• Tidak ada hasil yang ditemukan

36 | Industri Sawit Potensial Hasilkan Devisa USD 40 Miliar

Kalau kita ingin rupiah menguat, maka kita harus banyak kembangkan seperti industri sawit yang menambah darah baru sehingga rupiah makin kuat, Sayangnya saat ini sektor industri dan keungan masih menjadi beban, menguras darah ekonomi, yang membuat rupiah melemah.

Untuk memperbesar ekonomi Indonesia memerlukan tambahan darah segar (injection) setiap tahun dan mencegah keluarnya (lekeages) darah perekonomian. Jika darah keluar lebih besar dari injeksi darah segar, maka tubuh perekonomian akan makin kurus, lesu, dan rupiah pun melemah. Inilah yang terjadi dalam perekonomian kita saat ini. Sebagian besar industri ekspor dan sektor keuangan kita bukan hanya tidak menambah injeksi darah segar, malah mengurangi darah segar dari perekonomian. Defisit sektor industri dan keuangan saat ini melampaui surplus indusri sawit yang membuat perekonomian kekerangan darah, sehingga rupiah melemah.

Industri sawit merupakan contoh yang baik dalam memelihara pertumbuhan tubuh perekonomian. Pada satu sisi, industri sawit melalui ekspornya menghasilkan devisa yang merupakan darah segar bagi perekonomian nasional.

* Dimuat di www.sawit.or.id pada tanggal 14 September 2018

Tahun 2017 yang lalu, industri sawit menginjeksi darah segar baru berupa devisa ekspor sebesar USD 23 milyar atau Rp 322 trilyun ke dalam perekonomian nasional. Ini adalah injeksi terbesar diantara sektor-sektor ekspor nasional. Tahun ini devisa sawit juga diperkirakan masih mencapai sekitar USD 20 milyar.

Selain injeksi darah segar, industri sawit juga mengurangi keluarnya darah segar atau devisa yang keluar melalui substitusi solar fosil dengan biodiesel. Tahun 2017 dengan B20 sektor PSO saja, industri sawit berhasil mengurangi impor solar sekitar 2.5 juta ton atau setara dengan Rp 12.5 trilyun. Tahun 2018 ini, dengan per luasan B20 (PSO + Non PSO) yang sudah berjalan sejak 01 September akan memperbesar penghematan devisa akibat pengurangan impor solar. Sehingga kontribusi industri sawit dalam menambah darah segar dari luar negeri akan makin besar.

Kedepan, peran industri sawit sebagai penghasil devisa dan penghematan devisa masih cukup besar. Substitusi solar impor oleh biodiesel sawit lebih dalam yakni dari B20 ke B30 akan mampu menghemat impor solar sekitar 11 juta ton atau sekitar USD 12 milyar per tahun. Substitusi impor juga terbuka untuk mengggantikan impor petroplastik senilai USD 6 milyar per tahun dengan bioplastik dari sawit. Juga mengganti pelumas dan shampo mobil yang impornya sekitar USD 1 milyar per tahun dengan biopelumas dan bioshampo dari sawit.

Tentu saja devisa dari ekspor produk sawit juga tetap kita pacu sehingga devisa ekspor sawit dapat mencapai USD 25 milyar per tahun dalam 2-3 tahun kedepan. Perluasan tujuan ekspor dikombinasikan dengan diversifikasi produk olahan untuk ekspor tidak sulit untuk menghasilkan devisa sebesar itu.

Dengan demikian kontribusi industri sawit dalam menambah segar darah perekonomian kita kedepan dapat mencapai USD 40 milyar per tahun yakni dari ekspor produk sawit dan substitusi impor. Hal ini akan membuat rupiah makin kuat.

37 | Habis Minyak "di bawah", Tersedia Minyak "di atas " Tanah

Kemewahan BBM minyak bumi yang pernah dinikmati Indonesia kini tinggal kenangan. Sejak tahun 2004 lalu Indonesia telah berubah dari negara eksportir minyak bumi menjadi net importir minyak bumi. Setiap tahun terjadi peningkatan impor minyak bumi untuk memenuhi kebutuhan energi domestik.

