• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 Penelitian Pendahuluan

4.1.1 Infestasi lalat

Hasil pengamatan aktivitas infestasi lalat selama penjemuran jambal roti ikan patin disajikan pada Gambar 8 dan Lampiran 13.

0 2 4 6 8 10 12 Nilai Rata-rata (ekor) 0 5 10 15

Lama Perendaman (menit)

Konsentrasi 0% Konsentrasi 3%

Konsentrasi 6% Konsentrasi 9%

Gambar 8. Histogram nilai rata-rata jumlah infestasi lalat selama proses penjemuran jambal roti ikan patin

Gambar 8 menunjukkan bahwa lama perendaman dan banyaknya konsentrasi sari bawang putih berbanding terbalik dengan jumlah infestasi lalat atau berbanding lurus dengan penolakan lalat untuk menginfestasi produk jambal roti selama penjemuran. Jumlah infestasi lalat secara umum lebih banyak terdapat pada saat penjemuran hari pertama dan berkurang dengan semakin lamanya penjemuran. Hal tersebut disebabkan pada hari pertama penjemuran kondisi ikan masih basah dengan kadar air relatif tinggi dan menimbulkan aroma khas produk fermentasi yang kuat sehingga ketertarikan lalat cukup tinggi terutama pada kontrol, khususnya lalat hijau yang lebih menyukai produk-produk fermentasi.

Ketertarikan lalat terhadap jambal roti ikan patin selama penjemuran diduga disebabkan oleh bau dari komponen basa volatil seperti ammonia dan hidrogen

yang bekerja selama proses autolisis dan fermentasi. Hasil penelitian Soviana (1996) menjelaskan bahwa pembentukan senyawa basa dapat menarik lalat hijau (C. megacephala) untuk datang dan hinggap tetapi tidak selalu diikuti oleh terjadinya proses peletakan telur. Rahayu et al. (1992) menyatakan bahwa enzim proteolitik memecah protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana seperti: polipeptida, ammonia, dan H2S yang menimbulkan bau busuk. Pada penjemuran hari berikutnya infestasi lalat semakin berkurang dengan semakin menurunnya kadar air atau dengan semakin mengeringnya produk. Penurunan kadar air tersebut dapat menurunkan tingkat aroma dan daya tarik lalat. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Kismiyati (1995) yang menyatakan bahwa penjemuran jambal roti pada hari pertama menghasilkan infestasi lalat yang relatif banyak. Lebih lanjut dinyatakan juga bahwa jenis lalat hijau (Chrysomya megacephala) lebih dominan melakukan aktivitas infestasi selama penjemuran jambal roti ya itu sebesar 55% dan lalat rumah (Musca domestica) sebesar 31,13%.

Hasil analisis uji statistik (Lampiran 1) menunjukkan bahwa konsentrasi sari bawang putih dan lama perendaman mempunyai pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah infestasi lalat secara signifikan (p<0,05) pada selang kepercayaan 95%. Karena kedua faktor yang diuji memiliki perbedaan yang nyata maka dilakukan uji lanjut.

Hasil uji lanjut faktor konsentrasi menunjukkan bahwa konsentrasi 0% (kontrol) berbeda nyata dengan konsentrasi sari bawang putih 3%, 6%, dan 9%. Sedangkan uji lanjut faktor lama perendaman menunjukkan bahwa lama perendaman 0 menit berbeda nyata dengan la ma perendaman 10 menit, dan 15 menit tetapi berbeda tidak nyata dengan lama perendaman 5 menit. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin lama perendaman memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah infestasi lalat.

Penurunan jumlah infestasi lalat yang seiring dengan semakin lamanya perendaman disebabkan karena perlakuan perendaman diduga dapat melarutkan komponen-komponen turunan dari protein sarkoplasma yang mengindikasikan kebusukan dan bersifat larut dalam air, sehingga semakin lama perendaman jumlah infestasi lalat menjadi berkurang. Protein sarkoplasma mengandung

berbagai protein yang larut dalam air diantaranya mioglobin, enzim, dan albumin (Suzuki, 1981). Hal tersebut ditunjukkan oleh penurunan jumlah infestasi lalat pada kombinasi perlakuan la ma perendaman selama 5 menit dalam konsentrasi 0% (5 menit 0%), 10 menit konsentrasi 0%, dan 15 menit konsentrasi 0% yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (0 menit konsentrasi 0%) (Lampiran 1). Hasil uji lanjut interaksi faktor lama perendaman dan penggunaan konsentrasi sari bawang putih dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil uji lanjut interaksi

Kombinasi Perlakuan Jumlah Infestasi Lalat (ekor) 0 menit konsentrasi 0% 15 menit konsentrasi 9% 10 menit konsentrasi 9% 15 menit konsentrasi 6% 15 menit konsentrasi 3% 34a 1b 2b 5b 6b

Keterangan : Nilai dengan huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata

