• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.2 Pengetahuan Terhadap Kepuasan Pasien

5.2.5 Indikator Bukti Fisik Terhadap Kepuasan Pasien Tentang

Berdasarkan tabel 4.11 hasil penelitian di Rumah Sakit dr. Pirngadi responden yang menjawab bahwa alat-alat medis yang lengkap merupakan salah satu indikator yang menandakan bahwa rumah sakit memiliki bukti fisik yang baik sebanyak 32 orang (47,8%)

Berwujud diartikan sebagai tampilan fisik. Dimensi ini biasanya digunakan rumah sakit untuk menaikkan citra rumah sakit di mata pasien yang dapat digambarkan dengan kebersihan ruangan, kerapihan berpakaian, dan penataan tempat. Dalam suatu perusahaan penyedia jasa, khususnya pada rumah sakit, faktor kondisi fisik pada umumnya akan memberikan gambaran bagaimana rumah sakit tersebut dapat berpotensi untuk menunjukkan fungsinya sebagai tempat pelayanan kesehatan. Pada umumnya seseorang akan memandang suatu potensi rumah sakit tersebut awalnya dari kondisi fisik. Dengan kondisi yang bersih, rapi, dan teratur orang akan menduga bahwa rumah sakit tersebut akan melaksanakan fungsinya dengan baik.

Hubungan bukti fisik dengan kepuasan pasien adalah: bukti fisik mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap kepuasan pasien. Semakin baik pengetahuan pasien terhadap bukti fisik maka harapan pasien untuk memperoleh pelayanan yang berkualitas akan semakin tinggi. Dan jika pengetahuan pasien terhadap bukti fisik buruk, maka harapan pasien untuk memperoleh pelayanan yang berkualitas akan semakin rendah. Penelitian yang dilakukan (Lubis, Atmawati dan Wahyudin 2007) menyebutkan bahwa variabel bukti fisik berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen.

Indikator bukti fisik merupakan suatu hal yang penting dimana kualitas pelayanan merupakan suatu hal yang dipertaruhkan dalam mendapatkan asumsi positif dari pasien khususnya pasien BPJS.

5.3 Sikap Tentang Kepuasan Pasien

5.3.1 Indikator Keandalan Terhadap Kepuasan Pasien Peserta BPJS Tentang Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan tabel 4.12 hasil penelitian di Rumah Sakit dr. Pirngadi responden yang setuju perawat melaporkan segala detail perubahan pasien kepada dokter sewaktu melakukan kunjungan adalah 46 orang (68,7%) dan yang menjawab tidak setuju adalah 21 orang (31,3%).

John H. Harvey dan William P. Smith mengungkapkan bahwa sikap adalah kesiapan merespon secara konsisten dalam bentuk positif atau negatif terhadap objek atau situasi. Mednick, Higgins dan Kirschenbaum (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) menyebutkan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :

a. Pengaruh sosial, seperti norma dan kebudayaan. b. Karakter kepribadian individu

c. Informasi yang selama ini diterima individu

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik yang berasal dari luar individu dan faktor intrinsik yang berasal dari dalam individu.

a. Sikap dan perilaku petugas rumah sakit.

b. Dokter dan perawat yang terlambat dalam memberikan pelayanan. c. Kesulitan untuk berkonsultasi dengan dokter atau perawat.

d. Petugas kurang informatif dan komunikatif.

Oleh karena itu menurut peneliti pernyataan tersebut seharusnya mendapat respon setuju dengan presentase 100%. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa sebagai pasien yang membayar dengan biaya yang ditanggung oleh pemerintah dengan biaya yang ditanggung pribadi mendapatkan pelayanan yang berbeda dari petugas kesehatan.

5.3.2 Indikator Daya Tanggap Terhadap Kepuasan Pasien Tentang Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan tabel 4.13 penelitian di Rumah Sakit dr. Pirngadi responden yang menjawab dokter memberikan kesempatan bertanya kepada pasien sebanyak 59 orang dan yang tidak setuju dengan hal itu adalah 8 orang (11,9%)

Daya tanggap merupakan kesigapan petugas kesehatan dalam melakukan pelayanan asuhan di instalasi rawat inap serta memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap. Bagi sebuah Rumah Sakit sangat penting akan adanya karyawan-karyawan yang cepat dan tanggap terhadap pasien.

