• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis keberlanjutan usahatani pola sistem integrasi padi-sapi (SIPT) dilakukan menggunakan metode Rap-SIPT dengan teknik multidimensional scaling (MDS). Analisis Rap-SIPT menghasilkan status dan indeks keberlanjutan SIPT (IkB-SIPT) di wilayah Kabupaten Cianjur. Berdasarkan hasil diskusi dengan stakeholder dan pakar, disepakati 33 atribut yang tersebar dalam empat dimensi SIPT yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, dan teknologi, seperti tertera pada Tabel 33, 34, 35, dan 36.

Tabel 33 Dimensi ekologi SIPT Nomor Dimensi Ekologi

1 Sistem Pemeliharaan ternak

2 Pemanfaatan limbah ternak untuk pupuk organik 3 Pemanfaatan jerami padi untuk pakan ternak 4 Tingkat penggunaan pupuk kimia / pestisida 5 Daya dukung pakan

6 Pemotongan sapi betina produktif 7 Kesesuaian lahan (kesuburan tanah) 8 Kepadatan temak (ekor/1000 orang) 9 Tingkat pemanfaatan lahan untuk padi Tabel 34 Dimensi ekonomi SIPT

Nomor Dimensi Ekonomi

1 Tingkat kelayakan usahatani / finansial dan ekonomi 2 Kemitraan usaha

3 Besarnya pasar

4 Sumber modal usahatani

5 Ketersediaan lembaga keuangan (bank/kredit) 6 Kontribusi terhadap PAD

7 Perubahan jumlah sarana ekonomi (10 tahun terakhir) 8 Subsidi pemerintah

Tabel 35 Dimensi sosial-budaya SIPT Nomor Dimensi Sisial Budaya

1 Persepsi masyarakat dalam integrasi usahatani pola SIPT 2 Kelembagaan/kelompok tani

3 Tingkat pendidikan

4 Frekuensi penyuluhan dan pelatihan 5 Frekuensi konflik

6 Besarnya pengaruh daerah sekitar

7 Lokasi usaha peternakan dengan pemukiman penduduk 8 Jumlah rumah tangga petani

Tabel 36 Dimensi teknologi SIPT Nomor Dimensi Teknologi

1 Teknologi informasi 2 Teknologi budidya 3 Pengandangan Ternak

4 Penyebaran tempat pos pelayanan kesehatan hewan ( Poskeswan ) 5 Teknologi Pengolahan Limbah

6 Pemberantasan hama dan penyakit (PHT) 7 Teknologi pengolahan hasil pertanian (PHP)

8 Penyebaran tempat pos pelayanan Inseminasi Buatan ( IB )

RAP - SIPT Ordination

4 6 . 3 4 -80 -60 -40 -20 0 20 40 60 80 0 20 40 60 80 100 120 SIPT Sustainability O th er D is tin gi sh in g F ea tu re s

Gambar 25 Analisis Rap-SIPT yang menunjukkan nilai IkB-SIPT

Hasil analisis Rap-SIPT untuk multi dimensi pada Gambar 25, menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan SIPT (IkB-SIPT) yang diperoleh sebesar 46.34 pada skala keberlanjutan 0 – 100. Nilai IkB ini terletak diantara selang keberlanjutan 0% (buruk) dan 100% (baik) yaitu IkB maksimum yang dapat dicapai pada multi dimensi. Nilai IkB-SIPT yang diperoleh berdasarkan penilaian terhadap 33 atribut yang tersebar dalam empat dimensi (ekologi, ekonomi, sosial budaya dan teknologi) masuk dalam kategori kurang berkelanjutan, mengingat nilai IkB-SIPT berada pada selang nilai 26 – 50 (Kurang: 25 > Nilai indeks < 50). Untuk mengetahui dimensi (aspek) pembangunan apa yang masih lemah dan memerlukan perbaikan maka perlu dilakukan analisis Rap-SIPT pada setiap dimensi.

