunjukkan tidak adanya unit root. Jika dalam uji stasioneritas ini menunjukkan nilai ADFstatistik yang lebih besar daripada Mackinnon critical value,

maka dapat diketahui bahwa data tersebut stasioner karena tidak mengandung unit root. Sebaliknya, jika nilai ADFstatistik lebih kecil daripada Mackinnon critical value, maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut tidak stasioner pada derajat level. Dengan demikian, differencing data untuk memperoleh data yang stasioner pada derajat yang sama di first difference harus dilakukan, yaitu dengan mengurangi data tersebut dengan data periode sebelumnya.

Jika data stasioner pada derajat level maka model VAR adalah unrestricted VAR(model biasa) dan tidak perlu dilakukan uji kointegrasi. VAR bentuk level ini juga dikenal dengan nama VAR in level. Sebaliknya apabila data tidak stasioner pada derajat level tetapi stasioner pada derajat difference, maka harus diuji apakah data mempunyai hubungan dalam jangka panjang dengan menggunakan uji kointegrasi. Apabila terdapat kointegrasi, maka model yang digunakan adalah Vector Error Correction Model (VECM). VECM merupakan model yang terestriksi (restricted VAR). Apabila tidak terdapat kointegrasi, maka model yang digunakan adalah VAR in difference (VAR bentuk diferensi).

3.7.2 Penentuan Lag Length

Salah satu permasalahan yang terjadi dalam uji stasioneritas adalah penentuan lag optimal. Haris (dalam Ajijah et al., 2011) menjelaskan bahwa jika lag yang digunakan dalam uji stasioneritas terlalu sedikit, maka residual dari regresi tidak akan menampilkan proses white noise sehingga model tidak dapat mengestimasi actual error secara tepat. Akibatnya, γ dan error term tidak diestimasi dengan baik. Namun jika memasukkan terlalu banyak lag, maka dapat mengurangi kemampuan menolak H0 karena tambahan parameter yang terlalu

banyak akan mengurangi derajat bebas.Selanjutnya, berikut adalah kriteria yang digunakan untuk mengetahui jumlah lag optimal yang digunakan dalam uji stasioneritas.

Akaike Information Criterion (AIC) : −2 1�+ 2(�+�)

Schwarz Criterion (SC) : −2 1�+ �log⁡(�)� Hannan-Quinn Criterion (HQ) : −2 1�+ 2�log log �� dimana:

1 = nilai fungsi log likelihood yang sama jumlahnya dengan

�2(1+log 2� +log �′′�′�); �′′merupakan sum of squared residual T = jumlah observasi

k = parameter yang diestimasi

Dalam penentuan lag optimal dengan menggunakan kriteria informasi tersebut, dipilih kriteria yang mempunyai final prediction error correction (FPE) atau jumlah dari AIC, SC, dan HQ yang paling kecil.

3.8 Uji kausalitas

Pengujian kausalitas dilakukan untuk mengetahui apakah di dalam variabel endogen terdapat hubungan sebab akibat. Ada tidaknya kausalitas ini diuji melalui uji F atau melihat dari nilai probabilitasnya.Analisis terakhir berkaitan dengan dengan model sistem VAR non struktual mencari adanya hubungan kedua variabel tersebut antara uji kausalitas variabel endongen didalam sistem VAR. 3.9 Estimasi VAR

Yang dimaksud Estimasi VAR adalah masalah penentuan panjangnya kelambanan didalam sistem VAR.Panjang kelambanan variabel yang optimal

diperlukan untuk menangkap pengaruh dari setiap variabel yang lain dalam sistem VAR.Penentuan panjangnya kelembanan optimal ini bisa menggunakan beberapa kriteria seperti Akaike information Criteria (AIC), Schwartz InformationCriteria (SIC), Hannan- Quin Criteria (HQ), Likelihood Ratio (LR) maupun dari Final Prediction Error (FPE),(Widarjono, 2007).

Formulasi AIC dan SIC adalah sebagai berikut:

��� = ln�RSS n �+ 2k n ���= ln�RSSn �+ k nln n Dimana:

RSS = jumlah residual kuadrat (Residual sum of squares) k = jumah variabel parameter setimasi

n = jumlah observasi

Bila kita menggunakan salah satu kriteria di dalam menentukan panjangnya kelambanan maka panjang kelambanan optimal terjadi jika nilai- nilai kriteria di atas mempunyai nilai absolut paling kecil.