Seperti (Tutik dan Shita 2010) pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa responden yang pelayanan ketanggapan dokternya baik sebesar 45,9% atau sebanyak 39 orang dan tidak baik sebesar 54,1% atau sebanyak 46 orang.

Seperti yang diungkapkan Wijono (1999) Ketanggapan yaitu kecepatan, kemauan serta kesadaran petugas dalam memberikan tanggapan terhadap keluhan pasien, disertai dengan penyampaian informasi yang jelas. Pelayanan yang responsif sangat dipengaruhi oleh kesigapan dan ketulusan dalam menjawab pertanyaan atas peminatan pasien. Ada 4 aspek dari dimensi ini yaitu keramahan, kompetensi, krediabilitas dan kenyamanan.

Menurut Zithaml (Tjiptono 2006), daya tanggap merupakan kemampuan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. Sedangkan (Aritonang 2005), mengatakan bahwa daya tanggap mencakup keinginan untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat; selalu memperoleh definisi yang tepat dan segera mengenai pelanggan.

Sejalan dengan Azwar (1996) mengatakan bahwa pelayanan yang diberikan petugas merupakan salah satu penunjang keberhasilan pelayanan kepada pasien yang sedang menjalani pengobatan serta perawatan khusus pasien rawat inap. Hal ini tentunya harapan dari setiap pasien dan menjadi tanggung jawab penyedia jasa dalam hal ini petugas yang langsung berhubungan dengan pasien. Bagaimana petugas merespon setiap keluhan dan keinginan pasien dengan cepat sehingga dengan mengetahui bahwa dokter yang memberikan kesempatan bertanya kepada seorang dokter merupakan wujud dari daya tanggap.

mengunjungi pasien, padahal seharusnya seorang dokter dapat melakukan hal itu walaupun pasien yang ditangani merupakan pasien yang dibiayai oleh pemerintah. 5.3.3 Indikator Jaminan Terhadap Kepuasan Pasien Tentang Pelayanan

Kesehatan

Berdasarkan tabel 4.14 hasil penelitian di Rumah Sakit dr. Pirngadi dari beberapa pernyataan pasien tentang indikator jaminan dari pelayanan kesehatan di instalasi rawat inap responden yang menjawab tidak setuju biaya terjangkau sebanyak 8 responden (11,9%) menjelaskan bahwa meskipun dibiayai oleh pemerintah perawatan yang diterima tidak seperti yang diharapkan pasien, sedangkan yang menjawab setuju sebanyak 59 responden (88,1%) merupakan pasien yang dibiayai oleh pemerintah dan mendapatkan pelayanan yang baik dari petugas kesehatan.

Hubungan jaminan dengan kepuasan pasien adalah jaminan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pasien. Semakin baik persepsi pelanggan terhadap jaminan maka kepuasan pasien akan semakin tinggi. Dan jika persepsi pasien terhadap jaminan buruk maka kepuasan akan semakin rendah. Penelitian yang dilakukan Atmawati dan Wahyudin (2007) menyebutkan bahwa variabel jaminan berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen.

5.3.4 Indikator Empati Terhadap Kepuasan Pasien Tentang Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan Tabel 4.15 hasil penelitian di Rumah Sakit dr. Pirngadi dari beberapa pernyataan pasien tentang indikator empati dari pelayanan kesehatan di instalasi rawat inap, sebanyak 11 orang (16,4%) mengatakan tidak setuju jika pasien

mendapatkan perhatian dari dokter, perawat/staf lainnya hal ini disebabkan karena beberapa pasien adalah peserta BPJS yang dirawat dan tidak mendapatkan perhatian dari perawat terlebih lagi dari seorang dokter. Padahal seharusnya untuk pernyataan ini peneliti berharap memiliki presentase (100%).

Sebab jika pasien sudah memiliki rasa percaya dan mempunyai ikatan emosional yang baik pada perawat,dokter atau dengan rumah sakit, biasanya pasien menaruh simpati pada rumah sakit tersebut dan akan mudahnya mempromosikan rumah sakit kepada keluarga dan orang lain. Hal ini sebenarnya berdampak positif bagi rumah sakit.

Seperti yang diungkapkan Parasuraman dalam Wijono (1999) menyatakan Empati (Emphaty), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau bersifat pribadi yang diberikan kepada pasien dengan berupaya memahami keinginan pasien. Suatu organisasi pelayanan kesehatan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan untuk memahami kebutuhan pasien secara spesifik.