Berdasarkan hasil analisis Rap-SIPT untuk dimensi ekologi pada Gambar 26, yang menyertakan 9 atribut menunjukan bahwa nilai IkB dimensi ekologi adalah 49.35 pada skala keberlanjutan 0–100. Ini rmasuk ke dalam kategori kurang berkelanjutan, mengingat nilai IkB-SIPT berada pada selang nilai 26 – 50 (Kurang: 25 > Nilai indeks < 50). Nilai IkB ini terletak diantara selang keberlanjutan 0% (buruk) dan 100% (baik). Hal ini mengindikasikan bahwa usahatani pola SIPT di kabupaten Cianjur kurang memberikan manfaat dari aspek ekologi.

RAP - SIPT Ordination

4 9 . 3 5 -80 -60 -40 -20 0 20 40 60 80 0 20 40 60 80 100 120 SIPT Sustainability O th er D is tin gi sh in g F ea tu re s

Gambar 26 Analisis Rap-SIPT yang menunjukkan nilai IkB-dimensi Ekologi Dalam upaya meningkatkan status IkB dimensi ekologi ini di masa yang akan datang, maka perlu dilakukan perbaikan terhadap beberapa atribut yang sensitif mempengaruhi nilai IkB dimensi ekologi tersebut. Analisis sensitivitas dilakukan bertujuan u nt uk me lihat at r ibut ya ng se ns it if memberikan kontribusi terhadap nilai IkB dimensi ekologi tersebut.

Berdasarkan hasil analisis leverage/sensitivita sebagaimana pada Gambar 27, terdapat sembilan atribut yang paling dominan/sensitif memberikan kontribusi terhadap nilai IkB dimensi ekologi dan lima atribut yang sensitif menentukan IkB dimensi ekologi SIPT dengan nilai root mean square (RMS) pada skala yang terjauh ialah sebesar 1.76%, yaitu: sistem pemeliharaan ternak, yang diikuti dengan atribut yang terletak pada skala berikutnya ialah pemanfaatan pupuk organik dari limbah ternak, pemanfaatan limbah jerami, penggunaan pupuk kimia/pestisida untuk usahatani, dan daya dukung pakan dengan nilai RMS berturut-turut sebesar 1.45%, 1.30%, 1.24, dan 1.17%.

Analisis Leverage Dimensi Ekologi 0.293937683 0.745338457 1.239418013 1.449962579 1.301475546 1.757553081 0.560203553 1.170337686 0.85092927 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 Kesesuaian lahan

Tingkat pemanfaatan lahan TKT penggunaan pupuk kimia/pestisida Pemanfaatan limbah ternak (pupuk organik) Pemanfaatan limbah jerami (pakan ternak) Sistem Pemeliharaan Kepadatan temak (ekor/orang) Daya dukung pakan Pemotongan sapi betina produktif

Attr

ib

ute

Root Mean Square Change in Ordination w hen Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

Gambar 27 Peran masing-masing atribut ekologi yang dinyatakan dalam bentuk perubahan RMS IkB-SIPT

Sistem Pemeliharaan

Sistem pemeliharaan ternak yang dilakukan oleh petani adalah sebagian besar dilepas pada siang dan malam hari (75%) dan 20% semi intensif (sapi dilepas pada siang hari, dan sore hari dimasukkan ke kandang) dan hanya 5% dengan cara intensif. Hal ini berakibat produktivitas ternak rendah sehingga cara tersebut perlu diubah menjadi cara pemeliharaan yang dikandangkan (semi intensif atau bahkan intensif). Bagi petani, pemeliharaan sapi dengan cara tersebut tentu akan menjadi masalah terutama masalah penyediaan pakan.

Guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi, maka sistem perkandangan yang diterapkan dalam pengelolaan usaha tani pola SIPT adalah pengandangan temak dalam satu kandang komunal agar kotoran ternak terkonsentrasi dan mudah dikumpulkan dalam satu tempat, bermanfaat dalam menjaga kesehatan ternak, dan kebersihan lingkungan serta meningkatkan komunikasi dan hubungan sosial antar petani. Pengandangan ternak secara komunal merupakan solusi kendala keterbatasan lahan yang dimiliki petani.