3.10Impulse Response

Karena secara individu koefisien didalam model VAR sulit diinterprentasikan maka menggunakan analisis impulse response.Impulse response ini merupakan salah satu analisis penting didalam model VAR.Analisisimpulse response ini melacak respon dari variabel endogen didalam sistem VAR karena adanya goncangan (shocks) atau perubahan di dalam variabel gangguan Widarjono (2007).

Adanya shock variabel gangguan

e

1t di dalam persamaan Sb, misalnya mengalami kenaikan sebesar satu deviasi standar, akan mempengaruhi nilai Sb saat ini maupun di masa akan mendatang.Karena variabel Sb muncul dalam persamaan Sb dan I maka shock variabel gangguan

e

1t juga akan mempengaruhiSb dan I juga. Begitu pula adanya shock variabel gangguan

e

2t dan

e

3t didalam persamaan Sb dan I juga akan mengalami Sb. Dengan mengunakan analisis impulse response ini kita bisa melacak shock untuk beberapa periode ke depan.

3.11Uji Kointegrasi

Sebagaimana dinyatakan oleh Engle – Granger (1983) keberadaan variabel nonstasioner menyebabkan kemungkinan besar adanya hubungan jangka panjang antara variabel didalam sistem VAR. Berkaitan dengan hal ini, maka langkah hubungan antra variabel.Pada langkah ini kita akan mengetahui keberadaan hubungan antara variabel. Pada langkah ini kita akan mengetahui apakah model kita merupakan VAR tingkat diferensi jika tidak ada kointegrasi dan VECM bila terdapat kointegrasi.

Dalam pengujian kointegrasi digunakan untuk mengetahui keberadaan hubungan antar variabel.Pada langkah ini kita akan mengetahui apakah model kita merupakan VAR tingkat diferensi jika tidak ada kointegrasi dan VECM bila terdapat kointegrasi.

3.12Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)

Forecast Error Variance Decomposition (FEVD), atau lebih sering disebut Variance Decomposition, dilakukan untuk mengetahui kepentingan relatif

dari berbagai shock terhadap variabel itu sendiri maupun variabel lainnya. Analisis FEDV bertujuan untuk mengetahui pengaruh atau kontribusi antar variabel transmit (Manurung, 2005). Analisis FEVD digunakan untuk memprediksi kontribusi persentase varian setiap variabel karena adanya perubahan variabel tertentu di dalam sistem. Persamaan FEDV dapat diturunkan dengan ilustrasi sebagai berikut:

�+1= �0+ �11

Nilai A0 dan A1 digunakan untuk mengestimasi nilai masa depan Xt+1

�+�= ��+�+ �12�+�−2+ …+ �1�−1�+1

Artinya nilai FEVD selalu 100 persen dan nilai FEVD yang lebih tinggi menjelaskan kontribusi varians satu variabel transmit terhadap variabel transmit lainnya lebih tinggi.

3.13 Defenisi Operasional

1. Defenisi Suku Bunga Bank Indonesia (BI Rate) adalah Suku bunga dari kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah melalui Bank Indonesia dan di umumkan kepada publik, Suku Bunga Bank Indonesia adalah sebagai pedoman dari pada bank-bank yang lain yang ada di Indonesia. BI rate yang diumumkan oleh Dewan Gubenur Bank Indonesia setiap rapat Dewan Gubernur bulanan.

2. Defenisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah salah satu indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa efek Indonesia dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan indeks gabungan dari seluruh jenis saham yang tercatat di bursa efek. IHSG berubah setiap hari karena

perubahan harga pasar yang terjadi setiap hari dan adanya saham tambahan.

3. Hubungan antara Suku Bunga dan IHSG adalah ketika suku bunga yang tidak terkendali dapat mengakibatkan turunnya return saham, karena kenaikan tingkat suku bunga (interst rate) akan berdampak negatif terhadap harga saham. Dan Kenaikan tingkat suku bunga menyebabkan investor lebih memilih menanamkan dananya dipasar uang dari pada pasar modal karena lebih memberikan tingkat keuntungan yang lebih tinggi dan akibatnya harga saham akan menjadi turun. Dengan menurunnya harga- harga saham suatu perusahaan otomatis akan mempengaruhi IHSG dimana IHSG akan ikut turun .

BAB IV

Dokumen terkait