• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.4 Independensi

Standar Professional Akuntan Publik (SPAP) seksi 220 (IAI, 2004), menyatakan bahwa independen berarti tidak mudah dipengaruhi. Auditor secara intelektual harus jujur, bebas dari kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai kepentingan dengan klien, baik terhadap manajemen maupun pemilik.

Kode Etik Akuntan Publik menyebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Penelitian mengenai independensi sudah cukup banyak dilakukan baik itu dalam negeri maupun luar negeri dengan menggunakan berbagai ukuran. Namun dalam penelitian ini independensi auditor diukur melalui besarnya biaya jasa audit (audit fee), jasa selain audit (non-audit service), profil KAP, dan lama hubungan audit antara KAP dengan klien (audit tenure).

Independensi merupakan salah satu komponen etika yang harus dijaga oleh akuntan publik.Independen berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi, karena dia melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan umum. Akuntan publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Akuntan publik berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik (Christiawan, 2005: 83).

Auditing memiliki tujuan utama untuk memberi pendapat atau opini atas wajar tidaknya laporan keuangan yang disajikan oleh klien agar bisa dijadikan acuan bagi pihak–pihak yang berkepentingan untuk melakukan keputusan ekonomi. Dalam melakukan audit untuk menjaga dan meningkatkan profesinya, seorang akuntan publik diharuskan untuk selalu bersikap independen dalam arti dalam menjalankan tugasnya seorang akuntan publik tidak boleh memihak kepada siapapun, bersikap obyektif dan jujur.

Arens, Elder, dan Beasly (2008: 111) mendefinisikan independensi dalam auditing berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias. Auditor tidak harus independen dalam fakta, tetapi juga harus independen dalam penampilan. Sikap tidak bias ini dapat diklasifikasikan dalam dua sudut pandang yaitu :

a. Independensi dalam fakta (Independence in fact) yang berarti auditor benar-benar mampu mempertahankan sikap yang tidak bias sepanjang pelaksanaan audit.

b. Independensi dalam penampilan (Independence in appearance) adalah hasil interpretasi lain atas independensi ini atau kemampuan auditor untuk mempertahanan sikap yang tidak bias di mata orang lain.

Abdul Halim (2001: 21) menambahkan satu lagi aspek independensi yaitu independence in competence (independensi dari sudut keahliannya). Artinya auditor yang awam dalam electronic data processing system tidak memenuhi independensi keahliannya bila dia mengaudit perusahaan yang pengolahannya datanya menggunakan sistem informasi terkomputerisasi. Independensi dari sudut pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan profesional auditor.

Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga dapat diartikan adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya (Mulyadi, 2002: 26-27). Menyinggung independensi dalam sikap mental (Independence in fact) bertumpukan pada kejujuran, obyektivitas, sedangkan independensi dalam penampilan diartikan sebagai sikap hati–hati seorang akuntan agar tidak diragukan kejujurannya.

Kondisi di lapangan, auditor seringkali menemui kesulitan dalam mempertahankan sikap mental independen. Keadaan yang seringkali mengganggu sikap mental independen auditor adalah karena ia dibayar oleh klien atas jasanya, sebagai penjual jasa, auditor sering mempunyai kecenderungan untuk memuaskan keinginan klien dan mempertahankan sikap independen seringkali dapat menyebabkan hilangnya klien. Masalah independensi sebenarnya bukanlah monopoli akuntan publik Indonesia, melainkan sudah merupakan masalah internasional.

Internasional Federation of Accountans telah mengeluarkan exposure draft yang membahas masalah independensi ini (Media Akuntansi, Juni 2000). Tidak sekedar independensi dalam sikap mental dan penampilan saja, tetapi juga mencakup mutu, integritas, obyektivitas dan sikap kehati–hatian akuntan publik.

Independensi dalam penampilan akuntan publik dianggap rusak jika ia mengetahui atau patut mengetahui keadaan atau hubungan yang mungkin mengkompromikan independensinya. Menurut Ruchjat Kosasih (2000: 47- 48), ada empat jenis risiko yang dapat merusak independensi akuntan publik , yaitu :

a. Self interest risk, yang terjadi apabila akuntan publik menerima manfaat dari keterlibatan keuangan klien.

b. Self review risk, yang terjadi apabila akuntan publik melaksanakan penugasan pemberian jasa keyakinan yang menyangkut keputusan yang dibuat untuk kepentingan klien atau melaksanakan jasa lain yang mengarah pada produk atau pertimbangan yang mempengaruhi informasi yang menjadi pokok bahasan dalam penugasan pemberian jasa keyakinan.

c. Advocacy risk, yang terjadi apabila tindakan akuntan publik menjadi terlalu erat kaitanya dengan kepentingan klien.

d. Client influence risk, yang terjadi apabila akuntan publik mempunyai hubungan erat yang kontinyu dengan klien, termasuk hubungan pribadi yang dapat mengakibatkan intimidasi oleh atau keramahtamahan (familiarity) yang berlebihan dengan klien.