Menurut Diwyanto (2002) penyediaan pakan ternak pada sapi yang dikandangkan dapat diatasi dengan memanfaatkan jerami padi hasil panen. Kandungan gizinya yang sangat rendah, dapat diatasi dengan difermentasi menggunakan probiotik dan penambahan urea

Pemanfaatan Limbah Ternak

Penggunaan limbah ternak yang berasal dari kotoran sapi belum optimal dimanfaatkan untuk pupuk organik sehingga perlu ditingkatkan dengan cara sosialisasi ke masyarakat tentang manfaat dan keunggulan penggunaan pupuk organik baik dari segi ekonomi maupun perbaikan mutu lingkungan. Sebagian petani belum meyakini manfaat pemberian pupuk organik bagi peningkatan produksi padi, dan petani beranggapan pemberian pupuk organik hanya menambah biaya produksi. Menurut Disperta Pertanian Kabupaten Cianjur (2010), petani yang memanfaatkan pupupk organik dari pukan sapi secara rutin sebanyak 5,83%, kadang-kadang sebanyak 15,22% dan tidak pernah sebanyak 78,95%.

Populasi ternak sapi potong di Provinsi Jawa Barat sebanyak 295.554 ekor (BPS Jabar, 2009) dan sebanyak 27.262 ekor berada di Kabupaten Cianjur (Dinas Peternakan, 2009). Setiap satu ekor sapi dewasa dapat menghasilkan 4 kg–5 kg pupuk organik/hari setelah mengalami pemrosesan (Diwyanto dan Hariyanto 2002). Dengan demikian Kabupaten Cianjur memiliki potensi penghasil pupuk organik dari pukan sapi sebesar 108 ton/hari-135 ton/hari. Jadi dalam 4 bulan dapat tersedia pupuk organik antara 9.728 ton–12.160 ton. Apabila setiap hektar lahan sawah memerlukan pupuk organik sebaanyak 2 ton, maka dalam 4 bulan diperkirakan akan tersedia pupuk organik untuk kebutuhan lahan sawah seluas 4.864 ha–6.080 ha.

Tingkat Penggunaan Pupuk Kimia

Tingkat penggunaan pupuk kimia/pestisida relatif tinggi bahkan melebihi standar yang direkomendasikan dari tenaga penyuluh pertanian. Pengelolaan usahatani pola SIPT turut mengurangi pencemaran air dan tanah, karena berkurangnya penggunaan pupuk kimia dan pestisida untuk input usahatani, bahkan mampu meningkatkan kesuburan tanah dengan cara memperkaya unsur luar dalam tanah dan menambah ketebalan humus sehingga produktivitas lahan untuk usahatani padi dapat ditingkatkan. Sebaliknya kegiatan pertanian yang memanfaatkan pupuk kimia/pestisida tidak tepat dapat berdampak pada pencemaran air dan tanah dan dapat berbahaya baik bagi tanaman, hewan dan dapat

mengganggu kesehatan manusia. Guna meningkatkan efisiensi dan produktivitas usahatani, penggunaan pupuk kimia/pestisida secara bertahap harus dikurangi. Penggunaan pestisida kimia dapat digantikan dengan biopestisida yang bermanfaat bagi peningkatan produksi untuk perbaikan kualitas lingkungan.

Daya Dukung Pakan

Daya dukung pakan ternak masuk dalam kategori kritis sehingga kurang mendukung untuk pengembangan usaha sapi potong. Sumber hijauan pakan ternak alternatife harus dicari selain rumput alam, seperti limbah pertanian berupa jerami padi, jagung, limbah perkebunan, dan lainnya. Berdasarkan luas lahan tanaman padi yang telah diusahakan, potensi jerami padi di Kabupaten Cianjur cukup tinggi, sehingga mampu untuk memelihara sapi antara 56.204- 72.262 ekor ekor sepanjang tahun. Sementara Kabupaten Cianjur memiliki sapi potong sebanyak 27.262 ekor (Dinas Peternakan Cianjur 2010) sehingga kemampuan untuk memelihara sapi masih dapat ditingkatkan lagi

Menurut Haryanto et al. (2002), setiap hektar sawah menghasilkan limbah jerami padi segar 12–15 ton/ha/musim panen, setelah melalui proses fermentasi dihasilkan 5−8 ton/ha/musim panen dan dapat dimanfaatkan untuk pakan sapi potong sekitar 4−6 ekor/tahun.