Minyak bumi yang tergolong energi tak dapat dibaharui (non renewable) pasti suatu saat akan habis cadanganya di perut bumi. Padahal kebutuhan energi kedepan makin meningkat terus, seiring dengan makin intensifnya pembangunan dan kehidupan manusia di planet bumi.

Maka, bersiaplah suatu saat masyarakat dunia berebutan energi. Indonesia memang beruntung. Minyak bumi atau minyak

"di bawah" tanah (karena diambil dari dalam tanah/perut bumi) akan habis. Namun, minyak "di atas" tanah (diambil dari buah sawit diatas tanah) yakni minyak sawit sudah siap untuk dimanfaatkan oleh masyarakat.

* Dimuat di www.sawit.or.id pada tanggal 20 September 2018

Dari minyak sawit saat ini sudah berhasil kita hasilkan dan gunakan biodiesel sawit (FAME) untuk mengganti solar fosil.

Sejak 01 September 2018 solar/diesel yang dipakai di Indonesia sudah mengandung 20 persen (B20) biodiesel sawit, yang berarti mengurangi penggunaan solar fosil yang kita impor.

Tahun depan kita berharap naik kelas lagi menjadi B30 yakni 30 persen solar/diesel yang kita konsumsi mengandung 30 persen biodiesel. Dengan B30 tersebut tahun depan kita bisa kurangi solar fosil sebesar 30 persen atau setara 10 juta ton solar fosil.

Selain itu, dalam waktu tak terlalu lama lagi, kita juga akan hasilkan bensin hijau (biopremium) bahkan bioavtur dari sawit.

Sehingga kita akan memasuki babak baru mengganti bensin fosil (gasoline) dengan bensin hijau dari minyak sawit secara bertahap.

Dari sawit kita, tidak hanya menghasilkan bahan pangan dan energi. Dari sawit juga dapat dihasilkan bioplastik pengganti petroplastik yang kita impor setiap tahun. Impor petroplastik kita sekitar 6 milyar dollar Amerika Serikat setiap tahun.

Petropalstik tersebut bersifat sulit terurai secara alamiah (non biodegradble) sehingga setelah digunakan menjadi tumpukan sampah yang mengotori perairan atau mengotori lingkungan.

Indonesia adalah negara kedua terbesar menghasilkan sampah plastik yang telah mengotori lingkungan. Karena itu, penggantian petroplastik dengan bioplastik dari sawit menjadi prioritas. Bioplastik yang mudah terurai secara alamiah (biodegradable) tidak akan menumpuk mencemari lingkungan.

Minyak "di atas" sebagai pengganti minyak yang "di bawah" tersebut jauh lebih bermanfaat baik secara ekonomi, sosial dan lingkungan. Proses produksinya yakni dari kebun-kebun sawit, memutar roda ekonomi daerah, menciptakan dan meningkatkan pendapatan serta menyerap jutaan tenaga kerja pada 200 kabupaten di pelosok-pelosok. Bedanya lagi, minyak

"di atas" tersebut menyerap karbon dioksida dari udara bumi serta menghasilkan oksigen untuk kehidupan. Sementara

minyak yang "di bawah" justru memproduksi karbon dioksida ke udara bumi yang menyebabkan pemanasan global dan perubahan lingkungan.

Jadi minyak yang "di atas" tersebut yakni kebun sawit menghasilkan bahan makanan, bakar ramah lingkungan, biomaterial, membersihkan udara bumi (menyerap karbondioksida dan menghasilkan oksigen). Sepanjang matahari masih bersinar, minyak "di atas" tersebut akan tetap dihasilkan dari generasi ke generasi atau berkelanjutan.

38 | Greenpeace :

"Minyak Kotor Vs Minyak Bersih"

Dalam beberapa minggu terakhir Greenpeace membuat propaganda dan penghasutan di media sosial bahwa minyak sawit adalah minyak kotor. "Minyak kotor" yang dituduhkan Greenpeace terhadap minyak sawit sungguh tidak berdasar dan mempertontonkan kedunguan berpikir dan miskin pengetahuan.

Mengapa?

