JAWA BARAT
3. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan lindung
4.4. Penjelasan Kriteria dan Indikator Aspek Ekonomi
4.4.3. Indikator Aspek Ekonomi
Indikator kinerja pengelolaan kawasan lindung yang ditetapkan sebanyak delapan indikator yaitu:
1. Pendapatan yang diperoleh pemerintah dari pengelolaan dan pemanfaatan objek wisata alam dan wisata budaya dengan tidak merusak fungsinya sebagai kawasan lindung
2. Peluang kerja dan peluang usaha di sekitar objek wisata alam dan wisata budaya/zona pemanfaatan di kawasan lindung
3. Terukur secara ekonomi nilai kawasan lindung sebagai pencipta kestabilan iklim mikro, dengan mengukur biaya penanganan dampaknya (outcome) terhadap kesehatan masyarakat dan pengadaan gerakan penanaman pohon secara massal
4. Penurunan tingkat produktivitas sektor pertanian dan sektor perikanan akibat kondisi kawasan lindung yang buruk
5. Perubahan biaya untuk konsumsi yang harus dikeluarkan oleh PDAM dan industry
6. Terukurnya nilai manfaat kawasan lindung sebagai pencegah dan mengurangi besaran bencana dengan mengukur tingkat kerugian baik morilmaupun material akibat terjadinya longsor, banjir dan tsunami
7. Jumlah produksi dari jenis-jenis yang telah dibudidayakan yang bersumber dari kawasan lindung
8. Jumlah masyarakat di dalam dan sekitar kawasan lindung yang memiliki pendapatan di atas US$ 1 (PPP) / hari
Secara lengkap, kriteria dan indikator aspek ekonomi disajikan pada Lampiran
PENUTUP
K
riteria dan Indikator Kinerja Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka Perwujudan Green Province Jawa Barat disusun sebagai pedoman dalam tata kelola kawasan lindung di Jawa Barat untuk mencapai kuantitas dan kualitas kawasan lindung yang diinginkan. Pencapaian kuantitas (luasan) dan kualitas kawasan lindung yang baik merupakan salah satu indikator perwujudan Provinsi Hijau (Green Province) Jawa Barat. Kriteria dan indikator ini disusun dengan melibatkan proses partisipasi aktif para pihak terutama SKPD yang terkait dengan pengelolaan kawasan lindung melalui proses FGD. Kriteria dan indikator yang disusun bersifat saintifik dan implementatif (operasional) dengan memperhatikan prinsip SMART (Specific, Measurable, Achievable, Responsibility, Treasureable) sehingga tercipta kriteria yang sederhana, terukur dan mudah dilaksanakan di lapangan serta dapat ditelusuri ulang.Kriteria dan indikator ini bersifat mandatory, dari pemerintah provinsi ke pemerintah kabupaten/kota, bertujuan untuk pembinaan dan monev program pengelolaan kawasan lindung. Kriteria dan indkator yang disusun tidak bersifat rigid, yang berarti dapat disesuaikan dengan kondisi permasalahan di lapangan dan dapat dikoreksi atau disesuaikan dengan hasil kajian di lapangan.
Kriteria dan indikator yang telah disusun ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam mengevaluasi dan memonitoring kebijakan-kebijakan Pemerintah Jawa Barat dalam mencapai kawasan lindung sebesar 45%. Kriteria dan indikator sebagai tools untuk mengukur kualitas kawasan lindung di Jawa Barat. Secara indikatif luas kawasan lindung yang sudah ditetapkan provinsi Jabar, di atas peta sudah mencapai 45%, namun secara kualitas fungsinya tidak semua lokasi kawasan lindung terkelola dengan baik.
Kriteria dan indikator ini sangat perlu untuk mencapai pengelolaan kawasan lindung yang berkelanjutan. SITH Institut Teknologi Bandung telah berusaha keras untuk menyusun kriteria dan indikator tersebut. Maka dalam kesempatan ini, SITH menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terlibat, terutama kepada pihak Pemerintah Provinsi Jawa Barat, khususnya Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat yang telah memberikan kesempatan dalam penyusunan kriteria dan indikator ini. Semoga dengan hadirnya kriteria dan indikator ini, kinerja pengelolaan kawasan lindung dapat lebih ditingkatkan ke arah yang lebih baik.
