• Tidak ada hasil yang ditemukan

Infeksi Citomegalovirus

Dalam dokumen Penyakit Infeksi Menular Seksual dan Inf (Halaman 32-37)

Citomegalovirus (CMV) termasuk golongan virus herpes DNA. Hal ini berdasarkan struktur dan cara virus CMV pada saat melakukan replikasi. Virus ini menyebabkan pembengkakan sel yang karakteristik sehingga terlihat sel membesar (sitomegali) dan tampak sebagai gambaran mata burung hantu. Di amerika CMV merupakan penyebab utama infeksi perinatal (diperkirakan 0,5-2% dari seluruh bayi neonatal). Yow dan demmler (1992) dalam pengamatanya selama 20 tahun atas morbiditas yang disebabkan CMV perinatal menjelaskan bahwa dari 800.000 janin yang terinfeksi oleh CMV diperoleh 500.000 bersifat simptomatis dengan kelainan retardasi mental, kebutaan, dan tuli sedangkan 120 ribu janin yang bersifat asimptomatis mempunyai keluhan neurologik

Penularan/transmisi CMV ini berlangsung secara horizontal, vertical dan hubungan seksual. Transmisi horisontal terjadi melalui droplet infection dan kontak dengan air ludah dan air seni. Semertara itu, transmisi vertikel adalah penularan proses infeksi maternal ke janin. Infeksi CMV kongenital umumnya terjadi karena transmisi trans plasenta selama kehamilan dan diperkirakan 0,5%-25% dari populasi neonatal. Di masa peripartum infeksi CMV timbul akibat pemaparan terhadap sekresi serviks yang telah terinfeksi melalui air susu

ibu dan tindakan transfusi darah. Dengan cara ini prevalensi diperikirakan 3-5%

1. Patogenesis

Infeksi CMV yang terjadi karena pemaparan pertama kali atas individu disebut infeksi primer. Infeksi primer berlangsung simptomatis ataupun asimptomatis serta virus akan menetap dalam jaringan hospes dalam waktu yang tidak terbatas.selanjutnya virus masuk ke dalam sel-sel dari berbagai macam jaringan.proses ini disebut infeksi laten

Pada keadaan tertentu eksaserbasi terjadi dari infeksi laten disertai multipikasi virus.keadaan tersebut misalnya terjadi pada individu yang mengalami supresi imun karena infeksi HIV,atau obat-obatan yang di konsumsi penderita transplan-resipien ataupun penderita dengan keganasan. Infeksi rekuren (reaktivasi/reinfeksi) yang dimungkinkan karena penyakit tertentu serta keadaan supresi imun yang bersifat iatrogenik.dapat diterangkan bahwa keua keadaan tersebut menekan respons sel limfosit T sehingga timbul stimulasi antigenik yang kronis. Dengan demikian,terjadi reaktivasi virus dari periode laten disertai berbagai sindroma

2. Epidemiologi

Di Negara-negara maju sitonegalovirus (CMV) adalah penyebab infeksi kongenital yang paling utama dengan angka kejadian 0,3-2% dari kelahiran hidup.dilaporkan pula bahwa 10-15% bayi lahir yang berinfeksi secara kongenital adalah simptomatis yakni dengan manifestasi klinik akibat terserangnya susunan saraf pusat dan berbagai organ lainnya (multiple organ).hal ini menyebabkan kematian perinatal 20-30 % serta timbulnya cacat neurologik berat lebih dari 90 % pada kelahiran manifestasi klinik dapat berupa hepatosplenomegali, mikrosefali, retardasi metal, gangguan psikomotor, icterus, petechbiae, koreoretinitis, dan kalsifikasi sebral 1-4 Sebanyak 10-15 bayi yang terinfeksi bersifat tanpa gejala (asimptomatis) serta tampak normal Pada waktu lahir. Kemungkinan bayi ini akan memperoleh cacat neurologic seperti retardasi mental atau gangguan pendengaran dan penglihatan diperkirakan 1-2 tahun kemudian. Dengan alasan ini sebenranya infeksi CMV adalah penyebab utama kerusakan system susunan saraf pusat pada anak-anak.

Transmisi CMV dari ibu ke janin dapat terjadi selama kehamiln dan infeksi pada umur kehamilan kurang dari 16 minggu menyebabkan kerusakan yang serius..

Infeksi CMV kongenital berasal dari infeksi maternal eksogenus ataupun endogenus. Infeksi eksogenus dapat bersifat primer yaitu terjadi pada ibu hamil dengan pola imunologik seronegatif dan nonprime bila ibu hamil dalam keadaan seropositif.