Empati dalam pelayanan merupakan perhatian yang diberikan suatu layanan usaha kepada pelanggannya. Perawat sebagai karyawan rumah sakit yang paling sering berinteraksi dengan pasien maupun kelarga pasien dituntut untuk bisa menunjukkan rasa empatinya. Memperhatikan pasien adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan seorang petugas kesehatan baik perawat dan dokter yang dapat menjadikan pasien merasa diperdulikan sehingga meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan di instalasi rawat inap hingga menanggapi atau perduli

untuk memotivasi pasien, dan memberikan penyuluhan kesehatan baik kepada pasien, keluarga dan pengunjung Rumah Sakit.

PKMRS adalah penyuluhan kesehatan yang khusus dikembangkan untuk membantu pasien dan keluarganya untuk bisa menangani kesehatannya, hal ini merupakan tanggung jawab bersama yang berkesinambungan antara dokter dan pasien atau petugas kesehatan dengan pasien dan keluarganya. Selain itu efektivitas suatu pengobatan dipengaruhi juga oleh pola pelayanan masyarakat yang ada, sikap dan keterampilan para pelaksananya serta lingkungan, sikap dan pola hidup pasien serta keluarganya

5.3.5 Indikator Bukti Fisik Terhadap Kepuasan Pasien Tentang Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan tabel 4.16 hasil penelitian di Rumah Sakit dr. Pirngadi dari beberapa pernyataan pasien tentang indikator bukti fisik yang setuju bahwa ruang rawat inap yang ada seharusnya tertata rapi dan bersih sebanyak 57 orang (85,1%) sedangkan yang mengatakan tidak setuju adalah sebanyak 10 orang (14,9%) .

Berwujud diartikan sebagai tampilan fisik. Dimensi ini biasanya digunakan rumah sakit untuk menaikkan citra rumah sakit di mata pasien yang dapat digambarkan dengan kebersihan ruangan, kerapihan berpakaian, dan penataan tempat. Dalam suatu perusahaan penyedia jasa, khususnya pada rumah sakit, faktor kondisi fisik pada umumnya akan memberikan gambaran bagaimana rumah sakit tersebut dapat berpotensi untuk menunjukkan fungsinya sebagai tempat pelayanan kesehatan. Pada umumnya seseorang akan memandang suatu potensi rumah sakit tersebut

awalnya dari kondisi fisik. Dengan kondisi yang bersih, rapi, dan teratur orang akan menduga bahwa rumah sakit tersebut akan melaksanakan fungsinya dengan baik.

Hubungan bukti fisik dengan kepuasan pasien adalah: bukti fisik mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pasien. Semakin baik persepsi pelanggan terhadap bukti fisik maka kepuasan pasien akan semakin tinggi. Dan jika persepsi pasien terhadap bukti fisik buruk, maka kepuasan pasien semakin rendah.Pentingnya BPJS memperhatikan atau mengawasi setiap Rumah Sakit yang menjalin kerja sama, dapat meningkatkan kualitas BPJS, rumah sakit bahkan menambah kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan Distribusi Frekuensi Kategori Total Pengetahuan Pasien Indikator Keandalan, Daya tanggap, Jaminan, Empati, dan Bukti Fisik dari Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit dr. Pirngadi Medan diketahui pengetahuan pasien kategori baik sebanyak 11,9, kategori sedang 79,1%, kategori buruk sebanyak 9%.

2. Berdasarkan Distribusi Frekuensi Kategori Total Sikap Pasien Berdasarkan Indikator Keandalan, Daya tanggap, Jaminan, Empati, dan Bukti Fisik dari Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit dr. Pirngadi Medan diketahui sikap pasien kategori baik sebanyak 97%, kategori cukup 3% sedang.

6.2Saran

a. Diharapkan pihak Rumah Sakit merevitalisasi Promosi Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) dikarenakan promosi kesehatan dapat menggugah kesadaran dan minat pasien, keluarga, dan pengunjung Rumah Sakit untuk berperan secara positif dalam usaha penyembuhan dan pencegahan penyakit. Sehingga baik pasien, keluarga, dan pengunjung Rumah Sakit mengerti dan juga menaati peraturan yang ada di rumah sakit dan tahu dengan jelas alasan peraturan tersebut dibuat sehingga dapat mempengaruhi kepuasan pada pelayanan khususnya pelayanan rawat inap.