Lebih lanjut Mulyadi dan Puradiredja (1998: 50-52) menyatakan hal- hal yang dapat mempengaruhi integritas, objektivitas dan independensi, antara lain:

a. Hubungan keuangan dengan klien

Hubungan keuangan dengan klien dapat mempengaruhi objektivitas dan dapat mengakibatkan pihak ketiga berkesimpulan bahwa objektivitas auditor tidak dapat dipertahankan. Contoh hubungan keuangan antara lain:

1) Kepentingan keuangan langsung atau tidak langsung dengan klien. 2) Pinjaman dari atau kepada klien, karyawan, direktur, atau pemegang

saham utama dalam perusahaan klien.

Dengan adanya kepentingan keuangan, seorang auditor jelas bekepentingan dengan laporan audit yang diterbitkan. Hubungan keuangan mencakup kepentingan keuangan oleh suami, istri, keluarga sedarah semenda, sampai garis kedua auditor yang bersangkutan. Jika saham yang dimiliki merupakan bagian yang material dari:

1) Modal saham perusahaan klien, atau

2) Aktiva yang dimiliki pimpinan atau rekan pimpinan atau kantor akuntan publik suami atau istri, keluarga saudara semendanya sampai dengan garis kedua. Kondisi ini bertentangan dengan integritas, objektivitas dan independensi auditor tersebut. Konsekuensinya auditor harus menolak atau melanjutkan penugasan audit yang bersangkutan, kecuali jika hubungan tersebut diputuskan. Pemilikan saham di perusahaan klien secara langsung atau tidak langsung mungkin diperoleh melalui warisan, perkawinan dengan pemegang saham atau pengambilalihan. Dalam hal seperti itu pemilikan saham harus atau secepat mungkin auditor yang bersangkutan harus menolak penugasan audit atas laporan keuangan perusahaan tersebut.

b. Kedudukan dalam perusahaan

Jika seorang auditor dalam atau segera setelah periode penugasan, menjadi:

1) Anggota dewan komisaris, direksi atau karyawan dalam manajemen perusahaan klien, atau

2) Rekan usaha atau karyawan salah satu dewan komisaris, direksi atau karyawan perusahaan klien, maka ia dianggap memiliki kepentingan yang bertentangan dengan objektivitas dalam penugasan. Dalam keadaan demikian ia harus mengundurkan diri atau menolak semua penugasan audit atas laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan.

c. Keterlibatan dalam usaha yang tidak sesuai

Seorang auditor tidak boleh terlibat dalam usaha atau pekerjaan lain yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan atau mempengaruhi independensi dalam pelaksanaan jasa profesional. Seorang auditor tidak dapat melakukan kerjasama bisnis dengan perusahaan klien atau dengan salah satu eksekutif atau pemegang saham utama.

d. Pelaksanaan jasa lain untuk klien audit

Jika seorang auditor disamping melakukan audit, juga melaksanakan jasa lain untuk klien yang sama, maka ia harus menghindari jasa yang menuntut dirinya melaksanakan fungsi manajemen atau melakukan keputusan manajemen. Contoh berikut ini menyebabkan auditor tidak independen:

1) Auditor memperoleh kontrak untuk mengawasi kantor klien, menandatangani bukti kas keluar (voucher) untuk pembayaran dan menyusun laporan operasional berkala, sedangkan pada saat yang bersamaan dia juga melaksanakan penugasan audit atas laporan keuangan klien tersebut.

2) Jika perusahaan klien menggunakan financial consultant sekaligus auditor bagi klien tersebut, walaupun konsultan keuangan (partner)

yang ditugasi untuk melakukan audit berbeda dengan partner yang melaksanakan penugasan konsultasi.

e. Hubungan keluarga dan pribadi

Hubungan keluarga yang pasti akan mengancam independensi adalah seperti akuntan publik yang bersangkutan atau staf yang terlibat dalam penugasan itu merupakan suami atau istri, keluarga sedarah semenda klien sampai dengan garis kedua atau memiliki hubungan pribadi dengan klien. Termasuk dalam pengertian klien disini antara lain pemilik perusahaan, pemegang saham utama, direksi dan eksekutif lainnya.

f. Fee atas jasa profesional

Akuntan publik tidak boleh mendapatkan klien yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik lain dengan cara menawarkan atau menjanjikan fee

yang jauh lebih rendah daripada fee yang diterima oleh kantor akuntan publik sebelumnya.

g. Penerimaan barang atau jasa dari klien

Akuntan publik, suami atau istrinya dan keluarga sedarah semendanya sampai dengan garis kedua tidak boleh menerima barang atau jasa dari klien yang dapat mengancam independensinya, yang diterima dengan syarat tidak wajar, yang tidak lazim dalam kehidupan sosial.

Dokumen terkait