Pemanfaatan Limbah Jerami

Limbah pertanian merupakan sisa tanaman pertanian setelah diambil hasil utamanya dan dalam sistem pakan digolongkan sebagai pakan non- konvensional, seperti jerami padi, jerami jagung, jerami kacang tanah, jerami kedelai, dan lainnya. Pemanfaatan jerami telah dilakukan oleh petani, tetapi sebatas pada saat jerami padi dipotong. Sebagian besar jerami padi hasil panen dibakar karena dianggap menyulitkan dalam pengolahan tanah atau hanya ditumpuk di pinggiran sawah.

Pemanfaatan limbah jerami padi sebagai sumber pakan ternak mendukung terlaksananya penerapan berbagai teknologi peternakan seperti inseminasi buatan (IB), vaksinasi, dan kesehatan ternak. Karena salah satu yang

menjadi kendala dalam penerapan teknologi tersebut adalah ternak tidak dikandangkan, yang membuat petugas kesehatan hewan mengalami kesulitan untuk melakukan tindakan dan program kegiatan untuk meningkatkan produktifitas ternak. Ketersediaan pakan dari sumber yang berdekatan (satu hamparan sawah) dapat mempermudah untuk melakukan pembinaan dalam bentuk pelatihan dan penyuluhan

Beberapa faktor yang menyebabkan petani tidak memanfaatkan limbah jerami sebagai pakan ternak, yaitu :

1. Umumnya petani membakar limbah jerami padi karena secepatnya akan dilakukan pengolahan tanah untuk penanaman kembali pada lahan sawah beririgasi (intensif) dengan pola tanam lebih dari sekali dalam setahun;

2. Limbah tanaman pangan bersifat kamba (bulky) sehingga menyulitkan petani untuk mengangkut dalam jumlah banyak untuk diberikan kepada ternak, dan membutuhkan biaya dalam pengangkutan;

3. Tidak tersedianya tempat penyimpanan jerami, dan petani tidak bersedia menyimpannya di sekitar rumah karena takut akan bahaya kebakaran;

4. Petani menganggap bahwa ketersediaan hijauan di lahan pekarangan, kebun, dan pematang sawah masih mencukupi sebagai pakan ternak.

Berdasarkan hasil analisis Rap-SIPT untuk dimensi ekonomi pada Gambar 28, yang menyertakan 8 atribut menunjukkan bahwa nilai IkB dimensi ekonomi sebesar 52.38 pada skala keberlanjutan 0 – 100, dan termasuk ke dalam kategori cukup berkelanjutan (Cukup : 50 > Nilai indeks < 75). Nilai IkB ini terletak diantara selang keberlanjutan 0% (buruk) dan 100% (baik). Nilai IkB dimensi ekonomi lebih besar daripada nilai IkB dimensi ekologi (49.35). Hal ini mengandung pengertian bahwa usahatani pola SIPT di Kabupaten Cianjur cukup memberikan manfaat dari aspek ekonomi dari pada aspek ekologi. Agar status IkB dimensi ekonomi ini di masa yang akan datang semakin meningkat, maka perlu dilakukan perbaikan terhadap atribut yang sensitif mempengaruhi nilai IkB dimensi ekonomi tersebut

RAP - SIPT Ordination 5 2 . 3 8 -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120

SIPT Sus tainability

O th er D is tin gi sh in g F ea tu re s

Gambar 28 Analisis Rap-SIPT yang menunjukkan nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi

Hasil analisis leverage sebagaimana pada Gambar 29, terdapat delapan atribut yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap nilai IkB dimensi ekonomi dan empat atribut yang sensitif menentukan IkB dimensi ekonomi usahatani pola SIPT berdasarkan nilai RMS pada skala yang terjauh ialah sebesar 6.32% yaitu: tingkat kelayakan usahatani yang diikuti dengan atribut yang terletak pada skala berikutnya ialah kemitraan usaha, besarnya pasar, sumber modal dari lembaga keuangan, dan subsidi pemerintah dengan nilai RMS berturut-turut sebesar 5.01%, 3.48%, dan 3.22% dan 2.49%, sedangkan atribut yang lain tidak begitu bepengaruh terhadap keberlanjutan dimensi ekonomi.