b. Diharapkan pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merealisasikan sanksi yang tegas terhadap rumah sakit yang diberi kesempatan menangani pasien BPJS, terus memperbaiki pelayanan yang diberikan kepada pasien dan lebih selektif memilih rumah sakit dalam menjalin kerja sama.

c. Diharapkan Petugas kesehatan khususnya yang bekerja di ruang rawat inap agar menanggapi atau perduli setiap keluhan pasien yang berhubungan dengan penyakitnya serta memiliki waktu untuk memotivasi pasien, dan memberikan penyuluhan kesehatan baik kepada pasien, keluarga dan pengunjung Rumah Sakit.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Konsep Pengetahuan dan Sikap

2.1.1 Pengertian Perilaku

Pengertian perilaku itu dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa (berpikir), berpendapat, bersikap untuk memberikan respon terhadap situasi diluar subjek tersebut.Respon ini dapat bersikap pasif (tanpa tindakan) dan juga bersikap aktif (dengan tindakan).

Pada dasarnya bentuk perilaku itu hanya dapat dilihat dari sikap dan tindakan saja, namun demikiaan tidak berarti bahwa perilaku tersebut hanya dapat dilihat dari sikap dan tindakan saja.Sedangkan perilaku manusia adalah hasil pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.Dapat juga diartikan sebagai suatu kegiatan yang dapat diamati secara langsung maupun dengan menggunakan alat (Sarwono, 2004).

Manusia adalah makhluk yang unik, perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas.Notoatmojo (2003) membedakan perilaku dalam tiga bagian yaitu cognitif (menyangkut kesadaran atau pengetahuan),

afektif (menyangkut sikap dan emosi) dan psikomotorik (tindakan atau gerakan).Menurut Notoatmojo (2003) perilaku dibagi menjadi tiga bidang (domain) yaitu bidang pengetahuan (Cognitif domain), bidang sikap (Afektif domain) dan bidang tindakan (motorik domain).

Terbentuknya suatu perilaku baru terutama pada orang dewasa dimulai pada saat domain kognitif dalam artian subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang

berupa materi atau objek diluarnya sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk respon subjek terhadap objek yang diketahuinya itu. Akhirnya rangsangan yakni objek yang telah disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi berupa tindakan terhadap stimulus atau objek tadi.

Namun pada kenyataannya stimulus yang diterima oleh subjek dapat langsung menimbulkan tindakan. Dengan kata lain tindakan seseorang tidak selalu didasari oleh pengetahuan dan sikap (Notoatmojo, 2003).

2.1.2 Perilaku Kesehatan

Menurut Notoatmojo (2003), perilaku kesehatan pada dasarnya respon seseorang atau organisme terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Respon atau reaksi manusia dapat bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap) maupun bersifat aktif (tindakan nyata).

Stimulus atau rangsangan disini terdiri dari empat unsur pokok, yaitu :

a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia berespon baik pasif (mengetahui, bersikap, dan membuat persepsi) tentang penyakit dan terasa sakit yang ada pada dasarnya dari luar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilaksanakan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut disesuaikan dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit.

3. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior)

b. Perilaku terhadap sistem pelayanan merupakan respon terhadap sistem pelayanan kesehatan baik modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan petugas kesehatan, dan obat-obatannya, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap, penggunaan fasilitas/ petugas dan obat-obatan.

c. Perilaku terhadap makanan adalah respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan yang meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (zat gizi), pengolahan makanan dan lain sebaginya yang berhubungan dengan kebutuhan tubuh kita.

d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri yang mencakup perilaku sehubungan dengan air bersih, perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, perilaku dengan kebersihan sarang-sarang nyamuk (vector dan sebagainya).

2.1.3 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukanpenginderaan terhadap suatu objek tertentu.Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan

terhadap masalah yang dihadapi. Ada empat macam pengetahuan (Widodo, 2006), yaitu:

1. Pengetahuan Faktual(factual knowledge)

Pengetahuan yang berupa potongan - potongan informasi yang terpisah-pisah atau unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu.Pengetahuan faktual pada umumnya merupakan abstraksi tingkat rendah. Ada dua macam pengetahuan faktual yaitu pengetahuan tentang terminologi (knowledge of terminology) mencakup pengetahuan tentang label atau simbol tertentu baik yang bersifat verbal maupun non verbal dan pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur (knowledge of specific details and element) mencakup pengetahuan tentang kejadian, orang, waktu dan informasi lain yang sifatnya sangat spesifik. 2. Pengertian Konseptual

Pengetahuan yang menunjukkan saling terkaitan antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama-sama.Pengetahuan konseptual mencakup skema, model pemikiran, dan teori baik yang implisit meupun eksplisit.Ada tidga macam pengetahuan konseptual, yaitu pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi, dan pengetahuan tentang teori, model, dan struktur.