REFERENSI
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2007. Laporan Perkembangan Pencapaian Millennium Development Goals Indonesia 2007. Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta.
Bappenas. 2010. Rancangan Strategi Nasional REDD+. UN-REDD Programme Indonesia. Jakarta.
Forest Stewardship Council. 2005. Principle Criteria and Indicators of Good Forest Management in Poland. Union of Assocciation “Working Group FSC-Poland”. Poland.
Gordon, M., Hickey and JL. Innes. 2005. Scientific Review and Gap Analysis of Sustainable Forest Management Criteria and Indicators Initiatives. Forest Research Extension Partnership. British Columbia.
Hearne, RR. 2006. Criteria and Indicators for Effective Water Management Institutions. Departement of Agribusiness and Applied Economics North Dakota State University. USA.
High Conservation Value Forest (HCVF). 2009. Toolkit for Malaysia : A national guide for identifying, managing and monitoring High Conservation Value Forests. First Edition. WWF. Malaysia.
Kartikasari, A. 1999. Acuan Genrik Kriteria dan Indikator CIFOR. Center for International Forestry Research (CIFOR). Jakarta. Indonesia.
Kementerian Kehutanan RI. 2011. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. P. 68/Menhut-II/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.38/Menhut-II/2009 tentang Standard an Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak. Jakarta.
Kementerian Kehutanan. 2009. Peraturan Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai. Dirjen RLPS. Jakarta.
Krishna, A., and E. Shradder. 2000. Cross-cultural measures of social capital: A tool and results from India And Panama. Washington, D.C.: World Bank.
Maring P. 2010. Bagaimana Kekuasaan Bekerja di Balik Konflik, Perlawanan, dan Kolaborasi? Lembaga Pengkajian Antropolgi Kekuasaan Indonesia. Jakarta.
Peluso, N. L. 2006. Hutan Kaya Rakyat Melarat, (edisi Indonesia). Kophalindo. Jakarta.
Purwanto, E, R. Pamekas dan H. Syamaun. 2008. Pengendalian Pembangunan Lingkungan dan Konservasi di NAD-NIAS dalam Rangka Perwujudan Kebijakan “Green Province”. Pusat Pengendalian Lingkungan dan Konservasi. Kedeputian Operasi Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias. Leung Bata. Banda Aceh.
Rodenburg, C, T. Baycan-Levent, E. van Leeuwen and P. Nijkamp. 2001. Urban Economic Indicators for Green Development in Cities. Vrije Universiteit Amsterdam, The Netherlands.
Siahaan, NHT., 2007. Hutan Lingkungan dan Paradigma Pembangunan. Pancuran Alam. Jakarta.
Stork, NE., TJB. Boyle, V. Dale, H. Eeley, B. Finegan, M. Lawes, N. Manokaran, R. Prabhu and J. Soberon. 1997. Criteria and Indicators for Assessing the Sustainability of Forest Management: Conservation of Biodiversity. Center for International Forestry Research. Jakarta. Indonesia.
Undang-undang RI. 2007. Undang-undang nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta.
Wolfslehner, B.; Vacik, H. and Lexer, M.J. (2005) Application of the Analytic Network Process in multi-criteria analysis of sustainable forest management. Forest Ecology and Management 207, 157-170.
LAMPIRAN
Tabel 1. Kriteria, Indikator, Verifier dan Kematangan Indikator Aspek Biofisik
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER
Bobot Penilaian (kematangan indikator)
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
Terciptanya kondisi biofisik kawasan lindung yang semakin baik sesuai dengan tipologinya, meliputi luas dan kejelasan, kesesuaian peruntukan atau fungsinya, kualitas fisik, serta upaya pelestariannya. menurut tipologi kawasan lindung. F.1. Luas dan kejelasan kawasan lindung di dalam kawasan hutan dan luar kawasan
F.1.1. Penataan batas kawasan lindung pada kawasan hutan negara
1. Kelengkapan dokumen tata batas (berita acara tata batas) untuk kawasan lindung hutan
2. Posisi tata batas (pal/patok) kawasan lindung di lapangan
3. Kondisi tata batas kawasan lindung
4. Prosentase penataan batas
Baik (3)
Penataan batas kawasan lindung pada hutan negara sudah mencapai 75% atau lebih dengan posisi yang tepat dan dalam kondisi baik didukung oleh dokumen tata batas yang lengkap dan sah.