Analisis Leverage Dimensi Ekonoi

1.489368432 2.490261087 3.224086745 2.158298459 6.319137558 5.011985718 3.482807166 0.954902648 0 1 2 3 4 5 6 7

Lem baga keuangan Subs idi Pem erintah Sum ber Modal Us ahatani Perubahan jum lah s arana ekonom i 10 tahun terakhir Tingkat Kelayakan Finans ial/Ekonom i Kem itraan Us aha Bes arnya pas ar Kontribus i PAD

A

ttr

ib

ute

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

Gambar 29 Peran masing-masing atribut ekonomi yang dinyatakan dalam bentuk perubahan RMS IkB-SIPT.

Tingkat kelayakan usahatani

Apabila kelayakan finansial usahatani merupakan persyaratan untuk memperoleh kredit dari lembaga keuangan atau bank, maka petani belum terbiasa menyusun proposal kelayakan usahatani maupun membukukan keuangan usahatani, sehingga pihak perbankan kesulitan menilai kelayakan usahatani dan pemantauan perkembangan usahanya. Secara umum tingkat kelayakan usahatani di sektor pertanian lebih rendah dibandingkan dengan sektor industri dan resiko faktor alamnya lebih tinggi.

Kemitraan Usaha

Kemitraan usaha diperlukan dengan pihak–pihak terkait seperti petani sebagai penyedia lahan, pemerintah daerah sebagai penyandang dana dan pengambil kebijakan di daerah, pihak swasta sebagai penyedia sarana produksi dan pemasaran, serta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) sebagai penyedia teknologi sekaligus pembina dalam pelaksanaan kegiatan usahatani.

Prinsip utama kemitraan adalah adanya kemudahan akses dan kesejajaran yang adil antara satu pihak dangan yang lain. Ketersediaan mitra usaha merupakan faktor yang berperan dalam menentukan kinerja usahatani pola SIPT. Kemitraan usaha dapat memberikan dorongan kepada petani untuk berusaha dengan adanya pemberian modal usaha, kepastian harga, dan bantuan teknologi yang pada akhirnya akan mendorong produktivitas pertanian

Besarnya Pasar

Besarnya pasar yang bersifat lokal memberikan dampak positif terhadap dinamika ekonomi daerah. Keadaan ini harus dapat dipertahankan dengan cara menciptakan kondisi yang mendukung dan penyediaan infrasrtuktur penunjang sehingga pembeli datang ke Kabupaten Cianjur untuk membeli komoditi pertanian dan peternakan;

Kelembagaan peternak belum mampu mempengaruhi sistem tata niaga ternak. Pasar masih terbatas pada lokasi tertentu, sarana dan prasarana terbatas serta informasi pasar masih belum tersedia. Di satu pihak kelembagaan peternak

masih sangat tergantung kepada pedagang pengumpul atau pedagang perantara dalam pemasaran produknya. Selain itu rantai pemasaran yang panjang dan harga produk peternakan yang dipasarkan seringkali mengalami fluktuasi yang menyebabkan pihak peternak atau produsen sering dirugikan.

Sumber Modal

Aspek permodalan kelembagaan petani pada umumnya lemah dan akses kepada lembaga permodalan masih sangat kurang. Disamping itu kebijakan perbankan kurang berpihak kepada usaha kecil. Kelemahan petani pada umumnya adalah tidak memiliki agunan, kondisi ini diperburuk lagi oleh pihak perbankan sendiri yang menganggap bahwa usaha pertanian/ merupakan usaha yang memiliki resiko tinggi. Walaupun ada kebijakan keberpihakan pemerintah pada usaha kecil/pengusaha lemah akan tetapi juga belum tersosialisasikan secara luas, sehingga kurang memberikan dampak positif dalam mendukung permodalan di tingkat kelembagaan petani. Sumber-sumber permodalan petani/kelompok tani dapat diperoleh dari swadaya anggota, bantuan pemerintah, kerjasama/ pinjaman dari swasta/kredit dari perbankan. Sumber-sumber permodalan petani perlu dipertahankan dan diupayakan untuk terus ditingkatkan.