3. Pengetahuan Prosedural

Pengetahuan tentang bagaimana mengajarkan sesuatu, baik yang bersifat rutin maupun yang baru.Seringkali pengetahuan prosedural berisi langkah-langkah

4. Pengetahuan Metakognitif

Mencakup pengetahuan tentang kognisi secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri. Penelitian-penelitian tentang metakognitif menunjukkan bahwa seiring dengan perkembangannya siswa menjadi semikin sadar akan pikirannya dan semakin banyak tahu tentang kognisi, dan apabila siswa bisa mencapai hal ini maka mereka akan lebih baik lagi dalam belajar.

Dimensi proses kognitif dalam taksonomi yang baru, yaitu:

a) Mengahafal (remember)

Menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang. Mengingat merupakan proses kognitif yang paling rendah tingkatannya. Untuk mengkondisikan agar mengingat bisa menjadi bagian belajar bermakna, tugas mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek pengetahuan yang lebih luas dan bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif mengenali

(recognizing) dan mengingat (recalling). b) Memahami (understand)

Mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa. Karena penyusunan skema adalah konsep, maka pengetahuan konseptual merupakan dasar pemahaman. Kategori memahami mencakup tujuh proses kognitif, yaitu menafsirkan

(classifying), meringkas (summarizing), menarik inferensi (inferring),

membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining).

c) Mengaplikasikan (applying)

Mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas.Oleh karena itu mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural.Namun tidak berarti bahwa kategori hanya sesuai untuk pengetahuan prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: menjalankan (executing) dan mengimplementasikan

(implementing).

d) Menganalisis (analyzing)

Menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsur-unsur dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut dan struktur besarnya. Ada tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam menganalisi, yaitu membedakan (differentiating), mengorganisis (organizing),

dan menemukan pesan tersirat (attributing).

e) Mengevaluasi

Membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan starndar yang ada. Ada dua proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini, yaitu memeriksa (checking) dan mengkritik (critiquing).

f) Membuat (create)

(generating), merencanakan (planning), dan memproduksi (producing)

(Widodo, 2006).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain: 1. Pendidikan

Pendidikan berarti hubungan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkuri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah pula bagi merek untuk menerima informasi dan pada akhirnya makin banyak pengetahuan yang mereka miliki.

2. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

3. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental), dimana pada aspek psikologi ini, taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa.

4. Minat

Minat diartikan sebagi suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu.Minat menjadikan seseorag untuk mencoba menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang mendalam.

5. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik dari dalam dirinya ataupun lingkungannya.Pada dasarnya pengalaman mungkin saja menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu yang melekat menjadi pengetahuan pada individu secara subjektif.

6. Informasi

Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Wahid, 2007).

Dari berbagai macam cara pengetahuan yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni :

1. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan

Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum dikemukakannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi:

a. Cara Coba- Salah (Trial and Error)

Cara yang paling tradisional, yang pernah digunakan oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah cara coba-coba atau dengan kata yang lebih dikenal trial and error. Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya

berhasil, dicoba kemungkinan lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula dicoba kemungkinan keempat dan seterussnya, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan. Inilah sebaab maka cara ini disebut metode trial (coba)

and error (gagal atau salah) atau metode coba/salah/ coba-coba.

Metode ini telah digunakan orang dalam waktu yang cukup lama untuk memecahkan berbagai masalah. Bahkan sampai sekarang pun metode ini masih sering digunakan, terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui suatu cara tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi. b. Cara Kekuasaan atau Otoritas:

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak seperti kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak.Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya.Misalnya, mengapa harus ada upacara selapanan dan turun tanah pada bayi, mengapa ibu yang sedang menyusui harus minum jamu, mengapa anak tidak boleh makan telur, dan sebagainya.

Kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja, melainkan juga terjadi pada masyarakat modern.Kebiasaan-kebiasaan ini seolah-seolah diterima dari sumbernya sebagai kebenaran yang mutlak.Sumber pengetahuan tersebut dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebaginya. Dengan kata lain, pengetahuan tersebut

diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas

Dokumen terkait