Sedang (2)
Penataan batas kawasan lindung hutan negara sudah mencapai 50%-75% dengan posisi yang tepat dan dalam kondisi baik didukung oleh dokumen tata batas yang lengkap dan sah.
Buruk (1)
Penataan batas kawasan lindung hutan negara kurang dari 50% atau tidak ada dokumen yang mendukung.
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER
Bobot Penilaian (kematangan indikator)
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
F.1.2. Penandaan batas kawasan
lindung di luar kawasan 1. Kelengkapan dokumen penandaan batas untuk kawasan lindung non hutan
2. Posisi tanda batas (pal/patok/plang/pagar) kawasan lindung di lapangan
3. Kondisi tanda batas kawasan lindung 4. Prosentase penandaan
batas
Baik (3)
Penandaan batas kawasan lindung di luar kawasan sudah mencapai 50% atau lebih dengan posisi yang tepat dan dalam kondisi baik didukung oleh dokumen tanda batas yang lengkap.
Sedang (2)
Penandaan batas kawasan lindung di luar kawasan sudah mencapai 30%-50% dengan posisi yang tepat dan dalam kondisi baik didukung oleh dokumen tanda batas yang lengkap.
Buruk (1)
Penandaan batas kawasan di luar kawasan hutan kurang dari 30% atau tidak ada dokumen yang mendukung.
F.2. Kesesuaian peruntukan dan fungsi kawasan lindung
F.2.1. Kesesuaian peruntukan
kawasan lindung 1. Indeks Kesesuaian Kawasan Lindung (IKKL) IKKL = LPS/Luas Kawasan Lindung
LPS : Luas penggunaan lahan (land use) yang sesuai di kawasan lindung Baik (3) IKKL > 75% Sedang (2) IKKL 40% - 75% Buruk (1) IKKL < 40%
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER
Bobot Penilaian (kematangan indikator)
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
F.3. Kualitas kawasan lindung pada seluruh tipe kawasan lindung
F.3.1. Penutupan vegetasi pada kawasan lindung Tipe I (Hutan Lindung, Sempadan pantai; Sempadan sungai; Kawasan sekitar
waduk/danau; Kawasan Cagar Alam, Kawasan Suaka Margasatwa, Kawasan mangrove; Taman nasional; Tahura; Taman Wisata Alam; Taman Buru; Kawasan Cagar Alam geologi dan kars; Kawasan Rawan Tanah Longsor; Kawasan Rawan Gelombang pasang; Kawasan rawan banjir; Kawasan yang sesuai untuk hutan lindung)
1. Persentase luas areal bervegetasi rapat terhadap luas kawasan lindung tipe 1
(Ket.: vegetasi rapat adalah tingkat penutupan tajuk >70%)
Baik (3)
>75% dari luas areal lindung tersebut bertutupan vegetasi rapat .
Sedang (2)
50%-75% dari luas areal lindung tersebut bertutupan vegetasi rapat
Buruk (1)
<50% dari luas areal lindung tersebut bertutupan vegetasi rapat
F.3.2. Penutupan vegetasi pada kawasan lindung Tipe II (Kawasan resapan air; Kawasan sekitar mata air; Kawasan yang memberi perlindungan air tanah; Konservasi Plasma Nutfah eksitu; Kawasan koridor bagi satwa; RTH)
1. Persentase luas areal bervegetasi sedang terhadap luas kawasan lindung tipe 2
(Ket.: vegetasi rapat adalah tingkat penutupan tajuk 40% - 70%)
Buruk (1)
<50% dari luas areal lindung tersebut bertutupan vegetasi sedang.
