TINJAUAN PUSTAKA
2.4 Indikator Pengelolaan Obat
Indikator adalah alat ukur untuk dapat membandingkan kinerja yang sesungguhnya. Indikator digunakan untuk mengukur sampai seberapa jauh tujuan
atau sasaran telah berhasil dicapai. Penggunaan lain dari indikator adalah untuk penetapan prioritas, pengambilan tindakan dan untuk pengujian strategi dari sasaran yang ditetapkan. Indikator pengelolaan obat di kabupaten kota adalah:
(Kemenkes, 2010).
1. Alokasi dana pengadaan obat
Penyediaan dana yang memadai dari pemerintah sangat menentukan ketersediaan dan keterjangkauan obat esensial oleh masyarakat. Ketersediaan dana pengadaan obat yang sesuai dengan kebutuhan obat untuk populasi merupakan prasyarat terlaksananya penggunaan obat yang rasional yang pada gilirannya akan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Dengan indikator ini akan dapat dilihat komitmen Kabupaten/Kota dalam penyediaan dana pengadaan obat sesuai kebutuhan Kabupaten/Kota.
2. Persentase alokasi dana pengadaan obat
Dana pengadaan obat adalah besarnya dana pengadaan obat yang disediakan/dialokasikan oleh pemerintah daerah Kabupaten/Kota untuk mendukung program kesehatan di daerah Kabupaten/Kota dibandingkan dengan jumlah alokasi dana untuk bidang kesehatan.
3. Biaya obat perpenduduk
Biaya obat perpenduduk adalah besarnya dana yang tersedia untuk masing-masing penduduk dan besaran dana yang tersedia untuk masing-masing penduduk. Ketersediaan dana pengadaan obat yang sesuai kebutuhan populasi bervariasi untuk masing-masing Kabupaten/Kota untuk itu perlu diketahui
WHO telah menetapkan alokasi dana obat sektor publik secara nasional adalah US $ 3 perkapita.
4. Ketersediaan obat sesuai kebutuhan
Ketersediaan obat sesuai kebutuhan adalah jumlah obat yang mampu disediakan pemerintah dibandingkan dengan jumlah obat yang dibutuhkan rakyat dalam pelayanan kesehatan dasar yang diselenggarakan pemerintah.
5. Pengadaan obat esensial
Pengadaan obat esensial adalah nilai obat esensial yang diadakan di Kabupaten/Kota yang disimpan di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dibandingkan dengan nilai total yang tersedia di instalasi farmasi Kabupaten/Kota.
6. Pengadaan obat generik
Pengadaan obat generik adalah nilai obat generik yang diadakan di Kabupaten/Kota yang disimpan di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dibandingkan dengan nilai total yang tersedia di Instalasi Kabupaten/Kota.
7. Kesesuaian item obat yang tersedia dengan DOEN tahun 2013
Penetapan obat yang masuk dalam DOEN telah mempertimbangkan faktor drug of choice, analisis biaya-manfaat dan didukung dengan data ilmiah. Untuk pelayanan kesehatan dasar maka jenis obat yang disediakan berdasarkan DOEN yang terbaru agar tercapai prinsip efektivitas dan efisiensi.
8. Kesesuaian ketersediaan obat dengan pola penyakit
Obat yang disediakan untuk pelayanan kesehatan di Kabupaten/Kota harus sesuai dengan kebutuhan populasi berarti harus sesuai dengan pola penyakit yang ada di Kabupaten/Kota. Kesesuaian ketersediaan obat dengan pola penyakit adalah kesesuaian jenis obat yang tersedia di instalasi farmasi dengan pola
penyakit yang ada di Kabupaten/Kota adalah jumlah jenis obat yang tersedia dibagi dengan jumlah jenis obat untuk semua kasus penyakit di Kabupaten/Kota.
9. Tingkat ketersediaan obat
Obat yang disediakan untuk pelayanan kesehatan di Kabupaten/Kota harus sesuai dengan kebutuhan populasi berarti jumlah (kuantum) obat yang tersedia digudang minimal harus sama dengan stok selama waktu tunggu kedatangan obat.