Subsidi Pemerintah

Pemerintah daerah telah melaksanakan berbagai program pengembangan ternak dalam rangka meningkatkan jumlah populasi ternak, antara lain pola gaduhan, Kelompok Usaha Bersama Agribisnis, Lembaga kemandirian masyarakat (LM3), dan Bantuan lansung Tunai (BLM), dan Program Pengembangan Kawasan Agribisnis Peternakan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan daging nasional. Namun, pola pengembangan tersebut belum mampu meningkatkan jumlah populasi ternak secara signifikan

Petani tidak memiliki modal yang cukup untuk membeli bakalan sapi untuk penggemukan sehingga membutuhkan modal pinjaman dari lembaga keuangan. Guna mengurangi ketergantungan petani kepada pemerintah, maka pola pemberian bantuan cuma-cuma dikurangi tapi diganti dengan kredit program.

RAP-SIPT Ordination 6 1 . 2 1 GOOD BAD UP DOWN -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120 SIPT Sustainability O th e r D is ti n g is h in g F e a tu re s

Gambar 30 Analisis Rap-SIPT yang menunjukkan nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial-budaya

Hasil analisis Rap-SIPT untuk dimensi sosial-budaya pada Gambar 30, yang menyertakan 8 atribut menunjukkan bahwa nilai IkB dimensi sosial- budaya sebesar 61,21 pada skala keberlanjutan 0 – 100 dan termasuk ke dalam kategori cukup berkelanjutan (Cukup : 50 > Nilai indeks < 75). Nilai IkB ini terletak diantara selang keberlanjutan 0% (buruk) dan 100% (baik).

Usahatani pola SIPT di Kabupaten Cianjur cukup memberikan manfaat dari aspek sosial budaya yang didukung fakta antara lain: karakteristik petani yang meliputi persepsi masyarakat dalam usahatani pola SIPT, dan tingkat pendidikan petani yang pada umumnya sudah tamat sekolah dasar (SD), lulus SLTP dan SLTA yang relatif tinggi untuk ukuran petani. Secara diagramatis dapat digambarkan bahwa petani dengan pendidikan relatif tinggi telah menerapkan berbagai jenis teknologi usahatani pola SIPT. Namun demikian pemahaman dan keyakinan tentang manfaat dan keuntungan usahatani pola SIPT untuk meningkatkan kesejahteraannya perlu terus dilakukan. Status IkB dimensi sosial-budaya ini di masa yang akan datang dapat ditingkatkan melalui perbaikan terhadap beberapa atribut yang sensitif mempengaruhi nilai IkB dimensi sosial budaya tersebut.

Analisis Leverage Dimensi Sosial Budaya 2.744953119 0.67287827 4.582248744 0.607082358 0.890838631 1.204334246 3.83642575 2.45312879 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

Tingkat pendidikan petani Status Kepem ilikan lahan Pers eps i m as yarakat Frekuens i konflik Bes arnya Pengaruh Daerah

Sekitar Jum lah rum ah tangga Kelem bagaan/kelom pok tani Frekwens i penyuluhan dan

pelatihan A ttr ib u te

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

Gambar 31 Peran masing-masing atribut sosial-budaya yang dinyatakan dalam bentuk perubahan RMS IkB-SIPT

Berdasarkan hasil analisis leverage sebagaimana pada Gambar 31, terdapat delapan atribut yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap nilai IkB dimensi sosial-budaya dan lima atribut yang sensitif menentukan IkB dimensi sosial-budaya berdasarkan nilai RMS pada skala yang terjauh ialah sebesar 4,58% yaitu persepsi masyarakat. Kemudian, pada skala berikutnya adalah kelembagaan/kelompok tani, tingkat pendidikan, dan frekwensi penyuluhan dan pelatihan, dengan nilai RMS masing-masing sebesar 3,84%, 2,74% dan 2,45%. Atribut lain tidak begitu bepengaruh terhadap keberlanjutan dimensi sosial-budaya

Persepsi Masyarakat

Pengelolaan usahatani pola SIPT dapat meningkatkan gotong royong dan kerukunan antar petani, mengingat beberapa jenis kegiatan usahatani pola SIPT dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok tani dan mendapat respon yang cukup baik dari petani di sekitar lokasi penelitian.