Sedang (2)
50%-75% dari luas areal lindung tersebut bertutupan vegetasi sedang .
Baik (3)
>75% dari luas areal lindung tersebut bertutupan vegetasi sedang.
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER
Bobot Penilaian (kematangan indikator)
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
F.3.3. Keberadaan RTH di kawasan perkotaan atau kawasan budidaya yang berfungsi lindung
1. Rasio Tutupan kawasan RTH 2. Luas Ruang terbuka hijau
Baik
>30 % dari RTH tersebut bertutupan vegetasi sedang
Sedang
>30 % kawasan budidaya berupa RTH dan 10 – 30 % diantaranya berpenutupan sedang Buruk
Areal RTH kurang dari 30 % F.3.4. Debit air sungai yang
dipengaruhi oleh kawasan lindung.
1. Debit sungai (KRS) Koefisien Regim Sungai (KRS) = Q maks/Q min
Baik (3)
Debit sungai rata–rata KRS < 50 Sedang (2)
Debit sungai rata–rata KRS < 50 atau Debit sungai rata–rata KRS 50 – 120
Buruk (1)
Debit sungai rata-rata KRS > 120 F.3.5. Keanekaragaman jenis
pohon pada kawasan lindung di luar kawasan atau non hutan
1. Jumlah jenis (spesies) pohon dewasa per ha pada kawasan lindung di luar kawasan atau non hutan
Baik
Jumlah pohon dewasa lebih dari 35 spesies Sedang
Jumlah pohon dewasa lebih dari 5- 35 spesies
Buruk
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER
Bobot Penilaian (kematangan indikator)
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
F.3.6. Pengelolaan
keanekaragaman hayati pada seluruh tipe kawasan lindung 1. Rencana pengelolaan keanekaragaman hayati (dokumen) 2. Implementasi (pelaksanaan pengelolaan keanekaragaman hayati) 3. Hasil implementasi (pencapaian hasil pengelolaan kawasan lindung) Baik (3)
Terdapat perencanaan pengelolaan keanekaragaman hayati di kawasan lindung, rencana tersebutdi implementasikan dengan baik dan terdapat dokumen hasil pengelolaan keanekaragaman hayati
Sedang (2)
Terdapat perencanaan pengelolaan keanekaragaman hayati dan
diimplementasikan di lapangan dengan baik Buruk (1)
Terdapat perencanaan pengelolaan keanekaragaman hayati tetapi tidak diimplementasikan di lapangan F.4. Upaya-upaya pelestarian kawasan lindung F.4.1. Aktifitas penanaman, pemeliharaan, perlindungan, dan pengamanan pada kawasan lindung 1. Tersedianya perangkat perencanaan yang mendukung pelestarian kawasan lindung 2. Implementasi kegiatan penanaman 3. Implementasi kegiatan pemeliharaan 4. Implementasi kegiatan perlindungan/pengamanan Baik (3)
Memiliki perencanaan, dan terdapat implementasi penanaman, pemeliharaan, perlindungan/pengamanan sesuai target Sedang (2)
Memiliki perencanaan, dan implementasi penanaman, pemeliharaan,
perlindungan/pengamanan tidak sesuai target
Buruk (1)
Tidak memiliki perencanaan, dan tidak ada implementasi penanaman, pemeliharaan, perlindungan/pengamanan
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER
Bobot Penilaian (kematangan indikator)
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
F. 4.2. Pengurangan lahan kritis pada berbagai tipe kawasan lindung
1. Rasio luas lahan kritis saat ini dengan kondisi 3 tahun sebelumnya
2. Luas hasil kegiatan penanaman (rehabilitasi) lahan kritis
Baik (3)
Luas lahan kritis berkurang minimal 10% (data 3 tahunterakhir)
Sedang (2)
Luas lahan kritis tetap sampai 10% Buruk (1)
Luas lahan kritis bertambah F.4.3. Ketersediaan bibit untuk
mendukung upaya penanaman di kawasan lindung.