Infeksi endogenus adalah hasil suatu reaktivasi virus yang sebelumnya dalam keadaan paten. Infeksi maternal primer akan memberikan akibat klinik yang jauh lebih buruk pada janin dibandingkan infeksi rekuren (reinfeksi)

4. Diagnosis

Infeksi prime pada kehamiln dapat ditegakan baik dengan metode serologic maupun virologik. Dengan metode serologic, diagnosis infeksi maternal primer dapat ditunjukan dengan adanya perubahan dari seronegatif menjadi seropositif ( tampak adanya IgM dan IgG anti CMV) sebagai hasil pemeriksaan serial dengan interval kira-kira 3 minggu. Dalam metode serologic infeksi primer dapat pula ditentukan dengan Low IgG Avidity yaitu antibody klas IgG menunjukan fungsional aviditasnya yang rendah serta berlangsung selama kurang lebih 20 minggu setelah infeksi primer. Dlam hal ini lebih dari 90% kasus infeksi primer menunjukan IgG aviditas rendah (Low Avidity IgG) terhadap CMV.

Dengan metode virologik, viremia maternal dapat ditegakan dengan menggunakan uji imuno fluoresen. Uji ini menggunakan monoclonal antibody yang mengikat antigen Pp 65, suatu protein (polipeptida dengan berat molekul 65 kilo Dalton) dari CMV di dalam sel leukosit dalam darah ibu.

5. Diagnosis pranatal

Diagnosis pranatal harus dikerjkn terhadap ibu dengan kehmiln yng menunukan infeksi primer pada umur kehamilan sampai 20 minggu. Hal ini karena diperkirakan 70% dari kasus menunjukan janin tidak terinfeksi, dngan demikian diagnosis pranatal dapat mencegah terminasi kehamilan yang tidak perluterhadap janin yang sebenarnya tidak terinfeksi sehingga

kehamilan tersebut dapat berlangsung. Saat ini terminasi kehamilan merupakan satu-satunya t;erapi intervensi karena pengobatan dengan antivirus (ganciclovir) tidak memberi hasil yang efektif dan memuaskan. Diagnosis pranatal dilakukan dengan mengerjakan metode PCR dan isolasi virus pada cairan ketuban yang diperoleh setelah amniosentesis. Amniosentesis dalam hubungan ini paling baik dikerjakan pada umur kehamilan 21-23 minggu karena tiga hal berikut:

a. Mencegah hasil negative palsu sebab diuresis janin belum sempurna sebelum umur kehamilan 20 minggu sehingga janin belum optimal mengekskresi virus sitomealo melalui urin ke daam cairan ketuban. b. Dibutuhkan waktu 6-9 minggu setelah terjadinya infeksi maternal agar

virus dapat ditemukan dalam cairan ketuban

c. Infeksi janin berat karena tranmisi CMV pada umumnya bila infeksi maternal terjadi pada umur kehamilan 12 minggu

Penelitian menunjukan bahwa untuk diagnosis pranatal hasil amniosentesis lebih baik dibandingkan dengan kordosentesis. Demikian pula halnya biopsi vili korialis dikatakan tidak meningkat kemampuan mendiagnosis infeksi CMV intrauterin. Kedua prosedur ini kordosentesis dan biopsy membawa resiko tinggi bagi janin, bahkan prosedur tersebut tidak dianjurkan.

Pemeriksaan ultra-sound yang merupakan bagian dari perawatan antenatal sangat membantu dalam mengidentifikasi janin yang berisiko tinggi/diduga terinfeksi CMV. Klinisi harus memikirkan adanya kemungkinan infeksi CMV intrauterine bila didapatkan hal-hal berikut ini pada janin. Oligohidramnion, polihidramnion, hidrops nonimun, asistes janin, ganggun pertumbuhan janin, mikrosefali, ventrikulomegali serebral (hidrosefalus) kalsifikasi intracranial, hepatosplenomegali dan kalsifiasi intrahepatik 6. Terapi dan Konseling

Tidak ada terapi yang memuaskan dapat diterapkan, khusunya pada pengobatan infeksi kongenital. Dengan demikian, dalam konseling infeksi primer yang terjadi pada umur kehamilan kurang lebih 20 minggu setelah memperhatikan hasil diagnosis pranatal kemungkinan dapat

dipertimbangkan terminasi kehamilan. Terapi diberikan guna mengobati infeksi CMV yang serius seperti retinitis, esophagitis pada penderita dengan

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) serta tindakan profilaksis untuk mencegah infeksi CMV setelah transpaltasi organ. Obat yang digunakan untuk anti CMV untuk saat ini adalah Ganciclovir, Foscarnet, Cidofivir dan Valaciclovir, tetapi sampai saat ini belum dilakukan evaluasi di samping obat tersebut dapar menimbulkan intoksikasi serta resistensi. Pengemabngan vaksin perlu dilakukan guna mencegah morbiditas dan mortalitas akibat infeksi kongenital.

Dalam dokumen Penyakit Infeksi Menular Seksual dan Inf (Halaman 32-37)

Dokumen terkait