Pertama, Tuduhan "minyak kotor" Greenpeace seharusnya lebih tepat dialamatkan ke minyak bumi dan batu bara.

Mengapa? Sebagaimana laporan International Energy Agency (IEA, 2016) sekitar 70 persen emisi karbon dunia yang mengotori udara bumi adalah konsumsi energi fosil (minyak bumi, batu bara, dll). Konsumi minyak bumi terbesar antara lain adalah negara Uni Eropa, Amerika Serikat, India, dan Cina. Oleh karena itu, minyak bumi dan batu bara sangat tepat disebut sebagai "minyak kotor" karena mengotori udara bumi.

Kedua, detergen, pelumas, surfaktan dan bahan-bahan kimia industri dunia menggunakan turunan dari minyak bumi yang limbahnya bukan hanya mengotori sungai-sungai dan laut tetapi juga mematikan kehidupan di perairan.

* Dimuat di www.sawit.or.id pada tanggal 28 September 2018

Selain itu, produk turunan dari minyak bumi seperti plastik (petroplastik) yang dikonsumsi di seluruh dunia menimbulkan sampah plastik dan mengotori perairan umum di seluruh dunia.

Jadi yang patut disebut minyak kotor adalah minyak bumi dan turunannya karena mengotori perairan, tanah dan mematikan kehidupan disana.

Ketiga, Sebaliknya, minyak sawit yang dihasilkan dari tanaman sawit justru layak disebut "minyak bersih". Tanaman perkebunan kelapa sawit justru menyerap karbondioksida dari udara bumi melalui proses fotosintesa/asimilasi pada tanaman sawit dirubah menjadi minyak sawit dan dihasilkan oksigen untuk kehidupan. Jadi tanaman sawit justru membersihkan udara bumi sehingga minyak sawit patut disebut sebagai minyak bersih, karena bukan hanya membantu membersihkan udara bumi dari polusi karbon tetapi juga menghasilkan oksigen untuk kelestarian kehidupan di bumi.

Keempat, saat ini disetiap negara dunia termasuk Uni Eropa dan Amerika Serikat mengembangkan biodiesel berbahan baku minyak nabati (minyak sawit, minyak kedelai, minyak bungamatahari, dll) untuk menggantikan minyak bumi (solar/diesel) yang kotor itu. Para ahli sudah banyak membuktikan bahwa biodiesel jauh lebih bersih dibandingkan dengan minyak bumi, karena itulah setiap negara berupaya mengganti minyak bumi dengan biodiesel untuk energi. Tentu ahli-ahli dan pemimpin Uni Eropa dan Amerika Serikat tidak dungu untuk menggembangkan biodiesel sebagai pengganti energi fosil.

Kelima, penggunaan minyak sawit saat ini juga digunakan untuk membuat biodetergen, biosurfaktan, biopelumas dan biokimia untuk industri yang ramah lingkungan sebagai pengganti detergen, pelumas dan kimia berbahan turunan minyak bumi yang kotor itu.

Keenam, selain untuk pengganti energi fosil tersebut, saat ini juga sedang dikembangkan bioplastik sawit untuk mengganti

plastik dari minyak bumi yang kotor itu. Plastik dari minyak bumi sulit terurai (nondegradable) dan beracun (toxic) sehingga sampahnya menumpuk dan mengotori perairan dunia.

Sementara bioplastik dari sawit mudah terurai (biodegradable) sehingga jika tidak dipakai lagi, dengan cepat terurai secara alamiah dan tidak mengotori lingkungan/perairan.

Jika benar Greenpeace adalah pejuang atau penyelamat lingkungan seperti yang dipropaganda selama ini, seharusnya Greenpeace justru menjadi barisan terdepan untuk mempromosikan pengurangan bahkan penghapusan penggunaan minyak bumi dan turunannya sebagai energi, maupun bahan baku produk kimia secara global, dan menggantikannya dengan minyak nabati seperti minyak sawit.

Ataukah Greenpeace sudah berubah menjadi yang lain " Maju Tak Gentar, Membela Yang Bayar"?

39 | Sawit : Contoh Pertanian

Dokumen terkait