1. Keberadaan persemaian permanen atau non permanen tempat memproduksi bibit berkualitas
2. Kemampuan menyediakan atau mensuplai bibit yang berkualitas dalam jumlah yang memadai
Baik (3)
Kebutuhan bibit dapat dipenuhi dari persemaian permanen atau non permanen yang berada di wilayahnya sendiri dengan jumlah mencukupi dan kualitas yang baik. Sedang (2)
Kebutuhan bibit dapat dipenuhi sebagian dari persemaian permanen atau non permanen yang berada di wilayahnya sendiri dengan jumlah mencukupi kebutuhan dengan kualitas sedang.
Buruk (1)
Kebutuhan bibit sebagian besar dipenuhi dari persemaian permanen atau non permanen di luar wilayahnya dan atau jumlah bibit tidak memenuhi serta kualitasnya jelek.
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER
Bobot Penilaian (kematangan indikator)
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
F.4.4. Perlindungan terhadap spesies flora dan fauna jarang, langka dan terancam punah serta flora dan atau fauna
yang merupakan
kekhasan wilayah setempat di kawasan lindung
1. Kegiatan inventarisasi dan monitoring
2. Perlindungan terhadap spesies flora dan fauna
Baik
Inventarisasi dan monitoring dilakukan secara kontinyu dan terdata, serta untuk flora dan fauna jarang, langka dan terancam punah serta flora dan atau fauna yang merupakan kekhasan wilayah setempat di kawasan lindung.
Sedang
Inventarisasi dan monitoring dilakukan secara kontinyu dan terdata, tetapi untuk flora dan fauna jarang, langka dan terancam punah serta flora dan atau fauna yang merupakan kekhasan wilayah setempat di kawasan lindung.
Buruk
Inventarisasi dan monitoring dilakukan secara insidental
Tabel 2. Kriteria, Indikator, Verifier dan Kematangan Indikator Aspek Kebijakan
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER Bobot Penilaian (kematangan indikator)
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
Dukungan kebijakan dalam menumbuhkembangkan budaya menanam pohon di masyarakat, menjamin kepastian kawasan lindung, serta upaya perlindungan, pemanfaatan dan peningkatan fungsi kawasan lindung termasuk cagar budaya dan ilmu pengetahuan
K.1. Kejelasan kebijakan untuk meningkatkan budaya menanam pohon
K.1.1. Kebijakan, program dan alokasi dana dalam menumbuhkembangkan budaya menanam pohon di masyarakat
1. Adanya kebijakan berupa Peraturan Daerah Kabupaten/Kota atau Keputusan Bupati atau Instruksi Bupati atau bentuk kebijakan lain untuk
menumbuhkembangkan budaya menanam pohon di masyarakat 2. Terdapat program tahunan yang mendorong tumbuhnya budaya menanam pohon
3. Terdapat alokasi dana dalam APBD untuk melaksanakan program dalam mendorong tumbuhnya budaya menanam pohon
Baik (3)
Terdapat Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, atau Keputusan Bupati atau Instruksi Bupati atau bentuk kebijakan lain dalam
menumbuhkembangkan budaya menanam pohon di masyarakat; dengan dukungan program dan alokasi APBD setiap tahun memenuhi
Sedang (2)
Terdapat Peraturan Kabupaten/Kota, atau Keputusan Bupati atau Instruksi Bupati atau bentuk kebijakan lain dalam menumbuh kembangkan budaya menanam pohon di masyarakat, tetapi dukungan program dan alokasi APBD tidak memenuhi
Buruk (1)
Tidak terdapat Peraturan Kabupaten/Kota, atau Keputusan Bupati atau Instruksi Bupati dalam menumbuhkembangkan budaya menanam pohon di masyarakat
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER Bobot Penilaian (kematangan indikator)
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
K.1.2. Ketersediaan kebijakan kurikulum pendidikan lingkungan hidup di tingkat TK, SD, SMP dan SMA/SMK