Persepsi masyarakat turut serta mempengaruhi keberlanjutan usahatani pola SIPT, apabila masyarakat mempunyai persepsi yang positif. Dampak dari usahatani pola SIPT ini diharapkan suatu saat menjadi pembuka lapangan kerja

baru, dan membuka peluang tumbuhnya simpul-simpul agribisnis baru yang simultan dan berkesinambungan. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan jumlah sapi maupun jumlah petani yang ikut serta dalam kegiatan tersebut

Kelembagaan/kelompok tani.

Peran kelembagaan/kelompok tani dalam SIPT sangat penting, mengingat beberapa jenis kegiatan harus dilakukan secara berkelompok, antara lain seperti pengolahan jerami padi dan pengolahan kompos, pengandangan ternak, pemasaran hasil dan sebagainya. Sebagian besar usahatani hanya bergerak pada aktifitas teknis budidaya saja (on-farm), sementara industri hulu dan hilir dikuasai oleh perusahaan kuat. Oleh karena itu, kelembagaan petani perlu ditinjau dari aspek membangun jaringan kerjasama atau kemitraan usaha dengan kelompok tani lainnya atau dengan koperasi/ perusahaan dan aspek usaha karena sebagian besar masih dalam skala kecil dan bersifat sambilan, tertutup, sulit mendapat informasi, kurang sarana dan lokasi tersebar luas, sehingga manajemen usaha kelompok menjadi tidak efisien, biaya tinggi, tidak terpola dan kurang memiliki daya saing

Tingkat Pendidikan Petani

Sebagian besar petani responden umumnya telah tamat SD. Sebagian lagi tamat SLTP/SLTA, yang merupakan tingkat pendidikan relatif tinggi untuk petani. Untuk mewujudkan kemajuan pertanian perlu peningkatan kompetensi SDM petani melalui pendidikan formal melalui bangku sekolah, dan peningkatan pengetahuan, wawasan dan keterampilan melalui pendidikan non-formal seperti pelatihan, studi banding dan magang ke petani sukses. Pendidikan formal petani yang relatif tinggi tersebut tercermin dalam tindakan penerapan teknologi seperti pemupukan, pestisida dan penggunaan tenaga kerja. Namun penerapan teknologi tersebut masih rendah dibandingkan rekomendasi yang dianjurkan. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan pemahaman, keterampilan petani dan alih teknologi melalui penyuluhan dan pelatihan yang saat ini frekuensinya masih sangat kurang.

Frekwensi Penyuluhan dan Pelatihan

Kehadiran petani di penyuluhan berkaitan dengan peningkatan kemampuan petani dalam berbagai aspek seperti alih teknologi usahatani padi; manajemen budidaya dan manajemen pemasaran. Frekuensi penyuluhan dan pelatihan yang dilakukan oleh instansi teknis bidang pertanian masih sangat kurang, sehingga pemahaman dan alih teknologi kepada petani berjalan lambat, dan bahan penyuluhan yang dimiliki petani belum sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Ketidak lancaran proses penyuluhan berdampak pada lambatnya alih teknologi, serta tersendatnya pembentukan kelompoktani dan mekanisme kerjanya yang berakibat pada rendahnva produktivitas hasil yang berdampak pada rendahnya keuntungan petani.

Frekuensi pelatihan dan penyuluhan perlu ditingkatkan secara bertahap agar dapat mengubah perilaku petani dalam mengelola usahatani ke arah yang berkelanjutan. Intensitas penyuluhan dan pelatihan akan berpengaruh terhadap laju adopsi teknologi SIPT, sehingga semakin intensifnya penyuluhan akan mempercepat tumbuh berkembangnya usahatani pola SIPT.

Hasil analisis Rap-SIPT untuk dimensi teknologi pada Gambar 32, yang menyertakan 8 atribut menunjukkan bahwa nilai IkB dimensi teknologi sebesar 31,25 pada skala keberlanjutan 0 – 100 dan termasuk kedalam kategori kurang berkelanjutan (kurang : 25 > Nilai indeks < 50). Nilai IkB ini terletak diantara selang keberlanjutan 0% (buruk) dan 100% (baik). Nilai IkB ini sekaligus mengindikasikan bahwa usahatani pola SIPT kurang memberikan manfaat dari aspek teknologi.

Penerapan teknologi oleh petani khususnya dalam penggunaan agro-input seperti penggunaan pupuk anorganik/pestisida untuk pemeliharaan tanaman