Berdasarkan Tabel 6 Hasil uji lanjut interaksi menunjukkan bahwa kontrol (0 menit 0%) berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan lainnya dan berbeda sangat nyata dengan kombinasi perlakuan perendaman sari bawang putih 9% selama 15 menit (15 menit 9%), 10 menit konsentrasi 9%, 15 menit konsentrasi 6%, dan 15 menit konsentrasi 3%. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan sari bawang putih memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penolakan lalat. Penolakan lalat berbanding terbalik dengan jumlah infestasi lalat. Semakin tinggi jumlah inferstasi lalat menunjukkan penolakan lalat rendah. Penolakan lalat tertinggi terdapat pada perlakuan lama perendaman 15 menit dalam sari bawang putih dengan konsentrasi 9% (15 menit 9%) yaitu sebanyak 1 ekor (0,59%) dan diikuti oleh perlakuan 10 menit konsentrasi 9% dan 15 menit konsentrasi 6% dengan jumlah infestasi lalat masing- masing sebanyak 2 ekor (1,13%) dan 5 ekor (2,28%), sedangkan jumlah infestasi lalat tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol (0 menit 0%) yaitu sebanyak 34 ekor (19,21%). Selain banyaknya konsentrasi yang mempengaruhi tingkat penolakan lalat, lama perendaman juga memberikan pengaruh yang cukup signifikan dibandingkan dengan kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa lamanya perendaman memberikan kesempatan terhadap penetrasi sari bawang putih ke dalam daging menjadi lebih banyak,

sehingga memberikan pengaruh yang lebih banyak terhadap komponen aktif bawang putih yang terdapat dalam daging. Adanya komponen sulfur sebagai senyawa aktif bawang putih tersebut yang menimbulkan aroma kuat dan bersifat iritan dan toksik terhadap serangga merupakan salah satu faktor penolak infestasi lalat.

Penolakan lalat pada jambal roti ikan patin dengan perlakuan perendaman sari bawang putih disebabkan oleh bau dan aroma yang tidak disukai oleh lalat yang diduga berasal dari komponen volatil bawang putih yaitu senyawa disulfida dan vinildithiin. Menurut Freeman (1979) pada bawang putih terdapat prekursor utama pembentuk flavor adalah S-(2-propenil)-L-sistein sulfoksida (S-allil-L-sistein sulfoksida, alliin) yang oleh enzim allinase terhidrolisis membentuk 2-propenil propenetiosulfonat (allil tiosulfonat, allisin). Namun demikian, sifat allisin kurang stabil sehingga mudah terdekomposisi menjadi senyawa lanjutan yang bersifat volatil bila terjadi perlakuan pemanasan. Adanya efek pemanasan menyebabkan allisin terkonversi ke dalam bentuk 3-vinil-(4H)-1,ditiin dan 2-vinil-(4H)-1,3-ditiin. Allisin akan bereaksi lebih lanjut membentuk berbagai komponen volatil alifatis serta siklik yang mengandung satu hingga tiga buah sulfur maupun ya ng mengandung satu buah oksigen. Dialil disulfida merupakan salah satu senyawa hasil degradasi allisin yang menentukan rasa dan aroma bawang putih yang khas. Dengan demikian, penggunaan sari bawang putih sebagai penghambat infestasi lala t memberikan efek yang baik karena aktivitas serangan lalat relatif tinggi pada awal penjemuran dan semakin berkurang dengan semakin lamanya penjemuran. Kondisi tersebut berkaitan dengan sifat komponen volatil yang dapat menguap.

Suhu pemanasan selama proses penjemuran jambal roti ikan patin berkisar antara 33-40oC dan penjemuran berlangsung selama 24 jam sampai 36 jam sehingga komponen volatil sari bawang putih diharapkan masih ada karena penguapan komponen volatil terjadi secara perlahan- lahan. Hal tersebut dibuktikan dengan masih terdapatnya aroma khas bawang putih pada jambal roti ikan patin pada akhir penjemuran bahkan hingga akhir penyimpanan 4 minggu pada suhu ruang.

Pengamatan terhadap perilaku lalat selama penjemuran menunjukkan bahwa sebelum menghinggapi sampel, lalat terlebih dahulu melakukan proses pengenalan atau orientasi terhadap calon makananya. Bila ditemukan adanya bahan yang akan merugikan dirinya (arrestant) maka lalat tidak jadi makan dan pergi meninggalkannya. Hal tersebut ditunjukkan dengan hinggapan lalat yang sebentar atau tidak lama yang kemudian terbang ke sampel lain hingga menemukan tempat yang cocok. Setelah menemukan sampel yang sesuai biasanya lalat akan hinggap lebih lama dan diikuti oleh lalat lain sehingga membentuk kerumunan lalat. Kerumunan lalat yang hinggap pada jambal roti ikan patin selama penjemuran selain memakan daging ikan juga meletakkan tinja berwarna coklat kehitaman sehingga dapat menurunkan mutu produk yang dihasilkan.

Infestasi lalat selama penjemuran jambal roti ikan patin terhadap semua perlakuan relatif tidak terlalu banyak. Hal tersebut dikarenakan oleh penggunaan kadar garam tinggi (30%) yang secara tidak langsung dapat berperan sebagai insektisida. Kismiyati (1995) menyatakan bahwa perbedaan konsentrasi garam berpengaruh terhadap lalat yang hinggap pada ikan asin jambal roti selama penjemuran. Pada perlakuan garam (30%) paling sedikit dihinggapi lalat yaitu 2,8 ekor sedangkan perlakuan konsentrasi garam 10% paling banyak dihinggapi lalat yaitu 14,0 ekor. Selain itu juga disebabkan oleh kondisi lokasi penelitian yang relatif bersih atau tidak berdekatan dengan habitat lalat yaitu temapt-tempat yang banyak mengandung bahan organik seperti kotoran ayam, sapi dan hewan lainnya, kotoran manusia, tempat pembuangan sampah dan sejenisnya (Kesumawati, 1989).

4.1.2 Nilai organoleptik jambal roti ikan patin