1. Adanya kebijakan berupa Perda Kab/Kota atau Keputusan Bupati atau Instruksi Bupati atau bentuk kebijakan lain tentang kurikulum pendidikan lingkungan hidup di tingkat TK, SD, SMP dan SMA/SMK 2. Terdapat program yang
mendukung kurikulum pendidikan lingkungan hidup di tingkat TK, SD, SMP dan SMA/SMK 3. Terdapat alokasi dana
dalam APBD untuk melaksanakan dan mengembangkan kurikulum pendidikan lingkungan hidup di tingkat TK, SD, SMP dan SMA/SMK Baik (3)
Terdapat Peraturan Kabupaten/Kota atau Keputusan Bupati atau Instruksi Bupati atau bentuk kebijakan lain tentang kurikulum pendidikan lingkungan hidup di TK, SD, SMP dan SMA/SMK; dengan dukungan program dan alokasi APBD setiap tahun
Sedang (2)
Terdapat Peraturan Kabupaten/Kota atau Keputusan Bupati atau Instruksi Bupati atau bentuk kebijakan lain tentang kurikulum pendidikan lingkungan hidup di TK, SD, SMP dan SMA/SMK; tetapi dukungan program dan alokasi APBD tidak setiap tahun
Buruk (1)
Tidak terdapat Peraturan Kabupaten/Kota atau Keputusan Bupati atau Instruksi Bupati atau bentuk kebijakan lain tentang kurikulum pendidikan lingkungan hidup di TK, SD, SMP dan SMA/SMK
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER Bobot Penilaian (kematangan indikator)
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
K.2. Kebijakan yang menjamin kepastian kawasan lindung dalam RTRW Kabupaten/Kota K.2.1. RTRW Kab/Kota telah
memenuhi legal aspek 1. Persetujuan RTRW Kabupaten/ Kota oleh provinsi 2. Penetapan RTRW Kabupaten/Kota dengan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota Baik (3)
RTRW Kabupaten/Kota telah mendapatkan persetujuan provinsi Jawa Barat dan telah ditetapkan dengan Perda Kab/Kota Sedang (2)
RTRW Kabupaten/ Kota telah mendapatkan persetujuan provinsi Jawa Barat tetapi belum ditetapkan dengan Perda Kab/Kota
Buruk (1)
RTRW Kabupaten/ Kota belum mendapatkan persetujuan provinsi Jawa Barat dan atau belum ditetapkan dengan Perda Kab/Kota
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER Bobot Penilaian (kematangan indikator)
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
K.2.2. Ketersediaan program dan alokasi APBD dalam penataan batas kawasan lindung hutan dan penandaan batas kawasan lindung di luar kawasan
1. Terdapat program penataan batas, penandaan batas serta sosialisasi batas kawasan lindung dengan
penggunaan lahan lainnya yang menjadi tanggungjawab Pemda Kabupten/Kotadan program-program yang mendukung penataan batas yang menjadi tanggung jawab pusat/provinsi 2. Terdapat alokasi APBD
dalam mendukung program penataan batas, penandaan batas dan kegiatan sosialisasi batas kawasan lindung
Baik (3)
Terdapat program penataan batas dan penandaan batas di kawasan lindung yang menjadi tanggungjawabnya dan mendukung program penataan batas dan penandaan batas di kawasan lindung yang menjadi
tanggungjawab provinsi/pusat serta telah dilakukan sosialisasi dengan dukungan APBD yang memadai
Sedang (2)
Terdapat program penataan batas dan penandaan batas di kawasan lindung yang menjadi tanggungjawabnya dan mendukung program penataan batas dan penandaan batas di kawasan lindung yang menjadi
tanggungjawab provinsi/pusat serta telah dilakukan sosialisasi tetapi dukungan APBD kurang memadai
Buruk (1)
Tidak terdapat program penataan batas, penandaan batas maupun sosialisasi batas kawasan lindung
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER Bobot Penilaian (kematangan indikator)
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