10. Ketepatan perencanaan
Obat yang disediakan untuk pelayanan kesehatan di Kabupaten/Kota harus sesuai dengan kebutuhan populasi berarti harus sesuai dalam jumlah dan jenis obat untuk pelayanan kesehatan di Kabupaten/Kota.
11. Persentase dan nilai obat rusak atau kadaluarsa
Terjadinya obat rusak atau kadaluarsa mencerminkan ketidaktepatan perencanaan, atau kurang baiknya sistem distribusi, dan/atau kurangnya pengamatan mutu dalam penyimpanan obat dan/atau perubahan pola penyakit.
12. Ketepatan distribusi obat
Kesesuaian waktu antara distribusi dan penggunaan obat di unit pelayanan sangat penting artinya bagi terlaksananya pelayanan kesehatan yang bermutu.
Ketepatan distribusi obat adalah penyimpangan jumlah unit pelayanan kesehatan yang harus dilayani (sesuai rencana distribusi) dengan kenyataan yang terjadi serta selisih waktu antara jadwal pendistribusian obat dengan kenyataan.
13. Persentase penyimpangan jumlah obat yang didistribusikan
Obat yang didistribusikan adalah sebesar stok optimum dikurangi dengan
14. Rata-rata waktu kekosongan obat
Persentase rata-rata waktu kekosongan obat dari obat indikator menggambarkan kapasitas sistem pengadaan dan distribusi dalam menjamin kesinambungan suplai obat. Waktu kekosongan obat adalah jumlah hari obat kosong dalam waktu satu tahun.
15. Ketepatan waktu LPLPO
LPLPO yang merupakan sumber data pengelolaan obat sangat penting artinya sebagai bahan informasi pengambilan kebijakan pengelolaan obat. Salah satu syarat data yang baik adalah tepat waktu Ketepatan waktu pengiriman LPLPO adalah jumlah LPLPO yang diterima secara tepat waktu dibandingkan dengan jumlah seluruh LPLPO yang seharusnya diterima setiap bulan.
16. Kesesuaian ketersediaan obat program dengan kebutuhan
Obat yang disediakan untuk keperluan program biasanya diadakan oleh pusat dengan tidak memperhitungkan jumlah kebutuhan yang ada didaerah.
Sehingga seringkali jumlahnya tidak sesuai dan menyebabkan terjadi penumpukan yang akan menyebabkan obat menjadi rusak atau kadaluarsa. Kesesuaian ketersediaan obat program dengan jumlah kebutuhan adalah kesesuaian jumlah obat program yang tersedia di Instalasi Farmasi dengan kebutuhan untuk sejumlah pasien yang memerlukan obat program tersebut.
17. Kesesuaian permintaan obat
Sebagian kebutuhan obat-obatan di tingkat Kabupaten/Kota dapat dipenuhi oleh obat dari berbagai sumber. Ada kalanya permintaan dari Kabupaten/Kota tidak sesuai dengan obat yang tersedia. Kesesuaian pemenuhan obat adalah perbandingan antara jumlah permintaan yang diajukan oleh
Kabupaten/Kota dengan jumlah yang dapat dipenuhi oleh obat dari berbagai sumber.
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, (2010) dan Pudjaningsih, (1996) menetapkan beberapa indikator pengelolaan obat. Sejumlah indikator pengelolaan obat yang dipilih dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat
Tahap Indikator Nilai Standar
Perencanaan
Ketepatan perencanaan 100%-150% (Kemenkes, 2010)
Tingkat ketersediaan obat 12-18 bulan Pudjaningsih (1996)
Persentase jumlah dan nilai obat yang kadaluarsa/ rusak
≤0,2% dalam setahun (Kemenkes, 2010) Persentase stok obat mati 0 % Pudjaningsih (1996) ITOR (Inventory Turn Over
Ratio)
8-12 kali/tahun Pudjaningsih (1996) Sistem penyimpanan obat Sesuai FEFO/ FIFO
(Kemenkes, 2010) Persentase kecocokan jumlah
barang nyata dengan kartu stok 100% Pudjaningsih (1996) Distribusian Persentase waktu kekosongan
obat 10 hari Pudjaningsih (1996)
2.5 Tuberkulosis (TB)