K.3. Kebijakan yang mendukung upaya perlindungan kawasan lindung K.3.1 Ketersediaan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota atau Keputusan Bupati atau Instruksi Bupati atau bentuk kebijakan lain yang melindungi kawasan lindung yang menjadi tanggungjawabnya dan mendukung upaya perlindungan yang menjadi tanggungjawab provinsi/ pusat 1. Terdapat Peraturan Daerah Kabupaten/Kota atau Keputusan Bupati atau Instruksi Bupati atau bentuk kebijakan lain tentang
perlindungan kawasan lindung di kawasan hutan negara dari perambahan kawasan, kebakaran dan pencurian hasil hutan baik di kawasan lindung yang menjadi
tanggungjawabnya maupun di kawasan lindung yang menjadi tanggungjawab provinsi/ pusat 2. Terdapat Peraturan Daerah tentang pelarangan konversi kawasan lindung menjadi kawasan budidaya di lahan milik (privat)
Baik (3)
Terdapat Perda atau Keputusan Bupati atau Instruksi Bupati atau bentuk kebijakan lain mengenai perlindungan kawasan lindung di kawasan hutan negara dan Perda atau Keputusan Bupati atau Instruksi Bupati atau bentuk kebijakan lain yang mencegah konversi kawasan lindung di lahan milik menjadi kawasan budidaya
Sedang (2)
Terdapat Perda atau Keputusan Bupati atau Instruksi Bupati atau bentuk kebijakan lain mengenai perlindungan kawasan lindung di kawasan hutan negara atau Perda atau Keputusan Bupati atau Instruksi Bupati atau bentuk kebijakan lain pelarangan konversi kawasan lindung di lahan milik menjadi kawasan budidaya
Buruk (1)
Tidak terdapat Perda atau Keputusan Bupati atau Instruksi Bupati atau bentuk kebijakan lain mengenai perlindungan kawasan lindung di kawasan hutan negara maupun perda pelarangan konversi kawasan lindung di lahan milik menjadi kawasan budidaya
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER Bobot Penilaian (kematangan indikator)
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
K.3.2. Ketersediaan Program dan alokasi APBD dalam perlindungan kawasan lindung yang menjadi tanggungjawabnya dan mendukung upaya perlindungan kawasan lindung yang menjadi tanggung jawab pusat/provinsi 1. Terdapat Program Pemda Kabupaten/Kota mengenai pengamanan dan perlindungan kawasan lindung di hutan negara dari perambahan kawasan, kebakaran dan pencurian hasil hutan dan
pemberian insentif dan disinsentif dalam mencegah konversi lahan kawasan lindung di lahan milik (privat) menjadi kawasan budidaya
2. Terdapat alokasi APBD dalam mendukung program pengamanan dan perlindungan kawasan lindung dan pemberian insentif dalam pencegahan konversi kawasan lindung menjadi kawasan budidaya di lahan milik Baik (3)
Terdapat program terkait pengamanan dan perlindungan kawasan lindung di hutan negara dari perambahan kawasan, kebakaran dan pencurian hasil hutan dan pemberian insentif dan disinsentif dalam mencegah konversi lahan kawasan lindung di lahan miiik (privat) menjadi kawasan budidaya dengan dukungan APBD yang memadai
Sedang (2)
Terdapat program terkait pengamanan dan perlindungan kawasan lindung di hutan negara dari perambahan kawasan, kebakaran dan pencurian hasil hutan dan pemberian insentif dan disinsentif dalam mencegah konversi lahan kawasan lindung di lahan miiik (privat) menjadi kawasan budidaya tetapi dukungan APBD kurang memadai
Buruk (1)
Tidak terdapat program terkait pengamanan dan perlindungan kawasan lindung di hutan negara dari perambahan kawasan, kebakaran dan pencurian hasil hutan dan pemberian insentif dan disinsentif dalam mencegah konversi lahan kawasan lindung di lahan miiik (privat) menjadi kawasan budidaya K.4. Kebijakan mengenai mekanisme pengaturan pemanfaatan K.4.1. Ketersediaan Peraturan Daerah atau Keputusan Bupati atau Instruksi Bupati atau bentuk kebijakan lain
1. Terdapat Peraturan Daerah atau Keputusan Bupati atau Instruksi Bupati atau bentuk